Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH OTITIS MEDIA


Dosen Pengampu : Reski Ika Sah Putri,S.Kep.,Ners

Disusun Oleh :

Yulia febriyanti (1800001045)

AKADEMI KEPERAWATAN RS. EFARINA PURWAKARTA


TAHUN 2019/2020
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan
dengan lancar dan selesai tepat pada waktunya.
Makalah PKKD yang berjuduldanmembahas “ASUHAN KEPERAWATAN
PADA NY. C DENGAN OMSK (OTITIS MEDIA SUPURATIF
KRONIK)”ditunjukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti PKKD di
RSUD Bayu Asih Kabupaten Purwakarta.Dalam pembuatan makalah ini kami sudah
melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin dan penuh dengan kesungguhan dan
ketelitian.kami berharap makalah kami dapat bermanfaat untuk semua mahasiswa
khususnya untuk kelompok kami.

Akhir kata Kami berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi Kami dan
semua pihak yang memerlukannya khususnya untuk bahan pembelajaran.

Purwakarta,14 November 20

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar ............................................................................................................................................... i


Daftar Isi ....................................................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 2
A. Latar Belakang............................................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................................................................ 4
a. TujuanUmum................................................................................................................................. 4
b. TujuanKhusus ................................................................................................................................ 4
BAB II
TINJAUAN TEORI ...................................................................................................................................... 5
A. Pengertian ...................................................................................................................................... 5
C. Etiologi .......................................................................................................................................... 6
D. Tanda dan Gejala ........................................................................................................................... 7
E. TANDA KLINIS ........................................................................................................................... 9
F. Pemeriksaan Diagnostik ................................................................................................................ 9
G. Patofisiologi................................................................................................................................. 11
H. Pathway ....................................................................................................................................... 12
I. Penatalaksanaan Medis ................................................................................................................ 13
BAB III
TINJAUAN KASUS ................................................................................................................................... 16
A. PENGKAJIAN ............................................................................................................................ 16
B. ANALISA DATA ....................................................................................................................... 18
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN ................................................................................................. 19
D. RENCANA KEPERAWATAN .................................................. Error! Bookmark not defined.
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN ........................................................................................ 20
BAB IV ....................................................................................................................................................... 22
PENUTUP .................................................................................................................................................. 22
A. Kesimpulan .................................................................................................................................. 22
Daftar pustaka ............................................................................................................................................. 23
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks. Indera
pende¬ngaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah
getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena
kompresi (pemampatan)molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah
bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. (Sherwood, 2001).

Sewaktusuatugelombangsuaramengenaijendela oval, terciptasuatugelombangtekanan di


telingadalam.Gelombang tekanan menyebabkan perpindahan mirip-gelombang pada
membrane basilaris terhadap membrane atektorium.Sewaktu menggesek membrane
atektorium, sel-selrambuttertekuk.
Hal ini menyebabkan keterbentuknya pontensialaksi. Apabila deformitasnya cukup signifikan
makasaraf- sarafafere yang bersinap dengan sel rambut akan terangsang untuk melepaskan
potensial laksidasinya disalurkan ke otak (Corwin,2001).

Proses mendengar pada anak atau orang dewasa normal merupakan proses yang alami,
timbultanpa usaha tertentu dari individu dan sepertinya terjadi secaraotomatisdantanpakitasa
dari, padahal untuk dapat mendengar bunyi atau suara percakapan harus melalui suatu tahap
anatau proses.

Proses mendengar sebenarnya sudah terjadi segera setelah bayi dilahirkan normal ke
dunia, bahkan organ pendengaran sudah berfungsi seperti layaknya orang dewasa tatkala
janin berusia 20 minggu kehamilan. Janin sudah dapat memberikan reaksi ketika diberikan
stimulus berupa nada murni berfrekwensi tinggi melalui microphone yang ditempatkan pada
perut ibu seperti yang dilaporkan pertama kali oleh seorang peneliti yang bernama Johansson
et al pada tahun 1964.
3

Kemudian dalam perjalanan hidupnya sejak dilahirkan, bayi akan mendapat input suara-
suara yang ada dilingkungan sekitarnya sehari-hari secara terus menerus. Dalam keadaan
pendengaran normal, rangsangan suara tadi akan direkam dan dipersepsikan dipusat sensorik
diotak sehingga anak dapat mengenal suara yang pernah didengarnya.

Pendengaran sebagai salah satu indera, memegang peranan yang sangat penting karena
perkembangan bicara sebagai komponen utama komunikasi pada manusia sangat tergantung
pada fungsi pendengaran.Dari uraian diatas sangatlah jelas hubungan antara kemampuan
anak untuk mendengar dan kemampuan untuk berbicara. Apabila terjadi gangguan
pendengaran sejak dini maka akan terjadi pula gangguan perkembangan bicara.

Otitis Media kronik adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, 2001). Otits media akut
(OMA) dapat terjadi kare beberapa faktorpenyebab, seperti sumbatan tuba eustachius
(merupakan penyebab utama darikejadian otitis media yang menyebabkan pertahanan tubuh
pada silia mukosa tubaeustachius terganggu), ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), dan
bakteri( Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis,dan bakteri
piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, E. coli,
Pneumococcus vulgaris).

Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa sekitar 9,3 juta anak-anak mengalami serangan
OMSK pada 2 tahun pertama kehidupannya (Berman, 1995).Menurut Teele (1991) dalam
Commissoet al. (2000), 33% anak akan mengalami sekurang-kurangnya satu episode OMSK
pada usia 3 tahun pertama. Terdapat 70%anak usia kurang dari 15 tahun pernah mengalami
satu episode OMSK (Bluestone,1996). Faktanya, ditemukan bahwa otitis media menjadi
penyebab 22,7% anak-anak pada usia dibawah 1 tahun dan 40% anak-anak pada usia 4
sampai dengan 5tahun yang datang berkunjung ke dokter anak. Selain itu, sekitar sepertiga
kunjungan ke dokter didiagnosa sebagai OMSK dan sekitar 75% kunjungan balik ke dokter
adalah untuk follow-up penyakit otitis media tersebut (Teeleet al.,1989).

Menurut Casselbrant (1999) dalam Titisari (2005), menunjukkan bahwa19% hingga 62%
anak-anak mengalami sekurang-kurangnya satu episode OMSK dalam tahun pertama
kehidupannya dan sekitar 50-84% anak-anak mengalamipaling sedikit satu episode OMSK
4

ketika ia mencapai usia 3 tahun. Di AmerikaSerikat, insidens OMSK tertinggi dicapai pada
usia 0 sampai dengan 2 tahun,diikuti dengan anak-anak pada usia 5 tahun.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksudOMSK ?


2. Bagaimana pendokumentasian pada klienOMSK ?

C. Tujuan

a. TujuanUmum

Untuk mengetahuan asuhan keperawatan pada pasien dengan OMSK (Otitis


Media Supuratip Kronik).
b. TujuanKhusus

a. Mampu memahami definisi pada penyakit OMSK


b. Mampu memahami etiologi OMSK
c. Mampu menjelaskan tanda dan gejala OMSK

d. Mampu menjelaskan patofisiologi pada penyakit OMSK


e. Mampu menjelaskan pathways keperawatan pada penyakit OMSK
f. Mampu melakukan pengkajian untuk mengetahui keluhan pasien dan
fokus untuk menentukan masalah yang terjadi pada pasien OMSK
g. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
OMSK
h. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan yang diberikan untuk
mengatasi masalah yang terjadi pada pasien OMSK
i. Mampu mengimplementasikan tindakan keperawatan yang telah disusun
untuk mengatasi masalah pada pasien OMSK
j. Mampu mengevaluasi hasil akhir dari implementasi
5

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Otitis media supuratif kronis (OMSK), dahulu disebut otitis media perforata (OMP) atau
dalam bahasa awam disebut sebagai congek, ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah, baik terus-menerus
atau hilang timbul. Penyakit ini muncul sebagai kelanjutan dari OMA yang rekuren, namun
dapat pula muncul sebagai kelanjutan dari penyakit lain dan trauma. OMA dengan perforasi
membran timpani akan menjadi OMSK apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila
proses infeksi kurang dari 2 bulan, maka disebut OMS subakut. Perbedaan OMSK dengan
otitis media serosa kronis adalah bahwa pada otitis media serosa kronis tidak disertai adanya
perforasi membran timpani.

Penyakit ini sudah dikenal sejak jaman dahulu di berbagai belahan dunia. Orang Mesir
kuno mengenal OMSK sebagai penyakit telinga dan mengobatinya dengan lemak bebek,
boraks, dan susu sapi. Sementara ahli pengobatan tradisional India mengobati penyakit ini
melalui pendekatan medis dan perilaku. Mereka menganggap bahwa mengkonsumsi
mentega, bersikap diam, dan mencegah kelelahan, dapat mengobati OMSK. Hippocrates
memahami bahwa OMSK dapat bersifat rekuren dan menempatkan pasien pada terapi medis
dan perilaku yang berbeda tergantung dari supurasi yang terjadi. Dia akan meresepkan air
hangat, air susu ibu, dan minuman anggur manis, serta menyarankan kepada pasiennya untuk
menghindari sinar matahari, angin kencang, dan ruangan berasap. Untuk kasus rekuren,
Hippocrates akan menambahkan serbuk topikal berisi timbal oksida dan timbal karbonat.

McKenzie dan Brothwell (1967) menyatakan tentang dokumentasi OMSK pada jaman
prasejarah dan penemuan kolesteatoma pada tulang tengkorak di Norfolk, Inggris, yang
diduga berasal dari periode Anglo-Saxon. Perubahan radiologi pada mastoid akibat infeksi
ditemukan pada 417 tulang temporal dari pemakaman orang Indian Dakota Selatan (Gregg,
1965) dan pada 15 tulang temporal orang Iran jaman prasejarah (Rathbun, 1977).
6

B. Etiologi

Mekanisme infeksi saluran telinga tengah terjadi akibat translokasi bakteri dari saluran
telinga luar melalui perforasi membran timpani kemudian masuk ke telinga tengah. Beberapa
ahli menduga bahwa organisme patogen masuk melalui refluks tuba Eustachius, namun data-
data yang mendukung teori ini kurang memuaskan. Sebagian besar bakteri patogen yang
masuk adalah bakteri yang terdapat pada saluran telinga luar.

Beberapa penelitian yang berupaya menunjukkan hubungan antara frekuensi penyakit


dengan pendidikan orang tua, perokok pasif, pola menyusui, status sosioekonomi, dan jumlah
infeksi saluran pernafasan atas dalam setahun, tidak memberikan hasil yang memuaskan.

Pasien dengan anomali kraniofasial merupakan populasi khusus yang berisiko untuk
menderita OMSK. Celah palatum, sindrom Down, sindrom Cri du Chat, atresia khoana, celah
bibir, dan mikrosefal adalah berbagai kelainan yang dapat meningkatkan risiko OMSK. Hal
ini diduga karena adanya perubahan anatomi dan fungsi tuba Eustachius pada berbagai
kelainan tersebut.

Jenis bakteri penyebab OMSK berbeda dengan jenis bakteri penyebab OMA. Organisme
yang biasa ditemukan pada OMSK meliputi Pseudomonas aeruginosa, spesies Proteus,
Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, difteroid, dan infeki anaerobik campuran.
Bakteri anaerob dan jamur dapat pula berkembang bersama dengan bakteri aerob secara
simbiotik.2,5

Pseudomonas aeruginosa merupakan penyebab tersering yang ditemukan pada OMSK.


Berbagai ahli selama beberapa dekade terakhir menemukan bakteri ini pada 48 – 98 % pasien
dengan OMSK. Stafilokokus aureus merupakan organisme tersering kedua; data
menunjukkan bahwa bakteri ini ditemukan pada 15 – 30 % pasien dengan OMSK. OMSK
juga disebabkan oleh berbagai jenis bakteri gram negatif. Bakteri spesies Klebsiella (10 – 21
%) dan Proteus (10 – 15 %) sedikit lebih sering ditemukan pada OMSK dibandingkan
dengan bakteri gram negatif lainnya.
7

Selain faktor bakteri, status sosioekonomi yang rendah, kepadatan penduduk yang tinggi,
gizi buruk, dan penyakit infeksi (seperti campak), turut berperan dalam perkembangan
OMSK. OMSK dapat pula merupakan hasil dari predisposisi genetik, terutama berkaitan
dengan disfungsi tuba Eustachius. Disfungsi ini dapat dilihat pada berbagai populasi, seperti
pada orang Eskimo dan Indian Amerika, dan juga pada orang dengan celah palatum.
Hipertrofi adenoid dan sinustis kronis juga berperan pada perkembangan OMSK.

C. Tanda dan Gejala

Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau gangguan pendengaran.
(Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Nyeri telinga atau tidak nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan adanya tekanan
ditelinga. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi secara terus menerus atau intermiten dan dapat
terjadi pada salah satu atau pada kedua telinga. (www.health central.com, 2004).

1. Telingaberair (otorrhoe)

Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik
telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang
tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh
perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekretbiasanya hilang timbul.
Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi
dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak
dijumpai adanya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor
memberi kesan kolesteatoma dan
produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap.
Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang
karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan
dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.

2. Gangguan pendengaran
8

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli
konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom,
dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai
kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran
masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan
pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi
membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe
maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran,
tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi
kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin
melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang
dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.

3. Otalgia ( nyeritelinga)

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang
serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri
merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses
atau trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhanvertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang
mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang
oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan
9

vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan
yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke
telinga dalam sehingga
timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu
dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian
tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan
melalui rongga telinga tengah.

D. TANDA KLINIS

Tanda-tanda klinis OMSK tipemaligna :

a. Adanya Absesataufistelretroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal darikavum timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk(aromakolesteatom)
d. Fotorontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagaiberikut :
1. PemeriksaanAudiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi
dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan
letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara
ditelinga tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK
ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam
skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan
ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada
lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran
dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung
dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan
dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi
percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat
ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.

Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran


10

Normal : -10 dB sampai 26 dB


Tuliringan : 27 dB sampai 40 dB
Tulisedang : 41 dB sampai 55 dB
Tulisedangberat : 56 dB sampai 70 dB
Tuliberat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebihdari 90 dB.

Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea.
Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta
penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan
bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan
pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias membantu :
a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif30-50
dB apabila disertai perforasi.
c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih
utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan
hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.

Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengarandengan


menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan maskingadalah
dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.

2. PemeriksaanRadiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilaidiagnostiknya
terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi
biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan
pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi
tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang
sekarang biasa digunakan adalah :
a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dariarah
lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi
11

sinus leteral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi
ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari duraatau sinus lateral.

E. Patofisiologi

OMSK timbul sebagai kelanjutan dari infeksi akut yang berulang. Patofisiologi OMSK
diawali dengan iritasi dan inflamasi subsekuen pada mukosa telinga tengah. Respon inflamasi
menyebabkan edema mukosa. Proses peradangan yang berlangsung pada akhirnya
menyebabkan ulserasi mukosa dan kerusakan epitel. Upaya tubuh untuk menanggulangi
infeksi atau peradangan menghasilkan jaringan granulasi yang dapat berkembang menjadi
polip dalam rongga telinga tengah.Siklus inflamasi ulserasi infeksi dan pembentukan jaringan
granulasi dapat terus berlanjut sehinggamenyebabkan kerusakan tulang di sekitarnya dan
akhirnya menyebabkan berbagai komplikasi dari OMSK.
Walaupun belum terbukti, kepentingan hubungan antara bakteri anaerob dengan bakteri
aerob pada OMSK diduga meningkatkan virulensi infeksi ketika kedua jenis bakteri tersebut
berkembang di telinga tengah. Dengan memahami mikrobiologi penyakit ini, ahli kesehatan
dapat mengembangkan suatu rencana penatalaksanaan dengan efikasi terbaik dan morbiditas
terendah
1. Jenis
OMSK dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna (tipe mukosa = tipe
aman) dan OMSK tipe ”maligna” (tipe tulang = tipe bahaya). Berdasarkan aktifitas
sekret yang keluar, dikenal juga OMSK aktif dan OMSK tenang. OMSK aktif ialah
OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan OMSK
tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering.
roses peradangan pada OMSK tipe benigna terbatas pada mukosa saja, dan biasanya
tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak
terdapat kolesteatoma.
Yang dimaksud dengan OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan
kolesteatoma. OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe
tulang. Perforasi pada OMSK tipe maligna letaknya marginal atau di atik.
12

G. Pathway

Invasi bakteri

Infeksi telinga tengah

Proses peradangan Peningkatanproduk Tekanan udara Terdapatkolesteatompad


si cairan serosa telinga tengah (-) atelingatengah

Nyeri

Akumulasi cairan Retraksi membran Ketidaktauan klien


mukus dan serosa timpani mengenai pentingnya
kebersihan telinga

Hantaran
udara/suara yang Sekret berbentuk nanah
diterima menurun dan bau khas

Otore=PUS pada MAE


Gangguan persepsi (Kental/Busuk)
sensori

Gangguan citra tubuh

cemas
13

F. Komplikasi

Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya pandangan atau ketulian.
Mastuiditis
Cholesteatoma
Absesapidural (peradangandisekitarotak)
Paralisiswajah
Labirintitis.

Menurut Arief Mansjoer, dkk. 2001 halaman 82 :


Paralisis nervus fasialis, fistula labirin, labirinitis, labirinitis supuratif, petrositis,
tromboflebitis sinus lateral, abses ekstra dural, abses subdural, meningitis, abses otak, dan
hidrosefalus otitis.

G. PenatalaksanaanMedis

Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang. Sekret
yang keluar tidak cepat mengering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain
disebabkan oleh beberapa keadaan, yaitu:
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah
berhubungan dengan dunia luar.
2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal.
3. Sudah terbentuk jaringan patologis yang ireversibel dalam rongga mastoid.
4. Gizi dan higienis yang kurang.

a. Medikamento
Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan medikamentosa.
Bila sekret yang keluar terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga berupa
larutan H2O2 3 % selama 3 – 5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi
dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan
kortikosteroid. Banyak ahli berpendapat bahwa semua obat tetes yang dijual di
pasaran saat ini mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu,
Djaafar (2004) menganjurkan agar obat tetes telinga tidak diberikan terus-menerus
lebih dari 1 atau 2 minggu, atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral
antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap
14

penisilin), sebelum tes hasil resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena
penyebabnya telah resisten diberikan terhadap ampisilin, dapat diberikan ampisilin
asam klavulanat.
b. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada OMSK adalah sebagai berikut:
 Perforasi yang bertahan lebih dari 6 minggu.
 Otore yang berlangsung lebih dari 6 minggu setelah menggunakan antibiotik.
 Pembentukan kolesteatoma.
 Bukti radiografi adanya mastoiditis kronis.
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau
kolesteatoma, sarana yang tersedia, serta pengalaman operator. Beberapa jenis
pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis
kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:

1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy).


Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini, dilakukan pembersihan ruang
mastoid dari jaringan patologis. Tujuannya ialah agar infeksi tenang dan telinga tidak
berair lagi. Pada operasi ini, fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2. Mastoidektomi radikal.
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatoma
yang sudah meluas, Pada operasi ini, rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan
dari semua jaringan patologis. Dinding batas antara lubang telinga luar dan telinga
tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut
menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan
patologis dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak
diperbaiki.
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur
hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol agar tidak terjadi infeksi
kembali. Pendengaran berkurang sekali sehingga dapat menghambat pendidikan atau
karir pasien.
15

Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga
operasi serta membuat meatal plasty yang lebar, sehingga rongga operasi kering
permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus luar lubang telinga menjadi lebar.

3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi. (Operasi Bondy).


Opeasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik, tetapi
belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding
posterior lubang telinga direndahkan. Tujuan operasi ialah untuk membuang semua
jaringan patologis dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih
ada.

4. Miringoplasti.
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membrana
timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada
OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap. Opearasi ini dilakukan pada
OMSK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan
oleh perforasi membran timpani.

5. Timpanoplasti.
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan
medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini, dilakukan rekonstruksi membran timpani dan rekonstruksi
tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang
dilakukan, maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V. Sebelum
rekonstruksi dikerjakan, dilakukan terlebih dahulu eksplorasi kavum timpani dengan
atau tanpa mastoidektomi untuk membersih kan jaringan patologis. Tidak jarang
operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 – 12 bulan.
16

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN

Hari/ Tanggal : 19 November 2013


Pengkaji : Melani Arfana
Ruang : Poliklimik THT

A. Identitas
1. Klien
Nama : Ny. C
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Kp. Sirna Galih Rt.02/02
Status perkawinan : Kawin
Pekerjaan :-
No RM : 451416
Diagnosis medis :OMSK

B. Keluhan Utama :
Klien mengatakan telinga kanannya keluar cairan dan mempengaruhi pendengaran
C. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Klien mengatakan sudah enam bulan pendengarannya berkurang dan ditelinga
kanannya keluar cairan klien merasa malu atas penyakitnya karena seringnya mengeluarkan
bau yang tidak enak.
D. Riwayat Kesehatan yang Lalu
Klien mengatakan sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama dan dia berobat
tetapi tidak ditindak lanjuti pengobatannyan.
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang memiliki penyakit yang sama seperti
klien
F. Pemeriksaan Fisik :
17

1. Tingkat Kesadaran :

a. Kualitas : ComposMentis
b. Kuantitas :
 Respon Motorik :6
 Respon Verbal :5
 Respon Membuka Mata : 4 +
Jumlah : 15
2. Tanda-tanda vital :
 Suhu : 38C
 Nadi :78 x/menit
 Pernafasan :20 x/menit
 Tekanan Darah : 110/70 mmHg

G. Data Fokus
 Telinga kanan
bentuk telinga simetris , setelah dilihat dengan menggunakan otoskop terdapat cairan
berupa nanah dan terdapat perforasi pada membran timpani , adanya lesi adanya nyeri
tekan.
 Telinga kiri

Bentuk telinga simetris setelah dilihat menggunakan otoskop terdapat penumpukan


serumen tidak ada perforasi pada membran timpani tidak ada lesi tidak ada nyeri tekan.
H. Data Psikologi
Klien mengatakan malu dengan keadaanya sekarang
I. Data Sosial
Klien tampak bersikap kooperatif dengan dokter dan perawat saat dilakukan tindakan.
J. Data Spiritual
Klien selalu berdoa agar cepat sembuh

K. Therapy
- Pertelinga

-Forumen Ear Drops 10cc : 3tetes/hari

- Otopain :4x1 (3-5tetes)


18

B. ANALISA DATA

No Data Senjang Etiologi Masalah Keperawatan


1 Ds : Klien mengatakan pendengarannya Invasi Gangguan persepsi
sensori
berkurang sejak dua bulan yang lalu. kuman/bakteri
Do :Telinga kanan klien tampak ada
penumpukan cairan dan klien tampak Infeksi telinga
kebingungan apa yang dibicarakan oleh tengah
dokter dan perawat.
Peningkatan
produksi cairan
serosa

Akumulasi cairan
mukus dan serosa

Hantaran
udara/suara yang
diterima menurun

Gangguan persepsi
sensori

2 Ds : Klien mengatakan malu dengan Infeksi telinga Gangguan citra tubuh


tengah .
penyakitnya karena menimbulkan bau
yang tidak enak
Ketidaktauan klien
Do : Klien tampak malu ketika diperiksa mengenai
pentingnya
telingan kanannya
kebersihan telinga

Sekret berbentuk
nanah dan bau khas

Otore=PUS pada
MAE
(Kental/Busuk)

Gangguan citra
tubuh
19

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan hantaran udara/suara yang


diterima menurun
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dengan bau yang
keluar dari telinga kanannya.

A. RENCANA KEPERAWATAN

no Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


DiagnosaKeperawatan
1.Gangguan persepsi Setelah dilakukan intervensi 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui
sensori berhubungan diharapkan : kemampuan sejauh mana klien
dengan hantaran a. Klien berpartisipasi dalam komunikasi dapat
udara/suara yang program thrapy klien berkomunikasi
diterima menurun. b. Nanah yang keluar dari
telinga teratasi 2. Observasi 2. Dapat mendeteksi
Ds :Klien mengatakan c. Mempertahankan tanda-tanda keadaan telinga
pendengarannya kemampuan pendengaran. awal terhadap masalah
berkurang sejak dua kehilangan pendengaran
bulan yang lalu. pendengaran rusak secara
lebih lanjut permanen
Do :Telinga kanan
klien tampak ada 3. Anjurkan klien
penumpukan cairan untuk 3. Apabila penyebab
dan klien tampak menggunakan pokok ketelitian
kebingungan apa yang teknik-teknik tidak progresif,
dibicarakan oleh yang aman maka
dokter dan perawat. sehingga dapat pendengaran yang
mencegah tersisa sensitive
ketulian yang terhadap trauma.
lebih jauh
4. Berbicara
4. Anjurkan perlahan akan
keluarga agar lebih baik dari
berbicara pelan pada berbicara
ketika dengan keras
berkomunikasi
dengan klien 5. pemberian
antibiotic dapat
5. Kolaborasi membantu
dengan dokter penyembuhan
pemberian infeksi.
therapy
20

2. 2. Gangguan citra Setelah dilakukan intervensi 1. beritahu klien 1. Mengurang iansietas.


tubuh berhubungan diharapkan : bahwa
dengan perubahan penyakitnya
dengan bau yang -klien tidak malu dengan dapat diatasi. 2. Mengurangi gejala
keluar dari telinga keadaan penyakitnya 2. Anjurkan klien dan mempercepat
kanannya. -tidak tercium bau lagi untuk penyembuhan.
menggunakan
Ds : Klien mengatakan antibiotic 3. Berpartisipasi dalam
malu dengan secara teratur. penunjang perawatan.
penyakitnya karena 3. Anjurkan klien
menimbulkan bau untuk
yang tidak enak membersihkan
Do : Klien tampak telinganya
malu ketika diperiksa
telinga kanannya

3. Berpartisipasi
dalam penunjang
perawatan.

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No
Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
Dx
19-11- 1 1. Kaji tingkat kemampuan komunikasi S; Klien
klien
13 mengataka
2. Mengobservasi tanda-tanda awal nmasih
kehilangan pendengaran lebih lanjut
kurang
mendengar
3. Menganjurkan klienuntuk
: O :Telinga kanan
menggunakan teknik-teknik yang aman
sehingga daapat mencegah ketulian klien
yang lebih jauh.
tampak ada
4. Menganjurkan keluarga agar berbicar penumpuka
pelan ketika berkomunikasi dengan
ncairan dan
klien
klien
5. Berkolaborasi dengan dokter pemberian
tampak
therapy
kebingunga
n apa yang
21

dibicarakan
oleh dokter
dan
perawat
A : Masalah
belum teratasi.
P : Intervensi
dihentikan

19-11- 2 1. Memberitahu klien bahwa penyakitnya S :Klien


13 dapat diatasi. mengataka
2. Menganjurkan klien untuk nmalu
menggunakan antibiotik secara teratur. dengan
3. Meganjurkan klien untuk penyakitny
membersihkan telinganya akarena
menimbulk
anbau yang
tidak enak.
O : Klien
tampak
malu ketika
diperiksa
telingan
kanannya.
A : Masalah
belum teratasi
P :Intervensi
dihentikan
22

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan memperhatikan pembahasan pada bab sebelumnya, kita menjadi sadar bahwa
OMSK merupakan salah satu penyakit pada telinga yang dapat menyebabkan kerusakan lebih
lanjut pada berbagai organ lain apabila tidak ditangani sejak dini secara tepat. Oleh karena
itu, setelah memperhatikan pembahasan pada makalah ini, kita diharapkan mampu untuk
mengenali penyakit tersebut agar dapat melakukan pencegahan serta melakukan
penatalaksaan sedini dan seoptimal mungkin.
23

DAFTAR PUSTAKA

Djaafar, Z.A. 2004. Kelainan Telinga Tengah. Dalam E.A. Soepardi dan N. Iskandar, Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga – Hidung – Tenggorok - Kepala – Leher. Edisi V Cetakan IV. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Jackler, R.K.; Kaplan, M.J. 2002. Ear, Nose, & Throat. Dalam L.M. Tierney, Jr., S.J. McPhee, dan M.A.
Papadakis; Current Medical Diagnosis & Treatment 2002. San Fransisco: Lange Medical Books /
McGraw-Hill.

Jain, A.; Knight, J.R. 2003. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Surgical Treatment.
www.emedicine.com: situs internet.

Jones, M.; Wilson, L. 2004. Otitis Media. www.emedicine.com: situs internet.

Parry, D.; Roland, P.S. 2005. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical Treatment.
www.emedicine.com: situs in

Anda mungkin juga menyukai