Anda di halaman 1dari 8

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Management Nyeri

Disusun :

Nama :Liyan Andriyani

Nim :010117A050

Program Studi S1 Keperawatan

Fakultas Keperawatan

Universitas Ngudi Waluyo

2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN

(SAP)

Penyuluh : Liyan Andriyani

Pokok Pembahasan : Post Op Laparotomi

Sub-Pokok Pembahasan : Management Nyeri Relaksasi Nafas Dalam

Sasaran : Pasien

Hari/tanggal : November 2019

Tempat : Ruang Anggrek RSUD Ambarawa

Pukul : 08.00-09.00 WIB

A. Tujuan
 Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit pasien dan keluarga pasien dapat
memahami management nyeri dan mempraktikkan terapi nafas dalam
 Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit, pasien dan keluarga pasien
diharapkan:
1. Mengetahui tentang pengertian nyeri
2. Mengetahui tentang penyebab nyeri
3. Mengetahui tentang tanda gejala nyeri
4. Mengetahui tentang klasifikasi nyeri
5. Mengetahui tentang manajemen nyeri non farmakologis
B. Materi
Materi penyuluhan yang akan disampaikan meliputi :
1. Pengertian nyeri
2. Penyebab nyeri
3. Tanda gejala nyeri
4. Klasifikasi nyeri
5. Manajemen nyeri non farmakologis
6.
C. Media
Lembar Balik
D. Metode Penyuluhan
1. Ceramah
2. Demonstrasi
3. Tanya jawab
E. Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Kegiatan Kegiatan peserta

1. 3 menit Pembukaan 1. Menjawab salam


2. Mendengarkan dan
1. Memberikan salam
memperhatikan
2. Perkenalan
3. Mendengarkan dan
3. Menjelaskan tujuan
memperhatikan
pembelajaran
4. Mendengarkan dan
4. Menyebutkan materi atau
memperhatikan
pokok bahasan yang di
sampaikan
2. 15 menit Isi Menyimak dan menjawab

1. Menjelaskan pengertian
nyeri
2. Menjelaskan penyebab
nyeri
3. Menjelaskan tanda gejala
nyeri
4. Menjelaskan klasifikasi
nyeri
5. Menjelaskan tentang
manajemen nyeri
nonfarmakologi

3. 4 menit Penutup 1. Bertanya dan menjawab


2. Menyimak dan mendengarkan
1. Mengevaluasi materi yang
disampaikan
2. Menyimpulkan materi yang
disampaikann

F. Materi
A. PENGERTIAN
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat
sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam halskala ataupun
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Tetty, 2015).
B. KLASIFIKASI
Secara umum nyeri dibagi menjadi dua yaitu,
1. Nyeri Akut
Menurut NANDA (2012) nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan
yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan jaringan;
awitan yang tiba – tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan
akhir yag dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung l< 6 bulan.
2. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama, intensitas
yang bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan. Manisfestasi
klinis yang tampak pada nyeri kronis sangat berbeda dengan yang
diperlihatkan oleh nyeri akut. Dalam pemeriksaan tanda-tanda vital, sering
kali didapatkan masih dalam batas normal dan tidak disertai dilatasi pupil.
Manisfestasi yang biasanya muncul berhubungan dengan respon psikososial
seperti rasa keputusasaa, kelesuan, penurunan libido, penurunan berat badan,
perilaku menarik diri, iritabel, mudah tersinggung, marah dan tidak tertarik
pada aktivitas fisik. Secara verbal klien mungkin akan melaporkan adanya
ketidaknyamanan, kelemahan dan kelelahan (Andarmoyo, 2013)
C. FAKTOR –FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI

1. Usia
Usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri. Sebagai contoh
anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata mengalami
kesulitan dalam mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan
rasa nyarinya, sementara lansia mungkin tidak akan melaporkan
nyerinya dengan alasan nyeri merupakan sesuatu yang harus mereka
terima.
2. Jenis kelamin
Secara umum jenis kelamin pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam merespon nyeri. Beberapa kebudayaan mempengaruhi
jenis kelamin misalnya ada yang menganggap bahwa seorang anak laki-
laki harus berani dan tidak boleh menangis sedangkan seorang anak
perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama.
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengruhi individu mengatasi
nyeri. Individu mempelajari apa yang ajarkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka (Rahadhanie dalam Andari, 2015).
4. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat. Sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan
salah satu konsep yang perawat terapkan di berbagai terapi untuk
menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing
(guided imaginary) dan mesase, dengan memfokuskan perhatian dan
konsentrasi klien pada stimulus yang lain, misalnya pengalihan pada
distraksi (Fatmawati, 2011).
5. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri. Namun nyeri juga
dapat menimbulkan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian
system limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang khususnya
ansietas (Wijarnoko, 2012).
6. Kelemahan
Kelemahan atau keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping (Fatmawati, 2011).
7. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Apabila individu sejak
lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh
maka ansietas atau rasa takut dapat muncul. Sebaliknya jika individu
mengalami jenis nyeri yang sama berulang-ulang tetapi nyeri tersebut
dengan berhasil dihilangkan akan lebih mudah individu tersebut
menginterpretasikan sensasi nyeri (Rahadhanie dalam Andari, 2015).
8. Gaya koping
Gaya koping mempengaruhi individu dalam mengatasi nyeri. Sumber
koping individu diantaranya komunikasi dengan keluarga, atau
melakukan latihan atau menyanyi (Ekowati, 2012).
9. Dukungan keluarga dan social
Kehadiran dan sikap orang-orang terdekat sangat berpengaruh untuk
dapat memberikan dukungan, bantuan, perlindungan, dan meminimalkan
ketakutan akibat nyeri yang dirasakan, contohnya dukungan keluarga
(suami) dapat menurunkan nyeri kala I, hal ini dikarenakan ibu merasa
tidak sendiri, diperhatikan dan mempunyai semangat yang tinggi
(Widjanarko, 2012).

D. PENILAIAN RESPON INTENSITAS NYERI

Nyeri merupakan masalah yang sangat subjektif yang dipengaruhi oleh psikologis,
kebudayaan dan hal lainnya, sehingga mengukur intensitas nyeri adalah hal yang sulit.
Ada beberapa metode yang umumnya digunakan untuk menilai intensitas nyeri,
antara lain :
1. Skala Deskriptif
Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih
objektif. Skala pendeskritif verbal (Verbal Descriptor Scale) merupakan sebuah
gari yang terdiri dari tiga sampai disepanjang garis. Pendeskripsi ini dirangkin dari
“tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan
klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru
yang ia rasakan.
2. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari
senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien
dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak,orang tua, pasien yang
kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.

3. Numerical Rating Scale (NRS) Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang
dirasakan dengan menunjukkan angka 0 – 5 atau 0 – 10, dimana angka 0
menunjukkan tidak ada nyeri, angka 1-3 menunjukan nyeri ringan, angka 4-6
menunjukan nyeri sedang dan angka 7-10 menunjukkan nyeri berat.
4. Skala analog visual
Alat ukur lainnya yang digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri dan secara
khusus meliputi 10-15 cm garis, dengan setiap ujungnya ditandai dengan
levelintensitas nyeri (ujung kiri diberi tanda “no pain” dan ujung kanan diberi
tanda “bad pain”(nyeri hebat). Pasien diminta untuk menandai disepanjang garis
tersebut sesuai dengan level intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kemudian
jaraknya diukur dari batas kiri sampai pada tanda yang diberi oleh pasien (ukuran
mm), dan itulah skornya yang menunjukkan level intensitas nyeri. Kemudian skor
tersebut dicatat untuk melihat kemajuan pengobatan/terapi
5. Verbal Rating Scale (VRS)
Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat
nyeri. Dua ujung ekstrem juga digunakan pada skala ini, sama seperti pada VAS
atau skala reda nyeri. Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode
pascabedah, karena secara alami verbal / kata-kata tidak terlalu mengandalkan
koordinasi visual dan motorik. Skala verbal menggunakan kata -kata dan bukan
garis atau angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat
berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan
sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang, baik/ nyeri
hilang sama sekali. Karena skala ini membatasi pilihan kata pasien, skala ini tidak
dapat membedakan berbagai tipe nyeri.

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Vakolasi

 Mengaduh

 Menangis

 Sesak nafas

 Mendengkur

2. Ekspresi Wajah
 Meringis
 Mengeletuk gigi
 Mengernyit dahi
 Menutup mata, mulut dengan rapat
 Menggigit bibir
3. Gerakan Tubuh
 Gelisah
 Imobilisasi
 Ketegangan otot
 Peningkatan gerakan jari dan tangan
 Gerakan ritmik atau gerakan menggosok
 Gerakan melindungi bagian tubuh
4. Interaksi Sosial
 Menghindari percakapan
 fokus hanya pada aktivitas untuk menghilangkan nyeri
 Menghindar kontak sosial
 Penurunan rentang perhatian

F. PENATALAKSANAAN

Non Farmakologis
1) Teknik Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan
stress. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa
tidak nyaman atau nyeri stress fisik dan emosi pada nyeri. Dalam imajinasi
terbimbing klien menciptakan kesan dalam pikiran, berkonsentrasi pada
kesan tersebut sehingga secara bertahap klien dapat mengurangi rasa
nyerinya.
2) Teknik Imajinasi/Guided Imagery
Imajinasi terbimbing adalah mengggunakan imajinasi seseorang dalam
suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif
tertentu. Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan meredakan
nyeri dapat terdiri atas menggabungkan napas berirama lambat dengan suatu
bayangan mental relaksasi dan kenyamanan.
3) Teknik Distraksi
Teknik distraksi adalah pengalihan dari focus perhatian terhadap nyeri
ke stimulus yang lain. Ada beberapa jenis distraksi yaitu ditraksi visual
(melihat pertandingan, menonton televise,dll), distraksi pendengaran
(mendengarkan music, suara gemericik air), distraksi pernafasan ( bernafas
ritmik), distraksi intelektual (bermain kartu).

Anda mungkin juga menyukai