OLEH :
PROFESI NERS
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
STIKes HANG TUAH PEKANBARU
PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr. Wb
Syukur Alhamdulillah senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tanpa
pertolongan-Nya saya tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Terimakasih saya
ucapkan kepada ibu Ns. Susi Erianti, M.Kep selaku preceptor akademik yang telah membimbing
saya dalam menyelesaikan makalah Mini Seminar.
Saya menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
secara materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, Saya telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang saya miliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh
karenanya, saya dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan
usul dari berbagai pihak guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya saya selaku penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Seluruh
pembaca. Terimakasih.
Hari Guspian
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................3
1.2 Tujuan................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Meningioma
2.1.1 Definisi Meningioma...............................................................................5
2.1.2 Klasifikasi Meningioma...........................................................................5
2.1.3 Etiologi Meningioma...............................................................................7
2.1.4 Manifestasi Klinis Meningioma ..............................................................7
2.1.5 Patofisiologi Meningioma........................................................................8
2.1.6 Komplikasi Meningioma........................................................................10
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang Meningioma....................................................10
2.1.8 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Meningioma........................11
2.2 Konsep Craniotomy........................................................................................11
2.2.1 Definisi Craniotomy ..............................................................................12
2.2.2 Indikasi Craniotomy ..............................................................................12
2.2.3 Anestesi Craniotomy .............................................................................13
2.2.4 Asuhan Keperawatan............................................................................14
BAB III GAMBARAN KASUS
3.1 Hasil Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik, Laboratorium, & Diagnostik..........18
3.2 Diagnosa Keperawatan.....................................................................................30
3.3 Intervensi Keperawatan....................................................................................31
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 kesenjangan teori dan kasus.............................................................................37
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan......................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Meningioma merupakan tumor otak primer yang paling sering dijumpai, yaitu sekitar 36%.Salah
satu subgrup meningioma yang sangat jarang adalah meningioma angiomatosa, yaitu 2,1% dari
seluruh kasus meningioma, yang memiliki predileksi di regio konveksitas serebri. Berbeda
dengan meningioma pada umumnya, meningioma tipe ini lebih banyak pada laki-laki.
Tatalaksana utama adalah reseksi tumor total yang akan memberikan prognosis yang baik.
Berikut dilaporkan kasus mengioma angiomatosa dengan komplikasi kejang yang dilakukan
kraniektomi pengangkatan tumor, namun memiliki keluaran yang baik.
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat menimbulkan
manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu. Sekitar 40%
meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis.
Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti
impulsif, apatis, disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidak
mampuan mengatur mood.
Etiologi Meningioma belum diketahui. Secara pasti meningioma memiliki hubungan dengan
faktor genetik, radiasi dan hormon seks sebagai faktor resiko. Ukuran tumor dapat ditentukan
menggunakan pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) preoperative, Computed
Tomography (CT-Scan) dan laporan hasil dari dokter spesialis radiologi. Ukuran tumor
meningioma sendiri dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok dengan ukuran 6 cm. Lokasi
tumor diperoleh dari laporan operasi dan radiologi, yang meliputi convexity, falx, parasagittal,
tentorium, cavernous sinus, clinoid, parasellar, tuberculum sellae, planum sphenoidale, olfaktori
groove, orbital, middle fossa, sphenoid wing, clivus, cerebellopontine angle, posterior fossa,
petroclival, petrous, foramen magnum, jugular foramen, dasar tengkorak, intraventricular, dan
multifokal. Lokasi selanjutnya dikategorikan menjadi 3 kelompok: convexity / falx / parasagittal,
tumor dasar tengkorak, dan lainnya.
3
histopatologik, diikuti oleh peningkatan agresivitas tumor dan resiko kekambuhan. Tujuan
pembedahan adalah reseksi total, tindakan bedah yang dilakukan pada saat pengangkatan tumor
mengikuti kriteria Simpson yang membagi atas 5 tingkat, yaitu : derajat I, II, III, IV, dan V.
Glasgow Coma Scale (GCS) adalah pemeriksaan yang digunakan untuk menggambarkan tingkat
gangguan kesadaran pada semua jenis pasien medis dan trauma akut.
Masalah keperawatan timbul pada post kraniotomi. Masalah keperawatan salah satunya nyeri
akut post kraniotomi telah menjadi topik yang relatif terabaikan. Nyeri akut paling sering terjadi
dalam 48 jam pertama setelah operasi, tetapi 32% pasien masih mengalami nyeri setelah periode
48 jam (Gray dan Matta, 2005). Infeksi adalah masalah yang mungkin terjadi setelah
pembedahan kraniotomi. Faktor risiko predisposisi dapat terjadi karena adanya waktu bedah
yang lama, dan penggunaan kortikosteroid (Lovely et al., 2016).
1.2 Tujuan
1. Untuk memahami terkait konsep teori dari Meningioma dan Asuhan Keperawatan Pasien
dengan meningioma
2. Untuk mengetahui konsep teori dari Craniotomy dan Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Post Craniotomy
1.3 Manfaat
1. Dapat memahami terkait konsep teori dari Meningioma dan Asuhan Keperawatan Pasien
dengan meningioma
4
2. Dapat mengetahui konsep teori dari Craniotomy dan Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Post Craniotomy
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1) Grade I Meningioma tumbuh dengan lambat, jika tumor tidak menimbulkan gejala,
mungkin pertumbuhannya sangat baik jika di observasi dengan MRI secara
periodik. Jika tumor semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan
6
gejala, kemudian penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan Kebanyakan
meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi yang
berkelanjutan.
2) Grade II Meningioma grade II disebut meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih
cepat dibandingkan dengan grade I dan juga mempunyai angka kekambuhan yang
lebih tinggi. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma
grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.
3) Grade III Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma
malignan atau meningioma anaplastik. Meningioma malignan terhitung kurang dari
1% dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang
pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor,
dapat dilakukan kemoterapi.
Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema otak
dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat destruksi dan
kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah, kejang, penurunan kesadaran,
gangguan mental, gangguan visual dan sebagainya. Edema papil dan defisit neurologis lain
biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut.
7
Gejala meningioma dapat bersifat umum disebabkan oleh tekanan tumor pada otak dan
medulla spinalis, atau bisa bersifat khusus disebabkan oleh terganggunya fungsi normal
dari bagian khusus otak atau tekanan pada nervus dan pembuluh darah. Secara umum,
meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal. Gejala umumnya, seperti:
1) Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi hari.
2) Perubahan mental
3) Kejang
4) Mual muntah
5) Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.
6) Asimtomatis (terutama meningioma di daerah midline, tumbuh lambat dan tumor
dengan ukuran kecil, diameter < 3 cm).
7) Gejala dan tanda akibat peningkatan tekanan intrakranial: nyeri kepala, mual
muntah, kejang, penurunan visus sampai kebutaan. Keluhan bersifat intermiten dan
progresif. Gejala dan tanda akibat kompresi atau destruksi struktur otak, berupa
defisit neurologis: kelemahan ekstremitas, kelumpuhan saraf cranial, penurunan
penglihatan, gangguan afektif dan perubahan perilaku serta penurunan kesadaran
(bradipsiki, depresi, letargi, apatis, somnolen, koma) dan kejang. Gejala menyerupai
“TIA” atau stroke
8
kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke
jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak
sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal. Peningkatan tekanan
intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor:
a. Bertambahnya massa dalam tengkorak.
b. Terbentuknya edema sekitar tumor.
c. Perubahan sirkulasi cairan serebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan
bertambahnya massa karena tumor akan mengambil tempat dalam ruang yang relative
tetap dan ruang cranial yang kaku.
Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak di sekitarnya. Mekanismenya belum
seluruhnya dipahami, tetapi diduga disebebkan oleh selisih osmotic yang menyebabkan
penyerapan cairan tumor. Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan, obstruksi vena
dan edema yang disebebkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan
peningkatan volume intrakranial dan meningkatkan tekanan intrakranial. Obstruksi
sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruang subarachnoid menimbulkan
hidrosefalus. Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat,
mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari berbulanbulan untuk menjadi
efektif oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul dengan cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intrakranial,
volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel-sel parenkim.
9
Web of Caution Meningioma
10
2. MRI memberikan gambaran multiplanar dengan berbagai sekuen, resolusi jaringan yang
tinggi. Dibutuhkan pada kasus meningioma yang kompleks.
3. Angiografi dibutuhkan untuk menggambarkan keterlibatan pembuluh darah dan
kepentingan embolisasi bila dibutuhkan.
Menurut Tamsuri (2012) pentalakasanaan non farmakologi pada pasien nyeri kepala yaitu:
1. Distraksi Teknik distraksi adalah teknik yang dilakukan untuk mengalihkan perhatian
klien dari nyeri.
2. Terapi Musik
3. Terapi Relaksasi Otot Progresif (ROP)
11
yang bertujuan untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Pembedahan tulang
dibuat ke dalam tulang tengkorak dan akan dilakukan pemasangan kembali setelah tindakan
pembedahan, dan ditempatkan dengan jahitan periosteal atau kawat. Terdapat dua
pendekatan yang digunakan yaitu kraniotomi supratentorial dan fossa posterior. Kraniotomi
supratentorial di atas tentorium ke dalam kompartemen supratentorial dan fossa posterior
(Smelstzer dan Bare, 2002) Kraniotomi adalah operasi pengangkatan sebagian tulang dari
tengkorak untuk mengekspos otak untuk operasi. Kraniotomi merupakan bagian dari
banyak intervensi bedah saraf untuk membuat akses bedah ke struktur intrakranial.
12
Dengan hemodinamik yang tidak stabil tekanan darah 197/100, FN83x/m, FP 30x/m,
saturasi oksigen 98–100%dengan NRM 15 ltr/m. Pasien diinduksi dengan propofol,
pelumpuh otot dengan vecuronium dan dengan teknik TIVA. Intraoperatif hipotensi
karena perdarahan atau karena obat-obat anestesi dapat dicegah dengan penggunaan
plasma expander/koloid. Pada operasi kedua cairan yang diberikan tidak imbang dan
berlebihan (Fitriah et al, 2016).
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
4. Nyeri Nyeri pasca kraniotomi sering terjadi dan derajat nyerinya mulai dari sedang
sampai berat. Nyeri ini dapat dikontrol dengan penggunaan: scalp infiltrations,
pemblokiran saraf kulit kepala, pemberian parexocib dan morphine – morphine
merupakan pereda rasa nyeri yang paling efektif (Kepmenkes], 2010)
5. Infeksi Meningitis bakterial terjadi pada sekitar 0,8 – 1,5 % dari sekelompok individu
yang menjalani kraniotomi (Hendra 2012).
6. Kejang Pasien diberikan obat anti kejang selama tujuh hari pasca operasi. Biasanya
pasien diberikan Phenytoin, akan tetapi penggunaan Levetiracetam semakin meningkat
karena risiko interaksi obat yang lebih rendah.
7. Kematian Pada 276 pasien cedera kepala tertutup yang telah menjalani kraniotomi,
angka kematian mencapai 39%. Setengah dari total jumlah pasien tersebut dengan
hematoma subdura akut meninggal setelah menjalani kraniotom (Hendra 2012).
13
Pengelolaan anestesi untuk pasien bedah saraf berdasarkan pada pengetahuan efek obat
pada fisiologi sistem saraf pusat (SSP). Gabungan obat anestesi tertentu mempunyai
pengaruh pada hemodinamik serebral, metabolisme serebral, dan TIK untuk memberikan
kondisi operasi yang baik serta meningkatkan luaran (Harsakti Rasyid et al,. 2015).
Pada pasien dengan peningkatan TIK, propofol merupakan pilihan utama dibandingkan
sevofluran. Sevofluran merupakan anestesi inhalasi terbaik untuk anestesi inhalasi bedah
saraf (Engelhard dkk., 2006). Efek neuroproteksi propofol sampai tiga hari setelah iskemia
(Bayona dkk., 2004 dalam Harsakti Rasyid et al,. 2015). Propofol dapat menekan
peningkatan glukosa darah dibandingkan isofluran sedangkan respon kortisol dan insulin
tidak berbeda bermakna pada operasi kraniotomi tumor supratentorial (Harsakti Rasyid et
al,. 2015).
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial
dan lingkungan menurut Effendy (1995), dalam Dermawan (2012). Pengkajian
keperawatan meningioma meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial (Muttaqin, 2011).
1. Anamnesis Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register,
diagnosa medis.
14
2. Sistem respirasi: suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene hiperventilasi, ataksik),
terdiri dari:
1) Airway Kaji adanya obstruksi jalan nafas antara lain suara stridor, gelisah karena
hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis.
2) Breathing Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus
dada, fail chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas
tambahan seperti ronchi, wheezing.
3) Circulation Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi, pucat, akral dingin, kapilari refil >2 detik, penurunan prosuksi urin.
4) Disability Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
5) Eksposure Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.
3. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan Utama Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial dan adanya gangguan fokal seperti nyeri kepala hebat, muntah-muntah,
kejang, dan penurunan kesadaran.
2) Riwayat Penyakit Sekarang Kaji bagaimana terjadi nyeri kepala, mual, muntah-
muntah, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan di dalam
intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsive, dan koma.
3) Riwayat Penyakit Dahulu Kaji adanya riwayat nyeri kepala sebelumnya. Pengkajian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit saat ini dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
4) Riwayat Penyakit Keluarga Kaji adanya tumor meningioma pada generasi
terdahulu.
4. Pengakajian Pola Kesehatan Fungsional
15
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah langkah kedua dari proses keperawatan yang
menggambarkan penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok maupun
masyarakat terhadap permasalahan kesehatan baik aktual maupun potensial. Dimana
perawat mempunyai lisensi dan kompetensi untuk mengatasinya (Sumijatun, 2010).
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentang masalah
pasien yang nyata serta penyebabnya dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan
keperawatan menurut Gordon (1982) dalam Dermawan (2012). Diagnosa keperawatan
adalah suatu pernyataan yang singkat, tegas, dan jelas tentang respon klien terhadap
masalah kesehatan/penyakit tertentu yang aktual dan potensial karena ketidaktahuan,
ketidakmauan, atau ketidakmampuan pasien/klien mengatasinya sendiri yang
membutuhkan tindakan keperawatan untuk mengatasinya (Ali, 2009). Berdasarkan Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), 2018 diagnosa keperawatan pasien meningioma
sebagai berikut:
1) Nyeri kronis berhubungan dengan infiltrasi tumor dibuktikan dengan mengeluh nyeri
tampak meringis kesakitan.
2) Defisit nutrisi berhubungan dengan penekanan saraf dibagian kepala dibuktikan
dengan nafsu makan menurun.
3) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis dibuktikan dengan
pola napas abnormal.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler dibuktikan
dengan tidak mampu mandi, mengenakan pakaian, makan, ke toilet, berhias secara
mandiri.
5) Resiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif.
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana
dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan
(Dermawan, 2012). Perencanaan keperawatan adalah rencana tindakan keperawatan
16
tertulis yang menggambarkan masalah kesehatan pasien, hasil yang akan diharapkan,
tindakan-tindakan keperawatan dan kemajuan pasien secara spesifik (Manurung, 2011).
Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha
membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan pasien
(Setiadi, 2012).
17
BAB 3
FORMAT PENGKAJIAN
2. SURVEI PRIMER
Airway (A)
Terdapat secret dijlan nafas berwara putih kental, pasien terpasang ETT.
Breating (B)
Pernafan memakai ventilator PC:AC, PC/PS:12x/i, PEEP:5, RR dari vwntilator 15x/i, RR
dari pasien 12x/i, fiO2 :50%.
Circulator (C)
Nadi 106 x/i, TD 109/64 mmHg, akral teraba hangat, S:38,2 C, denyut nadi karotis teraba.
18
Disability (D)
GCS : E:4 M:6 V : ET
Kesadaran : Apatis
Kekuatan otot : Tampak kontraksi otot dengan kekuatan yang sangat lemah
Pupil
2/2 refleks cahaya +/+
Exposure (E)
Terdapat luka post craniotomi di bagian kepala
3. SECONDARY SURVEY
a. Alergi
Pasien mengalami steven jhonson syndrom
b. Medikasi
19
- floxa 1 tetes/jam
- xitrol 1 tetes/jam
- choramphenicol 2x1 mg
- acetylsystein 3x200 mg
- omz 2x40 mg
- pct infus 4x1 gr
- meropenem 3x1 gr
- resfar 1x5 gr
- hepabalance 3x1 tab
- methylprednisolon 2x125 mg
- new diatab 3x2 tab
- vib albumin 3x1 tab
- sucralfat syr 3x15cc
- combivent
- pulmicort
20
c. Post liness
d. Last Meal
Pada saat pengkajian pasien terakhir diberi makan diruangan sekitar 1 jam lalu.
e. Event/Environtment
Klien dibawa ke IGD dengan penurunan kesadaran.
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. KELUHAN UTAMA
Saat pengkajian tanggal 10 maret 2022 pasien post craniotomi sejak pertama masuk
rumasa sakit tanggal 16 feb 2022, pasien terpasang ETT, pasien terpasang kateter,
pasien terpasang NGT, pasien terpasang infus pump dan sirimpam.
21
( ) Polio II ( ) Hepatitis B IV ( ) HIB ( ) Influenza
( ) Polio III ( ) Campak ( ) MMR
*Checklist imuniasasi yang telah diperoleh
KEADAAN UMUM
a. Kesadaran : apatis
b. GCS : E: 4 M : 6 V : ET Total :
c. Antropomentri
- BB : 70 Kg
- TB : 160 Cm
- IMT: 27, 34 Cm
- LILA : Cm
d. TTV (Pukul 10:00 WIB)
- TD : 109/64 mmHg
- N : 106 kali/mnt
- RR : 24 kali/mnt
- S : 38,2 °C
2. Leher
Jelaskan:
22
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, bintik bintik merah pada kulit, teraba nadi
karotis.
3. Dada
a. Paru-paru
Inspeksi : Dada tampak simetris, terdapat bintik bintik merah di kulit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Senus diseluruh lapang poru
Auskultasi : ronkhi
b. Jantung
Inspeksi : terdapat bintik bintik merah di kulit
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan, denyut jantung di ICS1,ICS2,ICS3,
ICS4,ICS5
Perkusi : Redup/pekak
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II irregular
5. Tangan
Jelaskan:
Tangan tampak simetris kiri dan kanan, tangan di restrain, seluruh tubuh pasien bintik
bintik merah karena mengalami steven jhonson syndrome.
6. Abdomen
Inspeksi
Abdomen tampak datar, terdapat bintik bintik merah pada kulit.
Auskultasi
Bising usus normal 8x/mnt
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada abdomen
Perkusi
Timpani
9. Kaki
Jelaskan:
Kaki tampak bersih, simetris kiri dan kanan, kaki di restrain, kaki terpasang infus
sebelah kanan.
10. Punggung
(Termasuk pernafasan kulit menggunakan skala NORTON/BRADEN)
Jelaskan:
Punggung tampak bintik bintik merah, tidak ada luka dekubitus
E. PSIKO-SOSIAL-SPIRITUAL
(Mencakup persepsi, ekspresi dan reaksi terhadap penyakit, konsep diri, kebiasaan ibadah,
jenis/frekuensi).
Keluarga pasien menerima penyakit yang diderita oleh NY.S, keluarga selalu berdoa dan
berserah diri kepada allah SWT.
F. CAIRAN-NUTRISI-ELIMINASI
1. Intake oral/Enteral
a. Jenis diit : makanan cair Kkal/hari
b. Kebutuhan kalori : 2.500 Kkal/hari BB:70 kg
harian
c. Jumlah kalori diit dari : 300 cc/sift Kkal/hari
ahli gizi
d. Frekuensi makanan
- Makanan berat : ................. Kkal/hari (tampak dlm 1 sift)
24
- Makanan selingan (jenis) : ................. Kkal/hari (tampak dlm 1 sift)
e. Jumlah makan cair : 300 ml/sift ml/hari (tampak dlm 1 sift)
f. Jumlah minum : 50 ml/sift Gelas/hari (ml/hari) (tampak dlm 1
sift)
g. Parenteral : ml/sift
Jelaskan (kemampuan menghabiskan makanan, gangguan mengunyah dan menelan
dsbg)
Pada saat diberikan makanan cair melalui NGT tampak tidak terjadi
aspirasi .................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
...
2. Eliminasi:
a. Frekuensi BAK : Spontan kali/hari (tampak dlm 1 sift)
b. Urin output : 700 ml/sift cc/kgBB/jam
pengamatan
c. Jumlah cairan muntah : .............. ml/sift
d. BAB
Frekuensi : kali/hari (tampak dlm 1 sift)
Konsistensi : kali/hari (tampak dlm 1 sift)
Warna :
Jumlah : ml/sift (bila BAB cair)
e. Drain : ml/hari (tampak dlm 1 sift)
Balance cairan
a. Intake : 836,48 kali/hari (tampak dlm 1 sift)
b. Output : 700 cc/kgBB/jam
c. IWL : 175 ml/sift(+10% kenaikan suhu 1 °C
d. Balan cairan : -90,7 cc/sift
Jelaskan (Urin output dan balance cairan hari sift/hari sebelumnya dsbg)
...............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
...............................................................................................................
25
A. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
1. Hasil Labor
26
B. MEDIKASI/OBAT-OBATAN YANG DIBERIKAN SAAT INI
5 Ngt syr 3x15cc Obat untuk mengatasi tukak Pada pasien dengan riwayat
lambung, ulkus deodenum, atau hipersensitivitas terhadap obat
gastritis kronis ini
6
Inj 2x 125 mg
Untuk keadaan alergi dan Infeksi jamur sistemik kecuali
mengurangi peradangan atau terapi antiinfeksi
supresi inflamasi
27
FORMAT ANALISA DATA
Gangguan ventilasi
spontan
28
No DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
2. Ds : - Gangguang Sirkulasi Ketidakefektifan perkusi
Do : keluarga mengatakan jaringan serebral bd
pasien penurunan hipertensi
kesadaran sejak 1 bulan Suplai O2 ke otak
yang lalu menurun
O : - kesadaran semi-coma
E2 M6 VET ketidakefektifan
- reflek cahaya +/+ Perfusi jaringan
- pupil isokor 2/2 serebral
- SPO2 98%
Hb = 10,3 mg/dL
TD 109/64 mmHg, RR
= 24x/m
N = 106x/m, S = 38,2
°C
SPO2 98% MAP 77
29
- pasien terpasang ventilator paru-paru
- pasien tampak menggunakan
otot bantu nafas
-ada secret meningkatkan tekanan
intra pleura
kemampuan dilatasi
menurun
atelektiasis
sesak
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan ventilasi spontan bd keletihan otot pernafasan ditandai dengan gelisah
2. Ketidakefektifan perkusi jaringan serebral bd hipertensi
3. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara)
Pekanbaru, 10-03-2022
Mahasiswa
30
FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
31
FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
2 Perkusi jaringan serebral tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Manajemen peningkatan tekanan
efektif bd hipertensi 3x24 jam diharapkan perkusi jaringan intrakranial
serebral menjadi efektif dengan kriteria : - Identifikasi penyebab peningkatan
a. Tingkat kesadaran kognitif Tik
meningkat - Monitor ttv
b. Gelisah menurun - Monitor tanda/gejala peningkatan
c. Tekanan intrakranial menurun Tik
d. Kesadaran membaik - Monitor status pernafasan
- Monitor intake dan output cairan
- Sediakan lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Cegah terjadinya kejang
- Atur ventilator agar PaCo2
optimal
- Monitor ukuran pupil
32
FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
3. Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan Manajamen jalan nafas
penurunan ekspansi paru keperawatan 3x24 jam diharapkan - Monitor pola nafas
(akumulasi udara) perkusi jaringan serebral menjadi (frekuensi, kedalaman,
efektif dengan kriteria: usaha nafas)
- Tekanan eksiprasi meningkat - Monitor sputum (jumlah,
- Tenkanan inspirasi menurun warna, aroma)
- Dispnea menurun - Posisikan semi-fowler atau
- Penggunaan otot bantu nafas fowler
menurun - Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenisasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator.
33
CATATAN PERKEMBANGAN
P = Lanjutkan Intervensi
34
CATATAN PERKEMBANGAN
35
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Klien : Ny. S
Diagnosa Medis : Maningioma + post craniotomi
Ruang : ICU
P = Lanjutkan Intervensi
36
BAB IV
PEMBAHASAN
37
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Meningioma adalah tumor otak jinak yang sering ditemui dan melibatkan semua lapisan
meningen. Jadi meningioma merupakan tumor jinak yang melibatkan semua lapisan
meningen dan tumbuh dari sel-sel arachnoid cap dengan pertumbuhan yang lambat.
Meningioma adalah tumor pada meningen yang berasal dari jaringan dura mater dan
araknoid. Dengan insiden paling banyak pada usia pertengahan. Patofisiologi terjadinya
meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Faktor-faktor terpenting sebagai
penyebab meningioma adalah pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma
mengalami trauma. Pada beberapa kasus ada hubungan langsung antara tempat
terjadinya trauma dengan tempat timbulnya tumor. Sehingga disimpulkan bahwa
penyebab timbulnya meningioma adalah trauma.
38
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hadidy, AM, Maani, WS, Mahafza, WS, Al-Najar, MS & Al-Nadii, MM 2007,
‘ReviewarticleIntracranialMeningioma’, J Med, vol. 41, no. 1, pp. 37-51
Bajamal, Abdul Hafid, Nancy Margarita Rahatta, M. Arifin Parenrengi, Agus Turchan,
Hamzah, Wisnu,
Bangun, A.V. & Nuraeni, S. 2013. Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap Intensitas
Nyeri pada Pasien Pasca Oprasi di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jurnal
Keperawatan Soedirman (The SoedirmanJournalof Nursing).
Brunner, Lillian S & Suddarth, Doris S, 2010, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol
2. EGC. Jakarta.
Chou R, Gordon DB, de Leon-Casasola OA, Rosenberg JM, Bickler S, Brennan T, etal.
Management of post operative pain: a clinical practice guideline from the
American Pain Society, the American Societyof Regional Anesthesia and Pain
Medicine, and the American Society of Anesthesio logists’ Committee on
Regional Anesthesia, Executive Committee, and Administrarive Council. J Pain.
2002;17(2):131-57.
40