Anda di halaman 1dari 29

KEPERAWATAN ANAK

“Konsep Dasar Penyakit dan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Retardasi Mental”

Oleh:
Kelompok
D IV Keperawatan T.k II Semester 3

 Ni Kadek Aryastuti (P07120214007)


 I Nyoman Sugiharta Dana (P07120214008)
 Ni Putu Epriliani (P07120214010)
 I Gusti Ayu Cintya Adianti (P07120214012)
 I Gusti Ngurah Agung Kusuma Sedana (P07120214015)
 Ni Putu Novia Indah Lestari (P07120214016
 Kadek Poni Marjayanti (P07120214026)
 Ngakan Raka Saputra (P07120214036)
 I Putu Dharma Partana (P07120214038)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2015

0
KATA PENGANTAR

Segala Puja dan puji syukur kita haturkan Kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang
telah memberikan kita berbagai macam nikmat terutama nikmat sehat dan sempat sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “ Konsep Dasar dan Konsep Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Retardasi Mental” ini dapat diselesaikan dengan apa
adanya dan tepat pada waktunya.

Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan dapat
menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak, atas bantuan,dukungan dan doanya. Makalah ini mungkin
kurang sempurna, untuk itu kami mengharap kritik dan saran dari Bapak/Ibu Dosen dan
teman-teman untuk penyempurnaan makalah ini.

Semoga makalah yang kami tulis ini dapat memberikan tambahan wawasan bagi teman-
teman mahasiswa keperawatan dan semoga bisa menjadi bahan referensi untuk
pembelajaran kita bersama.

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................1

Daftar Isi..........................................................................................................................2

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang............................................................................................................4

B. Rumusan Masalah ......................................................................................................5

C Tujuan.........................................................................................................................5

D Manfaat.......................................................................................................................6

Bab II Pembahasan
I. KONSEP TEORI RETARDASI MENTAL

A. Definisi………………….. ........................................................................................7

B. Etilogi……..................................................................................................................8

C. Klasifikasi....................................................................................................................10

D. Diagnosis dan Gejala Retardasi Mental.......................................................................12

E. Patofisiologi………………………………………………………………………….18

F. Pemeriksaan Penunjang ..............................................................................................19

G. Prognosis Retardasi Mental.........................................................................................19

H. Pencegahan Retardasi Mental......................................................................................20

I. Penanganan Retardasi Mental........................................................................................21

2
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN RETARDASI
MENTAL
A. Pengkajian................................................................................................................23
B. Diagnosa Keperawatan............................................................................................24
C. Perencanaan ............................................................................................................25
D. Implementasi...........................................................................................................26
E. Evaluasi...................................................................................................................27

Bab III Penutup

3.1 Simpulan.................................................................................................................28

3.2 Saran.......................................................................................................................28

Daftar Pustaka.............................................................................................................. 29

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

“Retardasi mental merupakan suatu kelainan mental seumur hidup, diperkirakan lebih
dari 120 juta orang di seluruh dunia menderita kelainan ini.” Kata Kepala Subbagian
Pediatri Sosial, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUIRSCM (Dr. Titi Sunarwati Sularyo,
Sp.A(K)), Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI-RSCM, Jakarta (Dr. Muzal Kadim).

Oleh karena itu retardasi mental merupakan masalah di bidang kesehatan


masyarakat,kesejahteraan sosial dan pendidikan baik pada anak yang mengalami retardasi
mental tersebut maupun keluarga dan masyarakat. Retardasi mental merupakan suatu
keadaan penyimpangan tumbuh kembang seorang anak sedangkan peristiwa tumbuh
kembang itu sendiri merupakan proses utama, hakiki, dan khas pada anak serta
merupakan sesuatu yang terpenting pada anak tersebut. Terjadinya retardasi mental dapat
disebabkan adanya gangguan pada fase pranatal, perinatal maupun postnatal. Mengingat
beratnya beban keluarga maupun masyarakat yang harus ditanggung dalam
penatalaksanaan retardasi mental, maka pencegahan yang efektif merupakan pilihan
terbaik. Pada zaman dahulu orang tidak begitu membedakan antara deformitas fisik
bawaan seperti kerdil dan lain-lain dengan retardasi mental. Penderita epilepsi, psikosis,
tuna rungu-wicara sering dicampuradukkan dengan mereka yang terganggu
intelektualnya. Pada kenyataannya memang keadaan-keadaan tersebut sering menyertai
penderita retardasi mental, sehingga menyulitkan untuk membuat diagnosis klinis. Pada
masa kerajaan Yunani di bawah hukum Lycurgus anak dengan retardasi mental
mengalami perlakuan yang sangat mengenaskan, yang dibolehkan untuk dimusnahkan,
atau dibuang di sungai Eurotes. Di Romawi kuno ada hukum yang membenarkan
pembunuhan pada anak-anak yang cacat atau yang lemah, walaupun kadang-kadang anak
cacat tersebut masih dipertahankan hidup bila masih mampu menghibur para pembesar.

4
Prevalens retardasi mental pada anak-anak dibawah umur 18 tahun di negara maju
diperkirakan mencapai 0,5-2,5% , di negara berkembang berkisar 4,6%. Insidens
retardasi mental di negara maju berkisar 3-4 kasus baru per 1000 anak dalam 20 tahun
terakhir. Angka kejadian anak retardasi mental berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup.1
Banyak penelitian melaporkan angka kejadian retardasi mental lebih banyak pada anak
laki-laki dibandingkan perempuan.

Tujuan penulisan ini adalah untuk membahas retardasi mental secara umum, dan akan
dibahas tentang definisi, klasifikasi, etiologi, diagnosis serta tatalaksana serta pencegahan
retardasi mental.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan retardasi mental ?
2. Apa penyebab dari retardasi mental ?
3. Bagaimana klasifikasi dari retardasi mental ?
4. Bagaimana gejala klinis dari retardasi mental dan penegakkan diagnosis pada retardasi
mental ?
5. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan pada retardasi mental ?
6. Bagaimana prognosis dari retardasi mental ?
7. Bagaimana penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental ?

A. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui definisi dari retardasi mental
2. Mengetahui penyebab dari retardasi mental
3. Mengetahui klasifikasi dari retardasi mental
4. Mengetahui gejala klinis dari retardasi mental dan penegakan diagnosis pada retardasi
mental
5. Mengetahui jenis pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada retardasi mental
6. Mengetahui prognosis dari retardasi mental
7. Mengetahui penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental

B. MANFAAT PENULISAN
Mengetahui yang dimaksud retardasi mental, penyebab dari retardasi mental,
mengenal macam-macam pembagian mengenai retardasi mental, gejala yang mucul pada
retardasi mental, penegakkan diagnosis nya dan prognosis pada retardasi mental serta
penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental

5
6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI RETARDASI MENTAL


Keterbelakangan Mental (Retardasi Mental, RM) adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata disertai dengan
berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri (berpelilaku adaptif), yang mulai
timbul sebelum usia 18 tahun. Orang-orang yang secara mental mengalami
keterbelakangan, memiliki perkembangan kecerdasan (intelektual) yang lebih rendah dan
mengalami kesulitan dalam proses belajar serta adaptasi sosial. 3% dari jumlah penduduk
mengalami keterbelakangan mental.
Retardasi mental adalah kelainan ataua kelemahan jiwa dengan inteligensi yang
kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).
Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala
yang utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia
(oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (W.F. Maramis, 2005: 386).
Pada Wikipedia (The Free Encyclopedia, 2010), dinyatakan: Mental retardation (MR)
is a generalized disorder, characterized by significantly impaired cognitive functioning
and deficits in two or more adaptive behaviors with onset before the age of 18. It has
historically been defined as an Intelligence Quotient score under 70. The term “mental
retardation” is a diagnostic term denoting the group of disconnected categories of
mental functioning such as “idiot”, “imbecile”, and “moron” derived from early IQ
tests, which acquired pejorative connotations in popular discourse.
Retardasi mental merupakan kelemahan yang terjadi pada fungsi intelek. Kemampuan
jiwa retardasi mental gagal berkembang secara wajar. Mental, inteligensi, perasaan, dan
kemauannya berada pada tingkat rendah, sehingga yang bersangkutan mengalami
hambatan dalam penyesuaian diri.
Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi yang kurang
(subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya
terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang utama

7
ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo:
kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (W.F. Maramis, 2005: 386).
Retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki kemampuan
mental yang tidak mencukupi (WHO).
American Association on Mental Deficiency (AAMD) membuat definisi retardasi
mental yang kemudian direvisi oleh Rick Heber (1961) sebagai suatu penurunan fungsi
intelektual secara menyeluruh yang terjadi pada masa perkembangan dan dihubungkan
dengan gangguan adaptasi sosial.

A. ETIOLOGI
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui
adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisik dan laboratorium. Penyebab dari
retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial.
Walaupun begitu terdapat beberapa factor yang
potensial berperanan dalam terjadinya retardasi
mental seperti yang dinyatakan oleh Taft LT (1983)
dan Shonkoff JP (1992) dibawah ini.
Penyebab retardasi mental dapat terjadi mulai dari
fase pranatal, perinatal dan postnatal. Beberapa
penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000 macam penyebab terjadinya
retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat dicegah. Ditinjau dari penyebab
secara langsung dapat digolongkan atas penyebab biologis dan psikososial.

Penyebab biologis atau sering disebut retardasi mental tipe klinis mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Pada umumnya merupakan retardasi mental sedang sampai sangat berat
2. Tampak sejak lahir atau usia dini
3. Secara fisis tampak berkelainan/aneh
4. Mempunyai latar belakang biomedis baik pranatal, perinatal maupun postnatal
5. Tidak berhubungan dengan kelas sosial
Penyebab psikososial atau sering disebut tipe sosiokultural mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Biasanya merupakan retardasi mental ringan
8
2. Diketahui pada usia sekolah
3. Tidak terdapat kelainan fisis maupun laboratorium
4. Mempunyai latar belakang kekurangan stimulasi mental (asah)
5. Ada hubungan dengan kelas sosial
Melihat struktur masyarakat Indonesia, golongan sosio ekonomi rendah masih
merupakan bagian yang besar dari penduduk, dapat diperkirakan bahwa retardasi mental
di Indonesia yang terbanyak adalah tipe sosio-kultural.
Penyebab retardasi mental tipe klinis atau biologikal dapat dibagi dalam:
a. Penyebab pranatal
1) Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme asam amino yaitu Phenyl Keton Uria (PKU), Maple Syrup Urine
Disease, gangguan siklus urea, histidiemia, homosistinuria, Distrofia okulorenal Lowe,
hiperprolinemia, tirosinosis dan hiperlisinemia. Gangguan metabolisme lemak yaitu
degenerasi serebromakuler dan lekoensefalopati progresif. Gangguan metabolisme
karbohidrat yaitu galaktosemia dan glycogen storabe disease.
2) Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom muncul dibawah 5 persen kehamilan, kebanyakan kehamilan yang
memilki kelainan kromosom berakhri dengan kasus keguguran hanya setenggah dari satu
persen yang lahir memiliki kelainan kromosom, dan akan meninggal segera setelah lahir.
bayi yang bertahan, kebanyakan akan memiliki kelainan down syndrome, atau trisomy
21. Manusia normal memiliki 46 kromosom (23 pasang). orang dengan kelainan down
syndrome memiliki 47 kromosom (23 pasang + 1 kromosom pada kromosom ke 21).
3) Infeksi maternal selama kehamilan
yaitu infeksi TORCH dan Sifilis. Cytomegali inclusion body disease merupakan penyakit
infeksi virus yang paling sering menyebabkan retardasi mental. Infeksi virus ringan atau
subklinik pada ibu hamil dapat menyebabkan kerusakan otak janin yang bersifat fatal.
Penyakit Rubella kongenital juga dapat menyebabkan defisit mental.
4) Komplikasi kehamilan
Meliputi toksemia gravidarum, Diabetes Mellitus pada ibu hamil yang tak terkontrol,
malnutrisi, anoksia janin akibat plasenta previa dan solutio plasenta serta penggunaan
sitostatika selama hamil.

9
b. Penyebab perinatal
1) Prematuritas
Dengan kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi menyebabkan meningkatnya
keselamatan bayi dengan berat badan lahir rendah sedangkan bayi-bayi tersebut
mempunyai resiko besar untuk mengalami kerusakan otak, sehingga akan didapatkan
lebih banyak anak dengan retardasi mental.
2) Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan.
3) Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak terkonjugasi di
dalam sel-sel otak.
4) Hipoglikemia: menurunnya kadar gula dalam darah.

c. Penyebab postnatal
1) Infeksi (meningitis, ensefalitis)
2) Trauma fisik
3) Kejang lama
4) Intoksikasi (timah hitam, merkuri)

B. KLASIFIKASI RETARDASI MENTAL


Berikut ini adalah klasifikasi retardasi mental berdasarkan PPDGJ III:
1. F70 Retardasi Mental Ringan (IQ 55-69)
Mulai tampak gejalanya pada usia sekolah dasar, misalnya sering tidak naik kelas,
selalu memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-
hal yang berkaitan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan
kebutuhan pribadi. 80 % dari anak RM termasuk pada golongan ini. Dapat menempuh
pendidikan Sekolah Dasar kelas VI hingga tamat SMA. Ciri-cirinya tampak lamban dan
membutuhkan bantuan tentang masalah kehidupannya.

10
2. F71 Retardasi Mental Sedang (IQ 35-49)
Sudah tampak sejak anak masih kecil dengan adanya keterlambatan dalam
perkembangan, misalnya perkembangan wicara atau perkembangan fisik lainnya. Anak
ini hanya mampu dilatih untuk merawat dirinya sendiri, pada umumnya tidak mampu
menyelesaikan pendidikan dasarnya, angka kejadian sekitar 12% dari seluruh kasus RM.
Anak pada golongan ini membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus dan dukungan
pelayanan.
3. F72 Retardasi Mental Berat (IQ 20- 34)
Tampak sejak lahir, yaitu perkembangan motorik yang buruk dan kemampuan bicara
yang sangat minim, anak ini hanya mampu untuk dilatih belajar bicara dan keterampilan
untuk pemeliharaan tubuh dasar, angka kejadian 8% dari seluruh RM. Memiliki lebih dari
1 gangguan organik yang menyebabkan keterlambatannya, memerlukan supervisi yang
ketat dan pelayanan khusus.
4. F73 Retardasi Mental Sangat Berat (IQ < 20)
Sudah tampak sejak lahir yaitu gangguan kognitif, motorik, dan komunikasi yang
pervasif. Mengalami gangguan fungsi motorik dan sensorik sejak awal masa kanak-
kanak, individu pada tahap ini memerlukan latihan yang ekstensif untuk melakukan “self
care” yang sangat mendasar seperti makan, BAB, BAK. Selain itu memerlukan supervisi
total dan perawatan sepanjang hidupnya, karena pada tahap ini pasien benar-benar tidak
mampu mengurus dirinya sendiri.
5. F78 Retardasi Mental lainnya
Kategori ini hanya dignakan bila penilaian dari tingkat Retardasi Mental intelektual
dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena adanya
hendaya sensorik atau fisik, seperti buta, bisu tli, dan penyandang yang perilakunya
terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.

