Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK
ASUHAN KEPERAWATAN PADA RETERDASI MENTAL

Di susun oleh :

Disusun oleh :

Indah Fitri Anita Sari (NIM : 1511007)


Liliani Permata Sari (NIM : 1511009)
Ilham Wahyu Wibisono (NIM : 1511006)

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PATRIA HUSADA BLITAR
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita semua ke jalan
kebenaran yang diridhoi Allah SWT.
Maksud kami membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
KEPERAWATAN ANAK yang diamanatkan oleh dosen kami. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangannya baik dalam cara penulisan maupun dalam
isi.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi kami yang membuat dan
umumnya bagi yang membaca makalah ini, untuk menambah pengetahuan tentang
ASUHAN KEPERAWATAN PADA RETERDASI MENTALAmin.

November 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................


DAFTAR ISI.....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................
1.3 Tujuan ................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ..............................................................................................................
2.2 Etiologi ..............................................................................................................
2.3 Klasifikasi .........................................................................................................
2.4 Manifestasi Klinik .............................................................................................
2.5 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................
2.6 Patofisiologi ......................................................................................................
2.7 Prognosis ...........................................................................................................
2.8 Pencegahan .......................................................................................................
2.9 Penatalaksanaan ................................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian ..........................................................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................................................
3.3 Intervensi Keperawatan .....................................................................................
3.4 Asuhan keperawatan kasus ................................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .......................................................................................................
4.2 Saran .................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Retardasi mental merupakan suatu kelainan mental seumur hidup, diperkirakan lebih
dari 120 juta orang di seluruh dunia menderita kelainan ini. Oleh karena itu retardasi
mental merupakan masalah di bidang kesehatan masyarakat, kesejahteraan sosial dan
pendidikan baik pada anak yang mengalami retardasi mental tersebut maupun keluarga dan
masyarakat. Retardasi mental merupakan suatu keadaan penyimpangan tumbuh kembang
seorang anak sedangkan peristiwa tumbuh kembang itu sendiri merupakan proses utama,
hakiki, dan khas pada anak serta merupakan sesuatu yang terpenting.
Prevalens retardasi mental pada anak-anak di bawah umur 18 tahun di negara maju
diperkirakan mencapai 0,5-2,5% , di negara berkembang berkisar 4,6%. Insidens retardasi
mental di negara maju berkisar 3-4 kasus baru per 1000 anak dalam 20 tahun terakhir.
Angka kejadian anak retardasi mental berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup.1 Banyak
penelitian melaporkan angka kejadian retardasi mental lebih banyak pada anak laki-laki
dibandingkan perempuan.
Berdasarkan uraian diatas kami selaku mahasiswa keperawatan tertarik untuk
membuat makalah mengenai Retardasi Mental
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan retardasi mental ?
2. Apa penyebab dari retardasi mental ?
3. Bagaimana klasifikasi dari retardasi mental ?
4. Bagaimana gejala klinis dari retardasi mental dan penegakkan diagnosis pada retardasi
mental ?
5. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan pada retardasi mental ?
6. Bagaimana prognosis dari retardasi mental ?
7. Bagaimana penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui Pengertian dari retardasi mental
2. Dapat mengetahui penyebab dari retardasi mental
3. Dapay mengetahui klasifikasi dari retardasi mental
4. Bagaimana gejala klinis dari retardasi mental dan penegakkan diagnosis
pada retardasi mental
5. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan pada retardasi mental
6. Bagaimana prognosis dari retardasi mental
7. Bagaimana penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Retardasi Mental


Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi yang kurang
(subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat
perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang utama ialah
inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo: kurang atau
sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (W.F. Maramis, 2005: 386).
Retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki kemampuan
mental yang tidak mencukupi (WHO).
American Association on Mental Deficiency (AAMD)membuat definisi retardasi mental
yang kemudian direvisi oleh Rick Heber (1961) sebagai suatu penurunan fungsi intelektual
secara menyeluruh yang terjadi pada masa perkembangan dan dihubungkan dengan
gangguan adaptasi sosial.
2.2 Etiologi
Penyebab retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase pranatal, perinatal dan postnatal.
Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000 macam penyebab terjadinya
retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat dicegah. Ditinjau dari penyebab secara
langsung dapat digolongkan atas penyebab biologis dan psikososial.
Penyebab biologis atau sering disebut retardasi mental tipe klinis mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
Pada umumnya merupakan retardasi mental sedang sampai sangat berat
Tampak sejak lahir atau usia dini
Secara fisis tampak berkelainan/aneh
Mempunyai latar belakang biomedis baik pranatal, perinatal maupun postnatal
Tidak berhubungan dengan kelas sosial
Penyebab psikososial atau sering disebut tipe sosiokulturalmempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
Biasanya merupakan retardasi mental ringan
Diketahui pada usia sekolah
Tidak terdapat kelainan fisis maupun laboratorium
Mempunyai latar belakang kekurangan stimulasi mental (asah)
Ada hubungan dengan kelas sosial
Melihat struktur masyarakat Indonesia, golongan sosio ekonomi rendah masih
merupakan bagian yang besar dari penduduk, dapat diperkirakan bahwa retardasi mental di
Indonesia yang terbanyak adalah tipe sosio-kultural.
Penyebab retardasi mental tipe klinis atau biologi kali dapat dibagi dalam:
a. Penyebab pranatal
o Gangguan metabolisme
Gangguan metabolism asam amino yaitu Phenyl Keton Uria (PKU), Maple
Syrup Urine Disease, gangguan siklus urea, histidiemia, homosistinuria,
Distrofiaokulorenal Lowe, hiperprolinemia, tirosinosis dan hiperlisinemia. Gangguan
metabolism lemak yaitu degenerasi serebromakuler dan lekoensefalopatiprogresif.
Gangguan metabolism karbohidrat yaitu galaktosemia dan glycogen storabe disease.
o Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom muncul dibawah 5 persen kehamilan, kebanyakan
kehamilan yang memilki kelainan kromosom berakhri dengan kasus keguguran
hanya setenggah dari satu persen yang lahir memiliki kelainan kromosom, dan akan
meninggal segera setelah lahir. bayi yang bertahan, kebanyakan akan memiliki
kelainan down syndrome, atau trisomy 21. Manusia normal memiliki 46 kromosom
(23 pasang). Orang dengan kelainan down syndrome memiliki 47 kromosom (23
pasang + 1 kromosom pada kromosom ke 21).
o Infeksi maternal selama kehamilan
Yaitu infeksi TORCH dan Sifilis. Cytomegali inclusion body disease
merupakan penyakit infeksi virus yang paling sering menyebabkan retardasi mental.
Infeksi virus ringan atau subklinik pada ibu hamil dapat menyebabkan kerusakan
otak janin yang bersifat fatal. Penyakit Rubella congenital juga dapat menyebabkan
defisit mental.
o Komplikasi kehamilan
Meliputi toksemia gravidarum, Diabetes Mellitus pada ibu hamil yang tak
terkontrol, malnutrisi, anoksia janin akibat plasenta previadan solution plasenta serta
penggunaan sitostatika selama hamil.
b. Penyebab perinatal
o Prematuritas
Dengan kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi menyebabkan
meningkatnya keselamatan bayi dengan berat badan lahir rendah sedangkan bayi-
bayi tersebut mempunyai resiko besar untuk mengalami kerusakan otak, sehingga
akan didapatkan lebih banyak anak dengan retardasi mental.
o Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.
o Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak terkonjugasi
di dalam sel-sel otak.
o Hipoglikemia: menurunnya kadar gula dalam darah.
c. Penyebab postnatal
o Infeksi (meningitis, ensefalitis)
o Trauma fisik
o Kejang lama
o Intoksikasi (timah hitam, merkuri)
2.3 Klasifikasi Retardasi Mental
Berikut ini adalah klasifikasi retardasi mental berdasarkan PPDGJ III:
1. F70 Retardasi Mental Ringan (IQ 55-69)
Mulai tampak gejalanya pada usia sekolah dasar, misalnya sering tidak naik kelas,
selalu memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-
hal yang berkaitan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan
kebutuhan pribadi. 80 % dari anak RM termasuk pada golongan ini. Dapat menempuh
pendidikan Sekolah Dasar kelas VI hingga tamat SMA. Ciri-cirinya tampak lamban dan
membutuhkan bantuan tentang masalah kehidupannya.
2. F71 Retardasi Mental Sedang (IQ 35-49)
Sudah tampak sejak anak masih kecil dengan adanya keterlambatan dalam
perkembangan, misalnya perkembangan wicara atau perkembangan fisik lainnya. Anak
