DIREKTORAT JENDERAL
KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERAIN KESEHATAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
2. Misi
Misi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat mendukung kepada misi
Kementerian Kesehatan yaitu:
a. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya
maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara
kepulauan;
b. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis
berlandaskan negara hokum;
c. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri
sebagai negara maritim;
d. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan
sejahtera;
e. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;
f. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat
dan berbasiskan kepentingan nasional, serta;
g. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
3. Tujuan
Terlaksananya pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di
lingkungan Ditjen Kesehatan Masyarakat dalam rangka terselenggaranya
pembangunan kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna agar
meningkatnya status kesehatan masyarakat.
4. Nilai-nilai
Guna mewujudkan visi dan misi serta rencana strategis pembangunan
kesehatan, Ditjen Kesehatan Masyarakat menganut dan menjunjung tinggi nilai-
nilai yang telah dirumuskan dalam Renstra Kementerian Kesehatan antara lain:
a. Pro Rakyat;
b. Inklusif;
c. Responsif ;
d. Efektif;
7. Indikator Kinerja
Indikator kinerja Ditjen Kesehatan Masyarakat yaitu:
a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF);
b. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK).
c. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1).
F. Sistematika
Sistematika penulisan laporan kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
adalah sebagai berikut :
- Ringkasan Eksekutif
- Kata Pengantar
- Daftar Isi
- BAB I
Penjelasan umum organisasi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat,
penjelasan aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic
issued) yang sedang dihadapi organisasi.
- BAB II
Menjelaskan uraian ringkasan/ ikhtisar perjanjian kinerja Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat tahun 2017.
- BAB III
Penyajian capaian kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat untuk setiap
pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran
kinerja organisasi, dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut:
Membandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini; Membandingkan
realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang
terdapat dalam dokumen perencanaan strategis organisasi; Analisis penyebab
keberhasilan/kegagalan atau peningkatan/penurunan kinerja serta alternatif solusi
yang telah dilakukan; Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya; Analisis
program/kegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian
pernyataan kinerja dan melakukan analisa realisasi anggaran.
- BAB IV
Penutup, Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi
serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk
meningkatkan kinerjanya.
- LAMPIRAN
Formulir PK : Pengukuran Kinerja
A. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat telah ditetapkan
dalam dokumen penetapan kinerja yang merupakan suatu dokumen pernyataan
kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja
tertentu dengan didukung sumber daya yang tersedia.
Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan menjadi kesepakatan yang
mengikat untuk dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sebagai upaya mewujudkan
pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat Indonesia. Perjanjian
penetapan kinerja tahun 2017 yang telah ditandatangani bersama oleh Dir ektur
Jenderal Kesehatan Masyarakat dan Menteri Kesehatan berisi Indikator, antara lain:
*Indikator persentase Bumil KEK merupakan indikator negatif, dimana target capaian
yang diharapkan dibawah target yang ditentukan.
73.29
70.4
56.8
41.6
Sumber : Riskesdas 2007-2013 dan Data Evaluasi Direktorat Kesehatan Keluarga Tahun 2014
102.2
81 82.79
77
75
Bila di lihat trend cakupan PF sebagaimana ditampilkan grafik diatas, pada tahun
2015 cakupan PF sebesar 78,4% dan pada tahun 2016 sebesar 77,3%. Angka ini
menunjukan kesan trend penurunan cakupan walaupun dari sisi target masih dalam
kategori baik (tercapai). Kesan penurunan ini disebabkan belum masuknya seluruh
data cakupan daerah saat LAKIP disusun. Terdapat 12 provinsi (kurang lebih 40%)
yang mengirimkan data hanya sampai bulan november 2016. Adapun di tahun 2017
cakupan Pf kembali meningkat menjadi 82.79%, melihat hal ini kecenderungan trend
indikator PF meningkat, dikarenakan sudah ada kesepahaman dan kemudahan baik
dari segi pencatatan dan pelaporan untuk persalinan di fasilitas kesehatan.