C. DIAGNOSIS & GEJALA RETARDASI MENTAL


Diagnosis retardasi mental tidak hanya didasarkan atas tes intelegensia saja,
melainkan juga dari riwayat penyakit, laporan dari orangtua, laporan dari sekolah,
pemeriksaan fisis, laboratorium, pemeriksaan penunjang. Yang perlu dinilai tidak hanya

11
intelegensia saja melainkan juga adaptasi sosialnya. Dari anamnesis dapat diketahui
beberapa faktor risiko terjadinya retardasi mental. Pemeriksaan fisis pada anak retardasi
mental biasanya lebih sulit dibandingkan pada anak normal, karena anak retardasi mental
kurang kooperatif. Selain pemeriksaan fisis secara umum (adanya tanda-tanda dismorfik
dari sindrom-sindrom tertentu) perlu dilakukan pemeriksaan neurologis, serta penilaian
tingkat perkembangan. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat
ditemukan berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala:
mikrosefali, hidrosefali, dan down syndrome. Wajah pasien dengan retardasi menral
sangan mudah dikenali seperti hipertelorisme, yaitu lidah yang menjulur keluar,
gangguan pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah yang tampak tumpul.
Pada anak yang berumur diatas 3 tahun dilakukan tes intelegensia. Namun, tingkat
kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya karakteristik, melainkan harus dinilai
berdasarkan sejumlah besar ketrampilan spesifik yang berbeda. penilaian tingkat
kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis,
prilaku adaptif dan hasil tes psikometrik. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) kepala
dapat membantu menilai adanya kalsifikasi serebral, perdarahan intra kranial pada bayi
dengan ubun-ubun masih terbuka. Pemeriksaan laboratorium dilakuka atas indikasi,
pemeriksaan ferriklorida dan asam amino urine dapat dilakukan sebagai screening PKU.
Pemeriksaan analisis kromosom dilakukan bila dicurigai adanya kelainan kromosom
yang mendasari retardasi mental tersebut. Beberapa pemeriksaan penunjang lain dapat
dilakukan untuk membantu seperti pemeriksaan BERA, CT-Scan, dan MRI. Kesulitan
yang dihadapi adalah kalau penderita masih dibawah umur 2-3 tahun, karena kebanyakan
tes psikologis ditujukan pada anak yang lebih besar. Pada bayi dapat dinilai
perkembangan motorik halus maupun kasar, serta perkembangan bicara dan bahasa.
Biasanya penderita retardasi mental juga mengalami keterlambatan motor dan American
Psychiatric Association (APA) pada tahun 1994, mensyaratkan tiga diagnosis
keterbelakangan mental, yaitu:
1) Fungsi intelektual secara signifikan dibawah rata-rata: IQ sekitar 70 atau kurang menurut
tes IQ yang diadakan secara individu.
Ketidakmampuan atau kelemahan yang terjadi bersamaan dengan fungsi adaptasi saat ini
(yakni efektivitas seseorang dalam memenuhi standar yang diharapkan pada usianya

12
dengan kelompok budayanya) setidaknya dalam bidang berikut ini: yaitu komunikasi,
perhatian diri sendiri, kehidupan rumah tangga, keterampilan sosial-interpersonal,
penggunaan sumber dalam komunitas, self dierection, keterampilan akademik fungsional,
pekerjaan, waktu luang, kesehatan dan keamanan.
2) Terjadi sebelum berusia 18 tahun.
Tingkatan keterbelakangan mental menurut APA, diklasifikasikan menjadi mild
retardation (tingkat IQ 50 atau 55 sampai sekitar 70), moderate mental retardation
(tingkat IQ 35 atau 40 sampai 50 atau 55), severe mental retardation (tingkat IQ 20 atau
25 sampai 35 atau 40), dan profound mental retardation (tingkat IQ dibawah 20 atau 25).
Dibawah ini sekilas tentang perubahan perilaku terkait usia pada anak dengan
keterbelakangan mental :
Keterbelakangan Mental Ringan (IQ = 50 -70)
1) Anak prasekolah (0 – 5 tahun): lebih lambat daripada rata-rata dalam berjalan, makan
sendiri, dan berbicara, namun pengamat sambil lalu tidak melihat keterbelakangan ini.
2) Usia sekolah (6 – 21 tahun): Belajar keterampilan motorik-pemahaman dan kognisi
(membaca dan arithmatic) di kelas tiga sampai kelas enam oleh remaja tahap ini, dapat
belajar untuk menyesuaikan diri secara sosial.
3) Dewasa (21 tahun keatas): Biasanya mencapai keterampilan sosial dan kejuruan yang
diperlukan untuk merawat diri, membutuhkan bimbingan dan bantuan ketika berada pada
kondisi ekonomi sulit atau stress sosial.

Keterbelakangan Mental menengah (IQ = 35 – 49)


1) Anak prasekolah (0 – 5 tahun): sebagian besar perkembangan kelihatan dengan jelas
terlambat.
2) Usia sekolah (6 – 21 tahun): belajar berkomunikasi dan merawat kesehatan dasar dan
kebutuhan keamanan.
3) Dewasa (21 tahun keatas): melakukan tugas tanpa keterampilan atau semi terampil
sederhana pada kondisi yang diawasi, berpartisipasi pada permainan sederhana dan
melakukan perjalanan sendiri di tempat yang dikenal, mampu merawat diri sendiri.

Keterbelakangan Mental Berat (IQ = 20 – 34)

13
1) Anak prasekolah (0 – 5 tahun): perkembangan motorik sangat tertunda, sedikit atau tidak
berbicara, mendapat mamfaat dari pelatihan mengerjakan sendiri (misalnya makan
sendiri).
2) Usia sekolah (6 – 21 tahun): biasanya berjalan kecuali jika terdapat ketidakmampuan
motorik, dapat memahami dan merespon pembicaraan, dapat mengambil mamfaat dari
pelatihan mengenai kesehatan dan kebiasaan lain yang dapat diterima.
3) Dewasa (21 tahun keatas): melakukan kegiatan rutin sehari-hari dan memperbesar
perawatan diri sendiri, memerlukan petunjuk dan pengawasan ketat dalam lingkungan
yang dapat dikendalikan.

Keterbelakangan Mental Sangat Berat (IQ dibawah 20)


1) Anak prasekolah (0 – 5 tahun): keterbelakangan ekstrem disemua bidang, kemampuan
sensorik minimal, membutuhkan bantuan perawatan diri.
2) Usia sekolah (6 – 21 tahun): semua bidang perkembangan tampak jelas tertunda, respon
berupa emosi dasar dan mendapatkan manfaat dari pelatihan dalam penggunaan anggota
badan dan mulut, harus diawasi dengan ketat.
3) Dewasa (21 tahun keatas): barangkali dapat berjalan dan berbicara dengan cara primitive,
mendapatkan mamfaat dari aktivitas fisik regular, tidak dapat merawat diri sendiri, tetapi
membutuhkan bantuan perawatan diri.

Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa kelainan fisik
yang merupakan stigmata congenital yang kadang-kadang gambaran stigmata mengarah
kesuatu sindrom penyakit tertentu. Dibawah ini beberapa kelaianan fisik dan gejala yang
sering disertai retardasi mental, yaitu :
1. Kelainan pada mata :
a. Katarak

1) Sindrom Cockayne

2) Sindrom Lowe

3) Galactosemia

14
4) Sindrom Down

5) Kretin

6) Rubella Pranatal, dll.

b. Bintik cherry-merah pada daerah macula

1) Mukolipidosis

2) Penyakit Niemann-Pick

3) Penyakit Tay-Sachs

c. Korioretinitis

1) Lues congenital

2) Penyakit Sitomegalovirus

3) Rubella Pranatal

d. Kornea keruh

1) Lues Congenital

2) Sindrom Hunter

3) Sindrom Hurler

4) Sindrom Lowe

2. Kejang

a. Kejang umum tonik klonik

1) Defisiensi glikogen sinthesa

2) Hipersilinemia

3) Hipoglikemia, terutama yang disertai glikogen storage disease I, III, IV, dan VI
15
4) Phenyl ketonuria

5) Sindrom malabsobrsi methionin, dll.

b. Kejang pada masa neonatal

1) Arginosuccinic asiduria

2) Hiperammonemia I dan II

3) Laktik asidosis, dll.

3. Kelainan kulit

a. Bintik café-au-lait

1) Atakasia-telengiektasia

2) Sindrom bloom

3) Neurofibromatosis

4) Tuberous selerosis

4. Kelainan rambut

a. Rambut rontok

1) Familial laktik asidosis dengan Necrotizing ensefalopati

b. Rambut cepat memutih

1) Atrofi progresif serebral hemisfer

2) Ataksia telangiektasia

3) Sindrom malabsorbsi methionin

c. Rambut halus

16
1) Hipotiroid

2) Malnutrisi

5. Kepala

a. Mikrosefali

b. Makrosefali

1) Hidrosefalus

2) Neuropolisakaridase

3) Efusi subdural

6. Perawakan pendek

a. Kretin

b. Sindrom Prader-Willi

7. Distonia

a. Sindrom Hallervorden-Spaz

17
D. PATOFISIOLOGI RETARDASI MENTAL

Faktor Genetik Faktor Prenatal Faktor Perinatal Faktor


Pascanatal

 Gizi  Proses  Infeksi


Kelainan
 Mekanis kelahiran  Trauma
jumlah dan
 Toksin lama kapitalis,
bentuk
 Endokrin  Posisi tumor otak
kromoson
 Radiasi janin  Kelainan
abnormal tulang
 Infeksi
 Kecelakaa tengkorak
 Stress
n pd  Kelainan
 Imunitas
waktum endokrin &
 Anoreksia lahir & metabolik,
embrio kegawata keracunan

Kerusakan pada fungsi otak :


 Hemisfer kanan : keterlambatan perkembangan motorik kasar
dan halus
 Hemisfer kiri : keterlambatan perkembangan bahasa, social,

Penurunan fungsi intelektual secara


umum
Gangguan perilaku adaptif social

Keluarga Hubungan social Perkembangan

Fungsi
3. Kecemasan 6. Gangguan
keluarga komunikasi verbal intelektual
4. Kurang 7. Gangguan menurun
pengetahuan bermain
5. Koping keluarga 8. Isolasi social 1. Resiko
tidak efektif. 9.Kerusakan ketergantun
interaksi sosial gan
2. Resiko

18
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita
retardasi mental,yaitu:
1. Kromosom kariotipe
2. EEG (Elektro Ensefalogram)
3. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)
4. Titer virus untuk infeksi congenital
5. Serum asam urat (Uric acid serum)
6. Laktat dan piruvat
7. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
8. Serum seng (Zn)
9. Logam berat dalam darah
10. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
11. Serum asam amino atau asam organik
12. Plasma ammonia
13. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsy kulit:
14. Urin mukopolisakarida

F. PROGNOSIS RETARDASI MENTAL


Mengukur kecerdasan dan perilaku adaptif dapat membantu klasifikasi dari
kecenderungan keterbelakangan dan dapat memprediksikan apakah individu tersebut
dapat hidup secara independen. Individu dengan keterbelakangan mental menengah
(moderate mental retardation) lebih sering ditemukan dapat mencapai seilf-sufficiency
dan mendapatkan hidup yang bahagia. Untuk mencapai tujuannya, mereka membutuhkan
lingkungan yang sesuai dan mendukung seperti pendidikan, komunitas, lingkungan
sosial, keluarga dan keterampilan yang konsisten. Harapannya lebih kecil untuk individu
yang menderita keterbelakangan mental sangat berat (profound retardation). Individu
dengan profound retardation membutuhkan dukungan yang besar dan biasanya tidak bisa
hidup secara independen atau di rumah secara berkelompok.
Penelitian menemukan bahwa mereka memiliki harapan hidup yang lebih kecil.
Kecenderungan dari keterbelakangan invidu cenderung menetap selama hidup. Misalkan
seorang anak didiagnosa memiliki keterbelakangan mental berat (severe) pada usia 5
tahun, maka ia akan memiliki diagnosa yang sama pada usia 21 tahun. Hal ini mungkin
tidak akan terlalu terlihat oleh keluarga mereka, dimana anak-anak dengan
keterbelakangan memiliki kemampuan yang mirip dengan rekan-rekan mereka, namun
akan nampak bahwa mereka akan semakin tertinggal dengan sejalannya usia mereka.

19
G. PENCEGAHAN RETARDASI MENTAL
Karena penyembuhan dari retardasi mental ini boleh dikatakan menyebabkan
kerusakan dari sel-sel otak, tidak mungkin fungsinya dapat kembali normal maka yang
penting adalah pencegahan primer yaitu usaha yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya penyakit. Dengan memberikan perlindungan terhadap penyakit-penyakit yang
potensial dapat menyebabkan retardasi mental, misalnya melalui imunisasi. Konseling
perkawinan, pemeriksaan kehamilan yang rutin, nutrisi yang baik selama kehamilan dan
bersalin pada tenaga kesehatan yang berwenang maka dapat membantu menurunkan
angka kejadian retardasi mental. Demikian pula dengan mengentaskan kemiskinan
dengan membuka lapangan kerja, memberikan pendidikan yang baik, memperbaiki
sanitasi lingkungan, meningkatkan gizi keluarga akan meningkatkan ketahanan terhadap
penyakit. Dengan adanya program BKB (Bina Keluarga dan Balita ) yang merupakan
stimulasi mental dini dan bisa dikembangkan juga deteksi dini maka dapat
mengoptimalkan perkembangan anak.
Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan retardasi mental dapat
dibedakan menjadi dua: pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
1. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan:
a. pendidikan kesehatan pada masyarakat,
b. perbaikan keadaan sosial-ekonomi,
c. konseling genetik,
d. Tindakan kedokteran, antara lain:
a. perawatan prenatal dengan baik,
b. pertolongan persalinan yang baik, dan
c. pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu tua.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan
diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak dan gangguan lainnya.
Diagnosis dini sangat penting dengan melakukan skrining sedini mungkin terutama
pada tahun pertama maka dapat dilakukan intervensi yang dini pula. Misalnya diagnosis
dini dan terpi dini hipotiroid dapat memperkecil kemungkinan retardasi mental. Deteksi
20
dan intervensi dini pada retardasi mental sangat membantu memperkecil retardasi yang
terjadi. Konsep intervensi pada retardasi mental yang berdasarkan pemikiran bahwa
intervensi dapat merubah status perkembangan anak. Makin sering dan makin dini
intervensi dilakukan, maka makin baik hasilnya. Tetapi makin berat tingkat kecacatan
maka hasil yang dicapai juga makin kurang. Hasil akhir suatu intervensi adalah makin
dini dan teratur suatu intervensi yang diberikan makin baik hasilnya sehingga agak
mengurangi kecacatannya. Namun pada anak yang penyebabnya sangat kompleks, latar
belakang social dan kebiasaan yang kurang baik dan intervensi yang tidak teratur maka
hasilnya juga tidak memuaskan

B. PENANGANAN RETARDASI MENTAL


Penatalaksanaan anak dengan retardasi mentaladalah multidimensi dan sangat
individual. Tetapi perlu diingat bahwa tidak setiap anak penaganan multidisiplin
merupakan jalan terbaik. Sebaiknya dibuat rancangan suatu strategi pendekatan bagi
setiap anak secara individual untuk mengembangkan potensi anak tersebut seoptimal
mungkin. Untuk itu perlu melibatkan psikolog untuk menilai perkembangan mental anak
terutama kemampuan kognitifnya, dokter anak untuk memeriksa perkembangan fisiknya,
menganalisis penyebab dan mengobati penyakit atau kelainan yang mungkin ada. Juga
kehadiran dari pekerja social kadang-kadang diperlukan untuk menilai situasi
keluarganya. Atas dasar itu maka dibuatlah strategi terapi. Sering kali melibatkan lebih
banyak ahli lagi, misalnya ahli saraf bila anak juga menderita epilepsy, palsi serebral dll.
Psikiater bila anaknya menunjukkan kelainan tingkah laku atau bila orang tuanya
membutuhkan dukungan terapi keluarga. Ahli rehabilitasi medis bila diperlukan untuk
merangsang perkembangan motorik dan sensoriknya. Ahli terapi wicara untuk
memperbaiki gangguan bicaranya atau untuk merangsang perkembangan bicaranya. Serta
diperlukan guru pendidikan luar biasa untuk anak-anak yang retardasi mental ini.
Pada orang tuanya perlu diberikan penerangan yang jelas mengenai keadaan anaknya
dan apa yang dapat diharapkan dari terapi yang diberikan. Kadang-kadang diperlukan
waktu yang lama untuk meyakinkan orang tua mengenai keadaan anaknya maka perlu
konsultasi pula dengan psikolog atau psikiater. Disamping itu diperlukan kerja sama yang
baik antara guru dan orang tuanya, agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam strategi
penanganan anak disekolah dan dirumah. Anggota keluarga lainnya juga harus diberi
21
pengertian agar anak tidak diejek atau dikucilkan. Disamping itu, masyarakat perlu
diberikan penerangan tentang retardasi mental agar mereka dapat menerima anak tersebut
dengan wajar.
Anak dengan retardasi mental memerlukan pendidikan khusus yang sesuaikan dengan
taraf IQ-nya. Mereka digolongkan yang mampu didik untuk golongan retardasi mental
ringan dan yang mampu latih untuk anak dengan retardasi mental sedang. Sekolah khusus
untuk anak retardasi mental ini adalah SLB-C. Di sekolah ini diajarkan juga
keterampilan-keterampilan dengan harapan mereka dapat mandiri di kemudian hari. Di
ajarkan pula tentang baik-buruknya suatu tindakan tertentu sehingga mereka diharapkan
tidak memerlukan tindakan yang tidak terpuji, seperti mencuri, merampas, kejahatan
seksual dan lain-lain.
Semua anak yang retardasi mental ini juga memerlukan perawatan seperti
pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi dan monitoring terhadap tumbuh
kembangnya. Anak-anak ini juga disertai dengan kelainan fisik yang memerlukan
penangan khusus. Misalnya pada anak yang mengalami infeksi pranataldengan
cytomegalovirus akan mengalami gangguan pendengaran yang progresif walaupun
lambat, demikian pula anak dengan sindrom Down dapat timbul gejala hipotiroid.
Masalah nutrisi juga perlu mendapat perhatian.
Untuk mendiagnosis retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesis dari
orang tua dengan teliti mengenai: kehamilan, persalinan, dan pertumbuhan serta
perkembangan anak. Dan bila perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
1. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
a. Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang dimiliki dengan
sebaik-baiknya.
b. Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang salah.
c. Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan berkembang, sehingga
ketergantungan pada pihak lain menjadi berkurang atau bahkan hilang.
Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit dari pada melatih anak normal
antara lain karena perhatian penderita retardasi mental mudah terinterupsi. Untuk
mengikat perhatian mereka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan merangsang
indera.
2. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
22
Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita retardasi mental, yaitu:
a. Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan dan berpakaian sendiri,
dst.,
b. latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social,
c. Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin penderita, dan
d. latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal yang baik dan
buruk secara moral.

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengakajian dapat dilakukan melalui:
1. Neuroradiologi dapat menemukan kelainan dalam struktur kranium, misalnya
klasifikasi atau peningkatan tekanan intrakranial.
2. Ekoesefalografi dapat memperlihatkan tumor dan hamatoma.
3. Biopsi otak hanya berguna pada sejumlah kecil anak retardasii mental. Juga tidak
mudah bagi orang tua untuk menerima pengambilan jaringan otak dalan jumlah kecil
sekalipun karena dianggap menambah kerusakan otak yang memang tidak adekuat.
4. Penelitian bio kimia menentukan tingkat dari berbagai bahan metabolik yang
diketahui mempengaruhi jaringan otak jika tidak ditemukan dalam jumlah besar atau
kecil, misalnya hipeglekimia pada neonatus prematur, penumpukan glikogen pada
otot dan neuron, deposit lemak dalam otak dan kadar fenilalanin yang tinggi.
Atau dapat melakukan pengkajian sebagai berikut:
a. Lakukan pengkajian fisik.
b. Lakukan pengkajian perkembangan.
5. Dapatkan riwayat keluarga, teruma mengenai retardasi mental dan gangguan herediter
dimana retardasi mental adalah salah satu jenisnya yang utama
6. Dapatkan riwayat kesehatan unutk mendapatkan bukti-bukti adanya trauma prenatal,
perinatal, pascanatal, atau cedera fisik.
7. Infeksi maternal prenatal (misalnya, rubella), alkoholisme, konsumsi obat.
8. Nutrisi tidak adekuat.
9. Penyimpangan lingkungan.
10. Gangguan psikiatrik (misalnya, Autisme).
23
11. Infeksi, teruma yang melibatkan otak (misalnya, meningitis, ensefalitis, campak) atau
suhu tubuh tinggi.
12. Abnormalitas kromosom.
13. Bantu dengan tes diagnostik misalnya: analis kromosom, disfungsimetabolik,
radiografi, tomografi, elektro ersafalografi.
14. Lakukan atau bantu dengan tes intelegensia. Stanford, binet, Wechsler Intellence,
Scale, American Assiciation of Mental Retardation Adaptif Behavior Scale.
15. Observasi adanya manifestasi dini dari retardasi mental:
16. Tidak responsive terhadap kontak.~Kontak mata buruk selama menyusui.
17. Penurunan aktivitas spontan
18. Penurunan kesadaran terhadap suara getaran
19. Peka rangsang.
20. Menyusui lambat.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan fungsi
kognitf.
2. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
retardasi mental.
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d kelainan fs. Kognitif
4. Gangguan komunikasi verbal b.d kelainan fs, kognitif
5. Risiko cedera b.d. perilaku agresif/ketidakseimbangan mobilitas fisik
6. Gangguan interaksi sosial b.d. kesulitan bicara /kesulitan adaptasi sosial
7. Gangguan proses keluarga b.d. memiliki anak RM
8. Defisit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik/kurangnya kematangan
perkembangan

A. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan fungsi
kognitf.
Intervensi keperawatan / rasional :
a. Libatkan anak dan keluarga dalam program stimulasi dini pada bayii untuk membantu
memaksimalkan perkembangan anak.

24
a. Kaji kemajuan perkembangan anak dengan interval regular, buat catatan yang terperinci
untuk membedakan perubahan fungsi samar sehingga rencana perawatan dapat diperbaiki
sesuai kebutuhan.
b. Bantu keluarga menyusun tujuan yang realitas untuk anak, untuk mendorong
keberhasilan pencapaian sasaran dan harga diri.
c. Berikan penguatan positif / tugas-tugas khusus untuk perilaku anak karena hal ini dapat
memperbaiki motivasi dan pembelajaran.
d. Dorong untuk mempelajari ketrampilan perawatan diri segera setelah anak mencapai
kesiapan.
e. Kuatkan aktivitas diri untuk menfasilitasi perkembangan yang optimal.
f. Dorong keluarga untuk mencari tahu program khusus perawatan sehari dan kelas-kelas
pendidikan segera.
g. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama dengan anak lain.
h. Sebelum remaja, berikan penyuluhan pada anak dan orang tua tentang maturasi fisik,
perilaku seksual, perkawinan dan keluarga.

2. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita


retardasi mental.
Intervensi keperawatan / rasional.
a. Berikan informasi pada keluarga sesegera mungkin pada saat atau setelah kelahiran.
a. Ajak kedua orang tua untuk hadir pada kpnferensi pemberian informasi.
b. Bila mungkin, berikan informasi tertulis pada keluarga tentang kondisii anak.
c. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang manfaat dari perawatan dirumah, beri
kesempatan pada mereka untuk menyeldiki semua alternatif residensial sebelum
membuat keputusan.
d. Dorong keluarga untuk bertemu dengan keluarga lain yang mempunyai masalah yang
sama sehingga mereka dapat menerima dukungan tambahan.
e. Tekankan karakteristik normal anak untuk membantu keluarga melihat anak sebagai
individu dengan kekuatan serta kelemahannya masing-masing.
f. Dorong anggota keluarga untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran karena hal
itu merupakan bagian dari proses adaptasi.

D. PELAKSANAAN/ IMPLEMENTASI
Setelah rencana keperawatan dibuat, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan.
Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan merupakan kegiatan atau tindakan yang
diberikan dengan menerapkan pengetahuan dan kemampuan klinik yang dimilki oleh

25
perawat berdasarkan ilmu – ilmu keperawatan dan ilmu – ilmu lainnya yang terkait.
Seluruh perencanaan tindakan yang telah dibuat dapat terlaksana dengan baik.
Ada beberaa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan rencana asuhan keperawatan
atau hambatan yang penulis dapatkan. Hambatan-hambatan tersebut antara lain,
keterbatasan sumber referensi buku sebagai acuan penulis dan juga alat yang tersedia,
pendokumentasian yang dilakukan oleh perawat ruangan tidak lengkap sehingga sulit
untuk mengetahui perkembangan klien dari mulai masuk sampai sekarang secara detail,
lingkungan fisik atau fasilitas rumah sakit yang kurang memadai dan keberadaan penulis
di ruang tempat klien di rawat terbatas.

E. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi dalam
proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data objektif yang akan
menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah tercapai sepenuhnya, sebagian
atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa yang perlu di kaji, direncanakan,
dilaksanakan dan dinilai kembali.
Tujuan tahap evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana keperawatan,
menilai, meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui perbandingan asuhan
keperawatan yang diberikan serta hasilnya dengan standar yang telah di tetapkan lebih
dulu. Pada tahap evaluasi yang perawat lakukan adalah melihat apakah masalah yang
telah diatasi sesuai dengan kriteria waktu yang telah ditetapkan.

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Retardasi mental adalah bentuk gangguan atau kekacauan fungsi mental atau
kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi dari
fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulus eksteren dan ketegangan-ketegangan sehingga
muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu bagian, satu organ, atau sistem
kejiwaan mental.
Retardasi mental bisa saja terjadi pada setiap individu / manusia karena adanya
faktor-faktor dari dalam maupun dari luar, gejala yang ditimbulkan pada penderita
retardasi mental umumnya rasa cemas, takut, halusinasi serta delusi yang besar.

A. Saran
Disarankan kepada para ibu agar memperhatikan kesehatan dirinya seperti
memperhatikan gizi, hati-hati mengkonsumsi obat-obatan dan mengurangi kebiasaan
buruk seperti: minum-minuman keras dan merokok.
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan perlu melakukan langkah prepentif
guna menanggulangi gangguan mental yang dapat membahayakan kesehatan anak dan
remaja caranya yaitu dengan menggalakkan penyuluhan tentang retardasi mental kepada
masyarakat.

27
DAFTAR PUSTAKA

Freedman et al. Modern Synopsis of Comprehensive Textbook of Psychiatry. Baltimore : The


Williams & Wilkins Co, 1972; pp 312 -329.
Maramis, W.F. (2005) Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Newman, Dorlan. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorlan Edisi 2008. Jakarta: EGC.
Wikipedia, the Free Encyclopedia. (2010) “Mental Retardation.” Terdapat pada:
http://en.wikipedia.org/wiki/Mental_retardation.

28

Anda mungkin juga menyukai