Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KINERJA

DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT


TAHUN 2017

DIREKTORAT JENDERAL
KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERAIN KESEHATAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu unit eselon I di


Kementerian Kesehatan memiliki kewajiban untuk melaksanakan Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Salah satu komponen SAKIP adalah membuat
Laporan Kinerja yang menggambarkan kinerja yang dicapai atas pelaksanaan program
dan kegiatan yang menggunakan APBN.
Pen yusunan lapor a n k iner j a ber pedoman pada Per at ur an Ment er i
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi (Permenpan) Nomor 53 tahun
2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu
atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Laporan kinerja ini merupakan informasi
kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas kinerja yang telah dan seharusnya
dicapai. Dalam laporan kinerja ini juga menyertakan berbagai upaya perbaikan
berkesinambungan yang telah dilakukan dalam lingkup Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat, untuk meningkatkan kinerjanya pada masa mendatang.
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, telah menyelesaikan Laporan Kinerja
tahun 2017 sebagai bentuk akuntabilias perjanjian kinerja yang dibuat pada awal tahun
2017. Secara garis besar laporan berisi informasi tentang tugas dan fungsi organisasi;
rencana kinerja dan capaian kinerja sesuai dengan Rencana Stategis (Renstra)
Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019, disertai dengan faktor pendukung dan
penghambat capaian, serta upaya tindak lanjut yang dilakukan.
Peningkatan kualitas laporan kinerja ini menjadi perhatian kami, masukan dan
saran membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan
penyusunan laporan di tahun yang akan datang. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita
semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk perbaikan dan pengembangan program
di masa mendatang.

Jakarta, Januari 2018

II| LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


IKHTISAR EKSEKUTIF

Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden


Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan dalam Peraturan
Menteri Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi
dan dalam PermenPAN Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk
Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu
atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, maka Direktorat
Jenderal Kesehatan Masyarakat menyusun laporan kinerja
sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja yang telah dilakukan
pada tahun 2016.
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah
Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status
gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang
didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.
Pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat tahun 2017 mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
tahun 2015-2019 yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/MENKES/52/2015. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan berbagai
kegiatan yang dilaksanakan masingmasing unit eselon II di lingkup Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat. Upaya tersebut dilaksanakan di tiap jenjang pemerintahan
mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah (melalui dana dekonsentrasi) dan Unit
Pelaksana Teknis (UPT).
Laporan kinerja disusun berdasarkan capaian kinerja tahun 2017 sebagaimana
yang sudah ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang terdiri dari Indikator Kerja
Utama (IKU). Sumber data dalam laporan ini diperoleh dari unit eselon II dan UPT di
lingkup Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat tahun 2017.
Berdasarkan Perjanjian Kinerja tahun 2017 antara Menteri Kesehatan dengan
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
memiliki 3 Indikator Kinerja, (1) Peningkatan persentase persalinan di fasilitas
pelayanan kesehatan (PF) dengan capaian sebesar 82,79% (target 81%), (2)
Penurunan persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) berdasarkan hasil
PSG tahun 2017 di 34 Provinsi sebesar 14,8% (target 21,2%), (3) Peningkatan
persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) sebesar 89,82% (target 81%).
Realisasi anggaran dilingkup Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat meliputi
anggaran dekonsentrasi, kantor pusat dan kantor daerah sebesar 94,05%. Serapan dana
kantor pusat sebesar 96,23%; kantor daerah 91,88% dan dekonsentrasi 89,05%.
Capaian kinerja penyerapan anggaran keseluruhan sebesar 96,96% (data SPAN cut off
22 Januari 2018), sebanding dengan capaian kinerja program yang direpresentasikan
melalui 3 Indikator Kinerja yang telah tercapai diatas 100%.
Keseluruhan indikator kinerja utama program kesehatan masyarakat dilaksanakan
di tingkat Puskesmas. Oleh karena itu alokasi anggaran tersebut bertujuan untuk
memastikan indikator tersebut berjalan sebagaimana mestinya mulai dari level kebijakan,
standar, pedoman dan evaluasi.
Masalah dalam pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran di tahun 2017
dikarenakan adanya tambahan hibah luar negeri, efisiensi anggaran dan revisi anggaran
antar program sehingga pagu mengalami perubahan yang cukup signifikan.

II| LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


Perbaikan ke depan perlu koordinasi lebih baik antar unit eselon II dalam
penyusunan rencana operasional kegiatan terutama dengan melibatkan Direktur Jenderal
serta para eselon II sehingga rencana kegiatan yang dibuat dapat terlaksana dengan
baik. Proses pengadaan barang dan jasa perlu dipersiapkan lebih awal (tidak melewati
triwulan 2) agar tidak semua pengadaan menumpuk pada akhir tahun.

III | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


DAFTAR ISI

IKHTISAR EKSEKUTIF ......................................................................................... ii


DAFTAR TABEL .................................................................................................... v
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. vii
BAB I.......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................. 1
B. Maksud dan Tujuan ..................................................................... 2
C. Visi, Misi dan Strategi Organisasi..................................................... 2
D. Tugas Pokok dan Fungsi .............................................................. 3
E. Potensi dan Permasalahan ........................................................... 4
F. Sistematika ............................................................................................ 6
BAB II....................................................................................................................................7
A. Perjanjian Kinerja ....................................................................... 7
B. Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat ..............................7
BAB III...................................................................................................................................8
A. Capaian Kinerja Organisasi ...................................................... 8
1. Indikator Kinerja Program ................................................................. 8
B. Realisasi Anggaran .................................................................... 23
BAB IV ................................................................................................................. 31
Kesimpulan ................................................................................................... 31

vi | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indikator kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat .................... 7


Tabel 2. Capaian Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2017 ....9
Tabel 3. Capaian Kinerja Provinsi terhadap target nasional Tahun 2017 .............. 12
Tabel 5. Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2017 .......... 28
Tabel 6. Realisasi Dekonsentrasi di lingkungan Ditjen Kesehatan Masyarakat
Tahun 2017 ................................................................................................... 28
Tabel 6. Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat menurut lokasi
satuan kerja kantor daerah tahun 2017 ....................................................... 29
V | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

vi | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Trend Cakupan Pf Riskesdas Tahun 2007-2013....................................... 10


Grafik 2. Target, Cakupan, dan Capaian Kinerja Renstra Tahun 2017 .................. 10
Grafik 3. Target dan Cakupan Persalinan di Fasilitas Kesehatan ........................... 11
Grafik 4. Cakupan Persalinan di Fasilitas Kesehatan (Pf) Tahun 2017.................. 11
Grafik 5. Perbandingan Persentase Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK)
Tahun 2017 dengan Target Jangka Menengah ........................................ 16
Grafik 6. Rata-rata Konsumsi Kalori per Kapita per Hari Tahun 2013-2016 .......... 16
Grafik 7. Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita per Hari Tahun 2013-2016........ 17
Grafik 8. Cakupan KN 1 Tahun 2010-2017 ................................................................ 19
Grafik 9. Target, Cakupan dan Capaian Kunjungan Neonatus 1 Tahun 2017 ....... 20
Grafik 10. Target, Cakupan dan Capaian Kunjungan Neonatus 1 Tahun 2015-
2017 ................................................................................................................... 20
Grafik 11. Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) di Tahun 2017............... 21
Grafik 12.Persentase Realisasi Dana Dekonsentrasi Program Kesmas ................ 29
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Indikator Kinerja Utama Program Kesehatan Masyarakat ....................... 8

VII| LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


DAFTAR SINGKATAN

KEK : Kurang Energi Kronik


KN1 : Kunjungan Neonatal Pertama
PHBS : P erilaku Hidup Bersih dan Sehat
PF : Persalinan di Fasilitas Kesehatan
TTD : Tablet Tambah Darah
K4 : Kunjungan ke empat kali selama masa kehamilan
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

viii | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


A. Latar Belakang
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya, senantiasa membangun akuntabilitas yang dilakukan melalui
pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan
terukur. Diharapkan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kesehatan
dapat berlangsung dengan bijaksana, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai
dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya status kesehatan
dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya
akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil,
tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal
melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5)
terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan
responsivitas sistem kesehatan. Berakhirnya pelaksanaan tugas tahun 2016 yang
merupakan awal tahun implementasi Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019 yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK 02.02/ Menkes/52/2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan, yang mempunyai visi “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan
Berkeadilan”. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program
Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi
masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang
didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma
sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional: 1) pilar
paradigma sehat di lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam
pembangunan, penguatan promotif preventif dan pemberdayaan masyarakat; 2)
penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses
pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis
risiko. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat merupakan unit yang sangat
berperan dalam mewujudkan pilar pertama dalam “Program Indonesia Sehat”.
Pertanggungjawaban pelaksanaan kebijakan dan kewenangan dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas
tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk penyusunan laporan kinerja.
Laporan kinerja ini akan memberikan gambaran pencapaian kinerja Direktorat
Jenderal Kesehatan Masyarakat dalam satu tahun anggaran beserta dengan hasil
capaian indikator kinerja dari masing-masing unit satuan kerja yang ada di lingkungan
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat di tahun 2017.
Dengan perubahan Susunan Organisasi baru Permenkes Nomor 64 Tahun 2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan maka dilakukan perubahan
dalam penyusunan perjanjian kinerja. Perjanjian kinerja yang ditandatangani Direktur

1 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


Jenderal Kesehatan Masyarakat dengan Menteri Kesehatan terdiri dari 1 sasaran dan
3 indikator kinerja, yang sebelumnya terdiri dari 3 sasaran dan 6 indikator kinerja.

B. Maksud dan Tujuan


Penyusunan laporan kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
merupakan bentuk pertanggungjawaban kinerja pada tahun 2017 dalam mencapai
target dan sasaran program seperti yang tertuang dalam rencana strategis, dan
ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat oleh pejabat yang bertanggungjawab.

C. Visi, Misi dan Strategi Organisasi


1. Visi
Visi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, mendukung kepada visi
Kementerian Kesehatan RI, yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat,
Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”.

2. Misi
Misi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat mendukung kepada misi
Kementerian Kesehatan yaitu:
a. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya
maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara
kepulauan;
b. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis
berlandaskan negara hokum;
c. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri
sebagai negara maritim;
d. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan
sejahtera;
e. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;
f. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat
dan berbasiskan kepentingan nasional, serta;
g. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

3. Tujuan
Terlaksananya pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di
lingkungan Ditjen Kesehatan Masyarakat dalam rangka terselenggaranya
pembangunan kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna agar
meningkatnya status kesehatan masyarakat.

4. Nilai-nilai
Guna mewujudkan visi dan misi serta rencana strategis pembangunan
kesehatan, Ditjen Kesehatan Masyarakat menganut dan menjunjung tinggi nilai-
nilai yang telah dirumuskan dalam Renstra Kementerian Kesehatan antara lain:
a. Pro Rakyat;
b. Inklusif;
c. Responsif ;
d. Efektif;

2 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


e. Bersih.

5. Strategi Pembangunan Kesehatan Masyarakat


Kebijakan pembangunan kesehatan difokuskan pada penguatan upaya
kesehatan dasar (Primary Health Care) yang berkualitas terutama melalui
peningkatan jaminan kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan yang didukung dengan penguatan sistem kesehatan
dan peningkatan pembiayaan kesehatan.
Strategi pembangunan kesehatan masyarakat tahun 2015-2019 meliputi:
a. Akselerasi Pemenuhan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja, dan
Lanjut Usia yang Berkualitas.
b. Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat.
c. Meningkatkan Penyehatan Lingkungan.
d. Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.

6. Sasaran Ditjen Kesehatan Masyarakat


Sasaran Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, adalah meningkatnya
ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi
seluruh masyarakat.

7. Indikator Kinerja
Indikator kinerja Ditjen Kesehatan Masyarakat yaitu:
a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF);
b. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK).
c. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1).

D. Tugas Pokok dan Fungsi


Sesuai dengan Permenkes Nomor 64 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan, tugas pokok Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat adalah menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di
bidang kesehatan masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Kesehatan masyarakat
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
1. Perumusan kebijakan di bidang peningkatan kesehatan keluarga, kesehatan
lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat, serta promosi
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. pembinaan gizi dan kesehatan ibu
dan anak;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan kesehatan keluarga, kesehatan
lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat, serta promosi
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. pembinaan gizi dan kesehatan ibu
dan anak;
3. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang peningkatan
kesehatan keluarga, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi
masyarakat, serta promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. pembinaan
gizi dan kesehatan ibu dan anak;

3 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


4. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang peningkatan kesehatan
keluarga, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat,
serta promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
5. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang peningkatan kesehatan keluarga,
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat, serta
promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
6. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, dan
7. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Fungsi tersebut dilaksanakan oleh organisasi dengan susunan:


a. Sekretariat Direktorat Jenderal;
b. Direktorat Kesehatan Keluarga;
c. Direktorat Kesehatan Lingkungan;
d. Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga;
e. Direktorat Gizi Masyarakat; dan
f. Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.

Disamping direktorat teknis di pusat, Direktorat Jenderal Kesehatan masyarakat


membina beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah, antara lain:
1. Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat (BKOM) Bandung;
2. Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM) Makassar;
3. Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat (LKTM) Palembang.

E. Potensi dan Permasalahan


Potensi dan permasalahan pembangunan kesehatan akan menjadi input dalam
menentukan arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan.
Saat ini akses ibu hamil, bersalin dan nifas terhadap pelayanan kesehatan sudah
cukup baik, akan tetapi Angka Kematian Ibu masih cukup tinggi. Kondisi ini
kemungkinan disebabkan antara lain karena kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil
dan bersalin yang belum memadai, kondisi ibu hamil yang tidak sehat dan faktor
determinan lainnya. Penyebab utama kematian ibu yaitu hipertensi dalam kehamilan
dan perdarahan post partum, selain itu penyebab karena lain-lain juga semakin
meningkat. Penyebab ini dapat diminimalisir apabila kualitas Antenatal Care
dilaksanakan dengan baik, sehingga mampu menskrining kelainan pada ibu hamil
sedini mungkin.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kondisi ibu hamil tidak sehat antara
lain adalah, anemia, ibu hamil yang menderita diabetes, hipertensi, malaria, TB, HIV,
Hepatitis B dan empat terlalu (terlalu muda <20 tahun, terlalu tua >35 tahun, terlalu
dekat jaraknya 2 tahun dan terlalu banyak anaknya > 3 tahun). Sebanyak 54,2 per
1000 perempuan dibawah usia 20 tahun telah melahirkan, sementara perempuan yang
melahirkan usia di atas 40 tahun sebanyak 207 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini
diperkuat oleh data yang menunjukkan masih adanya umur perkawinan pertama pada
usia yang amat muda (<20 tahun) sebanyak 46,7% dari semua perempuan yang telah
kawin.
Potensi dan tantangan dalam penurunan kematian ibu dan anak adalah jumlah
tenaga kesehatan yang menangani kesehatan ibu khususnya bidan sudah relatif
tersebar ke seluruh wilayah Indonesia, namun kompetensi masih belum memadai.
Demikian juga secara kuantitas, jumlah Puskesmas PONED dan RS PONEK
meningkat namun belum diiringi dengan peningkatan kualitas pelayanan. Peningkatan

4 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


kesehatan ibu sebelum hamil terutama pada masa remaja, menjadi faktor penting
dalam penurunan AKI dan AKB.
Dalam 5 tahun terakhir, Angka Kematian Neonatal (AKN) tetap sama yakni
19/1000 kelahiran, sementara untuk Angka Kematian Pasca Neonatal (AKPN) terjadi
penurunan dari 15/1000 menjadi 13/1000 kelahiran hidup, angka kematian anak balita
juga turun dari 44/1000 menjadi 40/1000 kelahiran hidup. Penyebab kematian pada
kelompok perinatal disebabkan oleh Intra Uterine Fetal Death (IUFD) sebanyak 29,5%
dan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 11,2%, ini berarti faktor kondisi ibu
sebelum dan selama kehamilan amat menentukan kondisi bayinya. Tantangan ke
depan adalah mempersiapkan calon ibu agar benar-benar siap untuk hamil dan
melahirkan dan menjaga agar terjamin kesehatan lingkungan yang mampu melindungi
bayi dari infeksi. Untuk usia di atas neonatal sampai satu tahun, penyebab utama
kematian adalah infeksi khususnya pnemonia dan diare. Ini berkaitan erat dengan
perilaku hidup sehat ibu dan juga kondisi lingkungan setempat.
Untuk status gizi remaja, hasil Riskesdas 2013, secara nasional prevalensi remaja
usia 13-15 tahun yang pendek dan amat pendek adalah 35,1% dan pada usia 16-18
tahun sebesar 31,4%. Sekitar separuh remaja mengalami defisit energi dan sepertiga
remaja mengalami defisit protein dan mikronutrien.
Pelaksanaan UKS harus diwajibkan di setiap sekolah dan madrasah mulai dari
TK/RA sampai SMA/ SMK/MA, mengingat UKS merupakan wadah untuk
mempromosikan masalah kesehatan. Wadah ini menjadi penting dan strategis, karena
pelaksanaan program melalui UKS jauh lebih efektif dan efisien serta berdaya ungkit
lebih besar. UKS harus menjadi upaya kesehatan wajib Puskesmas. Peningkatan
kuantitas dan kualitas Puskesmas melaksanakan Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR) yang menjangkau remaja di sekolah dan di luar sekolah. Prioritas
program UKS adalah perbaikan gizi usia sekolah, kesehatan reproduksi dan deteksi
dini penyakit tidak menular.
Selain penyakit tidak menular yang mengancam pada usia kerja, penyakit akibat
kerja dan terjadinya kecelakaan kerja juga meningkat. Jumlah yang meninggal akibat
kecelakaan kerja semakin meningkat hampir 10% selama 5 tahun terakhir. Proporsi
kecelakaan kerja paling banyak terjadi pada umur 31-45 tahun. Oleh karena itu
program kesehatan usia kerja harus menjadi prioritas, agar sejak awal faktor risiko
sudah bisa dikendalikan. Prioritas untuk kesehatan usia kerja adalah mengembangkan
pelayanan kesehatan kerja primer dan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di
tempat kerja, selain itu dikembangkan Pos Upaya Kesehatan Kerja sebagai salah satu
bentuk UKBM pada pekerja dan peningkatan kesehatan kelompok pekerja rentan
seperti Nelayan, TKI, dan pekerja perempuan.
Perkembangan masalah gizi di Indonesia semakin kompleks saat ini, selain masih
menghadapi masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan gizi juga menjadi persoalan
yang harus kita tangani dengan serius. Selain itu kita dihadapi dengan masalah
stunting. Stunting terjadi karena kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh
kemiskinan dan pola asuh tidak tepat, yang mengakibatkan kemampuan kognitif tidak
berkembang maksimal, mudah sakit dan berdaya saing rendah, sehingga bisa terjebak
dalam kemiskinan. Seribu hari pertama kehidupan seorang anak adalah masa kritis
yang menentukan masa depannya, dan pada periode itu anak Indonesia menghadapi
gangguan pertumbuhan yang serius. Yang menjadi masalah, lewat dari 1000 hari,
dampak buruk kekurangan gizi sangat sulit diobati. Untuk mengatasi stunting,
masyarakat perlu dididik untuk memahami pentingnya gizi bagi ibu hamil dan anak
balita. Secara aktif turut serta dalam komitmen global (SUN-Scalling Up Nutrition)

5 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


dalam menurunkan stunting, maka Indonesia fokus kepada 1000 hari pertama
kehidupan (terhitung sejak konsepsi hingga anak berusia 2 tahun) dalam
menyelesaikan masalah stunting secara terintegrasi karena masalah gizi tidak hanya
dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan saja (intervensi spesifik) tetapi juga oleh
sektor di luar kesehatan (intervensi sensitif). Hal ini tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan
Gizi.

F. Sistematika
Sistematika penulisan laporan kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
adalah sebagai berikut :
- Ringkasan Eksekutif
- Kata Pengantar
- Daftar Isi
- BAB I
Penjelasan umum organisasi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat,
penjelasan aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic
issued) yang sedang dihadapi organisasi.
- BAB II
Menjelaskan uraian ringkasan/ ikhtisar perjanjian kinerja Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat tahun 2017.
- BAB III
Penyajian capaian kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat untuk setiap
pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran
kinerja organisasi, dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut:
Membandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini; Membandingkan
realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang
terdapat dalam dokumen perencanaan strategis organisasi; Analisis penyebab
keberhasilan/kegagalan atau peningkatan/penurunan kinerja serta alternatif solusi
yang telah dilakukan; Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya; Analisis
program/kegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian
pernyataan kinerja dan melakukan analisa realisasi anggaran.
- BAB IV
Penutup, Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi
serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk
meningkatkan kinerjanya.
- LAMPIRAN
Formulir PK : Pengukuran Kinerja

6 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


BAB III
PERENCANAAN KINERJA

A. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat telah ditetapkan
dalam dokumen penetapan kinerja yang merupakan suatu dokumen pernyataan
kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja
tertentu dengan didukung sumber daya yang tersedia.
Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan menjadi kesepakatan yang
mengikat untuk dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sebagai upaya mewujudkan
pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat Indonesia. Perjanjian
penetapan kinerja tahun 2017 yang telah ditandatangani bersama oleh Dir ektur
Jenderal Kesehatan Masyarakat dan Menteri Kesehatan berisi Indikator, antara lain:

B. Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat


Indikator kinerja program Kesehatan Masyarakat terdiri dari tiga indikator yang
dianggap dapat merefleksikan kinerja program, yang meliputi:
a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)
b. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK)
c. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1)
Cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan menggambarkan indikator
pelayanan kesehatan terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan. Indikator PF menjadi penting karena penyebab kematian ibu di
Indonesia sebagian besar disebabkan oleh karena perdarahan dan infeksi pada saat
persalinan. Menurunkan angka kematian ibu merupakan bagian dari kesepakatan
global terhadap pembangunan kesehatan berkelanjutan (SDGs).
Persentase ibu hamil Kurang energi Kronik (KEK) menggambarkan risiko yang
akan dialami ibu hamil dan bayinya dalam masa kehamilan, persalinan dan pasca
persalinan.
Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) menggambarkan
keberlangsungan neonatal pada 6 jam sampai dengan 48 jam. Hal ini dilakukan
sebagai antisipasi atau skreening diawal kehidupan bayi.
Ketiga indikator diatas diharapkan dapat menjadi daya ungkit terhadap
keberhasilan dalam pencapaian renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019.

Tabel 1. Indikator kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat


Tahun 2015-2019
Target
Sasaran Indikator
2015 2016 2017 2018 2019
Meningkatnya 1.Persentase persalinan di
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan 75% 77% 81% 82% 85%
dan (PF)
Keterjangkauan 2. Persentase ibu hamil Kurang
pelayanan Energi Kronik (KEK) 24,2% 22,7% 21,2% 19,7% 18,2%
kesehatan yang
bermutu bagi
seluruh 3. Persentase kunjungan
neonatal pertama (KN1) 75% 78% 81% 85% 90%
masyarakat

7 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA

A. Capaian Kinerja Organisasi


Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup hanya
memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien. Diperlukan
instrumen baru, pemerintahan yang baik (good governance) untuk memastikan bahwa
manajemen berjalan dengan baik. Selain itu, budaya organisasi turut mempengaruhi
penerapan pemerintahan yang baik di Indonesia. Pengukuran kinerja dalam penyusunan
laporan akuntabilitas kinerja dilakukan dengan cara membandingkan target kinerja
sebagaimana telah ditetapkan dalam penetapan kinerja pada awal tahun anggaran
dengan realisasi kinerja yang telah dicapai pada akhir tahun anggaran.
Laporan kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi
yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan anggaran. Hal
terpenting yang diperlukan dalam penyusunan laporan kinerja adalah pengukuran kinerja
dan evaluasi serta pengungkapan (disclosure) secara memadai hasil analisis terhadap
pengukuran kinerja

1. Indikator Kinerja Program


Program Kesehatan Masyarakat adalah salah satu program Kementerian Kesehatan
dengan upaya prioritas untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian
Bayi (AKB) dan prevalensi gizi kurang. Sebagaimana telah termuat dalam dokumen
Perjanjian Kinerja (PK) tahun 2017, indikator kinerja Program Kesehatan Masyarakat
terdiri dari:

Persentase Persentase Ibu Persentase


Persalinan di Hamil Kurang Energi Kunjungan Neonatal
Fasilitas Pelayanan Kronik (KEK) Pertama (KN1)
Kesehatan

Gambar 1. Indikator Kinerja Utama Program Kesehatan Masyarakat

8 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


Capaian kinerja program dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Capaian Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2017

Sasaran Indikator Target Cakupan Capaian

Meningkatnya Persentase persalinan


ketersediaan dan di fasilitas pelayanan 81% 82,79% 102,21%
Keterjangkauan kesehatan (PF)
pelayanan Persentase ibu hamil
14,8%
kesehatan yang Kurang Energi Kronik 21,2% 130,86%
(PSG 2017)
bermutu bagi (KEK) *
seluruh Persentase kunjungan
masyarakat 81% 89,82% 110,89%
neonatal pertama (KN1)

*Indikator persentase Bumil KEK merupakan indikator negatif, dimana target capaian
yang diharapkan dibawah target yang ditentukan.

a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)


Persalinan di fasilitas kesehatan merupakan indikator di Renstra 2015 – 2019.
Pada Renstra sebelumnya lebih dikenal dengan ”persalinan oleh nakes” (Pn) .
Perubahan indikator ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
kualitas pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir, dalam kerangka penurunan AKI dan
AKB. Apabila setiap ibu bersalin di fasilitas kesehatan, diharapkan ketika terjadi
komplikasi dan atau kegawatdaruratan maternal neonatal dapat segera ditangani
oleh tim yang kompeten. Dengan komitmen ini maka akses ibu hamil dan bersalin
terhadap pelayanan kesehatan menjadi sasaran penting bagi Direktorat Kesehatan
Keluarga dalam mencapai sasaran Renstra ”meningkatnya akses dan kualitas
pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi”. Dan harapannya adalah setiap ibu
bersalin mendapatkan pelayanan sesuai standar yang sehingga kematian ibu dan
bayi dapat diturunkan.
Pertolongan persalinan merupakan proses pelayanan persalinan yang dimulai
pada kala I sampai dengan kala IV persalinan. Indikator PF diukur dari jumlah ibu
bersalin yang mendapatkan pertolongan sesuai standar oleh tenaga Kesehatan di
fasilitas kesehatan dibandingkan dengan jumlah sasaran ibu bersalin dalam setahun
dikali 100%.
Analisa Capaian Kinerja
Trend realisasi cakupan persalinan di fasilitas pelayanan Kesehatan berdasarkan
Riskesdas menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun. Riskesdas
tahun 2007 persalinan di faskes menunjukan angka sebesar 41,6%, tahun 2010
sebesar 56,8%, dan pada tahun 2013 sebesar 70,4%. Berdasarkan Data Rutin
Direktorat Bina Kesehatan Ibu tahun 2014, realisasi cakupan PF sebesar 73,29%.
Data tersebut, sebagaimana digambarkan pada grafik dibawah dijadikan dasar
dalam penentuan target awal di tahun 2015.

9 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


Grafik 1. Trend Cakupan Pf Riskesdas Tahun 2007-2013
dan Laporan Rutin Tahun 2014

73.29
70.4
56.8

41.6

2007 2010 2013 2014

Riskesdas Data Rutin

Sumber : Riskesdas 2007-2013 dan Data Evaluasi Direktorat Kesehatan Keluarga Tahun 2014

Pada tahun 2017, indikator Persalinan di Fasilitas Kesehatan berhasil mencapai


82,79% dari target kinerja 81%, dengan cakupan tersebut (82,79%) maka sudah
4.204.473 ibu bersalin telah bersalin di fasilitas kesehatan.
Dengan cakupan tersebut, maka capaian kinerja Direktorat Kesehatan Keluarga
terkait indikator PF adalah sebesar 102,21%.

Grafik 2. Target, Cakupan, dan Capaian Kinerja Renstra Tahun 2017

102.2

81 82.79

Target Cakupan Capaian Kinerja

10 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


Grafik 3. Target dan Cakupan Persalinan di Fasilitas Kesehatan
menurut Renstra 2015-2019

Renstra Cakupan Linear (Renstra)


85
82.79
81 82
78.4 77.3

77
75

2015 2016 2017 2018 2019

Sumber : Data Evaluasi Direktorat Kesehatan Keluarga Tahun 2017

Bila di lihat trend cakupan PF sebagaimana ditampilkan grafik diatas, pada tahun
2015 cakupan PF sebesar 78,4% dan pada tahun 2016 sebesar 77,3%. Angka ini
menunjukan kesan trend penurunan cakupan walaupun dari sisi target masih dalam
kategori baik (tercapai). Kesan penurunan ini disebabkan belum masuknya seluruh
data cakupan daerah saat LAKIP disusun. Terdapat 12 provinsi (kurang lebih 40%)
yang mengirimkan data hanya sampai bulan november 2016. Adapun di tahun 2017
cakupan Pf kembali meningkat menjadi 82.79%, melihat hal ini kecenderungan trend
indikator PF meningkat, dikarenakan sudah ada kesepahaman dan kemudahan baik
dari segi pencatatan dan pelaporan untuk persalinan di fasilitas kesehatan.
Bila dibandingkan dengan target Renstra untuk tahun 2017 sebesar 81%, maka
Direktorat Kesehatan Keluarga juga telah berhasil mencapai target. Dan harus
mengupayakan peningkatan sebesar 2,2 poin dari cakupan 2017 untuk mencapai
target 2019 sebesar 85%.
Dengan melihat trend yang terus meningkat (berdasarkan hasil Riskesdas, dan
cakupan diatas), maka dapat dikatakan cakupan Pf, “on the track”, dan diperkirakan
mampu mencapai target di akhir Renstra 2015-2019 sebesar 85%.

Grafik 4. Cakupan Persalinan di Fasilitas Kesehatan (Pf) Tahun 2017


114.42

140.0
94.37
94.08
96.01

92.02
91.78
89.52
83.91
83.89

120.0
82.79
81.90
81.79
81.17
80.37
80.32
74.86
82.63
81.92

78.06
76.37

74.27
73.55
72.65
72.37

.35 51.
6:.03 6(

100.0
0.20
63.01

81
49.1 8
47.1

80.0
46.48F
)6

32.94
44.6

30.65

60.0

40.0

20.0

0.0
Bali
DKI JAKARTA

GORONTALO

MALUT
SUMUT

DIY

PAPUA
SUMSEL

SULSEL

RIAU

MALUKU
JAMBI
JATIM

LAMPUNG

SULUT
JABAR
KALTARA

NASIONAL

SUMBAR

KALSEL
SULBAR

SULTRA

PAPBAR
Kep. RIAU

ACEH
NTB

BENGKULU
KALTIM
JATENG

NTT
KALTENG
SULTENG

KALBAR
Banten

Kep. BABEL
C

akupan Target

Sumber : Data Evaluasi Direktorat Kesehatan Keluarga Tahun 2017

11 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


Dari grafik diatas tergambar bahwa cakupan PF masih terjadi disparitas di 34
provinsi di Indonesia. Bila dibandingkan dengan target nasional sebesar 81%,
maka 14 provinsi telah mencapai target dan 20 Provinsi belum mencapai target
nasional.

Tabel 3. Capaian Kinerja Provinsi terhadap target nasional Tahun 2017


Target
Capaian Kinerja (%)
Provinsi Nasional Cakupan (%)
(Cakupan/Target)
(%)
Sumbar 81 80.4 99.2
Gorontalo 81 80.3 99.2
Aceh 81 78.1 96.4
Jambi 81 76.2 94.0
Kep. Babel 81 74.9 92.4
Sumut 81 74.3 91.7
Sulteng 81 73.6 90.8
Kalsel 81 72.7 89.7
DIY 81 72.4 89.4
Sulbar 81 69.2 85.4
Kalbar 81 62.4 77.1
Riau 81 61.0 75.3
Sultra 81 60.4 74.5
NTT 81 52.0 64.1
Sulut 81 49.9 61.6
Papua 81 44.7 55.1
Kalteng 81 43.1 53.2
Malut 81 32.9 40.7
Papbar 81 30.9 38.2
Maluku 81 11.7 14.5

Analisa Keberhasilan
Dalam meningkatkan cakupan persalinan di Fasyankes dilakukan kegiatan yang
akan meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi.
Kegiatan yang dilakukan dalam mendukung persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan
antara lain sebagai berikut:

1. Puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil.

Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi
ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, persalinan, nifas, KB pasca
persalinan, pencegahan komplikasi, perawatan bayi baru lahir dan aktivitas fisik/ senam
ibu hamil.
Kelas Ibu Hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan jumlah peserta
maksimal 10 orang. Di kelas ini ibu-ibu hamil akan belajar bersama, diskusi dan tukar
pengalaman tentang kesehatan Ibu dan anak (KIA) secara menyeluruh dan sistematis
serta dapat dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan. Kelas ibu hamil

12 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


difasilitasi oleh bidan/tenaga kesehatan dengan menggunakan paket Kelas Ibu Hamil
yaitu Buku KIA, Flip chart (lembar balik), Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil, dan
Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil.

2. Puskesmas yang melakukan orientasi Program Perencanaan Persalinan dan


Pencegahan Komplikasi (P4K)

Orientasi P4K menitikberatkan pada kegiatan monitoring terhadap ibu hamil dan
bersalin. Pemantauan dan pengawasan yang menjadi salah satu upaya deteksi dini,
menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil dan bersalin yang dilakukan diseluruh
Indonesia dalam ruang lingkup kerja Puskesmas setempat serta menyediakan akses dan
pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang sekaligus merupakan kegiatan
yang membangun potensi masyarakat khususnya kepedulian masyarakat untuk
persiapan dan tindakan dalam menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
Dalam pelaksanaan P4K, bidan diharapkan berperan sebagai fasilitator dan dapat
membangun komunikasi persuasif dan setara diwilayah kerjanya agar dapat terwujud
kerjasama dengan ibu, keluarga dan masyarakat sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesehatan ibu dan
bayi baru lahir dengan menyadarkan masyarakat bahwa persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan akan menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.

3. Ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali (K4).

Indikator ini memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan
tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan
minimal 4 kali, sesuai dengan ketetapan waktu kunjungan. Disamping itu, indikator ini
menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, Melalui kegiatan ini
diharapkan ibu hamil dapat dideteksi secara dini adanya masalah atau gangguan atau
kelainan dalam kehamilannya dan dilakukan penanganan secara cepat dan tepat.
Pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan, tenaga kesehatan
memberikan pelayanan antenatal secara lengkap (10 T) yang terdiri dari: timbang badan
dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi (ukur LiLA), ukur tinggi fundus
uteri, tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin, skrining status imunisasi TT dan
bila perlu pemberian imunisasi Td, pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan),
test lab sederhana (Golongan Darah, Hb, Glukoprotein Urin) dan skrining terhadap
Hepatitis B, Sifilis, HIV, Malaria, TBC, tata laksana kasus, dan temu wicara/ konseling
termasuk P4K serta KB PP.
Melalui konseling yang aktif dan efektif, diharapkan ibu hamil dapat melakukan
perencanaan kehamilan dan persalinannya dengan baik serta memantapkan keputusan
ibu hamil dan keluarganya untuk melahirkan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan.

4. Dukungan regulasi pelayanan KIA oleh Pemda.


5. Dukungan LP/LS dan organisasi profesi didalam pelayanan KIA.
6. Variable penilaian Persalinan di fasilitas kesehatan telah dilaksanakan di lapangan
walaupun dari sisi indikator Renstra, maka PF masih tergolong baru.
7. Rumah Tunggu Kelahiran (RTK), tranportasi rujukan dan pembiayaan persalinan
dalam Jampersal
8. Dukungan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan

13 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


Analisa Kegagalan
Selain hal-hal yang menjadi faktor keberhasilan, beberapa hal dibawah ini menjadi
faktor penghambat, yaitu
1) Masih adanya kesenjangan cakupan antar provinsi, dimana ada Provinsi yang
cakupannya sangat rendah dan ada provinsi yang cakupannya lebih dari target
bahkan lebih dari 100%.
2) Belum meratanya jumlah tenaga kesehatan di daerah-daerah terpencil,
perbatasan, dan kepulauan.
3) Kondisi geografis masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil, perbatasan,
dan kepulauan menyebabkan kesulitan untuk mengakses fasilitas pelayanan
kesehatan.
4) Budaya di masyarakat dimana ibu hamil lebih senang bersalin di rumah atau di
polindes.
5) Tingkat pendidikan ibu yang masih rendah
6) Dukungan keluarga dan masyarakat yang masih rendah
7) Belum ada analisa kualitatif dari pelayanan persalinan
Alternatif solusi
Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan untuk pencapaian persalinan di
fasilitas kesehatan
1) Daerah-daerah dengan kondisi geografis sulit dimana akses ke fasilitas pelayanan
kesehatan menjadi kendala. Direktorat Kesehatan Keluarga menerapkan program
Kemitraan Bidan dan Dukun serta Rumah Tunggu Kelahiran. Para Dukun
diupayakan bermitra dengan Bidan, sehingga tidak ada lagi persalinan oleh
dukun. Apabila dukun mendapat kasus ibu hamil yang akan bersalin, maka wajib
dirujuk ke bidan. Selain itu, untuk mempermudah akses terhadap fasilitas
kesehatan, pemerintah menyediakan Rumah Tunggu Kelahiran yang dapat
dimanfaatkan oleh ibu hamil dan keluarga selama menunggu proses persalinan
berlangsung sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan.
2) Penguatan pemanfaatan dana Jampersal di kab/ kota Pada tahun 2016 telah di
gelontorkan dana dari pusat melalui mekanisme DAK non fisik yaitu Jaminan
Persalinan (Jampersal) dengan ruang lingkup kegiatan tranportasi rujukan dan
sewa serta operasional Rumah Tunggu Kelahiran (RTK). Pada tahun 2017,
Jampersal masih tetap diberikan dengan penambahan ruang lingkup pembiayaan
persalinan di fasilitas kesehatan bagi ibu bersalin miskin yang tidak mempunyai
jaminan persalinan (JKN/KIS, dll).
3) Meningkatkan pengetahuan, dukungan keluarga dan masyarakat melalui
kegiatan kelas ibu hamil, dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K).
4) Distribusi buku KIA sampai ke masyarakat dan peningkatan pemanfaatan
penggunaan buku KIA
5) Audit Maternal dan Perinatal dan Surveilans kematian Ibu
6) Kerjasama lintas sektor. Contoh Kerjasama dengan Kementerian Agama untuk
meningkatkan pengetahuan calon pengantin tentang kesehatan reproduksi untuk
mendorong calon pengantin memeriksakan kesehatannya ke fasilitas kesehatan.
7) Dukungan Pemda dalam pencapaian SPM Bidang Kesehatan

14 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


b. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK)
Status gizi adalah aspek penting untuk menentukan apakah seorang ibu yang
sedang hamil dapat melewati masa kehamilannya dengan baik dan tanpa ada gangguan
apapun. Status gizi ibu hamil haruslah normal, karena ketika ibu hamil tersebut
mengalami gizi kurang atau gizi berlebih akan banyak komplikasi yang mungkin terjadi
selama kehamilan dan berdampak pada kesehatan janin yang dikandungnya. Salah satu
permasalahan gizi ibu hamil adalah kekurangan energi kronik (KEK).
Kekurangan energi kronis (KEK) adalah masalah gizi yang disebabkan karena
kekurangan asupan makanan dalam waktu yang cukup lama, hitungan tahun.
Berdasarkan Studi Diet Total (SDT) tahun 2014, gambaran asupan makanan ibu hamil di
Indonesia masih memprihatinkan, dimana proporsi ibu hamil dengan tingkat kecukupan
energi kurang dari 70% angka kecukupan energi (AKE) sedikit lebih tinggi di pedesaan
dibandingkan dengan perkotaan yaitu sebesar 52,9% dibandingkan dengan 51,5%.
Sementara proporsi ibu hamil dengan tingkat kecukupan protein kurang dari 80% angka
kecukupan protein (AKP) juga lebih tinggi di pedesaan dibandingkan dengan perkotaan
yaitu sebesar 55,7% dibandingkan 49,6%. Kurangnya asupan energi yang berasal dari
zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) maupun zat gizi mikro terutama vitamin A,
vitamin D, asam folat, zat besi, seng, kalsium dan iodium serta zat gizi mikro lain pada
wanita usia subur yang berkelanjutan (remaja sampai masa kehamilan), mengakibatkan
terjadinya kurang energi kronik (KEK) pada masa kehamilan, yang diawali dengan
kejadian ‘risiko’ KEK dan ditandai oleh rendahnya cadangan energi dalam jangka waktu
cukup lama yang diukur dengan lingkar lengan atas (LiLA).
Ibu hamil dengan masalah gizi dan kesehatan berdampak terhadap kesehatan dan
keselamatan ibu dan bayi serta kualitas bayi yang dilahirkan. Kondisi ibu hamil KEK
berisiko menurunkan kekuatan otot yang membantu proses persalinan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya kematian janin (keguguran), prematur, lahir cacat, bayi berat
lahir rendah (BBLR) bahkan kematian bayi, ibu hamil KEK dapat mengganggu tumbuh
kembang janin yaitu pertumbuhan fisik (stunting), otak dan metabolisme yang
menyebabkan penyakit menular di usia dewasa.
Masalah ibu hamil KEK merupakan salah satu fokus perhatian dan menjadi salah
satu indikator kinerja program Kementerian Kesehatan, karena berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi risiko KEK pada ibu hamil (15-49
tahun) masih cukup tinggi yaitu sebesar 24,2%. Prevalensi tertinggi ditemukan pada usia
remaja (15-19 tahun) sebesar 38,5% dibandingkan dengan kelompok lebih tua (20-24
tahun) sebesar 30,1%. Indikator persentase ibu hamil KEK diharapkan turun sebesar
1,5% setiap tahunnya. Pada awal periode di tahun 2015, persentase ibu hamil KEK
ditargetkan tidak melebihi 24,2%, dan diharapkan di akhir periode pada tahun 2019,
maksimal ibu hamil dengan risiko KEK adalah sebesar 18,2%. Dasar penetapan
persentase bumil KEK mengacu kepada hasil Riskesdas tahun 2013. Dengan
ditetapkannya target tersebut, maka diharapkan persentase ibu hamil KEK menu run
setiap tahunnya.
Dikarenakan indikator ini adalah indikator outcome, maka data hanya dapat
diperoleh melalui survei yang dilakukan setiap tahun, dengan definisi operasional proporsi
ibu hamil yang diukur lingkar lengan atasnya (LiLA) menggunakan pita LiLA dengan hasil
ukur kurang dari 23,5 cm terhadap jumlah ibu hamil yang diukur LiLA-nya pada periode
tertentu dikali 100%. Hasil survei pemantauan status gizi (PSG) tahun 2017,
menunjukkan persentase ibu hamil dengan risiko KEK sebesar 14,8%, dimana angk a

15 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


tersebut lebih rendah dibandingkan dengan persentase tahun lalu dan target yang telah
ditetapkan. Hasil ini menjadi gambaran status gizi ibu hamil yang sesuai dengan harapan.

Grafik 5. Perbandingan Persentase Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK)


Tahun 2017 dengan Target Jangka Menengah

30

24.2
25 22.7
21.2
19.7
20 18.2

15
16.2
14.8
13.3
10

0
2015 2016 2017 2018 2019

Target Realisasi

Sumber data: Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2015,2016 dan 2017

Analisis Keberhasilan
Secara program kegiatan, keberhasilan pemerintah dalam menurunkan persentase
ibu hamil KEK dapat didukung melalui:

1) Rata-rata Konsumsi Kalori dan Protein per Kapita per Hari


Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), rata-rata konsumsi
kalori dan protein per kapita per hari menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada
tahun 2013, konsumsi kalori per kapita per hari sebesar 1.842,75 Kal, meningkat
menjadi 2.037,40 Kal pada tahun 2016.

Grafik 6. Rata-rata Konsumsi Kalori per Kapita per Hari Tahun 2013-2016

2,100.00
2,037.40
2,050.00
1,992.69
2,000.00

1,950.00

1,900.00 1,859.30
1,842.75
1,850.00

1,800.00

1,750.00

1,700.00
2013 2014 2015 2016

Kalori (Kal)

Sumber data: Badan Pusat Statistik (BPS)

16 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


Begitupun konsumsi protein per kapita per hari, tahun 2013 sebesar 53,08 gram, dan
meningkat di tahun 2016 menjadi 56,67 gram.

Grafik 7. Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita per Hari Tahun 2013-2016
56.67
57

56
55.11
55
53.91
54
53.08
53

52

51
2013 2014 2015 2016

Protein (gr)

Sumber data: Badan Pusat Statistik (BPS)

Unicef (1998) mengungkapkan bahwa status gizi seseorang dipengaruhi langsung


oleh asupan makanan dan penyakit infeksi. Fakta bahwa konsumsi kalori dan protein
per kapita per hari meningkat sejak tahun 2013, secara langsung berpengaruh juga
kepada status gizi masyarakat termasuk ibu hamil.
Peningkatan konsumsi kalori dan protein per kapita per hari masyarakat Indonesia,
didukung juga dengan meningkatnya rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk
kelompok barang makanan. Pada tahun 2013, pengeluaran untuk kelompok barang
makanan sebesar Rp 703.561,-/bulan, dan meningkat menjadi Rp 946.258,-/bulan di
tahun 2016.

2) Kegiatan kelas ibu hamil


Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi
ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok. Melalui kelas ibu hamil
diharapkan terjadi peningkatkan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku ibu
dalam hal kehamilan. Dalam kegiatan ini pengetahuan tentang gizi dan konseling
dapat diberikan untuk ibu hamil terutama ibu hamil yang berisiko.
Data laporan rutin Direktorat Kesehatan Keluarga menunjukkan, puskesmas yang
menyelenggarakan kelas ibu hamil meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2016,
sebesar 91,28% puskesmas sudah melaksanakan kelas ibu hamil dan meningkat
menjadi 92,98% di tahun 2016. Sehingga dapat diasumsikan bahwa semakin banyak
ibu hamil yang meningkat pengetahuan gizinya. (Laporan rutin Dit. Kesga per 22
Januari 2018)

3) Penyelenggaraan kegiatan pelayanan antenatal di puskesmas (ibu hamil


mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali)
Kegiatan ini merupakan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat
kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan
minimal 4 kali, sesuai dengan ketetapan waktu kunjungan. Melalui kegiatan ini

17 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


diharapkan ibu hamil dapat dideteksi secara dini adanya masalah, gangguan atau
kelainan dalam kehamilannya, dan dilakukan penanganan secara cepat dan tepat.
Pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan, tenaga kesehatan
memberikan pelayanan antenatal secara lengkap, salah satunya adalah nilai status
gizi dengan cara mengukur LiLA. Pada tahun 2016, sebanyak 85,35% sudah
mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali selama masa kehamilannya, dan
meningkat menjadi 86,35% di tahun 2017. (Laporan rutin DIt. Kesga per 22 Januari
2018)

4) Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif (GP2SP)


GP2SP merupakan upaya pemerintah, masyarakat maupun pengusaha untuk
menggalang dan berperan serta, guna meningkatkan kepedulian dalam upaya
memperbaiki kesehatan dan status gizi pekerja perempuan, sehingga dapat
meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan kualitas generasi penerus.
Kegiatan utama GP2SP diantaranya adalah perusahaan menyediakan ruang ASI,
mengadakan kelas ibu hamil, cek kesehatan secara berkala dan memperhatikan gizi
pekerja hamil dan menyusui di tempat kerja. Pada tahun 2017, dari 3.041 perusahaan
dengan pekerja perempuan lebih dari 100 orang, sudah sekitar 402 (13%)
perusahaan yang sudah melaksanakan GP2SP.

Analisis Kegagalan
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2010), batas ambang masalah
kesehatan masyarakat untuk ibu hamil dengan risiko KEK adalah <5%, sementara hasil
PSG 2017 menunjukkan angka 14,8% untuk prevalensi ibu hamil KEK. Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia masih mempunyai masalah kesehatan masyarakat
kategori sedang (10-19%) untuk masalah ibu hamil dengan risiko KEK. Beberapa hal
yang dapat mempengaruhi kondisi ini adalah:
1. Lebih dari setengah jumlah ibu hamil di Indonesia masih mengalami defisit konsumsi
energi. Hal ini tergambarkan dari hasil Survei Diet Total (SDT) tahun 2014, yang
menunjukkan sebanyak 52,2% ibu hamil dengan tingkat kecukupan energi <70%
angka yang dianjurkan. Data ini diperkuat dengan hasil PSG (2016), dimana sebanyak
53,9% ibu hamil dengan tingkat kecukupan energi <70% angka yang dianjurkan.
2. Kegiatan pemberian makanan tambahan (MT) bagi ibu hamil KEK yang belum
mencapai target di tahun 2017, yaitu sebesar 67,4% dari target 95%. (Laporan rutin
Dit. Gizi Masyarakat per 23 Januari 2018)

Alternatif Solusi
Dalam mengatasi hambatan pencapaian kinerja, Ditjen Kesehatan Masyarakat pada
tahun 2018 akan melakukan:
1. Konseling ibu tentang gizi seimbang yang terintegrasi di kelas ibu.
2. Penyuluhan tentang MT untuk ibu hamil KEK.
3. Pendidikan gizi seimbang dan konsumsi tablet tambah darah bagi remaja puteri,
dalam rangka meningkatkan status kesehatan remaja putri yang merupakan calon ibu.

c. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1)


Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau yang dikenal dengan sebutan
dengan KN1, merupakan indikator yang menggambarkan upaya kesehatan yang
dilakukan untuk mengurangi risiko kematian pada periode neonatal yaitu 6 - 48 jam

18 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


setelah lahir, dengan cara mendeteksi sedini mungkin permasalahan yang mungkin
dihadapi bayi baru lahir, sekaligus memastikan pelayanan yang seharusnya
didapatkan oleh bayi baru lahir yang diantaranya terdiri dari konseling perawatan bayi
baru lahir, ASI eksklusif, pemberian Vitamin K1 injeksi (bila belum diberikan) dan
Hepatitis B 0 (nol) injeksi (bila belum dberikan). Kunjungan ini dilakukan dengan
pendekatan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda).
Perhitungan cakupan ini dilakukan dengan cara membandingkan bayi baru lahir
yang mendapatkan kunjungan neonatal pertama dengan jumlah seluruh bayi baru
lahir di wilyahnya yang kemudian dikonversi dalam bentuk persentase.

Analisa Capaian Kinerja


Sepanjang Renstra 2010 – 2014, indikator KN 1 selalu mencapai target. Dan di
akhir 2014, indikator ini telah mencapai cakupan sebesar 97 %.
Target Indikator KN 1 diawal Renstra 2015 -2019 adalah sebesar 75 % (2015),
penentuan target ini dibuat berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 dengan cakupan
KN 1 sebesar 73% dan besar peningkatan rata-rata KN 1 sebesar 2 poin sehingga
ditentukan target KN 1 sebesar 75%.
Perlu kami sampaikan bahwa KN1 pada Renstra 2014-2015 dengan Renstra
2015-2019 adalah hal yang berbeda, yang semula berfokus pada akses (Renstra
2014-2015) dan pada Renstra 2015-2019 difokuskan pada kualitas pelaksanaan
KN1. Dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan hal yang ingin dicapai melalui
kegiatan KN 1.

Grafik 8. Cakupan KN 1 Tahun 2010-2017

Cakupan Target

92.3 97
90.5 92.3 81
84 89 89.82
86 88 90 81
84 78
75 78.1
Akses Kualitas

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Sumber data: Evaluasi Direktorat Kesehatan Keluarga Tahun 2017

Target indikator kunjungan neonatal pertama (KN 1) tahun 2017 adalah 81%,
hasil cakupan diakhir tahun 2017 sebesar 89,82% yang berarti sebanyak 4.344.773
Bayi Baru lahir, telah dilakukan kunjungan neonatal pertama. Dengan cakupan
tersebut capaian kinerja direktorat adalah sebesar 110,89%.

19 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


Grafik 9. Target, Cakupan dan Capaian Kunjungan Neonatus 1 Tahun 2017

92
89.82 90.2
90
88
86
84
82 81_
80
78
76
Target Cakupan Capaian

Grafik 10. Target, Cakupan dan Capaian Kunjungan Neonatus 1


Tahun 2015-2017

Cakupan Renstra

89.82 90
85
81 81
78.1
75

2015 2016 2017 2018 2019

Sumber data: Laporan rutin Direktorat Kesehatan Keluarga Tahun 2015-2017

Trend KN1 bila dilihat pada grafik diatas mengesankan terjadi penurunan pada
tahun 2016. Kesan penurunan ini disebabkan karena data yang belum masuk secara
keseluruhan, sebagaimana yang terjadi pada cakupan persalinan di fasilitas
kesehatan. dan kemudian cakupan ini meningkat pada tahun 2017.
Bila disandingkan dengan target di akhir tahun 2019 sebesar 90% maka terdapat
gap sebesar 0,2 poin (satuan persen) yang harus dicapai. Terhadap target tahun
2018 sebesar 85%, maka dengan apa yang telah dilakukan pada tahun 2017
seharusnya dapat tercapai.
Hasil capaian nasional bila dilihat per provinsi maka masih terdapat disparitas
cakupan KN1. Disparitas terbesar (3 Provinsi dengan cakupan KN1 terkecil) antara
lain Maluku, Papua Barat dan Sulawesi Utara. Terdapat 20 Provinsi yang telah
mencapai target nasional sebesar 81%, dan 14 provinsi masih belum mencapai
target nasional. DKI Jakarta dan Bali mendapatkan cakupan lebih dari 100%
dikarenakan data sasaran BPS lebih rendah dibandingkan dengan data sasaran dan
atau hasil yang telah dilakukan oleh kedua provinsi tersebut.

20 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


Grafik 11. Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) di Tahun 2017

118.38
140.0

102.24
101.51
100.95
99.11
98.63
97.91
120.0

96.52
96.49
94.61

89.80
94.41
93.24
89.82

87.91
87.83
87.52
87.09
85.85
85.67

81.77
80.78
80.37
100.0

79.33
79.29
75.65
75.63
63.66
'2.55

6 .31
62 35
80.0

56.EIL

8
1

54.2!1-
53.3e
48.89
60.0

40.0

20.0

0.0
Bali
DKI JAKARTA

MALUT
SUMUT
SUMSEL

SULSEL

PAPUA
RIAU

DIY

MALUKU
JAMBI

JATIM

LAMPUNG

SULUT
JABAR

KALTARA

PAPBAR
NASIONAL
KALSEL

ACEH
SUMBAR
SULTRA

SULBAR
Kep. RIAU
NTB

KALTIM
BENGKULU

JATENG

KALTENG
SULTENG

NTT
KALBAR

GORONTALO
Banten

Kep. BABEL

Sum
ber
data: Evaluasi Direktorat Kesehatan Keluarga Tahun 2017
Dari 14 provinsi yang belum mencapai target, terdapat 4 Provinsi yang perlu
mendapat perhatian di tahun 2017 yaitu Maluku Utara, Papua, Maluku, Papua Barat,
dan Sulawesi Utara karena capaian kinerja dibawah 70%.
Adapun DI Yogyakarta masih belum mencapai target disebabkan perbedaan
data sasaran provinsi dengan data sasaran yang dikeluarkan BPS-Pusdatin cukup
besar dimana data sasaran dari provinsi DIY jauh lebih rendah dibandingkan dengan
data sasaran BPS- Pusdatin yang berakibat teradap penurunan secara signifikan
pada cakupan DIY.

Analisa Keberhasilan
Kunjungan neonatal pertama didaerah terutama dilakukan oleh bidan. Kementerian
Kesehatan RI (Pusat) di era desentralisasi membagi wewenangnya dengan daerah.
Kerjasama pusat dan daerah memiliki peran yang sangat besar didalam menjamin setiap
bayi yang baru lahir mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Faktor pendukung terlaksananya kegiatan yang menunjang capaian KN1 yaitu:
1) adanya pedoman Neonatal Esensial yang menjadi dasar/ standar pelayanan
kesehatan bayi baru lahir yang didalamnya termasuk adalah kunjungan neonatal.
Indikator KN 1 saat ini menjadi target RPJMN, oleh sebab itu maka perencanaan dan
anggaran untuk mendukung kegiatan ini menjadi lebih kuat
2) Diperolehnya dukungan dari organisasi profesi dan lintas program dalam
penggerakan anggotanya untuk melaksanakan KN 1. Dukungan ini dapat diperoleh
melalui advokasi dan sosialisasi yang dilakukan terhadap organisasi profesi, dan
pelibatan organisasi profesi terkait didalam kegiatan.
3) Terdapatnya pedoman di instansi pelayanan kesehatan. Di awal distribusi ini
dilakukan di pusat untuk kemudian diadvokasi ke daerah untuk menyelenggarakan
secara mandiri. Dengan telah semakin tersebar dan terdistribusinya buku saku
pelayanan neonatal esensial maka cakupan dapat tercapai. Buku ini menjadi
pedoman sekaligus suatu bentuk perlindungan terhadap nakes didalam
melaksanakan Kunjungan Neonatal Pertama.
4) Upaya peningkatan kuantitas dan kualitas pelaksanaan KN 1 di integrasikan dan
menjadi satu kesatuan dengan kegiatan upaya mendorong persalinan di fasilitas

21 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


kesehatan. Melalui persalinan di fasilitas kesehatan maka diharapkan bayi yang
dilahirkan juga akan mendapatkan pelayanan sesuai standar.
5) Sosialisasi kepada masyarakat saat event nasional sebagai contoh adalah saat
Perayaan Hari Anak Nasional Tahun 2016
6) Evaluasi pelaksanaan kunjungan neonatal dalam kaitannya dengan penurunan AKB.
7) Untuk menambah jumlah SDM kesehatan yang memahami kunjungan neonatal
maka dilaksanakan juga orientasi tim pengkaji AMP, Orientasi Skrining Bayi Baru
Lahir, dan Orientasi Tenaga Kesehatan dalam Surveilans Kelainan Bawaan Berbasis
RS di Jakarta.
8) Dukungan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan.

Analisa Kegagalan
Faktor Penghambat Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama antara lain:
1) Belum optimalnya dukungan lintas sector terkait pemenuhan pendidikan dan
pengentasan kemiskinan
2) Belum semua daerah dan lintas sektor/lintas program terkait memberikan dukungan
secara optimal.
3) Masalah jumlah distribusi dan kualitas SDM kesehatan yang masih juga belum
merata, sehingga belum semua nakes dapat memberi pelayanan Kunjungan
Neonatal sesuai standar.
4) Kurangnya kepatuhan petugas dalam menjalankan pelayanan sesuai pedoman.
5) Masih ada persalinan meski ditolong oleh nakes tetapi tetap dilakukan di rumah
(bukan di faskes).
6) Masalah koordinasi dan integrasi lintas program dan lintas sektor yang belum
harmonis.
7) Masyarakat belum sepenuhnya menggunakan buku KIA sebagai panduan untuk
kesehatan bayinya.
8) Sistem pencatatan dan pelaporan yang belum sesuai seperti yang diharapkan
misalnya penolong persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan tidak mencatat
dengan benar pelayanan yang telah diberikan dan juga belum dipakainya form
Manajemen Terpadu Bayi Muda pada kunjungan neonatal merupakan kendala dalam
pencapaian KN.

Alternatif solusi
Alternatif solusi yang dilakukan dalam mengatasi hambatan antara lain:
1. Melakukan sosialisasi indikator dan definisi operasional dari tingkat pusat ke
provinsi.
2. Perluasan sosialisasi indikator dan definisi operasional ke kabupaten/kota dan
puskesmas menggunakan dana dekonsentrasi.
3. Pemantauan berkala pelaksanaan KN1 secara berjenjang.
4. Mengawal kebijakan sistem informasi kesehatan dan komunikasi data (komdat)
kemenkes sebagai mekanisme 1 pintu di tingkat pusat terkait pelaporan agar
memasukkan indikator baru.
5. Refresing petugas kesehatan terhadap pedoman KIA
6. Menguatkan peran tokoh agama, tokoh masyarakat agar ibu hamil memanfaatkan
buku KIA.
7. Dukungan Pemda dalam pencapaian SPM Bidang Kesehatan

22 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


B. Realisasi Anggaran

Anggaran yang awalnya diperjanjikan pada Program Kesehatan Masyarakat di


Direktorat Jenderal Kesehatan Masyakat sebesar Rp 2.330.521.324.000,-. Namun dalam
perjalanannya (di tahun anggaran yang sama) mengalami beberapa penyesuaian, antara
lain:

1. Revisi Penambahan Hibah Luar Negeri Satuan Kerja Direktorat Kesehatan


Lingkungan bedasarakan surat Direktur Kesehatan Lingkungan nomor
PR.04.02/BIII.5/795/2017 tanggal 30 Maret 2017 tentang Usulan revisi anggaran dan
Surat Kepala Kanwil Prop. DKI Jakarta Nomor S-1536/WPB.12/2017 tanggal 3 April
2017 tentang Pengesahan Revisi Anggaran .

PAGU 2017 PENAMBAHAN PAGU 2017


NO KEGIATAN (AWAL) HLN (MENJADI)
(PAMSIMAS)
1 DIREKTORAT 156.279.186.000 10.924.591.000 167.203.777.000
KESEHATAN
LINGKUNGAN

Berdasarkan perubahan anggaran diatas, maka pagu Ditjen Kesmas mengalami


perubahan menjadi 2.341.445.915.000.

2. Pemotongan/penghematan anggaran berdasarkan : (1) Instruksi Presiden Republik


Indo nesia N omo r 4 Tahun 2017 ten tan g E fisie nsi bela nja b arang
Kementerian/Lembaga dalam pelaksanaan Anggaran dan Pendapatan Belanja
Negara TA. 2017, (2) Surat Menteri Keuangan Nomor S-584/MK.02/2017 tentang
Perubahan Pagu Belanja K/L dalam APBN-P 2017, (3) Surat Sekretaris Jenderal
nomor PR.04.02/I/1979/2017 tanggal 7 Juli 2017 tentang Efisiensi belanja baranag
Kementerian Kesehatan dengan rincian per kegiatan sebagai berikut :
PAGU 2017 PAGU 2017
NO KEGIATAN EFISIENSI
(SEBELUM) (MENJADI)
1 DIREKTORAT
KESEHATAN 117.394.500.000 21.505.012.000 95.889.488.000
KELUARGA
2 DIREKTORAT
KESEHATAN 167.203.777.000 28.474.707.000 138.729.070.000
LINGKUNGAN
3 DIREKTORAT
KESEHATAN KERJA 41.368.789.000 14.521.046.000 26.847.743.000
DAN OLAH RAGA
4 DIREKTORAT GIZI
953.000.000.000 285.514.565.000 667.485.435.000
MASYARAKAT
5 DIREKTORAT
PROMOSI
KESEHATAN DAN 167.595.380.000 58.478.990.000 109.116.390.000
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT

23 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


6 SEKRETARIAT
DITJEN KESEHATAN 112.221.463.000 12.381.585.000 99.839.878.000
MASYARAKAT
7 DINKES PROV. DKI
17.052.987.000 6.806.563.000 10.246.424.000
JAKARTA
8 DINKES PROV.
55.169.058.000 23.575.523.000 31.593.535.000
JAWA BARAT
9 DINKES PROV.
49.820.619.000 17.941.803.000 31.878.816.000
JAWA TENGAH
10 DINKES PROV. DI.
13.639.030.000 4.079.279.000 9.559.751.000
YOGYAKARTA
11 DINKES PROV.
50.812.930.000 24.433.016.000 26.379.914.000
JAWA TIMUR
12 DINKES PROV.
21.390.346.000 7.314.814.000 14.075.532.000
ACEH
13 DINKES PROV.
39.837.378.000 14.205.839.000 25.631.539.000
SUMATERA UTARA
14 DINKES PROV.
20.593.402.000 9.679.587.000 10.913.815.000
SUMATERA BARAT
15 DINKES PROV.
19.483.831.000 9.307.977.000 10.175.854.000
RIAU
16 DINKES PROV.
17.256.003.000 3.463.533.000 13.792.470.000
JAMBI
17 DINKES PROV.
SUMATERA 25.687.328.000 7.888.040.000 17.799.288.000
SELATAN
18 DINKES PROV.
29.132.934.000 9.317.579.000 19.815.355.000
LAMPUNG
19 DINKES PROV.
19.257.429.000 4.393.468.000 14.863.961.000
KALIMANTAN BARAT
20 DINKES PROV.
KALIMANTAN 19.383.312.000 6.667.910.000 12.715.402.000
TENGAH
21 DINKES PROV.
KALIMANTAN 18.364.189.000 7.681.377.000 10.682.812.000
SELATAN
22 DINKES PROV.
16.223.307.000 4.633.994.000 11.589.313.000
KALIMANTAN TIMUR
23 DINKES PROV.
18.672.603.000 3.574.992.000 15.097.611.000
SULAWESI UTARA
24 DINKES PROV.
17.622.329.000 2.646.186.000 14.976.143.000
SULAWESI TENGAH
25 DINKES PROV.
30.496.732.000 7.950.623.000 22.546.109.000
SULAWESI SELATAN
26 DINKES PROV.
SULAWESI 17.108.192.000 6.286.139.000 10.822.053.000
TENGGARA
27 DINKES PROV. 16.833.713.000 6.952.689.000 9.881.024.000

24 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


MALUKU
28 DINKES PROV. BALI 14.667.276.000 5.277.378.000 9.389.898.000
29 DINKES PROV.
NUSA TENGGARA 18.724.835.000 3.755.840.000 14.968.995.000
BARAT
30 DINKES PROV.
NUSA TENGGARA 20.337.687.000 4.585.174.000 15.752.513.000
TIMUR
31 DINKES PROV.
25.255.027.000 6.854.117.000 18.400.910.000
PAPUA
32 DINKES PROV.
16.629.996.000 6.150.618.000 10.479.378.000
BENGKULU
33 DINKES PROV.
15.847.689.000 5.507.029.000 10.340.660.000
MALUKU UTARA
34 DINKES PROV.
24.526.246.000 6.541.994.000 17.984.252.000
BANTEN
35 DINKES PROV.
13.656.971.000 6.266.207.000 7.390.764.000
BANGKA BELITUNG
36 DINKES PROV.
14.754.326.000 4.706.201.000 10.048.125.000
GORONTALO
37 DINKES PROV.
14.565.226.000 3.872.527.000 10.692.699.000
KEPULAUAN RIAU
38 DINKES PROV.
17.728.476.000 7.528.034.000 10.200.442.000
PAPUA BARAT
39 DINKES PROV.
13.501.060.000 3.717.107.000 9.783.953.000
SULAWESI BARAT
40 DINKES PROV.
11.788.144.000 5.871.402.000 5.916.742.000
KALIMANTAN UTARA
41 BKOM 6.139.956.000 - 6.139.956.000
42 BKTM 7.990.426.000 - 7.990.426.000
43 LKTM 12.711.013.000 - 12.711.013.000
JUMLAH 2.341.445.915.000 680.310.464.000 1.661.135.451.000

Untuk Satuan Kerja Direktorat Gizi Masyarakat terjadi pengurangan pagu di luar
efisiensi sebesar Rp. 100.000.000.000, semula diperuntukan untuk pengadaan PMT
AS namun proses revisi tidak disetujui oleh DJA dengan pertimbangan usulan
tersebut tidak sesuai dengan Trilateral Meeting 2017, dan perlu disinkronkan
dengan Inpres 4/2017 serta hasil RAPBN 2017. Sehingga dilakukan pergeseran
anggaran sebesar 100 M ke Lintas Sektor.
Revisi tersebut ditetapkan berdasarkan surat Direktur Anggaran bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan a.n. Direktur Jenderal Anggaran Nomor: S-
1626/AG/2017 tanggal 14 Agustus 2017 hal Pengesahan revisi APBN-P Direktorat
Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan TA. 2017.

25 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


3. Revisi penambahan penerimaan hibah langsung TA. 2017
PENAMBAHAN
NO SATUAN KERJA SEMULA MENJADI
HLN
1 DIREKTORAT
KESEHATAN 95.889.488.000 6.561.797.000 102.451.285.000
KELUARGA
2 DIREKTORAT
KESEHATAN 138.729.070.000 19.410.000 138.748.480.000
LINGKUNGAN
3 DIREKTORAT
KESEHATAN KERJA 26.847.743.000 - 26.847.743.000
DAN OLAH RAGA
4 DIREKTORAT GIZI
667.485.435.000 369.995.000 667.855.430.000
MASYARAKAT
5 DIREKTORAT
PROMOSI
KESEHATAN DAN 109.116.390.000 173.335.000 109.289.725.000
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
6 SEKRETARIAT
DITJEN KESEHATAN 99.839.878.000 15.566.604.000 115.406.482.000
MASYARAKAT
7 DINKES PROV. DKI
10.246.424.000 - 10.246.424.000
JAKARTA
8 DINKES PROV. JAWA
31.593.535.000 - 31.593.535.000
BARAT
9 DINKES PROV. JAWA
31.878.816.000 - 31.878.816.000
TENGAH
10 DINKES PROV. DI.
9.559.751.000 - 9.559.751.000
YOGYAKARTA
11 DINKES PROV. JAWA
26.379.914.000 - 26.379.914.000
TIMUR
12 DINKES PROV. ACEH 14.075.532.000 - 14.075.532.000
13 DINKES PROV.
25.631.539.000 - 25.631.539.000
SUMATERA UTARA
14 DINKES PROV.
10.913.815.000 - 10.913.815.000
SUMATERA BARAT
15 DINKES PROV. RIAU 10.175.854.000 - 10.175.854.000
16 DINKES PROV. JAMBI 13.792.470.000 - 13.792.470.000
17 DINKES PROV.
17.799.288.000 - 17.799.288.000
SUMATERA SELATAN
18 DINKES PROV.
19.815.355.000 - 19.815.355.000
LAMPUNG
19 DINKES PROV.
14.863.961.000 - 14.863.961.000
KALIMANTAN BARAT
DINKES PROV.
20 KALIMANTAN 12.715.402.000 - 12.715.402.000
TENGAH
DINKES PROV.
21 KALIMANTAN 10.682.812.000 - 10.682.812.000
SELATAN
DINKES PROV.
22 11.589.313.000 - 11.589.313.000
KALIMANTAN TIMUR

26 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


DINKES PROV.
23 15.097.611.000 - 15.097.611.000
SULAWESI UTARA
DINKES PROV.
24 14.976.143.000 - 14.976.143.000
SULAWESI TENGAH
DINKES PROV.
25 22.546.109.000 - 22.546.109.000
SULAWESI SELATAN
DINKES PROV.
26 SULAWESI 10.822.053.000 - 10.822.053.000
TENGGARA
DINKES PROV.
27 9.881.024.000 - 9.881.024.000
MALUKU
28 DINKES PROV. BALI 9.389.898.000 - 9.389.898.000
DINKES PROV. NUSA
29 14.968.995.000 - 14.968.995.000
TENGGARA BARAT
DINKES PROV. NUSA
30 15.752.513.000 - 15.752.513.000
TENGGARA TIMUR
DINKES PROV.
31 18.400.910.000 - 18.400.910.000
PAPUA
DINKES PROV.
32 10.479.378.000 - 10.479.378.000
BENGKULU
DINKES PROV.
33 10.340.660.000 - 10.340.660.000
MALUKU UTARA
DINKES PROV.
34 17.984.252.000 - 17.984.252.000
BANTEN
DINKES PROV.
35 7.390.764.000 - 7.390.764.000
BANGKA BELITUNG
DINKES PROV.
36 10.048.125.000 - 10.048.125.000
GORONTALO
DINKES PROV.
37 10.692.699.000 - 10.692.699.000
KEPULAUAN RIAU
DINKES PROV.
38 10.200.442.000 - 10.200.442.000
PAPUA BARAT
DINKES PROV.
39 9.783.953.000 - 9.783.953.000
SULAWESI BARAT
DINKES PROV.
40 5.916.742.000 - 5.916.742.000
KALIMANTAN UTARA
-
41 BKOM 6.139.956.000 6.139.956.000
42 BKTM 7.990.426.000 - 7.990.426.000
43 LKTM 12.711.013.000 - 12.711.013.000
JUMLAH 1.661.135.451.000 22.691.141.000 1.683.826.592.000

Setelah mengalami efisiensi, penambahan hibah, dan realokasi maka total alokasi
anggaran Ditjen Kesmas adalah Rp 1.683.826.592.000,-.

Sumber daya anggaran merupakan unsur utama selain SDM dalam menunjang
pencapaian indikator kinerja. Peranan pembiayaan sangat berpengaruh terhadap
penentuan arah kebijakan dan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan
upaya pembangunan Program Kesehatan Masyarakat. Lebih terperinci alokasi dan
realisasi anggaran menurut jenis anggaran dapat dilihat sebagai berikut:

27 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


Tabel 4. Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2017
menurut jenis anggaran
No Satuan Kerja Alokasi Realisasi SP2D % Realisasi
SP2D
1 Dekonsentrasi 496.386.052.000 442.044.183.046 89,05
2 Kantor Pusat 1.160.599.145.000 1.116.886.144.224 96,23
3 Kantor Daerah 26.841.395.000 24.661.635.358 91,88
TOTAL 1.683.826.592.000 1.583.591.962.628 94,05
Sumber Data: Sekretariat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Tahun 2017

Dari sisi akuntabilitas, kewenangan pemerintah pusat terkait akuntabilitas dana


dekonstrasi dan tugas pembantuan telah dilimpahkan kepada gubernur sebagai kepala
daerah tingkat I. Oleh karenanya pembiayaan melalui dekonsentrasi menjadi
tanggungjawab dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota kepada gubernur dan
bupati/wali kota. Sehingga dalam pertanggungjawaban akuntabilitas menjadi
kewenangan pemerintah daerah sesuai ketentuan peraturan perundangan.

Tabel 5. Realisasi Dekonsentrasi di lingkungan Ditjen Kesehatan


Masyarakat Tahun 2017
No Nama Satker Alokasi Realisasi SP2D % Realisasi
SP2D
1 Dinkes Prov DKI 10.246.424.000 7.496.273.135 73,16
2 Dinkes Prov Jabar 31.593.535.000 24.775.195.604 78,42
3 Dinkes Prov Jateng 31.878.816.000 29.709.064.537 93,19
4 Dinkes Prov Yogya 9.559.751.000 8.758.617.896 91,62
5 Dinkes Prov Jatim 26.379.914.000 20.393.124.463 77,31
6 Dinkes Prov Aceh 14.075.532.000 10.160.129.454 72,18
7 Dinkes Prov Sumut 25.631.539.000 23.535.549.714 91,82
8 Dinkes Prov Sumbar 10.913.815.000 9.887.977.060 90,60
9 Dinkes Prov Riau 10.175.854.000 9.238.358.175 90,79
10 Dinkes Prov Jambi 13.792.470.000 13.369.304.828 96,93
11 Dinkes Prov Sumsel 17.799.288.000 15.962.015.980 89,68
12 Dinkes Prov Lampung 19.815.355.000 18.778.023.805 94,77
13 Dinkes Prov Kalbar 14.863.961.000 13.891.154.718 93,46
14 Dinkes Prov Kalteng 12.715.402.000 10.380.952.950 81,64
15 Dinkes Prov Kalsel 10.682.812.000 9.487.784.374 88,81
16 Dinkes Prov Kaltim 11.589.313.000 10.742.527.081 92,69
17 Dinkes Prov Sulut 15.097.611.000 14.950.653.895 99,03
18 Dinkes Prov Sulteng 14.976.143.000 14.431.676.147 96,36
19 Dinkes Prov Sulsel 22.546.109.000 21.999.095.526 97,57
20 Dinkes Prov Sultra 10.822.053.000 10.746.129.204 99,30
21 Dinkes Prov Maluku 9.881.024.000 8.004.636.294 81,01
22 Dinkes Prov Bali 9.389.898.000 8.355.663.359 88,99
23 Dinkes Prov NTB 14.968.995.000 13.189.784.913 88,11
24 Dinkes Prov NTT 15.752.513.000 15.295.431.883 97,10
25 Dinkes Prov Papua 18.400.910.000 15.330.697.677 83,31

28 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


26 Dinkes Prov Bengkulu 10.479.378.000 10.251.772.358 97,83
27 Dinkes Prov Malut 10.340.660.000 9.636.174.550 93,19
28 Dinkes Prov Banten 17.984.252.000 15.192.825.765 84,48
29 Dinkes Prov Babel 7.390.764.000 6.369.490.664 86,18
30 Dinkes Prov Gorontalo 10.048.125.000 9.191.825.765 91,48
31 Dinkes Prov Kep. Riau 10.692.699.000 9.459.961.009 88,47
32 Dinkes Prov Papbar 10.200.442.000 9.713.811.729 95,23
33 Dinkes Prov Sulbar 9.783.953.000 9.015.865.624 92,15
34 Dinkes Prov Kaltara 5.916.742.000 4.342.647.127 73,40
Sumber Data: Sekretariat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Tahun 2017

Grafik 12.Persentase Realisasi Dana Dekonsentrasi Program Kesmas


s.d. tw IV TA. 2017

Sumber Data: Sekretariat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Tahun 2017

Selain sumberdaya anggaran di kantor pusat, Direktorat Jenderal Kesehatan


Masyarakat juga didukung sumberdaya anggaran yang berada di kantor daerah yaitu
pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang terdiri dari: a) BKTM Makassar, b) LKTM
Palembang dan BKOM Bandung. Secara umum serapan anggaran pada kantor daerah
sebesar 91,88%, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 6. Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat menurut lokasi satuan


kerja kantor daerah tahun 2017
No Satuan Kerja Alokasi Realisasi %
1 BKTM MAKASAR 7.990.426.000 7.665.247.053 95,93
2 LKTM PALEMBANG 12.711.013.000 11.124.254.315 87,52
3 BKOM BANDUNG 6.139.956.000 5.872.133.990 95,64
Total 26.841.395.000 24.661.635.358 91,88
Sumber Data: Sekretariat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Tahun 2017

29 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


Efisiensi yang telah dilakukan

Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat menerapkan kebijakan pengintegrasian


kegiatan yang hanya dilakukan di tingkat Direktorat Jenderal antara lain:
a. Rapat Koordinasi teknis yang sebelumnya diadakan setiap satker minimal 2 kali
setahun, di tahun 2017 hanya dilakukan di tingkat Ditjen Kesehatan Masyarakat.
Dengan pengintegrasian ini banyak sekali menghemat sumber daya seperti:
1) Anggaran; bila sebelumnya alokasi transport setiap pertemuan di satker ada
12 kali (6 satker) maka dengan pengintegrasian ini hanya dianggarkan 1 kali
transport.
2) Sumberdaya manusia; Bila sebelumnya pengelola program bisa diundang
berkali-kali ke pusat maka dengan pengintegrasian ini mengurangi kunjungan
petugas daerah untuk menghadiri pertemuan di pusat, sehingga waktu untuk
bekerja di daerah menjadi lebih banyak dan efektif.
b. Kebijakan Rumah Tunggu Kelahiran (RTK) yang dianggarkan melalui dana DAK
non Fisik, sehingga mendongkrak capaian persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan dan kunjungan neonatal pertama.

30 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


Kesimpulan
1. Indikator kinerja (IK) Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat terdiri atas
tiga indikator, yaitu:
1) Persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) dengan capaian 82,79%
dari target 81%.
2) Persentase Ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) dengan capaian
sebesar 14,8,% dari target 21,2%.
3) Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) dengan capaian sebesar
89,82% dari target 81%.
2. Ketiga indikator tersebut dilaksanakan di tingkat Puskesmas, di mana pusat
berperan untuk memastikan indikator tersebut berjalan sebagaimana mestinya
melalui dukungan dari tahap perencanaan (Juknis, Juklak, Pedoman),
pelaksanaan (sosialisasi, orientasi, refreshing) dan monitoring evluasi
sekaligus pembiayaan.
3. Analisa keberhasilan indikator terutama adalah ketersediaan data, format
laporan rutin, kejelasan mekanisme pelaporan dan tidak adanya perubahan
indikator.
4. Untuk analisa penghambat, beberapa point yang perlu digaris bawahi adalah
belum adanya sistem pencatatan dan pelaporan terintegrasi satu pintu dan
masih berjalan berdasarkan program masing-masing, selain itu adanya
perubahan perangkat organisasi dan tata kelola berakibat pengelola program
perlu belajar memahami kembali tiap indikator tersebut.
5. Alternatif solusi yang dapat diberikan, antara lain memaksimalkan pembinaan
penyelenggaraan program dan terfokus pada daerah sasaran yang aktif
kepada seluruh pengelola kesehatan di daerah dalam percepatan pencapaian
target indikator program serta memaksimalkan komunikasi aktif baik melalui
media elektronik maupun surat menyurat kepada seluruh pimpinan daerah
dalam rangka implementasi serta monitoring evaluasi data dan pelaporan
tepat waktu.
6. Pada tahun 2017, Ditjen Kesmas mengalami perubahan anggaran semula
Rp. 2.330.521.324.000 menjadi Rp 1.683.826.592.000,- disebabkan adanya
penambahan hibah luar negeri, pemotongan/penghematan dan realokasi
anggaran. Namun demikian, dalam realisasi anggaran telah mencapai diatas
90%. Hal ini dapat dikatakan sejalan dengan capaian indikator kinerja, dimana
telah mencapai target.

31 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


7. LAMPIRAN

32 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017


33 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017

Anda mungkin juga menyukai