Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

RIGHT MANISCAL TEAR

OLEH :

NI LUH PUTU MEGANTARI

2114901062

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

INSTITUSI TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

2020/2021
A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertiang Maniscal Tear
Meniscus adalah bantalan tulang rawan / sendi lutut yang terbentuk
seperti cincin yang berfungsi seperti shock absorber/penahan benturan
untuk melindungi lutut. Meniscus juga penting bagi stabilitas lutut. Ketika
meniscus rusak, maka sendi lutut dapat menjadi longgar, atau tidak stabil.
Tanpa perlindungan dan stabilitas meniscus yang sehat, maka permukaan
lutut dapat mengarah ke suatu kondisi yang disebut osteoarthritis.
Meniskus Tear adalah struktur fibrokartilaginosa yang menutupi
sekitar 80% permukaan artikular kompartemen lateral lutut. Ini melingkar
dan menyisipkan anterior anterior ke eminensia interkondilus berdekatan
dengan lampiran yang luas dari ligamen cruciatum anterior (ACL) dan
posterior, posterior ke tulang belakang tibialis lateral. Meniskus lateral
secara longgar melekat pada ligamen kapsul dan tanduk posterior
menempel pada aspek dalam kondilus femoralis medial melalui ligamen
meniscofemoral anterior dan posterior.1. Meniskus memiliki peran
penting dalam transmisi beban karena membawa sekitar 40-70% beban
melintasi sendi lutut, berperan dalam penyerapan shock, proprioception,
stabilitas dan pelumasan sendi. LM jauh lebih mobile di bidang antero-
posterior dan memiliki perpindahan radial yang lebih besar daripada
meniskus medial (Anshu Shekar, 2021).
Meniskus merupakan sepasang jaringan tulang rawan berbentuk
huruf C pada lutut yang punya fungsi sebagai bantalan untuk menstabilkan
persendian lutut. Setiap sendi lutut kaki memiliki dua meniskus, yaitu
pada tepi bagian luar dan tepi bagian dalam.
Keberadaan meniskus membuat tulang paha (femur) dan tulang
kering (tibia) tidak saling bergesekan ketika terjadi pergerakan pada sendi
lutut. Alhasil, jaringan tulang rawan ini juga mampu melindungi sendi
lutut Anda dari keausan.
2. Etiologi Right Maniscal Tear
Etiologi dari adanya tear meniskus adalah dari adanya trauma dan
faktor degenerativ:
1. Trauma : Sering pada usia muda, lutut tampak bengkak dan adanya
nyeri akut.
2. Degenerativ: Terjadi pada usia tua, nyeri kronik dan akut on
kronik dan nyeri aku knee.

Siapa saja yang melakukan kegitan yang melibatkan memutar lutut


secara berlebihan berisiko untuk mengalami tear meniskus, risiko yang
sangat tinggi terjadi pada atlet, terutama atlet yang berpartisipasi dalam
olahraga kontak seperti sepak bola atau kegiatan yang melibatkan gerakan
memutar, seperti ennis atau basket. Risiko tear meniskus juga meningkat
karena adanya proses degeneratif.

Meniscus ini pun dapat robek ketika bagian dalam ligament dan
sekitar lutut robek. Pada usia lanjut meniscus dapat kehilangan konsistensi
elastis dan kelunakannya. Dengan kelemahan struktur ini maka meniscus
akan lebih mudah terobek.
Ada beberapa faktor risiko demografi, anatomi, dan aktivitas terkait
yang dikaitkan dengan kejadian MT (Maniscus Tear). Pada pasien
dewasa, insidennya jauh lebih tinggi pada robekan ACL akut dan
penundaan ACLR lebih dari 12 bulan belum ditemukan secara signifikan
meningkatkan rasio Odd (OR) MT (Maniscus Tear). Dalam seri Feucht,
hubungan kuat dari robekan meniskus lateral 'utama' ditemukan Faktor
risiko independen untuk terjadinya meniscus adalah partisipasi dalam
olahraga, robekan meniscus tear ada hubungannya juga dengan indeks
masa tubuh yang tinggi. Dalam faktor anatomi, Mansori et all telah
melaporkan risiko robekan meniscus tear yang lebih besar terjadi karena
adanya kemiringan pada tibialis lateral yang tinggi. Dalam analisis CT
scan, Gaillard dkk menemukan bahwa panjang anteroposterior yang lebih
besar dari kondilus femoralis lateral secara signifikan berkaitan dengan
terjainya meniscus tear (Anshu Shekar, 2021).
3. Klasifikasi Maniscal Tear
Hasil MRI meniskus yang abnormal dapat diklasifikasikan dalam tipe
berikut:
1. Grade I : Area kecil dari peningkatan sinyal dalam meniscus.
2. Grade II : Areaa linear dari sinyal yang meningkat dan tidak
meluas ke permukaan artiklatio.
3. Grade III : Abnormal peningkatan sinyal yang mencapai
permukaan atau meniskus (indikasi meniskus tear) tear meniskus
ekstruasi minimal 3 mm pada bidang mid-coronal (Bradley,2017).
4. Patofisiologi Right Maniscal Tear
Meniskus medial jauh lebih sering terkena daripada lateral,
sebagian karena perlekatannya pada kapsul yang membuatnya tidak begiu
mobile. Robeknya kedua meniskus dapat terjadi besama-sama bila terjadi
ruptur ligamen.
Pada 75 % kasus , robekan terjadi vertikal sepanjang meniskus.
Kalau fragmen yang terpisah tetap melekat di depan dan belakang, lesi itu
disebut “bucket handle tear” . bagian yang robek kadang-kadang
berpindah ke pusat sendi dan ditekan antara femur dan tibia, menyebabkan
penghambatan ekstensi. Kalau robekan timbul pada tepi yang bebas pada
meniskus akan tertinggal suatu penghubung yang memiliki dasar di bagian
antrior.
Kebanyakan meniskus bersifat avaskular dan perbaikannya cepat
tidak terjadi kecuali robekan itu berada pada sepertiga sebelah luar yang
divaskularisasi dari kapsul. Bagian yang tidak terkena sebagai suatu iitan
mekanis, menimbulkan efusi sendi yang berulang dan pada beberapa
kasus OA sekunder.
5. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
1. Foto Rontgen
Sinar-X menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan
perubahan hubungan tulang. Sinar-X multipel diperlukan untuk
mengkaji secara paripurna struktur yang sedang diperiksa. Sinar-X
tekstur tulang menunjukkan adanyapelebaran, penyempitan, dan tanda
iregularitas. Sinar-X sendi dapat menunjukkan adanya cairan,
iregularitas, penyempitan, dan perubahan struktur sendi.
2. CT Scan (Computed Tomography)
Menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligamen dan tendon.
CT Scan digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya
patah tulang di daerah yang sulit dievaluasi, seperti asetabulum.
Pemeriksaan dilakukan dapat dengan atau tanpa kontras dan
berlangsung sekitar satu jam.
3. Artroskopi
Merupakan prosedur endoskopis yang memungkinkan pandangan
langsung ke dalam sendi. Pemeriksaan ini dilakukan di kamar operasi
dalam kondisi steril dan perlu dilakukan injeksi anastesi lokal ataupun
anastesi umum.
4. MRI
Pada pemeriksaan MRI, hiperintensitas linear yang memanjang terlihat
dari permukaan sendi bagian superior ke inferior, yang dimana secara
sensitive teridentifikasi pada potongan sagital dan koronal. Kista
parameniskus pada MRI merupakan gambaran umum yang ditemui
ketika terdapat robekan pada meniscus, maka gambar hasil
pemeriksaan harus dilihat secara teliti ketika terdapat gambaran kista.
6. Penatalaksanaan Medis
1. Manajemen Non-Operatif
Manajemen non-operatif merupakan pilihan yang cocok
digunakan untuk cedera meniscus asimptomatik, pasien usia lanjut
yang berkeinginan untuk mengganti gaya hidupnya, dan serta pasien
dengan risiko tinggi operasi. Manajemen non-operatif konservatif
yang dapat dilakukan adalah dengan cara RICE yaitu Rest (dengan
penyanggah beban), Ice Compression bandaging, dan Elevation
ektremitas yang terkena untuk meminimalisasi pembengkakkan akut
dan imflamasi.
Penatalaksanaan konservetif jangka panjang meliputi
modifikasi, penggunaan anti inflamasi non steroid (NSAID) dan
fisioterapi. NSAID sering direkomendasikan untuk digunakan selama
8-12 minggu, mskipun paracetamol dapat dipertimbangkan apabila
NSAID di kontra indikasikan atau tidak dapat ditoleransi dengan baik
oleh pasien.
Fisioterapi insentif sangat berguna dan sebaiknya mencakup
ROM, aktivitas proprioseptif dan latihan peregangan otot. Fisioterapi
dua kali perminggu selama sekurangnya 8 minggu sangat dianjurkan.
Fisioterapi untuk cedera berfokus untuk penguatan otot – otot dari
ektremitas yang cedera, khususnya pada area yang mengelilingi lutut,
dan juga untuk mempertahankan range of motions dari sendi lutut dan
sendi panggul. Pada sesi fisioterapi yang dilakukan adalah latihan
penekanan yaitu quadriceps sets, hamstring curls, straight-leg raises,
dan heel raises menunjukkan perbaikan yang sinifikan dalam
pengurangan rasa nyeri serta fungsional dari sendi lutut. Pasien harus
diberi tahu untuk menghidari aktivitas gerakan fleksi sendi lutut yang
dalam dikarenakan dapat mengeksserbasi nyeri contohya yaitu gerakan
jongkok (squatting) dan berlutut (kneeling).
Injeksi steroid intra-artikular dapat berguna sebagai terapi
tambahan untuk meminimalisir inflamasi dan mengurangi gejala pada
pasien dengan osteoarthritis. Penatalaksanaan non operatif sering kali
berhasil pada pasien dengan tipe robekan tertentu – pasien yang tidak
kehilangan fungsi sendi, mengalami nyeri atau pembengkakan
minimal maupun menurunkan aktivitasnya – bersifat sementara atau
jangka panjang.
2. Manajemen Operatif
Pasien dengan robekan meniscus yang lebar dan kompleks,
mekanisme traumatic, atau efusi pada sendi besar merupakan kandidat
untuk dilakukan intervensi operatif. Pasien dengan gejala persisten
setelah periode manajemen konservatif harus mendapatkan konsultasi
ortopedik atau artroskopi maupun artrosplasti yang sesuai.
Manajemen operatif biasanya diberikan pada pasien lebih muda
dengan robekan vertical longitudinal yang dalam sepertiga luar
vaskularisasi meniscus. Hal ini diistilahkan dengan ‘red-red zone’
(menunjukkan area vascular).
Pilihan operasi yang dapat diberikan yaitu menisektomi parsial,
menisektomi total, meniscal repair dan transplatasi eniskus. Saat ini,
saah satu strategi penggantian meniscus berfokus pada regenerasi
jaringan meniscus. Teori regenerasi didasarkan pada scenario yang
sama untuk regenerasi kulittt pada pasien luka bakar, seperti
regenerasi saraf.

B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian

NO DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF PRE

1. - Klien mengatakan - Klien tampak OPERASI

merasa nyeri merintih kesakitan


- Karakteristik nyeri - Klien tampak gelisah
P : Nyeri akibat trauma - Pola tidur berubah
Q : Nyeri terasa seperti - Frekuensi napas
terbakar meningkat
R : Nyeri terasa pada - Frekuensi nadi
luka trauma meningkat
S : Skala nyeri 7 dari - Diaforesis
10 skala nyeri yang - Muka tampak pucat
diberikan - Sering berkemih
T : Nyeri sering - Kerusakan jaringan
muncul dan/atau lapisan
- Klien mengatakan kulit
merasa bingung - Klien tampak gelisah
Klien mengatakan - Klien tampak tegang
khawatir dengan akibat - Sering berkemih
dari kondisi yang - Tremor
dihadapi - Kontak mata buruk
- Pasien mengatakan - Terdapat luka bekas
sulit beraktivitas operasi
seperti biasa karena - Kekuatan otot POST
2.
mengalami fraktur menurun OPERASI
- Pasien mengatakan - Luka tampak
lukanya terasa panas kemerahan

2. Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2017)


a. Pre Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Fraktur)
2) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi (prosedur tindakan operasi).
b. Post Operasi
1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang(fraktur)
2) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan pemasangan traksi
atau pen
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasive

3. Intervensi Keperawatan
a. Prioritas Masalah
1) Pre Operasi
- Nyeri akut berhubungan dengan fungsi ligament terganggu
2) Post Operasi
- Risiko Infeksi berhubungan dengan luka insisi tindakan operasi
athroscopy.
b. Rencana Keperawatan (SIKI, 2018)
1) PRE OPERASI
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
. Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan tindakan keperawatan Observasi :
dengan agen 3 x 24 jam diharapkan 1. Identifikasi lokasi,
pencedera tingkat nyeri menurun karakteristik, durasi,
fisik (Fraktur) dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
1. Frekuensi nadi intensitas nyeri
membaik 2. Indentifikasi skala
2. Pola nafas nyeri
membaik 3. Indentifikasi
3. Keluhan nyeri respons nyeri non
menurun verbal
4. Meringis menurun 4. Indentifikasi faktor
5. Gelisah menurun yang memperberat
6. Kesulitan tidur dan memperingan
menurun nyeri
5. Indentifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
6. Indentifikasi
pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
7. Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi :
1. Pemberian
analgetik, jika perlu
2. Ansietas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
berhubungan tindakan keperawatan Observasi :
dengan krisis 3 x 24 jam diharapkan 1. Identifikasi saat
situasi tingkat ansietas tingkat ansietas
(prosedur menurun dengan berubah
tindakan kriteria hasil : 2. Identifikasi
operasi). 1. Konsentrasi kemampuan
sedang mengambil
2. Pola tidur sedang keputusan
3. Perilaku gelisah 3. Monitor tanda-tanda
menurun ansietas
4. Verbalisasi Terapeutik :
kebingungan 1. Ciptakan suasana
menurun terapeutik untuk
5. Verbalisasi menumbuhkan
khawatir akibat kepercayaan
kondisi yang 2. Temani pasien
dihadapi menurun untuk mengurangi
6. Perilaku tegang kecemasan, jika
menurun memungkinkan
3. Pahami situasi yang
membuat ansietas
4. Dengarkan dengan
penuh perhatian
5. Guakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
6. Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
Edukasi :
1. Jelaskan prosedur,
termasuk sensai
yang mungkin
dialami
2. Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis,
pengobatan dan
prognosis
3. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien
4. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
5. Latih teknik
relaksasi

2) POST OPERASI
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
. Keperawatan Hasil
1. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
mobilitas fisik tindakan keperawatan Observasi
berhubungan 3 x 24 jam diharapkan 1. Identifikasi
dengan mobilitas fisik kemampuan pasien
kerusakan meningkat dengan dalam mobilisasi
integritas kriteria hasil: 2. Monitor tanda-
struktur tulang 1. Pergerakkan tanda vital
(fraktur) ekstremitas Terapeutik
meningkat 1. Libatkan keluarga
2. Kekuatan otot untuk membantu
meningkat pasien dalam
3. Gerakan terbatas meningkatan
menurun pergerakan
4. Kelemahan fisik Edukasi
menurun 1. Anjurkan
5. Aktivitas meningkat mobilisasi dini
2. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. Duduk
ditempat tidur,
duduk disisi tempat
tidur, pindah dari
tempat tidur ke
kursi)
2. Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan Integritas
integritas intervensi selama 3x24 Kulit
jaringan jam, maka integritas Observasi
berhubngan kulit 1. Identifikasi
dengan dan jaringan penyebab gangguan
pemasangan meningkat integritas kulit
trajsi atau pen dengan kriteria hasil: Edukasi
Elasitas meningkat, 1. Anjurkan minum
kerusakan jaringan air yang cukup
menurun, perdarahan 2. Anjurkan
menurun, kerusakan meningkatkan
lapisan menurun, asupan nutrisi
sensasi Perawatan Luka
membaik, tekstur Observasi
membaik. 1. Monitor
karakteristik luka
(warna,ukuran,
bau)
2. Monitor tanda-
tanda infeksi
Terapeutik
1. Pertahankan teknik
steril saat
melakukan
perawatan luka
2. Ganti balutan
sesuai jumlah
eksudat
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
antibiotik
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan 3 x 24 jam diharapkan 1. Monitor tanda
tindakan glukosa derajat infeksi gejala infeksi lokal
invasif menurun dengan dan sistemik
kriteria hasil : Terapeutik
1. Demam menurun 1. Batasi jumlah
2. Nyeri menurun pengunjung
3. Kadar sel darah 2. Berikan perawatan
putih membaik kulit pada daerah
edema
3. Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Ajarkan cara
memeriksa luka
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika
perlu

8. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan
keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki
perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif,
kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu,
kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan observasi
sistematis,kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan
advokasi, dan kemampuan evaluasi (Asmadi, 2008).

9. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien (Potter & Perry, 2009). Evaluasi terbagi atas dua
jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus
pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan.
Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan
rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen
yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan
klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data (pembandingan data
dengan teori), dan perencanaan (Asmadi, 2008).
C. WOC

jatuh, benturan yang keras pada lutut

Tekanan yang berlebihan


dan mendadak pada sendi

Ketidakmampuan ligament
menerima beban

MANISCAL TEAR

PRE OPERASI POST OPERASI

Robeknya bantalan Fungsi ligament Robeknya bantalan


yang menstabilkan terganggu yang menstabilkan
lutut lutut
Inflamasi sendi
Kemerahan dan bengkak Fungsi ligament
Gerakan lutut terbatas terganggu
Penekanan ujung saraf
Tindakan Operasi
Pelepasan mediator nyeri Gangguan Mobilitas Arthroscopy Post OP
(histamine, bradikinin) Fisik Risiko
Luka insisi
infeksi

Pre OP. : Nyeri Akut


Kerusakan Integritas Jaringan
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Shekhar Anshu, 2021.Lateral Meniscus tears in ACL injured knee.E-jurnal, vol. 2,
no. 1, pp. 80-96.
Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
Shekhar Anshu, 2021.Lateral Meniscus tears in ACL injured knee.E-jurnal, vol. 2,
no. 1, pp. 80-96.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai