Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A; Latar Belakang

Kemajuan ilmu dan teknologi pada zaman modern ini sangat menunjang begitu
banyak kemudahan bagi manusia dalam melakukan aktifitas gerak dan fungsionalnya.
Dengan banyaknya ciptaanciptaan baru sebagai alatalat penunjang untuk memenuhi
kebutuhan sehari- hari, masyarakat tidak perlu melakukan sesuatu yang terlalu
membebankan tubuh dan anggota geraknya.
Tentunya dalam segala hal perkembangannya akan selalu memunculkan dampak
positif maupun negatif bagi masyarakat itu sendiri, maka tidak jarang, banyak diantara
masyarakat yang tidak menggunakan fungsi anggota geraknya secara maksimal
dikarenakan kemudahan yang ada.
Hal ini bisa berdampak negatif bagi kesehatan. Faktor kesehatan fisik merupakan
salah satu modal utama dalam upaya pencapaian tujuan tersebut. Seseorang yang keadaan
kesehatan fisiknya terganggu, tentunya akan mengakibatkan gangguan pula terhadap
produktivitas kerjanya. Seperti seseorang yang mengalami nyeri pada persendian bahu
misalnya, dalam melakukan aktivitas kerja dan kegiatan sehari-hari pastinya orang
tersebut akan lebih sering merasakan kesakitan ketika bahunya digerakan. Hal ini
dikarenakan sendi bahu merupakan salah satu persendian yang paling sering digunakan
manusia untuk melakukan aktivitas sehari-hari termasuk ketika melakukan sebuah
pekerjaan.
Fungsi anggota gerak atas yang terdiri atas lengan dan tangan merupakan komponen
yang sangat penting dalam aktivitas hidup kita sehari hari. Kita sering menggunakan
anggota gerak atas tersebut antara lain untuk aktifitas makan, minum, mengenakan
pakaian, membersihkan diri, memasak, mengangkat benda dan mengendarai kendaraan.
Agar lengan dan tangan dapat berfungsi dengan baik, selain otot dan persarafannya juga
harus baik, dalam pergerakannya, ekstremitas tersebut memiliki komponen pembentuk
gerak diantaranya: sendi, otot, ligamen, tulang, dan lain-lain.
Sindroma nyeri bahu hampir selalu ditandai adanya rasa nyeri pada bahu saat
melakukan aktivitas gerakan yang melibatkan sendi bahu. Keadaan seperti ini bila
dibiarkan dalam waktu yang relatif lama menjadikan bahu menjadi kaku. (Kuntono
2008).

1
B; Tujuan Makalah
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui :
a; Definisi dari tendinitis supraspinatus
b; Etiologi dari tendinitis supraspinatus
c; Tanda dan gejala dari tendinitis supraspinatus
d; Patofisiologi dari tendinitis supraspinatus
e; Assesment dan problem fisioterapi dari tendinitis supraspinatus
f; Diagnosa fisioterapi dari tendinitis supraspinatus
g; Intrvensi fisioterapi dari tendinitis supraspinatus
h; Evaluasi fisioterapi dari tendinitis supraspinatus

2
BAB II
PEMBAHASAN
A; Definisi

Tendinitis adalah kondisi peradangan pada tendon. Tendonopati adalah istilah generik
yang digunakan untuk menggambarkan kondisi klinis umum yang mempengaruhi tendon,
yang menyebabkan nyeri, bengkak, atau penurunan kemampuan tendon. Tempat yang
paling sering mengalami tendinitis adalah sebagai berikut; Tendon Supraspinatus, Tendon
bisipital, dan Tendon Achilles (Helmi, 2012). Tendinitis Supraspinatus adalah suatu
peradangan pada tendon otot supraspinatus (Hasibuan,2007).

B; Etiologi

Sindroma cuff rotator atau tendinitis adalah penyakit yang menyakitkan yang diduga
muncul karena kelainan (impingement) pada tendon (terutama supraspinatus) dibawah
arkus korakoakromial. Biasanya cuff bergesekan dengan tepi anterior akromion dan
ligamentum korakoakromial bila lengan berabduksi, berfleksi dan berotasi internal (posisi
impingement), dan ini dapat dicegah dengan mengangkat lengan dalam rotasi luar (dalam
rotasi bebas). Mungkin yang lebih penting, tempat pukulan yang merupakan daerah kritis
untuk hypovaskularitas pada tendon supraspinatus sekitar 1 centimeter proksimal dari
insersinya ke tuberositas mayor. Berkurangnya vaskularitas ini sering terjadi dan
merupakan ciri utama dari proses patologik ini (Apley, 1995).

Trauma atau penggunaan sendi yang berlebih merupakan penyebab tersering.


Mungkin timbul sebagai bagian dari poliarthritis inflamatorik, trauma arthritis
reumatoid, dan kelainan patologik sesuai dengan penyakit yang mendasarinya (Saputra,
2009).

Dalam melakukan aktivitas kerja tendon otot dari supraspinatus sering tergencet
antara caput humeri dan acromion atau ligamentum coracoacromiale. Hal tersebut sering
dirasakan oleh para pekerja yang selalu bekerja dengan melibatkan sendi bahu yang
sering terangkat (abduksi). Karena bekerja terlalu berat dan berkepanjangan dengan
lengan yang harus mengangkat (kontraksi isometrik) atau harus mendorong, menyangga
dan sebagainya maka otot supraspinatus dapat mengalami gangguan dan kerusakan
(Sidharta, 1984).

3
C; Tanda dan gejala
Penderita tendinitis supraspinatus biasanya datang dengan keluhan nyeri disekitar
bahu yang disertai dengan keterbatasan gerak pada sendi bahu. Rasa nyeri ini dapat
kumat-kumatan, pada malam hari nyeri ini dirasakan terus-menerus, dan bertambah
nyeri pada saat lengan diabduksikan (Rochman, 1989).

Sindroma cuff rotator atau tendinitis supraspinatus adalah penyakit yang


menyakitkan yang diduga muncul karena kelainan (impingement) pada tendon
(terutama supraspinatus) dibawah arkus korakoakromial. Biasanya cuff bergesekan
dengan tepi anterior akromion dan ligamentum korakoakromial bila lengan
berabduksi, berfleksi dan berotasi internal (posisi impingement), dan ini dapat dicegah
dengan mengangkat lengan dalam rotasi luar (dalam rotasi bebas). Mungkin yang
lebih penting, tempat pukulan yang merupakan daerah kritis untuk hypovaskularitas
pada tendon supraspinatus sekitar 1 centimeter proksimal dari insersinya ke
tuberositas mayor. Berkurangnya vaskularitas ini sering terjadi dan merupakan ciri
utama dari proses patologik ini (Apley, 1995).

D; Patofisiologi

Tendinitis supraspinatus ini disebabkan oleh kerusakan akibat gesekan atau


penekanan yang berulang-ulang dan berkepanjangan oleh tendon otot biceps dalam
melakukan gerakan lengan. Tendon otot supraspinatus dan tendon otot biceps
bertumpang tindih dalam melewati terowongan yang dibentuk oleh kaput humeri yang
dibungkus oleh kapsul sendi glenohumeral sebagai lantainya dan ligamentun
coracoacromiale serta acromion sebagai atapnya (Sidharta, 1984).
Tendon otot supraspinatus dan tendon otot biceps betumpang tindih dalam
melewati terowongan yang dibentuk oleh caput humeri yang dibungkus oleh capsul
sendi sebagai lantainya dan ligamen coracoacromial serta acromion sebagai atapnya.
Cidera teringan adalah jenis gesekan yang dapat menyebabkan reaksi radang lokal
atau tendinitis. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tetapi bila disertai impingiment
yang lebih lama dan terutama pada orang tua dapat terjadi robekan kecil dan ini dapat
diikuti dengan pembentukan jaringan parut, metaplasia fibrokartilageinous atau
pengapuran tendon. Tendon biceps caput longum yang terletak bersebelahan dengan
supraspinatus juga dapat terlibat dansering robek.

4
Pada pemeriksaan X-ray sering ditemui pengapuran, penyebabnya tidak diketahui
tetapi diperkirakan bahwa iskemik lokal mengakibatkan metaplasia
fibrokartilageinous dan peluruhan kristal aktif oleh chondrosit.

E; Assesment dan problematika fisioterapi


Data yang dapat diperoleh dari anamnesis umum berupa keterangan tentang ; nama
pasien, jenis kelamin, agama, pekerjaan, dan alamat pasien.

Pemeriksaan
1. Anamnesis
Anamnesis ialah tanya jawab mengenai keadaan penyakit penderita. Gejala
(symptom) yang diidentifikasikan melalui anamnesis merupakan informasi yan
gpenting di dalam proses membuat diagnosis. Ada 2 macam anamnesis, yaitu
autoanamnesis dan heteroanamnesis. (Hudaya, 2009)
a. Anamnesis Umum
Anamnesis umum berisis tentang identitas pasien secara lengkap. Dalam anamnesis
ditemukan data seperti (1) nama, (2) umur, (3) jenis kelamin, (4) agama, (5)
pekerjaan, (6) alamat.
b. Anamnesis Khusus
Anamnesis khusus merupakan data informasi tentang keluhan utama pasien, dalam
hal ini pasien merasakan nyeri pada bahu atas bagian luar.

2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital terdiri dari (1) tekanan darah, (2) denyut nadi, (3) frekuensi
pernapasan, (4) temperatur. Data tersebut digunakan untuk mengetahui apakah ada
hiperteni, hipoteni, takikardi, obesitas, dan sebagainya.
b. Inspeksi
Inspeksi merupakan suatu pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati keadaan
pasien, mengenai keadaan umum, sikap tubuh, dan warna kulit. Dalam kasus ini
kadang kulit terlihat merah dan terdapat pembengkakan.
c. Palpasi

5
Palpasi adalah suatu pemeriksaan secara langsung kontak dengan pasien, dengan
meraba, menekan, dan memegang bagian tubuh pasien untuk mengetahui nyeri tekan
dan suhu. Ada spasme otot-otot bahu.
d. Kemampuan aktivitas fungsional
Terapis melihat apakah pasien sudah bisa menggerakkan bahunya, apakah pasien
sudah bisa menyisir rambut, apakah dapat memakai pakaian tanpa bantuan orang lain.
Dalam hal ini ditemukan data sebagai berikut :
Kemampuan fungsional dasar : pasien belum mampu melakukan gerakan-gerakan
dasar pada bahu.
Aktivitas fungsional : pasien mengalami beberapa kesulitan seperti kesulitan saat
memakai pakaian, mandi, menyisir rambut, mencuci muka.

3. Pemeriksaan Gerak Dasar


a. Gerak pasif
Pemeriksaan gerakan yang dilakukan oleh terapis kepada pasien dalam keadaan
pasif dan rileks. Tujuan dari pemeriksaan gerak pasif untuk mendapatkan data
informasi tentang luas gerak sendi pasifshoulder, stabilitas sendi, rasa nyeri dan end
feel. Dalam hal ini ditemukan adanya nyeri terutama saatabduksi,
serta fleksi shoulder.
b. Gerak aktif
Pasien diminta menggerakkan anggota gerak yang diperiksa secara aktif, terapis
melihat dan memberikan aba-aba. Tujuan tes ini adalah untuk mendapatkan data
informasi tentang bagaimana LGS aktif shoulder, rasa nyeri dan kekuatan otot. Dalam
hal ini gerakan abduksi 60 atau fleksi 90 tidak dapat dilakukan pasien, tertahan
karena timbulnya rasa sakit.
c. Gerak isometrik melawan tahanan
Tujuan dari tes ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya nyeri dan adanya
penurunan kekuatan otot terutama sendi shoulder. Dilakukan dengan cara pasien
disuruh mengkontraksikan otot dan mencoba untuk melakukan gerakan tapi diberi
tahanan oleh terapis sehingga tidak terjadi gerakan dan penambahan luas gerak sendi.
Dalam hal ini tidak dilakukan gerak isometrik melawan tahanan karena akan
memprovokasi nyeri yang lebih hebat

6
4. Pemeriksaan Spesifik
Painful Arc Test
Tes ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya peradangan pada bursa
shoulder. Pemeriksa meminta pasien melakukan gerakan abduksi atau mengangkat
tangannya ke arah samping. Saat mencapai lingkup gerak sendi antara 70120 pasien
akan merasa nyeri, karena pada lingkup ini bursa dalam keadaan tertekan.
Hasil tes positif indikasi bursitis shoulder. Dalam hal ini pasien mengalami
nyeri saat melakukan tes, maka tes ini dinyatakan positif.
Problematika Fisioterapi :
1. Nyeri
Nyeri merupakan mekanisme protektif atau perlindungan bagi tubuh, nyeri
timbul bila jaringan sedang rusak dan nyeri akan menyebabkan individu tersebut
bereaksi untuk menghilangkan rasa nyerinya.
Pengukuran derajat nyeri pada kasus tendinitis supraspinatus dapat menggunakan
VAS (Varbal Analogue Scala). VAS merupakan salah satu cara pemeriksaan derajat
nyeri selain VDS (Verbal Descriptive Scale) dan skala 5 tingkat. Pengukuran VAS
dengan cara pasien diminta untuk menunjukkan satu titik pada garis skala nyeri yang
telah diberi nomor dari nol sampai sepuluh (0-10), jarak setiap nomor sama. Salah
satu ujung garis menunjukkan tidak nyeri (titik nol), dan ujung yang lain
menunjukkan nyeri hebat (titik sepuluh), kemudian titik tengah dari garis tersebut
menunjukkan rasa nyeri yang sedang.

2. Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi (LGS)


Lingkup gerak sendi adalah gerak tempuh yang mampu dicapai suatu sendi
pada saat sendi tersebut bergerak. Cara penulisannya bisa menggunakan sistem ISOM
dan pengukur untuk dapat mengetahui besarnya LGS dengan goniometer. Pada
kondisi tendinitis supraspinatus ditemukan adanya keterbatasan LGS terutama untuk
gerak abduksi dan eksorotasi. Keterbatasan ini biasanya disebabkan karena adanya
nyeri. LGS bahu yang normal menurut ISOM yaitu : S= 45 0 - 00 - 1800 F= 350 - 00 -
1800. LGS dikatakan terbatas bila LGS berada dibawah normal.

3. Gangguan Fungsional Aktivitas


Adanya permasalahan-permasalahan di atas dapat mempengaruhi aktivitas
keseharian penderita yang berhubungan dengan aktivitas bahu. Aktivitas yang
terganggu berupa : kesulitan berpakaian, menyisir rambut, memasang konde, dan lain
sebagainya.

7
Penilaian yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan aktivitas
penderita dapat dilakukan dengan cara memberikan penilaian yang didasarkan pada
tingkat bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas fungsional dan sistem penilaian
menurut indek Barthel yang dimodifikasi (Mahoney dan Barthel, 1965).

F; Diagnosa fisioterapi
Permasalahan yang diakibatkan dari tendinitis supraspinatus dexra yaitu :
a. Impairment
(1) Nyeri pada sekitar pergelangan bahu,
(2) Keterbatasan lingkup gerak sendi bahu,
(3) Penurunan kekuatan otot penggerak bahu.
(4) Adanya nyeri gerak dan nyeri tekan bahu,
(5) Adanya spasme otot bahu.
b. Functional limitation
Pada kasus ini pasien belum mampu mengangkat benda yang berat secara
langsung menggunakan lengannya. Adanya nyeri, spasme otot, keterbatasan LGS dan
penurunan kekuatan otot fleksor dan abduktor shoulder, sehingga mengakibatkan
pasien mengalami penurunan kemampuan fungsionalnya seperti mengangkat tangan
keatas dan ketika membawa motor.

a; Dissability
Adanya rasa nyeri bahu saat digerakkan fleksi dan abduksi mengganggu
pasien dalam melakukan aktifitas sosial dilingkungan sekitar tempat tinggal pasien,
seperti gotong royong dan ketika pasien mengajar mahasiswanya di kampus.

G; Intervensi Fisioterapi

1. Microwave Diathermy (MWD)


Pasang elektroda glass pada bahu kanan. Beri jarak dengan kulit antara 3-5
cm. Atur waktu selama 10 menit kemudian naikan intensitas sampai pasien merasa
hangat, intensitas 50 mA. Terapis selalu mengecek keadaan pasien dengan rasa hangat
yang dirasakan. Setelah terapi selesai intensitas dikmbalikan ke posisi nol dan
matikan alat. Elektroda dan kabel dirapikan seperti semula.

2. Terapi Latihan
a. Over Head pulley
1). Gerakan fleksi

8
Cara melakukan teknik ini adalah pasien duduk tegak lurus dengan pulley, kemudian
kedua tangan pasien diminta untuk memegang gagang pada ujung tali katrol, sisi
lengan yang satunya dalam posisi bahu fleksi dan siku ekstensi, sisi lengan yang
satunya dalam posisi siku fleksi, kemudian saling menarik katrol secara bergantian
sehingga lengan bergerak ke arah fleksi, tahan 5 detik. Waktu terapi 5-10 menit.

2). Gerakan abduksi


Cara melakukan teknik ini adalah sebagai berikut : posisi pasien duduk tegak
lurus dengan pulley, kemudian kedua tangan pasien diminta untuk memegang gagang
pada ujung tali katrol, sisi lengan yang sehat dalam posisi siku fleksi, kemudian
lengan yang sehat menarik katrol sehingga lengan yang nyeri bergerak ke arah
abduksi, tahan 5 detik pada akhir jangkauan. Waktu terapi 5-10 menit.

b. Free active movement


Gerakan dilakukan sendiri oleh pasien, hal ini dapat meningkatkan sirkulasi darah
sehingga spasme akan berkurang, jika spasme berkurang maka nyeri juga dapat
berkurang. Gerakan ini dapat menjaga lingkup gerak sendi dan memelihara kekuatan
otot.
a) Posisi pasien: duduk di kursi, badan tegak lurus

b) Posisi terapis: didepan pasien

c) Pelaksanaan: terapis menginstruksikan kepada pasien untuk bergerak aktif fleksi,


ekstensi, abduksi, adduksi, eksorotasi, dan endorotasi shoulder. Setiap gerakan
delapan kali pengulangan.

c. Ressisted Active Exercise


Ressisted active exercise merupakan gerakan yang dilakukan oleh pasien itu sendiri,
namun ada tahanan yang diberikan oleh terapis saat otot berkontraksi. Tahanan
diberikan secara bertahap dari minimal sampai maksimal. Latihan ini dapat
meningkatkan kekuatan otot.
a) Posisi pasien: Duduk di kursi, dan badak tegak lurus

b) Posisi terapis: Di sebelah bahu kiri pasien, satu tangan pasien fiksasi pada
proksimal humeri dan satu tangan nya lagi di distal humeri.

9
c) Pelaksanaan: Terapis menginstruksikan kepada pasien untuk bergerak aktif fleksi,
ekstensi, abduksi, adduksi, eksorotasi dan endorotasi. Kemudian terapis memberikan
tahanan berlawanan dengan arah gerakan pasien. Setiap gerakan delapan kali
pengulangan.

3) Hold Relax
Hold relax merupakan salah satu teknik propioceptor neuro muscular
fascilitation (PNF), yaitu suatu teknik yang menggunakan kontraksi isometrik yang
optimal dari kelompok otot antagonis yang memendek, dengan melawan tahanan dari
fisioterapis kearah berlawanan (agonis) dan dilanjutkan dengan rileksasi grup otot
tersebut. Kemudian dilakukan penguluran pada kelompok otot antagonis. Gerakan ini
dilakukan dengan tujuan untuk menambah LGS sedangkan untuk mengurangi nyeri
setelah kontraksi maksimal maka membutuhkan suplay darah yang besar dan darah
yang mengalir ke jaringan semakin besar (Kisner, 2002).
a) Posisi pasien: Duduk di kursi, badan tegak lurus

b) Posisi terapis: Di sebelah bahu kiri pasien, satu tangan fiksasi pada proksimal
humeri, dan satu tangannya lagi pada distal humeri.

Pelaksanaan: Terapis menginstruksikan kepada pasien untuk bergerak aktif fleksi,


ekstensi, abduksi, adduksi, eksorotasi dan endorotasi shoulder. Terapis memberikan
tahanan sampai batas nyeri di gerakan tersebut kemudian tahan lalu rilex dan terapis
mengarahkan tangan kiri pasien kearah yang berlawanan dari gerakan tersebut.

H; Evaluasi

Setelah dilakukan 6 kali terapi didapatkan penurunan nyeri tekan pada terapi
ke-3 yang semula 3 (nyeri ringan) menjadi 1 (tidak nyeri). Begitu juga dengan nyeri
gerak yang semula 4 (nyeri tidak begitu berat) menjadi 2 (nyeri sangat ringan). Hasil
evaluasi nyeri dengan Visual Desdriptive scales (VDS).

Lingkup Gerak Sendi dan kemampuan aktivitas fungsional


Perubahan luas gerak sendi dan kemampuan aktivitas fungsional dari (T1)
sampai evaluasi terakhir (T6) dapat dilihat bahwa setelah 6 kali terapi. Terjadi

10
peningkatan lingkup gerak sendi shoulder dari terapi awal S : 450-00-1500, F : 900-
00-450, R(f90): 400-00-900 sampai terapi akhir S : 450-00-1800, F : 1400-00-450,
R(f90): 600-00-900. Terjadi peningkatan kemampuan aktifitas fungsional dari terapi
awal 33,75% sampai terapi akhir menjadi 17,5%.

BAB III

PENUTUP

A; Kesimpulan

11
Tendinitis Supraspinatus adalah peradangan padatendon otot supraspinatus.
Dengan pemberian modalitas micro wive diathermy dan terapi latihan berupa over
head pulley, hold relax, free active movement dan ressisted active exercise pada kasus
tersebut, akan membantu dalam meminimalkan keluhan yang dihadapi pasien, dan
setelah dilakukan terapi pasien merasakan adanya penurunan nyeri, bertambahnya
luas gerak sendi, dan berkurangnya kesulitan dalam beraktifitas.

B; Saran

Saran untuk pasien yaitu disarankan untuk melakukan terapi secara rutin, serta
melakukan latihan-latihan yang telah diajarkan fisioterapis secara rutin di rumah.

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. G. and Solomon., L., 1995; Buku Ajar Orthopedi & Fraktur Sistem Apley;
Edisi 7, diterjemahkan oleh dr. Edy Nugroho, Widya Medika, Jakarta, Bab Bahu hal. 1-9.
Hasibuan, Junianto. P,2007; Tanda dan Gejala Penyebab Tendinitis Supraspinatus; di
akses tanggal 17/04/2014 dari www.physioroom.com/injury/shoulder.

12
Helmi Noor, Zairin. 2012 ;Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal; Jakarta : Salemba
medika.
Kisner. C and Colby, L. A, 2002, Therapeutik Exercise Educations and Techniques ;
Third Edition, F. A. Davis Company, Philadelphia.
Kuntono, H. P. 2008 ; Aspek Fisioterapi Syndroma nyeri Bahu; disampaikan dalam
Kupas Tuntas Frozen Shoulder, Surabaya.
Mahoney FI, Barthel D. 1965. Functional evaluation: the Barthel Index. Maryland
State Medical Journal. 14:56-61.
Rochman, Fatchur, 1989 ; Sindroma Nyeri Bahu Intrinsik dalam Makalah TITAFI VII
tentang Nyeri Bahu, Surabaya.
Saputra, Lyndon., 2009; Kapita Selekta Kedokteran Klinik; Binarupa Aksara
Publisher, Tangerang, hal. 298-299.

13

Anda mungkin juga menyukai