ini hanya mampu dilatih untuk merawat dirinya sendiri, pada umumnya tidak mampu
menyelesaikan pendidikan dasarnya, angka kejadian sekitar 12% dari seluruh kasus RM.
Anak pada golongan ini membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus dan dukungan
pelayanan.
3. F72 Retardasi Mental Berat (IQ 20- 34)
Tampak sejak lahir, yaitu perkembangan motorik yang buruk dan kemampuan bicara
yang sangat minim, anak ini hanya mampu untuk dilatih belajar bicara dan keterampilan
untuk pemeliharaan tubuh dasar, angka kejadian 8% dari seluruh RM. Memiliki lebih dari
1 gangguan organik yang menyebabkan keterlambatannya, memerlukan supervisi yang
ketat dan pelayanan khusus.
4. F73 Retardasi Mental Sangat Berat (IQ < 20)
Sudah tampak sejak lahir yaitu gangguan kognitif, motorik, dan komunikasi yang
pervasif. Mengalami gangguan fungsi motorik dan sensorik sejak awal masa kanak-
kanak, individu pada tahap ini memerlukan latihan yang ekstensi funtuk melakukanself
care yang sangat mendasar seperti makan, BAB, BAK. Selain itu memerlukan supervisi
total dan perawatan sepanjang hidupnya, karena pada tahap ini pasien benar-benar tidak
mampu mengurus dirinya sendiri.
5. F78 Retardasi Mental lainnya
Kategori ini hanya dignakan bila penilaian dari tingkat Retardasi Mental intelektual
dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena adanya
hendaya sensorik atau fisik, seperti buta, bisu tli, dan penyandang yang perilakunya
terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.
2.4 Manifestasi Klinis
Diagnosis retardasi mental tidak hanya didasarkan atas tes intelegensia saja, melainkan
juga dari riwayat penyakit, laporan dari orangtua, laporan dari sekolah, pemeriksaan fisis,
laboratorium, pemeriksaan penunjang. Yang perlu dinilai tidak hanya intelegensia saja
melainkan juga adaptasi sosialnya. Dari anamnesis dapat diketahui beberapa faktor risiko
terjadinya retardasi mental. Pemeriksaan fisis pada anak retardasi mental biasanya lebih sulit
dibandingkan pada anak normal, karena anak retardasi mental kurang kooperatif. Selain
pemeriksaan fisis secara umum (adanya tanda-tanda dismorfik dari sindrom-sindrom
tertentu) perlu dilakukan pemeriksaan neurologis, serta penilaian tingkat perkembangan.
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat ditemukan berbagai macam
perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala: mikrosefali, hidrosefali, dan
down syndrome. Wajah pasien dengan retardasi menral sangan mudah dikenali seperti
hipertelorisme, yaitu lidah yang menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi dan
ekspresi wajah yang tampak tumpul.
Pada anak yang berumur diatas 3 tahun dilakukan tes intelegensia. Namun, tingkat
kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya karakteristik, melainkan harus dinilai
berdasarkan sejumlah besar ketrampilan spesifik yang berbeda. penilaian tingkat kecerdasan
harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, prilaku adaptif
dan hasil tes psikometrik. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) kepala dapat membantu
menilai adanya kalsifikasi serebral, perdarahan intra kranial pada bayi dengan ubun-ubun
masih terbuka. Pemeriksaan laboratorium dilakuka atas indikasi, pemeriksaan ferriklorida
dan asam amino urine dapat dilakukan sebagai screening PKU. Pemeriksaan analisis
kromosom dilakukan bila dicurigai adanya kelainan kromosom yang mendasari retardasi
mental tersebut. Beberapa pemeriksaan penunjang lain dapat dilakukan untuk membantu
seperti pemeriksaan BERA, CT-Scan, dan MRI. Kesulitan yang dihadapi adalah kalau
penderita masih dibawah umur 2-3 tahun, karena kebanyakan tes psikologis ditujukan pada
anak yang lebih besar. Pada bayi dapat dinilai perkembangan motorik halus maupun kasar,
serta perkembangan bicara dan bahasa. Biasanya penderita retardasi mental juga mengalami
keterlambatan motor dan American Psychiatric Association (APA) pada tahun 1994,
mensyaratkan tiga diagnosis keterbelakangan mental, yaitu:
Fungsi intelektual secara signifikan dibawah rata-rata: IQ sekitar 70 atau kurang menurut
tes IQ yang diadakan secara individu.
Ketidakmampuan atau kelemahan yang terjadi bersamaan dengan fungsi adaptasi saat ini
(yakni efektivitas seseorang dalam memenuhi standar yang diharapkan pada usianya
dengan kelompok budayanya) setidaknya dalam bidang berikut ini: yaitu komunikasi,
perhatian diri sendiri, kehidupan rumah tangga, keterampilan sosial-interpersonal,
penggunaan sumber dalam komunitas, self dierection, keterampilan akademik fungsional,
pekerjaan, waktu luang, kesehatan dan keamanan.
Terjadi sebelum berusia 18 tahun.
Tingkatan keterbelakangan mental menurut APA, diklasifikasikan menjadi mild retardation
(tingkat IQ 50 atau 55 sampai sekitar 70), moderate mental retardation (tingkat IQ 35 atau
40 sampai 50 atau 55), severe mental retardation (tingkat IQ 20 atau 25 sampai 35 atau
40), dan profound mental retardation (tingkat IQ dibawah 20 atau 25).
Dibawah ini sekilas tentang perubahan perilaku terkait usia pada anak dengan
keterbelakangan mental:

Keterbelakangan Mental Ringan (IQ = 50 -70)


Anak prasekolah (0 5 tahun): lebih lambat daripada rata-rata dalam berjalan, makan
sendiri, dan berbicara, namun pengamat sambil lalu tidak melihat keterbelakangan ini.
Usia sekolah (6 21 tahun): Belajar keterampilan motorik-pemahaman dan kognisi
(membaca dan arithmatic) di kelas tiga sampai kelas enam oleh remaja tahap ini, dapat
belajar untuk menyesuaikan diri secara sosial.
Dewasa (21 tahun keatas): Biasanya mencapai keterampilan sosial dan kejuruan yang
diperlukan untuk merawat diri, membutuhkan bimbingan dan bantuan ketika berada pada
kondisi ekonomi sulit atau stress sosial.

Keterbelakangan Mental menengah (IQ = 35 49)


Anak prasekolah (0 5 tahun): sebagian besar perkembangan kelihatan dengan jelas
terlambat.
Usia sekolah (6 21 tahun): belajar berkomunikasi dan merawat kesehatan dasar dan
kebutuhan keamanan.
Dewasa (21 tahun keatas): melakukan tugas tanpa keterampilan atau semi terampil
sederhana pada kondisi yang diawasi, berpartisipasi pada permainan sederhana dan
melakukan perjalanan sendiri di tempat yang dikenal, mampu merawat diri sendiri.

Keterbelakangan Mental Berat (IQ = 20 34)


Anak prasekolah (0 5 tahun): perkembangan motorik sangat tertunda, sedikit atau tidak
berbicara, mendapat mamfaat dari pelatihan mengerjakan sendiri (misalnya makan
sendiri).
Usia sekolah (6 21 tahun): biasanya berjalan kecuali jika terdapat ketidakmampuan
motorik, dapat memahami dan merespon pembicaraan, dapat mengambil mamfaat dari
pelatihan mengenai kesehatan dan kebiasaan lain yang dapat diterima.
Dewasa (21 tahun keatas): melakukan kegiatan rutin sehari-hari dan memperbesar
perawatan diri sendiri, memerlukan petunjuk dan pengawasan ketat dalam lingkungan
yang dapat dikendalikan.

Keterbelakangan Mental Sangat Berat (IQ dibawah 20)


Anak prasekolah (0 5 tahun): keterbelakangan ekstrem disemua bidang, kemampuan
sensorik minimal, membutuhkan bantuan perawatan diri.
Usia sekolah (6 21 tahun): semua bidang perkembangan tampak jelas tertunda, respon
berupa emosi dasar dan mendapatkan manfaat dari pelatihan dalam penggunaan anggota
badan dan mulut, harus diawasi dengan ketat.
Dewasa (21 tahun keatas): barangkali dapat berjalan dan berbicara dengan cara primitive,
mendapatkan mamfaat dari aktivitas fisik regular, tidak dapat merawat diri sendiri, tetapi
membutuhkan bantuan perawatan diri.
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita retardasi
mental,yaitu:
a. Kromosom kariotipe
b. EEG (Elektro Ensefalogram)
c. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)
d. Titer virus untuk infeksi congenital
e. Serum asam urat (Uric acid serum)
f. Laktat dan piruvat
g. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
h. Serum seng (Zn)
i. Logam berat dalam darah
j. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
k. Serum asam amino atau asam organik
l. Plasma ammonia
m. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsy kulit:
n. Urin mukopolisakarida
2.6 Patofisologi

Faktor Genetik Faktor Prenatal Faktor Perinatal Faktor Pascanatal

Gizi Proses Infeksi


Kelainan jumlah
Mekanis kelahiran Trauma
dan bentuk
Toksin lama kapitalis, tumor
kromoson Endokrin Posisi janin otak
Radiasi abnormal Kelainan tulang
Infeksi Kecelakaan tengkorak
Stress pd waktum Kelainan
Imunitas lahir & endokrin &
Anoreksia kegawatan metabolik,
embrio fatal keracunan otak

Kerusakan pada fungsi otak :


Hemisfer kanan : keterlambatan perkembangan motorik kasar dan halus
Hemisfer kiri : keterlambatan perkembangan bahasa, social, dan kognitif

Penurunan fungsi intelektual secara umum


Gangguan perilaku adaptif social

Keluarga Hubungan social Perkembangan

Fungsi intelektual
3. Kecemasan keluarga 6. Gangguan komunikasi
4. Kurang pengetahuan verbal menurun
5. Koping keluarga tidak 7. Gangguan bermain
efektif. 8. Isolasi social
9.Kerusakan interaksi 1. Resiko
sosial ketergantungan
2. Resiko cedera
2.7 Prognosis Retardasi Mental
Mengukur kecerdasan dan perilaku adaptif dapat membantu klasifikasi dari
kecenderungan keterbelakangan dan dapat memprediksikan apakah individu tersebut dapat
hidup secara independen. Individu dengan keterbelakangan mental menengah (moderate
mental retardation) lebih sering ditemukan dapat mencapai seilf-sufficiency dan
mendapatkan hidup yang bahagia. Untuk mencapai tujuannya, mereka membutuhkan
lingkungan yang sesuai dan mendukung seperti pendidikan, komunitas, lingkungan sosial,
keluarga dan keterampilan yang konsisten. Harapannya lebih kecil untuk individu yang
menderita keterbelakangan mental sangat berat (profound retardation). Individu dengan
profound retardation membutuhkan dukungan yang besar dan biasanya tidak bisa hidup
secara independen atau di rumah secara berkelompok.
Penelitian menemukan bahwa mereka memiliki harapan hidup yang lebih kecil.
Kecenderungan dari keterbelakangan invidu cenderung menetap selama hidup. Misalkan
seorang anak didiagnosa memiliki keterbelakangan mental berat (severe) pada usia 5 tahun,
maka ia akan memiliki diagnosa yang sama pada usia 21 tahun. Hal ini mungkin tidak akan
terlalu terlihat oleh keluarga mereka, dimana anak-anak dengan keterbelakangan memiliki
kemampuan yang mirip dengan rekan-rekan mereka, namun akan nampak bahwa mereka
akan semakin tertinggal dengan sejalannya usia mereka.
2.8 Pencegahan Retardasi Mental
Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan retardasi mental dapat
dibedakan menjadi dua: pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
a. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan
dengan:
1) pendidikan kesehatan pada masyarakat,
2) perbaikan keadaan sosial-ekonomi,
3) konseling genetik,
4) Tindakan kedokteran, antara lain:
a) perawatan prenatal dengan baik,
b) pertolongan persalinan yang baik, dan
c) pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu tua.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan
diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak dan gangguan lainnya.

2.9 Penatalaksanaan Retardasi Mental


Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada penderita
saja, melainkan juga pada orang tuanya. Mengapa demikian? Siapapun orangnya pasti
memiliki beban psiko-sosial yang tidak ringan jika anaknya menderita retardasi mental,
apalagi jika masuk kategori yang berat dan sangat berat. Oleh karena itu agar orang tua
dapat berperan secara baik dan benar maka mereka perlu memiliki kesiapan psikologis dan
teknis. Untuk itulah maka mereka perlu mendapatkan layanan konseling. Konseling
dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan agar orang tua penderita mampu
mengatasi bebab psiko-sosial pada dirinya terlebih dahulu.
Untuk mendiagnosis retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesis dari orang
tua dengan teliti mengenai: kehamilan, persalinan, dan pertumbuhan serta perkembangan
anak. Dan bila perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
a. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
1) Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang dimiliki
dengan sebaik-baiknya.
2) Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang salah.
3) Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan berkembang,
sehingga ketergantungan pada pihak lain menjadi berkurang atau bahkan hilang.
Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit dari pada melatih anak
normal antara lain karena perhatian penderita retardasi mental mudah terinterupsi.
Untuk mengikat perhatian mereka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan
merangsang indera.
b. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita retardasi
mental, yaitu:
1) Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan dan
berpakaian sendiri, dst.,
2) latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social,
3) Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin
penderita, dan
4) latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal yang
baik dan buruk secara moral.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengakajian dapat dilakukan melalui:
1. Neuroradiologi dapat menemukan kelainan dalam struktur kranium, misalnya klasifikasi
atau peningkatan tekanan intrakranial.
2. Ekoesefalografi dapat memperlihatkan tumor dan hamatoma.
3. Biopsi otak hanya berguna pada sejumlah kecil anak retardasii mental. Juga tidak
mudah bagi orang tua untuk menerima pengambilan jaringan otak dalan jumlah kecil
sekalipun karena dianggap menambah kerusakan otak yang memang tidak adekuat.
4. Penelitian bio kimia menentukan tingkat dari berbagai bahan metabolik yang diketahui
mempengaruhi jaringan otak jika tidak ditemukan dalam jumlah besar atau kecil,
misalnya hipeglekimia pada neonatus prematur, penumpukan glikogen pada otot dan
neuron, deposit lemak dalam otak dan kadar fenilalanin yang tinggi.
Atau dapat melakukan pengkajian sebagai berikut:
1. Lakukan pengkajian fisik.
2. Lakukan pengkajian perkembangan.
3. Dapatkan riwayat keluarga, teruma mengenai retardasi mental dan gangguan
herediter dimana retardasi mental adalah salah satu jenisnya yang utama
4. Dapatkan riwayat kesehatan unutk mendapatkan bukti-bukti adanya trauma
prenatal, perinatal, pascanatal, atau cedera fisik.
5. Infeksi maternal prenatal (misalnya, rubella), alkoholisme, konsumsi obat.
6. Nutrisi tidak adekuat.
7. Penyimpangan lingkungan.
8. Gangguan psikiatrik (misalnya, Autisme).
9. Infeksi, teruma yang melibatkan otak (misalnya, meningitis, ensefalitis, campak)
atau suhu tubuh tinggi.
10. Abnormalitas kromosom.
11. Bantu dengan tes diagnostik misalnya: analis kromosom, disfungsimetabolik,
radiografi, tomografi, elektro ersafalografi.
12. Lakukan atau bantu dengan tes intelegensia. Stanford, binet, Wechsler Intellence,
Scale, American Assiciation of Mental Retardation Adaptif Behavior Scale.
13. Observasi adanya manifestasi dini dari retardasi mental:
14. Tidak responsive terhadap kontak.~Kontak mata buruk selama menyusui.
15. Penurunan aktivitas spontan
16. Penurunan kesadaran terhadap suara getaran
17. Peka rangsang.
18. Menyusui lambat.
19. Stimulasi pada anak usia 60-72 tahun
a. Kemampuan gerak kasar : naik sepeda, bermain sepatu roda
b. kemampuan gerak halus : berlatih meningat-ngingat, megenal kalender,
bermainberjualan, mengenal waktu, menggambar dari sudut pandang, belajar
memasak, mengumpulkan benda-benda, belajar mengukur
c. kemampuan bicara dan bahasa : bermain tebak-tebakan, berlatih mengingat-
ingat, menjawab pertanyaan mengapa?, mengamati/ meneliti keadaan
sekitarnya
d. kemampuan bersosialisasi dan kemandirian : berkomunikasi dengan teman
sebaya, berteman dan bergaul, mematuhi peraturan keluarga