Bila dibandingkan dengan target Renstra untuk tahun 2017 sebesar 81%, maka
Direktorat Kesehatan Keluarga juga telah berhasil mencapai target. Dan harus
mengupayakan peningkatan sebesar 2,2 poin dari cakupan 2017 untuk mencapai
target 2019 sebesar 85%.
Dengan melihat trend yang terus meningkat (berdasarkan hasil Riskesdas, dan
cakupan diatas), maka dapat dikatakan cakupan Pf, “on the track”, dan diperkirakan
mampu mencapai target di akhir Renstra 2015-2019 sebesar 85%.
140.0
94.37
94.08
96.01
92.02
91.78
89.52
83.91
83.89
120.0
82.79
81.90
81.79
81.17
80.37
80.32
74.86
82.63
81.92
78.06
76.37
74.27
73.55
72.65
72.37
.35 51.
6:.03 6(
100.0
0.20
63.01
81
49.1 8
47.1
80.0
46.48F
)6
32.94
44.6
30.65
60.0
40.0
20.0
0.0
Bali
DKI JAKARTA
GORONTALO
MALUT
SUMUT
DIY
PAPUA
SUMSEL
SULSEL
RIAU
MALUKU
JAMBI
JATIM
LAMPUNG
SULUT
JABAR
KALTARA
NASIONAL
SUMBAR
KALSEL
SULBAR
SULTRA
PAPBAR
Kep. RIAU
ACEH
NTB
BENGKULU
KALTIM
JATENG
NTT
KALTENG
SULTENG
KALBAR
Banten
Kep. BABEL
C
akupan Target
Analisa Keberhasilan
Dalam meningkatkan cakupan persalinan di Fasyankes dilakukan kegiatan yang
akan meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi.
Kegiatan yang dilakukan dalam mendukung persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan
antara lain sebagai berikut:
Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi
ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, persalinan, nifas, KB pasca
persalinan, pencegahan komplikasi, perawatan bayi baru lahir dan aktivitas fisik/ senam
ibu hamil.
Kelas Ibu Hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan jumlah peserta
maksimal 10 orang. Di kelas ini ibu-ibu hamil akan belajar bersama, diskusi dan tukar
pengalaman tentang kesehatan Ibu dan anak (KIA) secara menyeluruh dan sistematis
serta dapat dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan. Kelas ibu hamil
Orientasi P4K menitikberatkan pada kegiatan monitoring terhadap ibu hamil dan
bersalin. Pemantauan dan pengawasan yang menjadi salah satu upaya deteksi dini,
menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil dan bersalin yang dilakukan diseluruh
Indonesia dalam ruang lingkup kerja Puskesmas setempat serta menyediakan akses dan
pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang sekaligus merupakan kegiatan
yang membangun potensi masyarakat khususnya kepedulian masyarakat untuk
persiapan dan tindakan dalam menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
Dalam pelaksanaan P4K, bidan diharapkan berperan sebagai fasilitator dan dapat
membangun komunikasi persuasif dan setara diwilayah kerjanya agar dapat terwujud
kerjasama dengan ibu, keluarga dan masyarakat sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesehatan ibu dan
bayi baru lahir dengan menyadarkan masyarakat bahwa persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan akan menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
Indikator ini memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan
tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan
minimal 4 kali, sesuai dengan ketetapan waktu kunjungan. Disamping itu, indikator ini
menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, Melalui kegiatan ini
diharapkan ibu hamil dapat dideteksi secara dini adanya masalah atau gangguan atau
kelainan dalam kehamilannya dan dilakukan penanganan secara cepat dan tepat.
Pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan, tenaga kesehatan
memberikan pelayanan antenatal secara lengkap (10 T) yang terdiri dari: timbang badan
dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi (ukur LiLA), ukur tinggi fundus
uteri, tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin, skrining status imunisasi TT dan
bila perlu pemberian imunisasi Td, pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan),
test lab sederhana (Golongan Darah, Hb, Glukoprotein Urin) dan skrining terhadap
Hepatitis B, Sifilis, HIV, Malaria, TBC, tata laksana kasus, dan temu wicara/ konseling
termasuk P4K serta KB PP.
Melalui konseling yang aktif dan efektif, diharapkan ibu hamil dapat melakukan
perencanaan kehamilan dan persalinannya dengan baik serta memantapkan keputusan
ibu hamil dan keluarganya untuk melahirkan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan.
30
24.2
25 22.7
21.2
19.7
20 18.2
15
16.2
14.8
13.3
10
0
2015 2016 2017 2018 2019
Target Realisasi
Sumber data: Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2015,2016 dan 2017
Analisis Keberhasilan
Secara program kegiatan, keberhasilan pemerintah dalam menurunkan persentase
ibu hamil KEK dapat didukung melalui:
Grafik 6. Rata-rata Konsumsi Kalori per Kapita per Hari Tahun 2013-2016
2,100.00
2,037.40
2,050.00
1,992.69
2,000.00
1,950.00
1,900.00 1,859.30
1,842.75
1,850.00
1,800.00
1,750.00
1,700.00
2013 2014 2015 2016
Kalori (Kal)
Grafik 7. Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita per Hari Tahun 2013-2016
56.67
57
56
55.11
55
53.91
54
53.08
53
52
51
2013 2014 2015 2016
Protein (gr)
Analisis Kegagalan
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2010), batas ambang masalah
kesehatan masyarakat untuk ibu hamil dengan risiko KEK adalah <5%, sementara hasil
PSG 2017 menunjukkan angka 14,8% untuk prevalensi ibu hamil KEK. Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia masih mempunyai masalah kesehatan masyarakat
kategori sedang (10-19%) untuk masalah ibu hamil dengan risiko KEK. Beberapa hal
yang dapat mempengaruhi kondisi ini adalah:
1. Lebih dari setengah jumlah ibu hamil di Indonesia masih mengalami defisit konsumsi
energi. Hal ini tergambarkan dari hasil Survei Diet Total (SDT) tahun 2014, yang
menunjukkan sebanyak 52,2% ibu hamil dengan tingkat kecukupan energi <70%
angka yang dianjurkan. Data ini diperkuat dengan hasil PSG (2016), dimana sebanyak
53,9% ibu hamil dengan tingkat kecukupan energi <70% angka yang dianjurkan.
2. Kegiatan pemberian makanan tambahan (MT) bagi ibu hamil KEK yang belum
mencapai target di tahun 2017, yaitu sebesar 67,4% dari target 95%. (Laporan rutin
Dit. Gizi Masyarakat per 23 Januari 2018)
Alternatif Solusi
Dalam mengatasi hambatan pencapaian kinerja, Ditjen Kesehatan Masyarakat pada
tahun 2018 akan melakukan:
1. Konseling ibu tentang gizi seimbang yang terintegrasi di kelas ibu.
2. Penyuluhan tentang MT untuk ibu hamil KEK.
3. Pendidikan gizi seimbang dan konsumsi tablet tambah darah bagi remaja puteri,
dalam rangka meningkatkan status kesehatan remaja putri yang merupakan calon ibu.
Cakupan Target
92.3 97
90.5 92.3 81
84 89 89.82
86 88 90 81
84 78
75 78.1
Akses Kualitas
Target indikator kunjungan neonatal pertama (KN 1) tahun 2017 adalah 81%,
hasil cakupan diakhir tahun 2017 sebesar 89,82% yang berarti sebanyak 4.344.773
Bayi Baru lahir, telah dilakukan kunjungan neonatal pertama. Dengan cakupan
tersebut capaian kinerja direktorat adalah sebesar 110,89%.
92
89.82 90.2
90
88
86
84
82 81_
80
78
76
Target Cakupan Capaian
Cakupan Renstra
89.82 90
85
81 81
78.1
75
Trend KN1 bila dilihat pada grafik diatas mengesankan terjadi penurunan pada
tahun 2016. Kesan penurunan ini disebabkan karena data yang belum masuk secara
keseluruhan, sebagaimana yang terjadi pada cakupan persalinan di fasilitas
kesehatan. dan kemudian cakupan ini meningkat pada tahun 2017.
Bila disandingkan dengan target di akhir tahun 2019 sebesar 90% maka terdapat
gap sebesar 0,2 poin (satuan persen) yang harus dicapai. Terhadap target tahun
2018 sebesar 85%, maka dengan apa yang telah dilakukan pada tahun 2017
seharusnya dapat tercapai.
Hasil capaian nasional bila dilihat per provinsi maka masih terdapat disparitas
cakupan KN1. Disparitas terbesar (3 Provinsi dengan cakupan KN1 terkecil) antara
lain Maluku, Papua Barat dan Sulawesi Utara. Terdapat 20 Provinsi yang telah
mencapai target nasional sebesar 81%, dan 14 provinsi masih belum mencapai
target nasional. DKI Jakarta dan Bali mendapatkan cakupan lebih dari 100%
dikarenakan data sasaran BPS lebih rendah dibandingkan dengan data sasaran dan
atau hasil yang telah dilakukan oleh kedua provinsi tersebut.
118.38
140.0
102.24
101.51
100.95
99.11
98.63
97.91
120.0
96.52
96.49
94.61
89.80
94.41
93.24
89.82
87.91
87.83
87.52
87.09
85.85
85.67
81.77
80.78
80.37
100.0
79.33
79.29
75.65
75.63
63.66
'2.55
6 .31
62 35
80.0
56.EIL
8
1
54.2!1-
53.3e
48.89
60.0
40.0
20.0
0.0
Bali
DKI JAKARTA
MALUT
SUMUT
SUMSEL
SULSEL
PAPUA
RIAU
DIY
MALUKU
JAMBI
JATIM
LAMPUNG
SULUT
JABAR
KALTARA
PAPBAR
NASIONAL
KALSEL
ACEH
SUMBAR
SULTRA
SULBAR
Kep. RIAU
NTB
KALTIM
BENGKULU
JATENG
KALTENG
SULTENG
NTT
KALBAR
GORONTALO
Banten
Kep. BABEL
Sum
ber
data: Evaluasi Direktorat Kesehatan Keluarga Tahun 2017
Dari 14 provinsi yang belum mencapai target, terdapat 4 Provinsi yang perlu
mendapat perhatian di tahun 2017 yaitu Maluku Utara, Papua, Maluku, Papua Barat,
dan Sulawesi Utara karena capaian kinerja dibawah 70%.
Adapun DI Yogyakarta masih belum mencapai target disebabkan perbedaan
data sasaran provinsi dengan data sasaran yang dikeluarkan BPS-Pusdatin cukup
besar dimana data sasaran dari provinsi DIY jauh lebih rendah dibandingkan dengan
data sasaran BPS- Pusdatin yang berakibat teradap penurunan secara signifikan
pada cakupan DIY.
Analisa Keberhasilan
Kunjungan neonatal pertama didaerah terutama dilakukan oleh bidan. Kementerian
Kesehatan RI (Pusat) di era desentralisasi membagi wewenangnya dengan daerah.
Kerjasama pusat dan daerah memiliki peran yang sangat besar didalam menjamin setiap
bayi yang baru lahir mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Faktor pendukung terlaksananya kegiatan yang menunjang capaian KN1 yaitu:
1) adanya pedoman Neonatal Esensial yang menjadi dasar/ standar pelayanan
kesehatan bayi baru lahir yang didalamnya termasuk adalah kunjungan neonatal.
Indikator KN 1 saat ini menjadi target RPJMN, oleh sebab itu maka perencanaan dan
anggaran untuk mendukung kegiatan ini menjadi lebih kuat
2) Diperolehnya dukungan dari organisasi profesi dan lintas program dalam
penggerakan anggotanya untuk melaksanakan KN 1. Dukungan ini dapat diperoleh
melalui advokasi dan sosialisasi yang dilakukan terhadap organisasi profesi, dan
pelibatan organisasi profesi terkait didalam kegiatan.
3) Terdapatnya pedoman di instansi pelayanan kesehatan. Di awal distribusi ini
dilakukan di pusat untuk kemudian diadvokasi ke daerah untuk menyelenggarakan
secara mandiri. Dengan telah semakin tersebar dan terdistribusinya buku saku
pelayanan neonatal esensial maka cakupan dapat tercapai. Buku ini menjadi
pedoman sekaligus suatu bentuk perlindungan terhadap nakes didalam
melaksanakan Kunjungan Neonatal Pertama.
4) Upaya peningkatan kuantitas dan kualitas pelaksanaan KN 1 di integrasikan dan
menjadi satu kesatuan dengan kegiatan upaya mendorong persalinan di fasilitas
Analisa Kegagalan
Faktor Penghambat Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama antara lain:
1) Belum optimalnya dukungan lintas sector terkait pemenuhan pendidikan dan
pengentasan kemiskinan
2) Belum semua daerah dan lintas sektor/lintas program terkait memberikan dukungan
secara optimal.
3) Masalah jumlah distribusi dan kualitas SDM kesehatan yang masih juga belum
merata, sehingga belum semua nakes dapat memberi pelayanan Kunjungan
Neonatal sesuai standar.
4) Kurangnya kepatuhan petugas dalam menjalankan pelayanan sesuai pedoman.
5) Masih ada persalinan meski ditolong oleh nakes tetapi tetap dilakukan di rumah
(bukan di faskes).
6) Masalah koordinasi dan integrasi lintas program dan lintas sektor yang belum
harmonis.
7) Masyarakat belum sepenuhnya menggunakan buku KIA sebagai panduan untuk
kesehatan bayinya.
8) Sistem pencatatan dan pelaporan yang belum sesuai seperti yang diharapkan
misalnya penolong persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan tidak mencatat
dengan benar pelayanan yang telah diberikan dan juga belum dipakainya form
Manajemen Terpadu Bayi Muda pada kunjungan neonatal merupakan kendala dalam
pencapaian KN.
Alternatif solusi
Alternatif solusi yang dilakukan dalam mengatasi hambatan antara lain:
1. Melakukan sosialisasi indikator dan definisi operasional dari tingkat pusat ke
provinsi.
2. Perluasan sosialisasi indikator dan definisi operasional ke kabupaten/kota dan
puskesmas menggunakan dana dekonsentrasi.
3. Pemantauan berkala pelaksanaan KN1 secara berjenjang.
4. Mengawal kebijakan sistem informasi kesehatan dan komunikasi data (komdat)
kemenkes sebagai mekanisme 1 pintu di tingkat pusat terkait pelaporan agar
memasukkan indikator baru.
5. Refresing petugas kesehatan terhadap pedoman KIA
6. Menguatkan peran tokoh agama, tokoh masyarakat agar ibu hamil memanfaatkan
buku KIA.
7. Dukungan Pemda dalam pencapaian SPM Bidang Kesehatan
Untuk Satuan Kerja Direktorat Gizi Masyarakat terjadi pengurangan pagu di luar
efisiensi sebesar Rp. 100.000.000.000, semula diperuntukan untuk pengadaan PMT
AS namun proses revisi tidak disetujui oleh DJA dengan pertimbangan usulan
tersebut tidak sesuai dengan Trilateral Meeting 2017, dan perlu disinkronkan
dengan Inpres 4/2017 serta hasil RAPBN 2017. Sehingga dilakukan pergeseran
anggaran sebesar 100 M ke Lintas Sektor.
Revisi tersebut ditetapkan berdasarkan surat Direktur Anggaran bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan a.n. Direktur Jenderal Anggaran Nomor: S-
1626/AG/2017 tanggal 14 Agustus 2017 hal Pengesahan revisi APBN-P Direktorat
Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan TA. 2017.
Setelah mengalami efisiensi, penambahan hibah, dan realokasi maka total alokasi
anggaran Ditjen Kesmas adalah Rp 1.683.826.592.000,-.
Sumber daya anggaran merupakan unsur utama selain SDM dalam menunjang
pencapaian indikator kinerja. Peranan pembiayaan sangat berpengaruh terhadap
penentuan arah kebijakan dan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan
upaya pembangunan Program Kesehatan Masyarakat. Lebih terperinci alokasi dan
realisasi anggaran menurut jenis anggaran dapat dilihat sebagai berikut: