Oleh:
010217A033
FAKULTAS KEPERAWATAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan penyakit kusta atau lepra sangat ditakuti dimana penyakit ini
disebabkan bakteri Microbakterium leprae. Morbus hansen atau yang sering disebut
penyakit kusta/lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuma
Mycrobacterium leprae yang menyerang saraf tepi (primer), kulit, dan jaringan
tubuh lainnya, kecuali susunan saraf pusat. Sedangkan menurut Djuanda Adhi,
afiitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian
bersifat tahan asam, bentuk batang, ukuran panjang 1-2 mikron, lebar 0.2-0.5
mikron. Dimana, terdapat tiga tanda cardinal pada penyakit kusta/lepra yang
meliputi; lesi kulit yang anestesi, penebalan saraf perifer (sensorik, motorik,
Provinsi Jawa Timur baik pada tahu 2011-2013 dengan penurunan 1.152 kasus,
terdapat di Provinsi Banten sebanyak 202 kasus. Berdasarkan jenis kelami pria
memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari wanita. Provinsi dengan
proporsi kusta terbanyak berjenis kelami laki-laki yaitu Jawa Timur (23,25%), Jawa
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi kusta
2. Untuk mengetahui dan memahami penyebab dari kusta
3. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi dari kusta
4. Untuk mengetahui dan memahami tanda gejala dari kusta
5. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan medis dari kusta
6. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan yang diberikan pada
oleh kuma Mycrobacterium leprae yang menyerang saraf tepi (primer), kulit,
afiitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian
dapat ke organ lain kecualli susunan saraf pusat. (Djuanda Adhi, 2010)
3. Kusta atau Lepra (sering disebut penyakit Hansen) adalah infeksi kronis
kerusakan saraf perifer (saraf diluar otak dan medulla spinalis), bila tidak
ditangani akan berakibat rusaknya kulit, selaput lendir hidung, buah zakar
imun seluler yang baik, mengandung sedikit basil yang termasuk TT, BT, I,
sistem imun seluler yang rendah, mengandung banyak basil yang termasuk BB,
B. Penyebab Kusta
Penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium leprae (sering disebut hansen),
bersifat tahan asam, bentuk batang, ukuran panjang 1-2 mikron, lebar 0.2-0.5
mikron. Hidup dalam jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat ditumbuhkan
dalam media muatan. Mycobacterium merupakan parasit obligat intraselular,
terutama pada makrofag disekitar pembuluh darah superfisial yang terletak pada
tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi buruk, dan
adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun.
b. Jenis kelamin, pria memiliki tingkar terkena kusta dua kali lebih tinggi dari
wanita.
c. Umur, Kusta diketahui terjadi pada semua umur mulai bayi sampai umur tua (3
minggu sampai lebih dari 70 tahun), namun yang terbanyak adalah pada umur
Tarusaraya dkk (1996), dinyatakan bahwa dari 1153 responden diperoleh hasil
bahwa kecacatan lebih banyak terjadi pada usia prosuktif 19-55 tahun (76,1%).
d. Penyakit kusta kebanyakan terdapat di daerah tropis dan subtropis yang panas
iklim tersebut.
e. Faktor kebersihan individu sangat berpengaruh terhadap penyakit ini.
C. Patofisiologi Kusta
Kuman Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan
(Sel Schwan) dan kulit yang tidak utuh. Sumber penularan adalah penderita kusta
yang banyak mengandung kuman (tipe multibasiler) yang belum diobati. Kuman
masuk ke dalam tubuh menuju tempat predileksinya yaitu saraf tepi. Saat
Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta
bergantung pada kerentanan seseorang. Respons tubuh setelah masa tunas dilampaui
tergantung pada derajat sistem imunitas pasien. Mycobacterium leprae berpredileksi
di daerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi
yang sedikit. Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi
karena respons imun pada tiap pasien berbeda.
Setelah mikobakterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta
bergantung pada kerentanan seseorang. Respon setelah masa tunas dilampaui
tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (celuler midialet immune) pasien.
Kalau sistem imunitas seluler tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkoloid dan
bila rendah berkembang kearah lepromatosa. Mikobakterium leprae berpredileksi
didaerah-daerah yang relatif dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang
sedikit. Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena imun
pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler
dari pada intensitas infeksi oleh karena itu penyakit kusta disebut penyakit
imonologik.
Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya.
Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni
selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta
adalah:
1. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang
sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
2. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15
tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan
adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.
Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multi basiler kepada orang
lain dengan cara penularan langsung. Sebagian besar para ahli berpendapat bahwa
penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernapasan dan kulit. Masa
inkubasinya yaitu 3-5 tahun
kurang jelas.
b. Kerusakan saraf (menyebabkan hilangnya sensasi/ kelemahan otot yang
dipersarafi oleh saraf yang terkena), banyak cabang saraf tepi yang terkena
kelainan.
(lepra) dan mencegah timbulya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari
pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan
insiden penyakit.
Regimen pengobatan kusta di Indonesia disesuaikan dengan rekomendasi WHO
(1995), yaitu program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi obat
medikamentosa utama yang terdiri dari Rifampisin, Klofzimin (Lamprene) dan DDS
Program MDT ini bertujuan untuk mengatasi resistensi Dapson yang semakin
jaringan.
Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen pengobatan yang
diberikan ROM. Pengobatan sekali saja dan langsung dinyatakan RFT (Released
From Treatment = berhenti minum obat kusta). Dalam program ROM yang tidak
Dapson Rifampisin
Dewasa 100mg/hari 600mg/bulan, diawasi
Anak 10-14tahun 50 mg/hari 450mg/bulan, diawasi
Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis minimal yang
diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis maka
dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesiya masih aktif. Menurut WHO tidak
diawasi
Pengobatan MDT untuk kusta tipe MB dilakukan dalam 24 dosis yang
maka dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan
untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung
dinyatakan RFT.
F. Asuhan Keperawatan Kusta
1. Pengkajian
a. Biodata. Kaji secara lengkap tentang umur; penyakit kusta dapat menyerang
semua usia, jenis kelamin; rasio pria dan wanita 2,3 : 1,0. Paling sering
terjadi pada daerah dengan sosial ekonomi yang rendah dan insidensinya
meningkat pada daerah tropis/ subtropis. Kaji pula secara lengkap jenis
kaji kapan lesi atau kontraktut tersebut timbul, sudah berapa lama timbulnya,
lainnya. Pada beberapa kasus, ditemukan keluhan gatal, nyeri, panas, atau
kulit yang dioles atau diminum? Pada beberapa kasus, reaksi obat juga dapat
menimbulkan perubahan warna kulit dan reaksi alergi yang lain. Perlu juga
ditanyakan apakah keluhan ini pertama kali dirasakan. Jika sudah pernah,
jika anggota keluarga menderita penyakit kusta, resiko tinggi tertular sangat
mungkin terjadi. Perlu dikaji adakah anggota keluarga yang menderita atau
memiliki keluhan yang sama, baik yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal.
f. Riwayat psikososial. Kusta terkenal sebagai penyakit yang menakutkan dan
ditimbulkan. Oleh karena itu, perlu dikaji bagaimana konsep diri klien dan
klien. Hal ini sangat penting karena faktor gizi berikatan erat degan sistem
imun. Apabila sudah ada deformitas atau kecacatan, maka aktivitas dan
(masing-masing dengan air panas dan es), pensil tinta dan sebagainya.
Inspeksi dilakukan untuk menetapkan ruam yang ada pada kulit, biasanya
eritematosa dengan permukaan yang kasar atau licin dengan batas yang
kurangn jelas atau jelas, bergantung pada tipe yang diderita. Pada palpasi,
rusaknya kelenjar keringat. Uji ini dilakuka dengan cara menggores lesi
permukaan lesi dan keluar batas lsi. Hasilnya, pada bagian luar lesi
lesi tidak.
3) Uji Lepromin. Dilakukan untuk menentkan diagnosis dan klasifikasi
peyakit kusta.
i. Pemeriksaan penunjang.
1) Pemeriksaan bakterioskopik, skin smear atau kerokan kulit adalah
pada kulit yang kemudian diberi pewarnaan tahan asam untuk melihat
tidak jelas.
2. Diagnosa Keperawatan
Nyeri kronik berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan proses
inflamasi
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dan
kehilangan fungsi tubuh.
Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi in adekuat.
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri kronik berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera.
tubuh.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Morbus hansen (lepra, kusta) adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan
oleh kuma Mycrobacterium leprae yang menyerang saraf tepi (primer), kulit,
.Multibasiler (MB).
3. Ada tiga tanda cardinal pada penyakit kusta/lepra yang meliputi sebagai berikut;
lesi kulit yang anestesi, penebalan sarag perifer (sensorik, motorik, autonom) da
pasien kusta (lepra) dan mencegah timbulya cacat serta memutuskan mata rantai
penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk
(1995), yaitu program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi obat
DDS.
6. Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa
sebagai berikut; kerusakan integritas kulit b.d adanya lesi pada kulit, nyeri akut
b.d proses inflamasi, gangguan citra tubuh b.d perubahan persepsi diri terhadap
lesi kulit, hambatan mobilitas fisik b.d kontraktur otot dan kaku sendi.
B. Saran
Makalah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran sangat membantu
bagi kami.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Parker,Marilyn E. & Smith, Marlaine Cappelli. 2010. Nursing theories and nursing
practice. 3rd ed. Philadelphia: F. A. Davis Company.
Sieloff, Christina Leibold and Frey, Maureen A. 2007. Middle Range Theory
Development Using King’s Conceptual System. New York: Springer Publishing
Company .
Smith,Mary Jane & Liehr, Patricia R. 2008. Middle range theory for nursing. 2nd ed.
New York: Springer Publishing Company.
Tomey, Alligood. 2006. Nursing Theorist and Their Work. Sixth edition. Toronto: The
CV Mosby Company St. Louis