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan komunikasi verbal
2. Gangguan interaksi sosial
3. Gangguan tumbuh kembang
4. Risiko cedera

3.3 Intervensi Keperawatan


1. Diagnosa : gangguan komunikasi verbal
NOC : hambatan Komunikasi verbal
Indicator :
a. Menggunakan bahsa tertulis.
b. Menggunakan bahasa lisan.
c. Menggunakan bahasa isyarat.
d. Menggunakan foto dan gambar.
e. Menggunakan bahasa non verbal.
f. Mengenali pesan yg diterima.
g. Interpretasi akurat terhadap pesan yang diterima.
h. Mengarahkan pesan pada penerima yang tepat.
i. Pertukaran pesan yang akurat dengan orang lain.
NIC : peningkatan sistem dukungan
a. Identifikasi respon psikologi terhadap situasi dan ketersediaan sistem
dukungan.
b. Tentukan kecukupan dari jaringan sosial yang ada.
c. Identifikasi tingkat dukungan keluarg, dukungan keuangan,dan sumber daya
lainnya.
d. Tentukan hambatan terhadap sistem dukungan yang tidak terpakai dan kurang
dimanfaatkan.
e. Monitor situasi keluarga saat ini dan jaringan dukungan.
f. Identifikasi kekuatan dan kelemahan sumber daya masyarakat dan advokasi
terkait perubahan jika diperlukan.

2. Diagnosa : Gangguan interaksi social


NOC : Keterlibatan sosial
indikator:
a. mampu berinteraksi dengan teman dekatnya
b. mampu berinteraksi dengan anggota keluarga
c. mampu berinteraksi dengan cepat terhadap lingkungannya
NIC : Peningkatan Sosial
a. tingkatkan hubungan dengan orang-orang yang memiliki minat dan tujuan yang
sama
b. anjurkan kegiatan sosial dan masyarakat
c. fasilitasi partisipasi pasien dalam kelompok mendongeng
d. lakukan bermain peran dalam rangka berlatih
e. Meningkatkan keterampilan dan teknik komunikasi
3. Diagnosa : Gangguan Tumbuh Kembang
NOC : Perkembangan Anak : Usia anak pertengahan
Indikaor :
a. menunjukan kebiasaan sehat dan baik
b. bermain berkelompok
c. megembangkan persahabatan
d. menunjukan perasaan secara konstruktif
e. menunjukan kreatifitas
f. menunjukan kemampuan pada tingkat mampu di sekolah

NIC : modifikasi perilaku : kecakapan sosial


a. bantu pasien untuk mengidentifikasi masalah dari kurangnya keterampilan sosial
b. bantu pasien untuk engidentifikasi langkah-langkah dalam berperilaku dalam
rangka mencapai kemampuan keterampilan sosail
c. bantu pasien untuk mengidentifikasi kemungkinan tindakan dan koensikuensi dari
hubungan interpersonal/rasionalnya
d. dukung pasien untuk verbalisasi perasaannya berkaitan dengan masalah
interpersonal

4. Resiko cedera
NOC : kinerja pengasuhan : keamanan fisik kehidupan masa awal/tengah anak-anak
Indikator :
a. memilih mainan yang aman dan sesuai dengan usia
b. menyediakan pengawasan disekitar binatang
c. memberikan pengawasan di air
d. memelihara lingkungan untuk tindakan pencegahan jatuh yang membahayakan
e. menjaga lingkungan untuk mencegah kebakaran, tersengat listrik, dan terpapar pada
bahan kimia
f. memberikan pengawasan terkait peralatan diarea bermain
NIC : Manajemen lingkungan
a. identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan fungsi fisik dan kognitif serta
riwayat perilaku dimasa lalu
b. identifikasi hal-hal yang membahayakan di lingkungan
c. singkirkan bahan berbaya dair lingkungan jika diperlukan
d. modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahan berbahaya dan beresiko
3.4 Asuhan keperawatan kasus
1. Kasus
Bapak Amir dan Ibu Bety masing-masing berusia 35 tahun dan 33 tahun, memiliki 2
orang putri bernama Amira yang berusia 11 tahun dan Meisya yang berusia 6 tahun. Amira
memiliki prestasi yang tinggi di sekolahnya dan selalu mendapat juara kelas. Sedangkan
Meisya mengalami retardasi mental sehingga ibunya menganggap anaknya tidak perlu masuk
sekolah.
Pada saat Meisya berusia 4 tahun, Ibu bety sudah merasakan hal yang beda dalam diri
Meisya. Melihat anak-anak seumuran Meisya begitu aktif, sedangkan Meisya
perkembangannya agak lambat dibandingkan teman seusianya seperti lambat berbicara,
lambat berespon terhadap lingkungan sekitar. Namun ibunya tidak begitu resah karena
tingkah Meisya tidak terlalu mencolok. Jika ibunya meminta tolong dalam hal sederhana
seperti menyuruh mengambil barang-barang kecil yang dikenalnya, Meisya mau
mengambilkannya.
Ibu Bety merasa bahwa Meisya tidak perlu diperiksa ke rumah sakit karena anaknya
mungkin bisa mengejar keterlambatannya. Walaupun Meisya sering berperilaku hiperaktif,
ketidakstabilan afektif bahkan suka berperilaku agresif, tapi keluarga selalu memberikan kasih
sayang kepada Meisya.
Namun akhir-akhir ini perilaku Meisya tidak seperti biasanya. Jika keinginannya tidak
tercapai, misalnya tanpa sepengetahuan orang tuanya ia ingin mengambil sesuatu di rak
lemari yang lebih tinggi darinya, dia mengacak-acakkan semua isi lemari dan menyerakkan ke
lantai karena ia tidak dapat meraih barang-barang yang diinginkannya. Dan sekarang Meisya
lebih sering meminta untuk bermain di rumah tetangganya, tapi ibunya tidak mengizinkan
karena takut menyusahkan orang lain. Namun Meisya tetap memaksa untuk bermain dirumah
tetangganya, bahkan dia melempar barang-barang yang ada dihadapannya agar ibunya
mengizinkan dia untuk bermain di rumah tetangga. Karena sudah tidak sanggup lagi
menahannya, akhirnya si ibu mengizinkannya.
Melihat keadaan Meisya yang semakin tidak terkendali, maka orang tuanya memutuskan
untuk memeriksa kondisi Meisya ke rumah sakit. Pada kunjungan pertama Bu Bety terlihat
lelah sementara Meisya yang duduk di sebelahnya sedang bermain dengan bonekanya, dia
berbicara sendiri, tersenyum dan bertingkah seolah-olah boneka itu temannya.
2. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas keluarga
2. Nama Kepala Keluarga : Bapak Amir
3. Alamat : Limpok, Darussalam
4. Komposisi keluarga
Nama Gender Hubungan Usia Pekerjaan Pendidikan
Amir L Bapak 35th Guru Sarjana
Bety P Ibu 33th IRT SMA
Anak
Amira P 11th Siswi SD
Perempuan
Meisy Anak
P 6th - -
a Perempuan
5. Tipe bentuk keluarga: Keluarga inti dengan Bapak, Ibu, Anak 2 orang
6. Latar belakang budaya: Keluarga ini merupakan keluarga asli Aceh Besar.
7. Identifikasi Religius: Terlibat secara aktif di mesjid setempat dan istrinya
juga mengikuti pengajian di mesjid. Bapak Amir selalu shalat berjamaah.
Kepercayaan kepada keluarga dan anak-anaknya ditekankan.
8. Status Kelas Sosial: Ayah merupakan satu-satunya pencari nafkah.
9. Status Ekonomi: Pendapatan mencukupi, jika ada yang sakit ada simpanan
10. Aktifitas Rekreasi: Mereka sering nonton, makan & berkumpul bersama-sama.
Kadang mereka saling mengunjungi keluarga besar.
11. Tahap perkembangan Keluarga saat ini: Keluarga dalam tahap keluarga dengan anak
usia sekolah, dengan usia 11 dan 6 tahun.
12. Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi: Nampaknya keluarga memenuhi
kebutuhan-kebutuhan keluarga dalam perumahan, kamar, ruang dan privasi serta
keamanan. Ibu merasa tertekan dengan perlakuan anaknya yang retardasi mental dan
kesulitan dalam mengendalikan perilaku anaknya, yang semakin sering berperilaku
agresif. Pemeliharaan hubungan-hubungan orangtua-anak memuaskan.
13. Riwayat Keluarga: Kedua orangtua hidup dalam lingkungan yang sama. Kedua orang
tua menerima kekurangan anaknya dengan hangat dan menyayanginya.
14. Riwayat Keluarga Asal: Dari kedua belak pihak keluarga tidak ada riwayat retardasi
mental.
b. Diagnosa
1. Hambatan komunikasi verbal
2. Gangguan interaksi sosial
3. Resiko cedera

c. Analisa Data
Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
1. DS: Kurangnya Gangguan
Ibu mengatakan Meisya rangsangan dan komunikasi
lambat berbicara. lingkungan
verbal
Ibu mengatakan Meisya
lambat berespon terhadap
lingkungan sekitar.

Ibu mengatakan
perkembangan Meisya
lebih lambat daripada anak
seusianya.
DO :
1. hambatan lingkungan
2. lambat berbicara dan
bahasa
3. menunjukan respon
Tidak sesuai
4.
2. DS: Perilaku agresif Gangguan
Ibu mengatakan Meisya
interaksi sosial
lambat berespon terhadap
lingkungan sekitar,
bertingkah agresif dan
hiperaktif.
DO :
1. kurang koperatif atau
tertarik pada orang lain
2. tidak koperatif dalam
bermain dan berteman
dengan sebaya
3. perilaku tidak sesuai
Usia
4. hambatan
perkembangan/maturasi
3. DS: Risiko mengalami Risiko Cedera
Ibu mengatakan apabila cedera atau
keinginan Meisya tidak kerusakan fisik
tercapai Meisya
mengacak-acakkan semua
isi lemari dan
menyerakkan ke lantai dan
melempar-lemparkannya.
DO:
1. perubahan fungsi
Kognitif
2. perubahan fungsi
Psikomotor
3. perubahan sensasi
4. perubahan orientasi
afektif
d. Intervensi
1. Diagnosa : Hambatan komunikasi verbal
NOC : Komunikasi
j. Menggunakan bahsa tertulis.
k. Menggunakan bahasa lisan.
l. Menggunakan bahasa isyarat.
m. Menggunakan foto dan gambar.
n. Menggunakan bahasa non verbal.
o. Mengenali pesan yg diterima.
p. Interpretasi akurat terhadap pesan yang diterima.
q. Mengarahkan pesan pada penerima yang tepat.
r. Pertukaran pesan yang akurat dengan orang lain.
NIC : peningkatan sistem dukungan
g. Identifikasi respon psikologi terhadap situasi dan ketersediaan sistem
dukungan.
h. Tentukan kecukupan dari jaringan sosial yang ada.
i. Identifikasi tingkat dukungan keluarg, dukungan keuangan,dan sumber daya
lainnya.
j. Tentukan hambatan terhadap sistem dukungan yang tidak terpakai dan kurang
dimanfaatkan.
k. Monitor situasi keluarga saat ini dan jaringan dukungan.
l. Identifikasi kekuatan dan kelemahan sumber daya masyarakat dan advokasi
terkait perubahan jika diperlukan.
2. Diagnosa : Gangguan interaksi social
NOC : Keterlibatan sosial
kriteria hasil :
d. mampu berinteraksi dengan teman dekatnya
e. mampu berinteraksi dengan anggota keluarga
f. mampu berinteraksi dengan cepat terhadap lingkungannya
NIC : Peningkatan Sosial
f. tingkatkan hubungan dengan orang-orang yang memiliki minat dan tujuan yang
sama
g. anjurkan kegiatan sosial dan masyarakat
h. fasilitasi partisipasi pasien dalam kelompok mendongeng
i. lakukan bermain peran dalam rangka berlatih
j. Meningkatkan keterampilan dan teknik komunikasi

3. Resiko cedera
NOC : kinerja pengasuhan : keamanan fisik kehidupan masa awal/tengah anak-anak
Indikator :
a. memilih mainan yang aman dan sesuai dengan usia
b. menyediakan pengawasan disekitar binatang
c. memberikan pengawasan di air
d. memelihara lingkungan untuk tindakan pencegahan jatuh yang membahayakan
e. menjaga lingkungan untuk mencegah kebakaran, tersengat listrik, dan terpapar pada
bahan kimia
f. memberikan pengawasan terkait peralatan diarea bermain
NIC : Manajemen lingkungan
a. identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan fungsi fisik dan kognitif serta
riwayat perilaku dimasa lalu
b. identifikasi hal-hal yang membahayakan di lingkungan
c. singkirkan bahan berbaya dair lingkungan jika diperlukan
d. modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahan berbahaya dan beresiko
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Retardasi mental adalah bentuk gangguan atau kekacauan fungsi mental atau kesehatan
mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi
kejiwaan terhadap stimulus eksteren dan ketegangan-ketegangan sehingga muncul gangguan
fungsi atau gangguan struktur dari suatu bagian, satu organ, atau sistem kejiwaan mental.
Retardasi mental bisa saja terjadi pada setiap individu / manusia karena adanya faktor-
faktor dari dalam maupun dari luar, gejala yang ditimbulkan pada penderita retardasi mental
umumnya rasa cemas, takut, halusinasi serta delusi yang besar.
4.2 Saran
Disarankan kepada para ibu agar memperhatikan kesehatan dirinya seperti
memperhatikan gizi, hati-hati mengkonsumsi obat-obatan dan mengurangi kebiasaan buruk
seperti: minum-minuman keras dan merokok.
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan perlu melakukan langkah prepentif guna
menanggulangi gangguan mental yang dapat membahayakan kesehatan anak dan remaja
caranya yaitu dengan menggalakkan penyuluhan tentang retardasi mental kepada
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Maramis, W.F. (2005) Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Newman, Dorlan. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorlan Edisi 2008. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai