Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

“MANAJEMEN NYERI”

Di Susun Oleh:
Ratih Indah Permata Sari (2214901018)

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Ns.,Wilady Rasyid M.Kep, Sp.Kep.MB)

KETERAMPILAN DASAR PROFESI (KDP)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN 2022
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Daftar Isi.................................................................................................................................1
1.1 Konsep Nyeri...............................................................................................................2
A. Definisi...................................................................................................................2
B. Klasifikasi..............................................................................................................2
C. Fisiologi.................................................................................................................3
D. Teori Nyeri.............................................................................................................4
E. Skala Nyeri............................................................................................................5
F. Penatalaksanaan Nyeri...........................................................................................8
1.2 Manajemen Nyeri : Hipnotis 5 Jari..............................................................................9
A. Definisi...................................................................................................................9
B. Tujuan..................................................................................................................10
C. Indikasi dan Kontraindikasi.................................................................................10
D. Langkah-langkah Tindakan Honoits 5 Jari..........................................................10
1.3 Askep Teoritis............................................................................................................11
A. Pengkajian...........................................................................................................11
B. Diagnosa..............................................................................................................15
C. Intervensi.............................................................................................................16
D. Implementasi.......................................................................................................17
E. Evaluasi...............................................................................................................17
Daftar Pustaka......................................................................................................................19

1
1.1 Konsep Nyeri
A. Definisi
Nyeri menurut The International Association for the Study of Pain adalah
pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang disertai oleh
kerusakan jaringan secara potensial, aktual dan sering dilukiskan sebagai suatu
yang berbahaya (noksius, protofatik) atau yang tidak berbahaya (non-noksius,
epikritik) misalnya sentuhan ringan, kehangatan, tekanan ringan. Nyeri dirasakan
apabila reseptor-reseptor nyeri spesifik teraktifasi, dapat dijelaskan secara subjektif
dan objektif berdasarkan lama atau durasi, kecepatan sensasi dan letak (RSUD
Puri, 2016).
Nyeri merupakan pengalaman universal yang berfungsi sebagai tanda yang
penting bahwa tubuh tidak berfungsi atau mengalami kerusakan. Nyeri merupakan
perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat yang hanya dapat dirasakan oleh
individu tanpa dapat dirasakan oleh orang lain. Karena pengalaman nyeri masing-
masing individu bersifat unik dan tergantung pada faktor internal dan eksternal,
nyeri juga didefinisikan sebagai :” Nyeri adalah apa yang dikatakan oleh pasien
dan ada saat pasien tersebut mengatakannya” (Lewis, 2005). Dari definisi ini
tersirat laporan nyeri ini adalah kombinasi dari respons sensorik, afektif dan
kognitif, sehingga hubungan nyeri dengan kerusakan jaringan tidak sama dan tidak
konstan. Akibatnya rasa nyeri itu subjektif, sehingga laporan atau keluhan dari
pasien merupakan penilaian yang paling mempunyai arti (gold standard), dalam
menengakkan diagnosa nyeri (RSUD Puri, 2016).

B. Klasifikasi
Klasifikasi nyeri dibagi berdasarkan waktu yaitu nyeri akut dan nyeri kronik.
Untuk nyeri akut terjadi segera setelah tubuh terkena cidera/ intervensi bedah,
intensitasnya bervariasi dari berat sampai ringan. Nyeri akut dihubungkan dengan
kerusakan jaringan dan pengobatan cepat diberikan untuk hilangkan nyeri. Durasi
nyeri akut dimulai dari terkena cidera sampai dengan 7 hari (Sangaji, 2022).
Nyeri kronik adalah nyeri konstan/ hilang timbul yang menetap sepanjang
suatu periode tertentu, terjadi proses inflamasi/peradangan. Intensitas bervariasi,
ada periode remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi
(keparahan meningkat). Biasanya nyeri kronik sering sulit diobati karena biasanya
nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada
2
penyebabnya. Durasi dari nyeri kronik berlangsung hingga enam bulan (Sangaji,
2022).
Peradangan merupakan respons tubuh terhadap rangsangan berbahaya, seperti
luka fisik atau infeksi dan memiliki 5 gejala klasik yaitu panas berlebihan, rasa
nyeri, memerah, pembengkakan dan gangguan fungsi. Pada banyak kasus yang
terjadi, nyeri punggung menunjukkan kasus tertinggi dan dianggap prioritas, dan
nyeri sendi kasusnya lebih rendah meskipun tingkat kekronisannya mendosong
presentasi signifikan untuk konsumsi obat pada kategori ini (Sangaji, 2022).

C. Fisiologi
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,
sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan
dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi,
transmisi, modulasi, dan persepsi (Bahrudin, 2017).
Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan
stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe
serabut saraf yang terlibat dalamproses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C.
Serabut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non noksius
dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini
adalah A-delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat dalamproses transduksi,
merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal
tanpa adanya mediator inflamasi (Bahrudin, 2017).
Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu
dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak.
Neuron aferen primer merupakan pengirimdan penerima aktif dari sinyal elektrik
dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya
berhubungan dengan banyak neuron spinal (Bahrudin, 2017).
Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related
neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan
mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu,
kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga
mempunyai jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area
otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya menuju
3
medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau
bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis. Persepsi nyeri
adalah kesadaran akan pengalaman nyeri (Bahrudin, 2017).
Persepsi merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi,
modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri
adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh
yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak. Reseptor
nyeri disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada
yang bermiyelin dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen (Bahrudin,
2017).

D. Teori Nyeri
Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan
bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling
relevan. Menurut Hartwig & Wilson, (2005) dalam Bahrudin (2017):
a. Teori Spesivisitas (Specivity Theory)
Teori ini digambarkan oleh Descartes pada abad ke 17. Teori ini didasarkan
pada kepercayaan bahwa terdapat organ tubuh yang secara khusus mentransmisi
rasa nyeri. Syaraf ini diyakini dapat menerima rangsangan nyeri dan
mentransmisikannya melalui ujung dorsal dan substansia gelatinosa ke talamus,
yang akhirnya akan dihantarkan pada daerah yang lebih tinggi sehingga timbul
respon nyeri. Teori ini tidak menjelaskan bagaimana faktor-faktor multi
dimensional dapat mempengaruhi nyeri Bahrudin (2017).
b. Teori Pola (Pattern Theory)
Teori ini menurut Hartwig & Wilson, (2005) dalam Bahrudin (2017)
menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri yaitu serabut yang mampu
menghantarkan rangsang dengan cepat dan serabut yang mampu menghantarkan
dengan lambat. Dua serabut syaraf tersebut bersinaps pada medula spinalis dan
meneruskan informasi ke otak mengenai sejumlah intensitas dan tipe input
sensori nyeri yang menafsirkan karakter dan kualitas input sensasi nyeri.
c. Teori Gerbang Kendali Nyeri ( Gate Control Theory )
Tahun 1959 Milzack dan Wall dalm Bahrudin (2017) menjelaskan teori
gerbang kendali nyeri, yang menyatakan terdapat semacam pintu gerbang yang
4
dapat memfasilitasi transmisi sinyal nyeri. (Hartwig & Wilson, 2005) Gate
Control Theory merupakan model modulasi nyeri yang populer. Teori ini
menyatakan eksistensi dari kemampuan endogen untuk mengurangi dan
meningkatkan derajat perasaan nyeri melalui modulasi impuls yang masuk pada
kornu dorsalis melalui “gate” (gerbang) (Bahrudin, 2017).
Berdasarkan sinyal dari sistem asendens dan desendens maka input akan
ditimbang. Integrasi semua input dari neuron sensorik, yaitu pada level medulla
spinalis yang sesuai, dan ketentuan apakah gate akan menutup atau membuka,
akan meningkatkan atau mengurangi intensitas nyeri asendens. Gate Control
Theory ini mengakomodir variabel psikologis dalampersepsi nyeri, termasuk
motivasi untuk bebas dari nyeri, dan peranan pikiran, emosi, dan reaksi stress
dalam meningkatkan atau menurunkan sensasi nyeri. Melalui model ini, dapat
dimengerti bahwa nyeri dapat dikontrol oleh manipulasi farmakologis maupun
intervensi psikologis (Bahrudin, 2017).

E. Skala Nyeri
1. Kategorikal/ one dimensional
Umumnya pengukuran ini menempatkan pasien pada beberapa kategori
yang umum dipakai yaitu : tidak ada nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, dan nyeri
hebat. Contohnya adalah verbal rating scale. Tidak terdapat nyeri diartikan pasien
tidak merasakan nyeri. Nyeri ringan diartikan sebagai nyeri yang umumnya
bersifat siklik dan tidak mengganggu aktivitas keseharian. Nyeri sedang bila nyeri
bersifat episodik, terdapat masa eksaserbasi. Umumnya nyeri masih dapat ditolerir
walaupun pasien membutuhkan analgetikum. Rasa nyeri akan meningkat apabila
melakukan aktivitas yang tidak biasa dilakukan. Nyeri hebat adalah apabila pasien
dalam melakukan aktivitas kesehariannya merasa nyeri dan mengganggu
aktivitasnya (Agustin 2022).
Gambar 1.3 Skala Nyeri Kategorikal Likert

5
2. Numerikal/ Numerical Rating Scale
Numeric rating scale merupakan skala nyeri yang paling sering digunakan.
Skala nyeri ini dirancang untuk digunakan oleh pasien yang berusia di atas 9
tahun. Tingkat intensitas nyeri ini dapat dinilai pada perawatan awal, atau secara
berkala setelah perawatan (Agustin, 2022).
Pada mengukuran skala nyeri ini, pasien diminta untuk menilai rasa sakit yang
dialami menggunakan angka 0–10 atau 0–5. Semakin besar angka yang dipilih,
maka semakin sakit juga nyeri yang dirasakan. Berikut adalah penjelasannya:

1) Angka 0 artinya tidak nyeri


2) Angka 1–3 artinya nyeri ringan
3) Angka 4–6 artinya nyeri sedang
4) Angka 7–10 artinya nyeri berat (Agustin, 2022).

Gambar 1.4 Skala Nyeri Numerik

3. Visual Analogue scale/VAS


VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili skala nyeri dan memiliki
alat keterangan verbal pada setiap ujungnya.Skala ini memberi kebebasan klien
untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.VAS merupakan pengukur skala nyeri
yang lebih sensitif, karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkain
dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2006). Skala ini
menggunakan angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat nyeri.
Pengukuran dikatakan sebagai nyeri ringan pada nilai di bawah 4, nyeri sedang
bila nilai antara 4-7 dikatakan sebagai nyeri hebat apabila nilai di atas 7 (Agustin,
2022).
Gambar 2.5 Visual Analogue Scale

6
Agar pengukuran dapat berjalan sebagai mestinya, sebelum dilakukan
pengukuran pasien diberi penjelasan mengenai pengukuran yang akan dilakukan
beserta prosedurnya. Kemudian pasien diminta untuk memberi tanda pada garis
sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Biasanya pasien akan
memberi tanda berupa goresan garis vertikal pada VAS horizontal dan
sebaliknya. Dalam pengukuran ini pasien diberi kebebasan penuh untuk memberi
tanda pada VAS sesuai dengan intensitas nyeri yang ia rasakan (Agustin, 2022).
4. Face Rating Scale
Skala penilaian wajah biasanya digunakan untuk mengukur intensitas
nyeripada anak-anak. Foto wajah seorang anak yang menunjukkan rasa tidak
nyamandirancang sebagai petunjuk untuk memberi pengertian kepada anak-anak
sehinggadapat memahami makna dan tingkat keparahan nyeri. Skala tersebut
terdiri dari enamwajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari
mulai gambar wajahyang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri) kemudian secara
bertahap meningkatmenjadi wajah kurang bahagia (sangat nyeri). Saat ini para
peneliti mulaimenggunakan skala wajah ini pada orang-orang dewasa atau pasien
yang kesulitandalam mendeskripsikan intensitas nyerinya, dan orang dewasa yang
memilikigangguan kognitif (Agustin, 2022).
Gambar 2.6 Faces Pain Rating Scale

Menurut Marilynn Jackson dan Lee Jackson (2009) penilaian nyeri


berdasarkan OPQRST :

7
Tabel 2.1
Cara Penilaian Nyeri

Inisial Deskripsi Contoh Pertanyaan


O Onset Tentukan kapan terjadi ketidaknyamanan
yang membuat pasien mulai mencari bantuan.
P Provocation Tanyakan apa yang memperburuk nyeri atau
(provokasi) ketidaknyamanan.
Apakah posisi ?
Apakah memburuk dengan menarik nafas
dalam atau palpasi pada dada ?
Apakah nyeri menetap ?
Q Quality (kualitas) Tanyakan bagaimana jenis nyerinya. Biarkan
pasien menjelaskan dengan bahasanya sendiri.
R Radiation Apakah nyeri berjalan (menjalar) ke bagian
(radiasi) tubuh yang lain?
Dimana ?
S Severity Gunakan perangka penilaian skala nyeri
(keparahan) (sesuai untuk pasien) untuk pengukuran
keparahan nyeri yang konsisten. Gunakan
skala nyeri yang sama untuk menilai kembali
keparahan nyeri dan apakah nyeri berkurang
atau memburuk.
T Time (waktu) Berapa lama nyeri berlangsung dan apakah
hilang timbul atau terus-menerus ?
(Agustin 2022).

F. Penatalaksanaan
Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang digunakan dibidang
kesehatan untuk mengatasi nyeri yang dialami pasien. Manajemen nyeri yang tepat
haruslah mencakup penanganan secara keseluruhan, tidak hanya terbatas pada
pendekatan farmakologi saja, karena nyeri juga dipengaruhi oleh emosi dan
tanggapan individu terhadap dirinya. Secara garis besar ada dua manajemen untuk

8
mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan non farmakologi (Utami, 2017).
Teknik farmakologi merupakan tindakan kolaborasi antara perawat dan
dokter yang menekankan pada pemberian obat yang efektif untuk menghilangkan
nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat dan berlangsung lama. Pemberian
analgetik dan obat tidur bisa juga diberikan untuk mengurangi nyeri. Namun
pemakaian yang berlebihan mempunyai efek samping kecanduan dan dapat
membahayakan pemakainya bila over dosis. Metode pereda nyeri nonfarmakologis
merupakan tindakan mandiri perawat untuk mengurangi intensitas nyeri sampai
dengan tingkat yang dapat ditoleransi oleh pasien. Metode pereda nyeri
nonfarmakologis merupakan tindakan mandiri perawat untuk mengurangi
intensitas nyeri sampai dengan tingkat yang dapat ditoleransi oleh pasien (Potter &
Perry, 2010). Sekarang telah banyak dikembangkan intervensi keperawatan yang
dilakukan untuk mengurangi intensitas nyeri paska operasi seperti teknik relaksasi
dan distraksi yang bertujuan untuk memberikan rasa nyaman dan rileks pada
pasien, dapat mengurangi intensitas nyeri, serta dapat meningkatkan ventilasi paru
dan meningkatkan oksigen darah. Terapi relaksasi merupakan suatu teknik yang
berkaitan dengan tingkah laku manusia dan efektif dalam mengatasi nyeri akut
terutama rasa nyeri akibat prosedur diagnostik dan pembedahan (Utami, 2017).

1.2 Manajemen Nyeri : Hipnotis 5 Jari

A. Definisi

Teknik relaksasi lima jari merupakan terapi generalis yang dapat menimbulkan

efek relaksasi dan menenangkan dengan cara mengingat kembali pengalaman-

pengalaman yang menyenangkan yang pernah dialami. Relaksasi adalah suatu

kegiatan yang ditunjukan untuk menghilangkan ketegangan otot-otot tubuh maupun

pikiran sehingga memberikan rasa nyaman. Relaksasi lima jari adalah salah satu

teknik relaksasi dengan metode membayangkan atau imajinasi yang menggunakan 5

jari sebagai alat batu (Islamarida et al., 2022).

Teknik relaksasi lima jari adalah suatu teknik relaksasi yang dikembangkan

oleh Prise and wilson. Terapi generalis ini dapat menimbulkan efek relaksasi dan

9
menenangkan dengan cara mengingat kembali pengalaman-pengalaman yang

menyenangkan yang pernah dialami. Hipnotis lima jari sendiri adalah bentuk sel

hipnosis yang dapat menimbulkan efek relaksasi yang tinggi sehingga akan

mengurangi ketegangan dan stress, kecemasan daripikiran seseorang. Pada dasarnya

hipnosis lima jari ini mirip dengan hipnosis pada umumnya tetapi teknik lebih efektif

untuk relaksasi diri sendiri dan waktu yang dilakukan bisa kurang dari 10 menit

(Islamarida et al., 2022).

Menurut Mahoney dalam (Hastuti & Arumsari,2015) menyatakan bahwa

hipnosis lima jari merupakan self hypnosis yang mempu memberikan efek relaksasi

yang tinggi, sehingga mengurangi atau menurunkan tingkat ketegangan dan stress

yang ada dalam pikiran seseorang. Sedangkan menurut Simatupang & Putri (2015)

relaksasi hipnosis lima jari menurunkan kecemasan dengan cara menciptakan suatu

sugesti kepada individu yang dihipnosis (Islamarida et al., 2022)

B. Tujuan

1) Mengurangi Anxiety

2) Memberikan relaksasi

3) Melancarkan sirkulasi darah

4) Merelaksasikan otot-otot tubuh (Islamarida et al., 2022).

C. Indikasi dan kontraindikasi

Teknik ini dapat diberikan pada klien-klien yang mengalami kecemasan, nyeri

maupun ketegangan yang membutuhkan kondisi rileks. Namun teknik ini tidak dapat

diberikan kepada klien yang mengalami gangguan jiwa maupun kondisi berat. Untuk

mendapatkan hasil yang maksimal sangat perlu memperhatikan garis besar

kontraindikasi dari hipnosis lima jariseperti kondisi yang tenang, gaduh gelisah, tidak

10
mengerti apa yang dilakukan, belum tahu atau mengerti kata-kata dan yang kesulitan

dalam kepercayaan dasar (Islamarida et al., 2022).

D. Langkah-langkah Hipnotis 5 jari

Prosedur melakukan teknik hipnosis lima jari yaitu :

a. Atur posisi senyaman mungkin

b. Minta klien memejamkan mata dan lakukan teknik relaksasi nafas dalam secara

perlahan sebanyak tiga kali. Minta klien untuk rileks

c. Minta klien untuk menautkan ibu jari dengan jari telunjuk sambil membayangkan

kondisi dirinya ketika masih dalam kondisi sehat. Pandu klien membayangkan

kegiatan yang biasa dilakukan saat kondidi tubuh sehat selama satu menit

d. Atur nafas kembali dengan melakukan teknik relaksasi nafas dalam dan

ubah posisi jari dengan tautkan ibu jari dengan jari tengah dan minta klien

membayangkan ketika mendapatkan surprise atau barang yang sangat

disukai . Pandu klien membayangkan momen atau kejadian dan suasana

hati yyang menyenangkan saat menerima hadiah tersebut atur kembali

nafas dalam dan pindahkan posisi jari dengan menautkan ibu jari kepada

jari manis bayangkan berada ditempat yang paling nyaman, tempat yang

membuat klien merasa bahagia. Pandu klien untuk membayangkan

suasana hati saat berada ditempat tersebut dengan menvisualisasaikan

kondisi tempat yang menyenangkan bagi pasien.

e. Sambil mengatur nafas dalam kembali pindahkan posisi ibu jari untuk ditautkan

dengan jari kelingking, bayangkan ketika anda mendapatkan suatu penghargaan

(dipuji) oleh orang-orang yang sangat disaynagi.

f. Tarik nafas, lakukan perlahan, lakukan selama 3 kali

g. Buka mata kembali (Ruswadi, 2021).

11
1.3 Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan
pasien, baik fisik, mental, social dan lingkungan (Dermawan, 2012).
2. Pengumpulan Data
1) Identitas pasien: Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, tempat
tinggal
2) Riwayat penyakit sekarang: Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan
pada area yang nyeri
3) Riwayat penyakit dahulu: Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien
dengan timbulnya nyeri
4) Riwayat penyakit keluarga: Adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit
seperti yang dialami pasien, adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit
lainnya
5) Riwayat psikososial dan spiritual: Bagaimana hubungan pasien dengan anggota
keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun saat sakit, apakah pasien
mengalami kecemasan, rasa sakit, karena penyakit yang dideritanya, dan bagaimana
pasien menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
3. Riwayat bio- psiko- sosial- spiritual
a) Pola Nutrisi
Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan apa saja yang
sering di konsumsi, makanan yang paling disukai, frekwensi makanannya. Klien
biasanya mengalami anoreksia, Jenis diet yang dianjurkan adalah diet TKTP
b) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah keluar darah atau
tidak, keras, lembek, cair.
c) Pola personal hygiene
Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun atau tidak,
menyikat gigi.

12
d) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan istirahat tidur berapa jam.
e) Kebiasaan – kebiasaan sebelum tidur apa saja yang dilakukan.
Pola aktivitas dan latihan
f) Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas diluar kegiatan
olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di kampung dan sekitarnya.
g) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras, ketergantungan dengan
obat-obatan (narkoba ).
h) Hubungan peran
Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, teman-teman sekitar
lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat.
i) Pola persepsi dan konsep diri
Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap keluarga, kebersamaan
dengan keluarga.
j) Pola nilai kepercayaan
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap agama yang
dianut, mengerjakan perintah agama yang di anut dan patuh terhadap perintah dan
larangan-Nya.
k) Pola reproduksi dan seksual
Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan keluarga besarnya
dan lingkungan sekitar.
4. Riwayat pengkajian nyeri
P: Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang bias memperberat?
apa yang bias mengurangi
Q: QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana gejala dirasakan
R: Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan ? apakah menyebar?
S: Skala – severity: Seberapah tingkat keparahan dirasakan? Pada skala berapah?
T: Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala dirasakan? tiba-tiba atau
bertahap? seberapa lama gejala dirasakan?
5. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis, suhu 37,5 C, nadi 602)
100X/ menit, RR 16-20x / menit tensi 120/ 80 mmHg.
b) Pemeriksaan head totoe
13
1) Kepala dan leher: Dengan tehnik inspeksi dan palpasi:
Rambut dan kulit kepala: Pendarahan, pengelupasan, perlukaan, penekanan
Telinga: Perlukaan, darah, cairan, bauh.
2) Mata: Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak mata, adanya
benda asing, skelera putih.
3) Hidung: Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi akibat trauma?
4) Mulut: Benda asing, gigi, sianosis, kering? Bibir: Perlukaan, pendarahan,
sianosis, kering? Rahang: Perlukaan, stabilitas.
5) Leher: Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar tiroid
6) Pemeriksaan dada
- Inspeksi: Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi pernapasan,
irama, gerakkan cuping hidung, terdengar suara napas tambahan bentu dada.
- Palpasi: Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama antara kanan
kiri dinding dada.
- Perkusi: Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas
paru dan hipar.
- Auskultasi: Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan paru, suara
ronchi dan wheezing
7) Kardiovaskuler
- Inspeksi: Bentuk dada simetris
- Palpasi: Frekuensi nadi,
- Parkusi: Suara pekak
- Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur,
8) System pencernaan/abdomen
- Inspeksi: Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tapi perut menonjol atau tidak, lembilikus menonjol atau tidak, apakah
ada benjolanbenjolan / massa.
- Palpasi: Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa ( tumor, teses) turgor
kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi pasien.
- Perkusi: Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cair akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinaria, tumor)
- Auskultasi: Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5- 35 kali
permenit.
P:Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang bias
14
memperberat? apa yang bias mengurangi
Q:QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana gejala dirasakan
R: Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan ? apakah menyebar?
S: Skala – severity: Seberapah tingkat keparahan dirasakan? Pada skala berapah?
T: Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala dirasakan? tiba-tiba
atau bertahap? seberapa lama gejala dirasakan?
9) Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:
- Warna dan suhu kulit.
- Perabaan nadi distal.
- Depornitas extremitas alus..
- Gerakan extremitas secara aktif dan pasif.
- Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi
- Derajat nyeri bagian yang cidera
- Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh
- Reflek patella
10) Pemeriksaan pelvis/genitalia
Kebersihan, pertumbuhan rambut
Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat lesi atau tidak
6. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau
respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan, pada resiko masalah
kesehatan atau pada proses kehidupan . Diagnosa keperawatan merupakan bagian vital
dalam menentukanasuhan keperawatan yang sesuai untuk membantu pasien mencapai
kesehatan yang optimal (PPNI, 2016):
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injury fisik

15
7. Intervensi Keperawatan

Tabel Intervensi Keperawatan Teoritis

NO SDKI SLKI SIKI


1 Nyeri Akut    Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
keperawatan selama 3 x Observasi
24 jam diharapkan nyeri a. Identifikasi lokasi,
pada pasien berkurang karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas
Tingkat Nyeri nyeri
1. Nyeri berkurang b. Identifikasi skala nyeri
dengan skala 2 c. Identifikasi respon nyeri
2. Pasien tidak mengeluh nonverbal
nyeri Terapeutik
3. Pasien tampak tenang a. Berikan teknik non
4. Pasien dapat tidur farmakologis untuk
dengan tenang meredakan nyeri (aromaterapi,
5. Frekuensi nadi dalam terapi pijat, hypnosis,
batas normal (60-100 biofeedback, teknik imajinasi
x/menit) terbimbimbing, teknik tarik
6. Tekanan darah dalam napas dalam dan kompres
batas normal (90/60 hangat/ dingin)
mmHg – 120/80 b. Kontrol lingkungan yang
mmHg) memperberat nyeri ( missal:
7. RR dalam batas normal suhu ruangan, pencahayaan
(16-20 x/menit) dan kebisingan)
Kontrol Nyeri Perawatan kenyamanan
1. Melaporkan bahwa Observasi
nyeri berkurang dengan a. Identifikasi gejala yang tidak
menggunakan menyenangkan (mis. Mual,
manajemen nyeri nyeri, gatal, sesak)
2. Mampu mengenali Terapeutik
nyeri (skala, intensitas, - Berikan posisi yang nyaman
frekuensi dan tanda - Ciptakan lingkungan yang

16
nyeri) nyaman
Status Kenyamanan Edukasi
1. Menyatakan rasa  Jelaskan mengenai kondisi dan
nyaman setelah nyeri pilihan terapi/pengobatan
berkurang  Ajarkan terapi relaksasi nafas
dalam
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgesik, antipruritus,
antihistamin, jika perlu

8. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang

dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010).

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi

kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-

faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi

keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017).

9. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi

adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien,

perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012).

Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan

Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana

tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan

cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan

17
lainnya.

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai

tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi,

2012). Menurut (Asmadi, 2008)Terdapat 2 jenis evaluasi :

a) Evaluasi formatif (Proses)

Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan hasil

tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat

mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan

keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini meliputi 4 komponen yang

dikenal dengan istilah SOPA, yakni subjektif (data keluhan pasien), objektif

(data hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan data dengan teori), dan

perencanaan.

b) Evaluasi sumatif (hasil)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas

proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai

dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode

yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara

pada akhir pelayanan, menanyakan respon pasien dan keluarga terkai

pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan. Ada tiga

kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian tujuan keperawatan, yaitu :

1) Tujuan tercapai/masalah teratasi

2) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian

3) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi

DAFTAR PUSTAKA

18
Agustin, S. (2022) Menilai Rasa Sakit dengan Skala Nyeri, https://www.alodokter.com/.
Diakses 10 Oktober 2022

Bahrudin, M. (2017) ‘Patofisiologi Nyeri (Pain)’, Jurnal Universitas Muhammadiyah


Malang, 13.

Islamarida, R. et al. (2022) Keperawatan Jiwa I. Kediri: Lembaga Chakra Brahmanda


Lentera. Available at: Diakses 10 Oktober 2022

RSUD Puri (2016) Konsep Nyeri, http://rsudpurihusada.inhilkab.go.id/. Diakses 10 Oktober


2022

Ruswadi, I. (2021) Keperawatan Jiwa : Panduan Praktis Untuk Mahasiswa Keperawatan.


Jawa Barat: CV Adanu Abimata.

Sangaji, K. (2022) Apa itu Nyeri?, https://awalbros.com/. Diakses 10 Oktober 2022

Utami, S. (2017) ‘Efektifitas Relaksasi Napas Dalam Dan Distraksi Dengan Latihan 5 Jari
Terhadap Nyeri Post Laparatomi’, Jurnal Keperawatan Jiwa, 4.

19

Anda mungkin juga menyukai