DEFINISI
Hip : Adalah bagian dari tulang panggul yang berartikulasi dengan pangkal tulang femur pada
asetabulum
Fraktur Hip : Adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan fraktur tulang femur pada
daerah ujung/pangkal proksimal yang meliputi kepala sendi, leher, dan daerah trochanter. (Sumber:
NCP, Susan P.C., 1980, p. 698)
2. ANATOMI FISIOLOGI
a. Ujung atas
b. Korpus
c. Ujung bawah
· Kaput Femur
Massa yang membulat mengarah ke dalam dan keatas, tulang ini halus dan dilapisi dengan kartilago
kecuali pada fovea, lubang kecil tempat melekatnya ligamen yang menghubungkan kaput ke area yang
besar pada asetabulum dari tulang coxae. Di dalam kaput tersebut terdapat percabangan dari arteri
retinakular posterior dan anterior, dan ligamentum teres serta arteri ligamentum teres.
· Kolum(leher) femur
Korpus tulang mengarah ke bawah dan ke sebelah lateral menghubungkan kaput dan korpus.
· Trochanter mayor pada sisi lateral dan trochanter minor pada sisi medial merupakan tempat
melekatnya otot-otot.
Tulang femur bekerja sebagai alat ungkit dari tubuh sehingga memungkinkan untuk bergerak.
Tulang hip dibungkus oleh serabut yang berbentuk kapsul, ligamen, dan otot.
Bagian besar trochanter dalam pergerakannya dibantu oleh otot abduktor dan gerakan rotasinya
terbatas. Bagian terkecil dari trochanter dalam pergerakannya dibantu oleh otot ileopsoas.
3. ETIOLOGI
c. Patah karena letih, patah karena otot tidak dapat mengabsorpsi energi seperti karena berjalan
kaki terlalu lama.
Patah tulang panggul lebih sering pada wanita dari pada laki- laki, alasannya :
a. Wanita memiliki tulang panggul lebih lebar yang cenderung mengalami coxa vara(deformitas dari
hip dimana sudut antara leher dan batang tulang mengecil).
b. Wanita mengalami perubahan hormon post menopausal dan berhubungan dengan meningkatnya
insiden osteoporosis.
4. PATOFISIOLOGI
Dalam beberapa literatur keperawatan medikal bedah diuraikan bahwa fraktur hip digolongkan dalam
dua klasifikasi, yaitu:
a. Intra kapsular
Fraktur terjadi pada daerah yang masih berada dalam lingkup kapsul sendi yang meliputi:
b)Fraktur transervikal
b. Ekstra kapsular
Fraktur terjadi di luar kapsul sendi panggul pada daerah sekitar 5 sentimeter di bawah trochanter minor.
Fraktur ini juga disebut dengan fraktur intertrochanteric.
Suplai darah kepada kaput femoris oleh arteri retunakular sangat penting. Penyaluran makanan ke
pembuluh periosteal dan batang femur berlanjut ke trochanter dan ke bawah kolom femoris. Aliran
darah ini bervariasi menurut umur. Pada fraktur di luar dan di dalam sendi panggul, suplai darah ke
bagian kepala femur naik keatas melalui bagian leher sering terganggu terutama pada fraktur intra
kapsular. Bila suplai darah terputus total maka dapat terjadi kematian atau nekrosis jaringan tulang
kepala femur(kaput femoris), disebut Avascular necrosis.
4) Teraba panas pada jaringan yang sakit karena peningkatan vaskularisasi di daerah tersebut.
6) Kehilangan sensasi pada daerah distal karena jepitan saraf oleh fragmen tulang.
7) Krepitasi jika digerakkan (jangan melakukan pembuktian lebih lanjut jika pasti ada fraktur)
8) Perdarahan.
10) Tanda-tanda shock akibat cedera berat, kehilangan darah, atau akibat nyeri hebat.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dilakukan untuk persiapan pre operasi. Dapat menunjukkan tingkat kehilangan darah hingga cedera
(pemeriksaaan Hb dan Hct)
Nilai leukosit meningkat sesuai respon tubuh terhadap cedera.
Dilakukan sebagai persiapan transfudi darah jika kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau
tindakan pembedahan.
Sebagai persiapan pre operatif untuk mengkaji ketidak seimbangan akibat cedera yang dapat
menimbulkan masalah pada saat intra operasi (misalnya, ketidak seimbangan potassium dapat
meningkatkan iritasi cardiac selama anestesi) BUN creatinin untuk evaluasi fungsi ginjal.
4. Masa pembekuan dan perdarahan (clotting time, bleeding time) sebagai persiapan pre operasi,
biasanya normal jika tak ada gangguan perdarahan. Pada pasien lanjut usia dapat diberikan terapi
antikoagulan segera setelah post operasi untuk memperkecil terjadinya tromboemboli.
5. Pemeriksaan urine.
Sebagai evaluasi tingkat cedera, persiapan pre operasi, atau mengetahui kondisi selama perawatan
pembedahan, dll.(misalnya, kardiomegali atau gagal jantung kongestif).
7. EKG
Sebagai persiapan operasi maupun untuk mengevaluasi apakah terdapat juga cedera pada jantung
(misalnya kontusio cardiac) disamping trauma/cedera pada hip.
7. KOMPLIKASI
1. Shock dan perdarahan. Pada saat terjadinya cedera atau segera sesudah operasi
a. Pneumonia
b. Thromboplebitis
c. Emboli pulmonal
3. Penyembuhan terlambat, non-union. Sering pada fraktur intrakapsular sembuh lebih lambat bila
dibanding dengan fraktur ekstra kapsular karena adanya gangguan suplai darah.
4. Aseptic necrosis kepala femur. Merupakan komplikasi fraktur femur proksimal an dislokasi
traumatik pada hip.
6. Masalah post operatif dengan alat-alat fiksasi internal. Fiksasi internal bisa melemah, patah, atau
pindah tempat yang menyebabkan kerusakan jaringan lunak. Untuk ini perlu pembedahan ulang.
Sedangkan komplikasi lain yang dapat terjadi karena immobilisasi dan post operasi adalah:
1. Atelektasis
2. Infeksi Luka
Pemilihan alat fiksasi tergantung lokasi fraktur, potensial nekrosis avascular pada kepala sendi femur,
dan kesukaan dokter yang merawat. Fraktur intrakapsular dengan impaksi tanpa displasemen dapat
disembuhkan cukup dengan bed rest saja. Jenis tindakan untuk jenis fraktur yang lain adalah sebagai
berikut :
1. Stable plate and screw fixation : Dengan status non-weight bearing selama 6 minggu sampai 3 bulan
2. Telescoping nail fixation : Dengan status minimal weight bearing sampai partial weight bearing
selama 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Prosthetic implant : Biasanya digunakan protesis Austin Moore atau protesis bi-polar untuk
mengganti leher dan kepala sendi. Harus menjalani restriksi posisi dari 2 minggu sampai 2 bulan dan
restriksi partial weight bearing sampai sekitar 2 bulan.
4. Closed reduction and external fixation (reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal) dilakukan jika
kondisi umum pasien tidak mengijinkan untuk menjalani pembedahan.
Pada orang-orang lanjut usia sering disertai riwayat kesehatan seperti penyakit jantung, diabetes,
hipertensi, yang bisa menyebabkan jatuh.
- Pada fraktur femur pangkal proximal kadang masih dapat berjalan tetapi tidak dapat menahan beban.
- Pada pasien lanjut usia dengan tegas menyangkal dan akan segera sembih bila nyeri dapat diatasi
tanpa pembedahan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN:
Preoperatif :
- Spasmus otot
- Traksi/alat immobilisasi
- Stress, kecemasan (NCP, M.E. Doenges)
Post operatif :
b. Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan perubahan status extremitas bawah sesudah operasi
perbaikan. (Med.Sur.Nsg.,Barbara C. Long)
- Intervensi pembedahan
d. Potensial infeksi sehubungan dengan gangguan integritas kulit (Med.Sur.Nsg., Donna, Marylin)
f. Kurang pengetahuan sehubungan dengan perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan
perawatan di rumah (NCP, Nancy H.)
3. DISCHARGE PLANNING:
Pasien lanjut usia dengan fraktur hip biasanya mendapat rujukan rehabilitasi. Perawat harus
mengkomunikasikan rencana asuhan kepada fasilitas yagn akan melanjutkan rehabilitasi.
Pasien tidak boleh dipulangkan untuk tinggal sendiri di rumah karena membutuhkan bantuan selama
proses penyambuhan. Perawat mengkaji struktur rumah atas adanya barrier terhadap mobilitas pasien
(mis. tangga, dll.). Pasien harus mampu bergerak bebas dengan alat bantu di dalam rumah.
· Persiapan Psikososial.
Perawat mengatur perawatan lanjut di rumah, mis. konsultasi bagi pasien dengan depresi. Jika ada
kerusakan jaringan yang parah maka perawat harus realistik dan menolong klien mengerti bahwa
penyembuhan memerlukan waktu cukup lama, terutama jika terjadi infeksi. Keparahan dan penanganan
yang kompleks dapat merongrong kondisi mental pasien dan keluarganya. Konseling kerja kadang
diperlukan untuk membantu pasien mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kondisinya.
Pasien dengan cedera berat memerlukan perawatan lanjut di rumah oleh perawat komiunitas.
Perawat mengidentifikasi jika manula memerlukan tenaga pembantu di rumah dan mengaturnya.
Sangat penting bagi perawat untuk mengkomunikasikan kebutuhan pasien kepada perawat/pengasuh
yang melanjutkan perawatan di rumah. Tenaga fisioterapi diperlukan dalam rehabilitasi. Tenaga terapist
okupasi diperlukan untuk mengkaji lingkungan, retraining aktivitas harian adaptasi agar lebih mandiri.
Joan Luckman, R.N., M.A., Karen C. Sorensen, R.N., M.N., Medical-Surgical Nursing: A psychohysiological
Approach, Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1987
Wilma J. Phipps, PH.D., R.N., F.A.A.N., Barbara C. Long M.S.N., R.N., Medical-Surgical Nursing: Concept and
Clinical Practice, fourth edition, Missouri: Mosby-Year Book, Inc, 1991
Donna D. Ignatavicius, Marylin V.B., Medical Surgical Nursing: A Nursing Process Approach, Pensylvania: WB
Saunders Company, 1991.
Nancy M. Holloway, RN, MSN, CCRN, CEN., Medical Surgical Care Plan. Pennsylvania: Springhouse Corporation,
1988
John Gibson, MD, Anatomi dan Fisiologi Modern Untuk Perawat, Edisi ke 2, Jakarta, 1995
Marilynn E. Doenges, Mary F. Mooerhouse, Nursing Care Plan. Edition 3, Philadhelphia: F.A.Davis Company, 1993