Anda di halaman 1dari 106

KEKUATAN-KEKUATAN SEJARAH

MAKALAH
DISKUSI KELOMPOK
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Diskusi Kelompok
Mata Kuliah: Pengantar Ilmu Sejarah
Pembimbing: Agus Permana, M.Ag.

Disusun Oleh : Kelompok 07


1.Insan Sholeh ( 1195010062 )
2.Iqbal Farhan Hamdi ( 1195010063 )
3.Irfan Izzatur Rahman ( 1195010064 )
4.Irma Nur’aeni ( 1195010065 )
5.Isfa Siti Rohimah ( 1195010066 )
6.Ishan Aunur Rahman ( 1195010067 )

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM (SPI)


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini membahas kekuatan-kekuatan sejarah. Dalam penyusunan
makalah ini, penyusun banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi
dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu,
penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya
mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Kami sangat berharap makalah
ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita
mengenai kekuatan-kekuatan sejarah. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami
harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa sarana yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Bandung, Oktober 2019

Tim Kelompok 04

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2

1.3 Tujuan Masalah.......................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1 Kekuatan Sejarah Menurut M. Dien Madjid dan Johan Wahyudhi. 3

2.1.1 Sosiologi.............................................................................................3

2.1.2 Ilmu Politik.......................................................................................3

2.1.3 Antropologi.......................................................................................3

2.1.4 Ekonomi............................................................................................3

2.2 Kekuatan Sejarah Menurut ABD. Rahman Hamid dan Muhammad


Saleh Madjidkual.......................................................................................4

2.2.1 Hubungan Sejarah Dengan Ilmu Sosial.........................................4

2.2.2 Hubungan Sejarah Dan Ilmu Politik.............................................6

2.2.3 Hubungan Sejarah Dan Antropologi.............................................7

2.2.4 Hubungan Sejarah Dan Sosiologi...................................................7

2.2.5 Hubungan Sejarah Dan Ilmu Ekonomi.........................................8

2.2.6 Hubungan Sejarah Dan Psikologi..................................................8

2.3 Kekuatan Sejarah Menurut Kuntowijoyo............................................8

2.3.1 Ekonomi Sebagai Kekuatan Sejarah..............................................9

2.3.2 Agama Sebagai Kekuatan Sejarah...............................................12

2.3.3 Institusi Sebagai Kekuatan Sejarah.............................................15

iii
2.3.4 Teknologi Sebagai Kekuatan Sejarah..........................................17

2.3.5 Ideologi Sebagai Kekuatan Sejarah.............................................20

2.3.6 Militer Sebagai Kekuatan Sejarah...............................................23

2.3.7 Individu Sebagai Kekuatan Sejarah............................................26

2.3.8 Seks Sebagai Kekuatan Sejarah...................................................29

2.3.9 Umur Sebagai Kekuatan Sejarah.................................................31

2.3.10 Golongan Sebagai Kekuatan Sejarah..........................................34

2.3.11 Etnis dan Ras Sebagai Kekuatan Sejarah...................................35

2.3.12 Mitos Sebagai Kekuatan Sejarah.................................................36

2.3.13 Budaya Sebagai Kekuatan Sejarah..............................................38

2.4 Kekuatan Sejarah Menurut Sartono Kartodirjo...............................41

2.4.1 Pendekatan Ilmu Sosial.................................................................41

2.4.2 Sejarah dan Geografi.....................................................................43

2.4.3 Sejarah dan Ekonomi....................................................................47

2.4.4 Sejarah dan Psikologi Sosial.........................................................47

2.4.5 Sejarah dan Sosiologi.....................................................................52

2.4.6 Sejarah dan Ilmu Politik...............................................................53

2.4.7 Sejarah dan Antropologi...............................................................54

2.5 Kekuatan Sejarah Menurut Taufik Abdullah dan Abdurachman. .54

2.5.1 Filsafat Sejarah..............................................................................56

2.5.2 Sejarah dan ilmu-ilmu Sosial........................................................62

2.5.3 Sejarah Masyarakat.......................................................................66

2.5.4 Sejarah Ekonomi............................................................................70

2.5.5 Sejarah Perusahaan.......................................................................73

2.5.6 Sejarah Intelektual.........................................................................75

iv
2.5.7 Sejarah Kebudayaan......................................................................76

2.5.8 Sejarah Etnis..................................................................................77

2.6 Kekuatan Sejarah Menurut F.R. Ankersmit......................................82

2.6.1 Sejarah dan Psikologi....................................................................82

2.6.2 Sejarah dan Sosiologi.....................................................................85

2.6.3 Sejarah dan Ekonomi....................................................................88

2.6.4 Sejarah dan Filsafat Sejarah Intelektual.....................................91

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................95

3.1 Simpulan.................................................................................................95

3.1.1 Kekuatan Sejarah Menurut M. Dien Madjid dan Johan


Wahyudi..........................................................................................95

3.1.2 Kekuatan Sejarah Menurut Abd Rahman hamid dan


Muhammad Saleh Madjidkual.....................................................95

3.1.3 Kekuatan Sejarah Menurut Kuntowijoyo...................................96

3.1.4 Kekuatan Sejarah Menurut Sartono Kardtodirjo......................96

3.1.5 Kekuatan Sejarah Menurut Taufik Abdullah dan


Abdurachman Surjomihardjo......................................................96

3.1.6 Kekuatan Sejarah Menurut F.R Ankersmit................................99

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................101

v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak orang bercerita, berdiskusi atau bahkan berdebat mengenai suatu
peristiwa sejarah dan diantara mereka cukup banyak yang saling bersitegang
hanya untuk memperdebatkan peristiwa tersebut tanpa mengetahui pasti apa
yang menyebabkan peristiwa sejarah itu begitu hangat untuk dibicarakan.
Segala sesuatunya tidak akan terjadi dengan sendirinya karena selalu ada
faktor yang melatar belakangi terjadinya peristiwa tersebut.
Orang yang sedang memancing dipinggir sungai dan senar pancingnya
dibawa arus, pasti berfikir bahwa air di tempat itu deras, lalu ia berpindah
tempat, sesuai dengan naluri pemancingnya. Akan tetapi, yang sering
dilupakannya ialah air itu menjadi deras karena tanahnya terlalu miring.
Bahkan ia lupa membawa air itu mengalir ke bawah, karena tanah di bawah
sungai itu menurun. Demikian pula kalau kita sedang menunggu Angkutan
Kota di pinggir jalan, kita hanya melihat bahwa mobil-mobil hilir mudik.
Yang kita lupakan ialah jalan itu berhubungan dengan jalan lain terus menerus
dan membentuk sebuah jaringan. Tanah miring yang menggerakan air sungai
di atasnya dan jaringan jalan tempat Angkutan Kota dan mobil-mobil hilir
mudik itu adalah kekuataan-kekuataan sejarah yang menggerakkan tetapi
luput dari pandangan karena letaknya tersembunyi atau terlalu abstrak untuk
dibayangkan. Demikianlah, orang hanya mengenal peristiwa-peristiwa di
permukaan, tetapi tidak mengetahui apa yang memungkin peristiwa-peristiwa
itu terjadi.[CITATION Kun13 \p 99-100 \l 1057 ]

1
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini, adalah :

1) Apa pengertian kekuatan sejarah ?


2) Sebutkan mengenai kekuatan-kekuatan sejarah ?
3) Identikasikan mengenai kekuatan-kekuatan sejarah ?

1.3 Tujuan Masalah

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah :

1) Mahasiswa dapat memahami pengertian kekuatan sejarah.


2) Mahasiswa dapat menyebutkan kekuatan-kekuatan sejarah.
3) Mahasiswa dapat mengidentifikasikan kekuatan-kekuatan sejarah.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Kekuatan Sejarah Menurut M. Dien Madjid dan Johan Wahyudhi

M. Dien Madjid dan Johan Wahyudhi, mengidentikasikan empat


kekuatan sejarah, yaitu sosiologi, ilmu politik, antropologi dan ekonomi.

2.1.1 Sosiologi
Sosiologi memiliki banyak cabang pembahasan, seperti sosiologi
keluraga kota, desa, dan sosiologi industri terdapat beberapa teori-teori
sosiologi yang dapat digunakan, antara lain stratifikasi, konflik, revolusi,
interaksi, kekuatan, serta beberapa konsep sosiologi seperti mobilisasi sosial,
perubahan sosial, dan solidartas. Kesemuanya ini perlu dikuasai untuk
menulis sejarah sosiologi.[CITATION MDi181 \p 201 \l 1057 ]
2.1.2 Ilmu Politik
Ilmu politik memiliki banyak istilah, antara lain : kultur politk
(political culture) organisasi ,sistem politik, demokratif, demokrasi,
konstitusi, bargaining, birokrasi, karisma, kepemimpinan, dan korupsi.
[CITATION MDi181 \p 203 \l 1057 ]
2.1.3 Antropologi
Antropologi dalam ilmu yang bertalian dengan manusia dan budaya
ini lebih ditekankan pada antropologi simbolik, walaupun adapula antropologi
sosial, antropologi politik, dan antropologi ekonomi. Konsep-konsep yang
perlu diketahui, antara lain: simbol, sistem kepercayaan, folklore, tradisi
besar, tradisi kecil, enkulturasi, inkulturasi, agraris, maritim, dan primitif.
[CITATION MDi181 \p 205 \l 1057 ]
2.1.4 Ekonomi
Penelitian ekonomi memiliki dimensi yang tidak kalah luas dengan
ilmu-ilmu sebelumnnya. Ekonomi menjadi salah satu pembentuk peradaban

3
yang paling signifikan. Seiring berjalannya waktu, ekonomi akhirnya dapat
menjalin hubungan dengan kajian sejarah sehingga mampu menampilkan
informasi terkakit yang masih terselubung. Kaidah-kaidah ekonomi sudah
tentu menjadi pisau analisis yang hendaknya digunakan. Sejarawan yang akan
menulis sejarah ekonomi diharuskan menguasai konsep-konsep ilmu
ekonomi, meskipun sederhana. Konsep-konsep seperti ekonomi makro,
ekonomi mikro, ekonomi poembangunan, pemasaran, inflasi, devaluasi, agio,
upah, gaji, biaya bunga, nilai tambah, harga, dan sewa harus dikuasai.
[CITATION MDi181 \p 207-208 \l 1057 ]
2.2 Kekuatan Sejarah Menurut ABD. Rahman Hamid dan Muhammad
Saleh Madjidkual
2.2.1 Hubungan Sejarah Dengan Ilmu Sosial
Sejarah sering dikatakan sebagai pengetahuan tentang kejadian
masa lampau yang dirangkai secara kronologis, kualitas, dan imajinatif. Pada
umumnya, peristiwa yang dikontruksi bersifat heroik. Isi kisahnya lebih
difokuskan pada tokoh tokoh besar. Sementara dimensi yang dominan dikaji
ialah aspek politik dari sebuah peristiwa. Karena itu, hasil kontruksinya hanya
sebuah kronikel panjang yang bertumpu pada rentetan peristiwa besar dan
peran tokoh besar terutama yang berkaita dengan politik kekuasaan dan
pemerintahan.[CITATION Abd11 \p 90 \l 1057 ]
Penggunaan teori-teori ilmu sosial penting dalam sejarah Orientasi
pengkajian sejarah seperti ini didukung oleh para sejarawan pan filsuf sejarah.
Sebut saja D. Landes dan Ch. Tilly menandakan bahwa banyak masalah
sejarah baru dapat dipecahkan dengan bantuan soiologi dan demografi.
Menurutnya, cara kerja tradisional seorang peneliti sejarah sudah tidak
memadai. Karena itu, peneliti sejarah harus meminta bantuan dari teori-teori
ilmu sosial yang membuka jalan untuk menerangkan dan menuliskan masa
silam dengan cara yang lebih teliti. Selain itu, sejarawan dapat menyediakan

4
bahan guna memperbaiki dan merinci teori-teori itu.[CITATION Abd11 \p 91
\l 1057 ]

Perkembangan ilmu sejarah pasca perang dunia II menunjukan


kecenderungan kuat untuk mempergunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial
dalam kajian sejarah. Menurut Ankersmith dan Sartono Kartodirdjo hal itu
didasari oleh pemikiran berikut :[CITATION Abd11 \p 91 \l 1057 ]
Pertama, sejarah deskriftif naratif sudah tidak memuaskan lagi untuk
menjelaskan pelbagai masalah atau gejala yang serta kompleks dalam
sejarah[CITATION Abd11 \p 91 \l 1057 ]
Kedua, pendekatan multidimensional yang bertumpu pada penggunaan
konsep dan teori ilmu sosial yang tepat untuk memahami gejala atau masalah
yang kompleks itu.[CITATION Abd11 \p 92 \l 1057 ]
Ketiga, dengan bantuan ilmu-ilmu sosial, yang menunjukan hubungan
antara berbagai faktor (inflasi, pendapatan nasional, pengangguran dan
sebagainya) maka pernyataan-pernyataan mengenai masa silam dapat dirinci,
baik secara kuantatif maupun kualitatif[CITATION Abd11 \p 92 \l 1057 ]
Keempat,teori teori ilmu sosial biasanya berkaitan dengan struktur
umum dalam kenyataan sosio-historis. Karena itu teori-teori tersebut dapat
digunakan untuk menganalisis perubahan-perubahan yang mempunyai
jangkauan luas. Bila teori-teori sosial itu dapat diandalkan dan dapat
dipercaya, maka dengan teori-teori itu pengkajian sejarah juga dapat
diandalkan seperti halnya ilmu-ilmu sosial yang terbukti keshahihan studinya.
[CITATION Abd11 \p 92 \l 1057 ]
Kelima, studi sejarah tidak terbatas pada pengkajian hak-hal informatif
tentang “apa” “siapa” “kapan” “dimana” dan “bagaimana”, tetapi juga ingin
melacak pelbagai struktur masyarakat (sosiologi), pola kelakuan,
(antropologi) dsb. Studi yang menggunsksn pendekatan ini akan melahirkan

5
karya sejarah yang semakin antropologis (antrophologica historyl) dan sejarah
yang sosiologis (sosiologycal history).[CITATION Abd11 \p 92 \l 1057 ]
Meskipun penggunaan ilmu ilmu soial sangat penting, namun terdapat
pula kalangan yang justru sebaliknya atau kontra dengan cara berfikir
semacam itu. Keberatan mereka, menurut ankersmit, juga didasarkan pada
empat pemikiran.[CITATION Abd11 \p 92 \l 1057 ]
Pertama, bahan sumber sejarah tidak lengkap, sehingga kurang
memberi pegangan untuk menerapkan teori-teori ilmu-ilmu sosial.
[CITATION Abd11 \p 92 \l 1057 ]
kedua, sering pendekatan sosio-historis dipersalahkan memotong
kekayaan historis, karena ia hanya menaruh minat pada segi-segi tertentu dari
masa silam yang dapatdikaji dengan bantuan ilmu ilmu sosial. Alhasil, masa
silam tidak dapat dipaparkan seutuhnya.[CITATION Abd11 \p 93 \l 1057 ]
Ketiga, pengkajian tradisonal lebih mampu menampilkan suatu
pemandangan mengenai masa silam daripada suatu pendekatan sosio-ekonmis
yang hanya membeberkan angka-angka statistik. Dalam konteks ini maka
pendekatan hermeutika memang lebih berhasil melukiskan wajah masa lalu.
[CITATION Abd11 \p 93 \l 1057 ]

Keempat, pendekatan terhadap masa silam yang menggunakan teori


teori ilmu soial hanya dapat digunakan sejauh dapat diandalkan keshahihan
teori-teori sosial sering di sanksikan sebab ia sering berpangkal pada
pandangan-pandangan hidup, ideologi-ideologi politik atau modern yng
sedang berlaku.[CITATION Abd11 \p 93 \l 1057 ]
2.2.2 Hubungan Sejarah Dan Ilmu Politik
Kajian sejarah ilmiah pada abad ke-19 yang dipelopori Leopold Von
Ranke banyak didominasi oleh aspek politik. Peristiwa heroik dan peran
orang-orang besar, bergantian kekuasaan, dan sebagainya dominan mewarnai
kisah sejsrah yang dihasilkan. Terlepas dari sudut pandang yang berkembang

6
saat itu, yang terpenting ialah bagaimana aspek politik digunakan dalam
merekontruksi masa lalu.[CITATION Abd11 \p 94 \l 1057 ]
Dominai aspek politik dalam sejarah berkaitan dengan penggunaan
sumber sejarah. Bila sumber itu dikeluarkan atau berasal dari pemerintah,
maka umumnya berupa laporan kegiatan politik dan pemerintahan.
Penggunaan sumber dan konsep ilmu politik dapat menghasilkan karya
sejarah politik dan sejarah pemikiran politik.[CITATION Abd11 \p 94 \l 1057
]
2.2.3 Hubungan Sejarah Dan Antropologi
Salah satu fokus kajian antropologi ialah tentang kebudayaan. Dengan
demikian, kajian antropologi lazimnya mencakup pelbagai dimensi kehidupan
sehingga antropologi itu sendiri dapat di klasifikasikan berdasarkan cabang-
cabang antropologi sosial, poliik, dan antropologi budaya.[CITATION
Abd11 \p 94 \l 1057 ]
Titik temu antara antropologi budaya dan sejarah sangatlah jelas.
Keduanya mempelajari tentang manusia. Bila sejarah menggambarkan
kehidupan manusia dan masyarakat pada masa lampau, maka ganmbaran itu
juga mencakup unsur-unsur kebudayaannya. Unsur unsur itu antara lain,
kepercayaan, mata pencharian, dan teknologi. Sejarawan dapat
merekontruksinya dalam ruang dan waktu yang jelas unsur unsur itu untuk
mengetahui perkembangan umat manusia. Unsur itu dapat dikontruksi secara
terpisah dan juga secara keseluruhanya. Hasil rekontruksi yang memadu
antara sejarah dan antropologi menghasilkan karya sejarah dan kebudayaan.
[CITATION Abd11 \p 95 \l 1057 ]
2.2.4 Hubungan Sejarah Dan Sosiologi
Rekontruksi peristiwa yang menggunakan pendekatan sosiologi di
dalamnya akan terungkap segi segi sosial dari peristiwa itu. Hasil
kontruksinya dapat di kategorikan sebagai sejarah sosial. Sebab,
pembahasannya mencakup golongan sosial yang berperan, jenis hubungan
sosial,konflik berdasarkan kepentingan, pelapisan sosial, peranan dan status
sosial dan sebagainya. [CITATION Abd11 \p 95 \l 1057 ]

7
Penggunaan sosiologi dalam merekontruksi sejarah bertujuan untuk
memahami artinsubjektif darinperilaku sosial, bukan semata-mata menyelidiki
arti objektifnya. Dengan demikian, pengkajjian sejarah lebih mengarah pada
pencarian arti dari tindakan individual berkenaan dengsn peristiwa-peristiwa
kolektif. Karena itu dalam karya-karya historiografi sejarah sosial. Misalnya,
gerakan petani, gerakan protes, gerakan keaagamaan, gerakan kebangsaan,
dan gerakan aliran ideologi atau politik.[CITATION Abd11 \p 95 \l 1057 ]
2.2.5 Hubungan Sejarah Dan Ilmu Ekonomi
Fokus studi ekonomi adalah untung dan rugi dan aktivitas atau kontrak
dagang Yang dilakukan oleh manusia. Bila dikaitkan dengan sejarah, maka
uraiannya mengacu pada konteks perubahan naik dan turunnya harga dalam
ruang dan waktu tertentu.[CITATION Abd11 \p 95 \l 1057 ]
Dengan kata lain, kajian sejarah ekonomi sangat penting bagi study
sejarah Indonesia. Kajian sejarah yang bertumpu pada aspek ekonomi dari
kehidupan manusia melahirkan pendekatan baru dalam sejarah, yang disebut
kliometri. Penggunaan angka-angka statistik merupakan ciri dari sejarah
ekonomi ini. Tingkat keuntungan ataupun kerugiann secara ekonmis hanya
bisa diketahui dan dinyatakan dengan menggunakan angka-angka.
[CITATION Abd11 \p 96 \l 1057 ]
2.2.6 Hubungan Sejarah Dan Psikologi
Objek kajian psikologi berkaitan dengan mental atau kejiwaan
manusia. Manusia yang menjadi objek kajian sejarah tidak hanya sekedar
dijelaskan mengenai tindakan yang dilakukan dan apa yang ditimbulkan dari
tindakan itu? Mengapa seseorang melakukan tindakan? Pertanyaan-
pertanyaan ini berkaitan dengan kondisi kejiwaanyang bersangkutan. Kondisi
itu dapat disebabkan oleh rangsangan dari luar atau lingkungannya, dapat
pula dari dalam dirinya sendiri. Penggunaan psikologi dalam sejarah,
melahirkan fokus kajian sejarah mentalitas.[CITATION Abd11 \p 97 \l 1057 ]

8
2.3 Kekuatan Sejarah Menurut Kuntowijoyo

Carl G. Gustavson, dalam A Preface of History, mengidentikasikan


enam kekuatan sejarah, yaitu ekonomi, agama, institusi (terutama politik),
teknologi, ideologi dan militer. Selanjutnya Prof. Kuntowijoyo menyebutkan
faktor individu, seks, umur, golongan, etnis dan ras, mitos serta budaya
sebagai kekuatan penggerak dan pemantik lainnya yang dapat mempengaruhi
terwujudnya sejarah. [CITATION Kun13 \p 100 \l 1057 ]

2.3.1 Ekonomi Sebagai Kekuatan Sejarah

Dari sejarah dunia kita belajar bahwa terciptanya Jalan Sutera dari
Tiongkok ke Eropa ialah karena kepentingan ekonomi. Eksplorasi Eropa ke
Dunia Timur sebagaian besar juga karena alasan Ekonomi. Kedatangan orang-
orang Eropa di Amerika Serikat bagian selatan, perdagangan budak, dan
kedatangan para pengejar “American Dream” karena alasan ini pula.
[CITATION Kun13 \p 100 \l 1057 ]

Barangkali karena alasan Ekonomilah Trunojoyo menyerang


Mataram; Madura selalu bersaing dengan Jawa; dan karena blokade Belanda
telah menghentikan arus ekonomi dari Jawa ke Madura, terpaksalah sebagai
Elit politik Madura menerima pembentukan Negara Madura sesudah
Proklamasi 1945.[CITATION Kun13 \p 100 \l 1057 ]

Perkebunan di sumatera yang memproduksi karet, kelapa sawit,


tembakau, dan lain-lain dan pertambangan minyak tanah, batubara, dan timah
terutama karena kekuatan ekonomi negara-negara Barat yang ingin
memperlauas modalnya. Demikian pula pembukaan perkebunan dan tanah-
tanah partikelir di Jawa. Gerakan koperasi di Indonesia yang dikembangkan
sejak zaman Belanda dengan harapan akan menjadi alat dari ekonomi Timur
untuk dapat bersaing dengan ekonomi Barat. Seperti diketahui dalam sistem
ekonomi dualistis yang membagi masyarakat menjadi dua, yaitu sektor

9
modern yang rasional dan sektor tradisional yang nonrasional, dua sektor itu
bersaing secara tak seimbang. Dengan kemerdekaan keadaan ini tidak banyak
berubah. Gerakan koperasi ditangani secara lebih sungguh-sungguh. Oleh
pemerintah, koperasi dinyatakan sebagai saka guru atau tiang utama ekonomi.
Lahirnya gerakan antilintah dari sejak zaman Belanda juga dimaksudkan
untuk melindungi sektor ekonomi kecil dari pengisapan pemberi utang.
[CITATION Kun13 \p 100-101 \l 1057 ]

Pemogokan-pemogokan yang digerakkan oleh kaum buruh pada


zaman Belanda, seperti pemogokan para pekerja pabrik gula yang dipelopori
Soerjopranoto, dimaksudkan untuk meningkatkan ekonomi.[CITATION
Kun13 \p 101 \l 1057 ]

Pada zaman Orde Baru, berdirinya organisasi pengusaha, seperti


KADIN (Kamar Dagang dan Industri), HIPPI (Himpunan Pengusaha Pribumi
Indonesia), HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), HIPLI
(Himpunan Pengusaha Lemah Indonesia), IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha
Indonesia), APEGTI (Asosiasi Pengecer Gula dan Terigu Indonesia), REI
(Real Estate Indonesia), dan ASI (Asosiasi Semen Indonesia). Juga
dimaksudkan untuk meningkatkan ekonomi anggota dan bargaining power-
nya. Pendirian HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), SPSI (Serikat
Pekerja Seluruh Indonesia), dan sejenisnya mempunyai tujuan yang sama.
[CITATION Kun13 \p 101 \l 1057 ]

Dalam ekonomi internasional, ada OPEC (Organization of Petrolem


Exporting Countries) dan ada kerja sama regional APEC (Asia Pacific
Economic Cooperation).[CITATION Kun13 \p 101 \l 1057 ]

Tidak berarti dengan memasukkan ekonomi sebagai satu dari sekian


faktor menentukan perjalanan sejarah sama artinya menyepakati pandangan
Karl Marx sang penggagas idelogi komunis, yang berkeyakinan bahwa

10
sejarah digerakkan oleh motif material dan pertentangan kelas ekonomi.
Ekonomi diangkat sebagai satu faktor menentukan dalam perjalanan sejarah,
semata-mata didasarkan pada kenyataan bahwa manusia adalah makhluk
ekonomi (homo economicus).

Kenyataan manusia sebagai makhluk ekonomi mempermudah


kesimpulan bahwa sejarah ditentukan oleh faktor ekonomi. Dalam arti kata,
kenyataan bahwa kebutuhan manusia tak terbatas (selalu berkeinginan
memenuhi semua kebutuhan dan keinginannya sehingga terpuaskan) di satu
sisi, sedangkan pada sisi yang lain, sarana pemenuh kebutuhan dan keinginan
bersifat terbatas (scarsity), telah menjadi faktor pendorong terjadinya sejarah.

Sejarah telah mencatat bahwa cita-cita untuk berada di kawasan


penghasil barang-barang yang dibutuhkan dan berharga tinggi, serta daerah
kaya sumber daya alam, telah membuat sebagian warga bangsa-bangsa Eropa
berani, meski boleh dikata nekad, mengarungi benua dan samudera untuk
memperoleh kekayaan di kawasan Timur, termasuk ke Nusantara. Motif gold
(kekayaan) inilah yang membuat mereka menyusun dan merealisasikan
strategi dan taktik politik monopoli perdagangan, lalu mempraktikkan
penjajahan dalam rentang waktu ratusan tahun lamanya.

Selain itu, sesungguhnya masih banyak peristiwa sejarah di permukaan


bumi ini yang terjadi lantaran motif ekonomi. Alhasil penalaran apriori telah
menunjukkan dengan meyakinkan bahwa manusia adalah homo economicus.
Di sisi yang lain, panalaran aposteriori dapat mengangkat peristiwa sejarah
yang terjadi sejak masa lampau sampai masa kini yang tidak terhitung
jumlahnya yang kasat mata dipicu atau disebabkan karena faktor ekonomi.
Kedua hal itu cukup menjadi argumentasi bahwa ekonomi merupakan faktor
penting yang mengarahkan sejarah.

11
Sumbangan sejarah ekonomi tidak lebih daripada sebagai bagian dari
pemikiran kolektif ilmu-ilmu sosial secara keseluruhan. Tidak seorang
perencana pun yang sadar akan kompleksitas hal-ihwal ekonomi dapat
meninggalkan sumbangan sejarah ekonomi dalam pekerjaanya [CITATION
Kun03 \p 93 \l 1057 ]. FW A. Cole dan N. B Harte menyebutkan bahwa
sejarah ekonomi yang sanggup mengkaitkan studi mikro dengan studi makro,
studi sejarah dengan studi ekonomi teoritis, dan studi akademis dengan
keperluan praktis akan sangat banyak kegunaanya.

2.3.2 Agama Sebagai Kekuatan Sejarah

Munculnya agama Kristen, masuknya Kristen ke Eropa, dan


terbentuknya Zaman pertengahan di Eropa sebagian besar dapat dijelaskan
dengan agama. Demikian juga gerakan kontra-Reformasi.[CITATION
Kun13 \p 101 \l 1057 ]

Gerakan-gerakan terekat di Aceh pada awal abad ke-17, di bawah


Hamzah Fansuri dan Syamsuddin Sumatrani serta pemberantasannya di
bawah Nuruddin Ar-Raniri adalah semata-mata karena alasan agama, karena
dua orang yang pertama dianggap sesat. Perjalanan Burhanuddin dari Ulakan
di Sumatera Barat untuk belajar agama pada Abdurrauf di Aceh pada abad ke-
17 dan penyebaran agama Islam di Sumatera Barat tidak lepas dari motif
keagamaan. Demikian juga mata rantai gerakan tarekat di Indonesia sampai
sekarang. Sebelum menjadi gerakan sosial, kultural, dan politik, penyebaran
Islam di Jawa pada mulanya adalah gerakan keagamaan.[CITATION
Kun13 \p 101-102 \l 1057 ]

Pada zaman pergerakan nasional, gerakan yang khusus di antaranya


Muhammadiyah (1912) dan Nahdlatul Ulama (1926).  Muhamadiyah adalah
gerakan “amar makhruf nahi munkar” yang berusaha kembali pada
sumbernya, yaitu Al-quran dan Hadis. Karena itu ia harus menghadapi budaya

12
Jawa yang dianggap penuh kurafat (tidak masuk akal) dan ajaran Islam yang
ada yang dianggap penuh bid’ah (ajaran yang timbul kemudian). Sebagai
reaksi terhadap Muhammadiyah yang dianggap anti mahzab dan Sarekat
Islam yang penuh politik, lahirlah Nahdalatul Ulama yang menegaskan
kembali pentingnya  mahzab yang jumlahnya empat (Syafi’i, Hambali,
Maliki, Hanafi) dan sebuah gerakan agama yang nonpolitik.[CITATION
Kun13 \p 102 \l 1057 ]

Akhir-akhir ini ada gerakan antiperadaban modern yang disebut


“fundamentalisme”. Rupa-rupanya gerakan “fundamntalisme” itu bukan khas
milik Islam.[CITATION Kun13 \p 102 \l 1057 ]

Stark dan C.Y Glock menyebutkan terdapat lima unsur penting dalam
dimensi agama: keyakinan (belief system), praktik agama, pengetahuan
keagamaan, pengalaman keagamaan, dan konsekuensi sosial. Kelima hal itu
menjadi dimensi penting bagi agama karena selain merupakan syarat komplit
untuk disebut agama, kelima hal itu juga menentukan tampilan dan aktualisasi
agama dalam konteks sosiologis.

Secara apriori, agama mudah diprediksi dapat mengarahkan laju


sejarah karena bermuatan batin (spiritual) dan lahir (manifestasi ajaran).
Kedua unsur ini terbukti menyimpan saham yang relatif besar bagi bangunan
pemikiran dan perasaan, juga sikap dan tindakan para penganutnya. Agama
menjadi basis dasar bagi sistem keyakinan (belief system) dan sistem etika
(ethic system) bagi para pemeluknya. Agama lalu menjadi sulit untuk
diabaikan begitu saja sebagai sebuah faktor penting yang mengarahkan laju
sejarah.

Marx Weber pernah meneliti dan menghasilkan karya The Protestant


Ethic and Spirit of Capitalism yang berkesimpulan bahwa ajaran etika Kristen
Protestan paralel dengan semangat lahirnya kapitalisme di belahan bumi

13
Eropa. Berkat sistem etika Kristen Protestan, demikian kurang lebih Weber
menyatakan, semangat kapitalisme semakin kukuh dan akhirnya terwujud
dalam norma, nilai, dan sistem sosial masyarakat Eropa.

Peran ajaran Konghucu terhadap kuatnya semangat meraih kekayaan


di dunia juga kentara dalam diri orang-orang Cina, terutama yang menganut
agama ini. Perpindahan warga Cina Konghucu ke berbagai belahan dunia
untuk meraih kesejahteraan hidup cukup menjadi buktinya. Tatkala melihat
makam-makam warga Cina Konghucu yang megah, semakin jelaslah bahwa
bagi mereka, kekayaan material yang diraih di dunia akan menentukan
kebahagiaan akhirat. Konghucu menyusun bangunan etika para penganutnya
dalam kehidupan ekonomi, dan karenanya mempengaruhi sejarah.

Kuntowijoyo memberikan contoh-contoh kajian ilmiah sejumlah


sejarawan yang menunjukkan peran besar agama terhadap sejarah, baik dalam
pendekatan sejarah politik, sejarah ekonomi, sejarah sosial, sejarah
intelektual, sejarah kebudayaan, sejarah kesenian, sejarah mentalitas, sejarah
sensibilitas, maupun melalui pendekatan biografi, psycho history, dan
prosopografi. Agama mempengaruhi berbagai perjalanan arus sejarah, baik
dalam konteks individual maupun sosial.[CITATION Kun03 \p 163-172 \l
1057 ]

Peran agama Islam dalam sejarah politik pemerintah pendudukan


Jepang, misalnya, terlihat dalam karya Harry J. Benda yang berjudul Bulan
Sabit dan Matahari Terbit: Islam di Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang.
Islam sebagai institusi sosial pendidikan dalam rentang sejarah tanah air juga
tergali lewat karya Karel A. Steenbrink yang menulis Pesantren, Madrasah,
Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern

Peran agama dalam sejarah intelektual bisa dimengerti lewat tulisan


Howard M. Federspiel berjudul Kajian Al Qur’an di Indonesia: Dari Mahmud

14
Yunus Hingga Quraish Shihab. Sedangkan dalam sejarah kebudayaan,
pengaruh agama kentara dengan mencari pola-pola kehidupan, kesenian, dan
cara berpikir secara bersama-sama dari suatu zaman. Pengaruh ajaran Islam
bagi sejarah kesenian dapat ditelaah dalam gambaran seni arsitektur, seni
lukis, dan sastra zaman klasik, terutama pada zaman kejayaan Islam.

Peran agama dalam sejarah mentalitas (pikiran, perasaan, atau


imajinasi kolektif) mengenai gagasan anti feodalisme pada orang-orang
Sarekat Islam dapat dilakukan dengan cara membuka arsip tentang SI (CSI, SI
Lokal), Adviseur voor Inlandsche Zaken, laporan para residen, koran SI
seperti Oetoesan Hindia dan penerbitan-penerbitan lainnya. Pengaruh agama
bagi sejarah sensibilitas (kandungan emosional manusia dalam suatu kurun)
dapat dibaca dalam Sejarah Perjuangan Hizbullah Sabilillah Divisi Sunan
Bonang.

Dalam konteks individual, peran agama bagi sejarah dapat terlihat


ketika memakai pendekatan biografi (sejarah kehidupan tokoh), psycho
history (sejarah kejiwaan), dan prosopografi (biografi kolektif). Kita,
misalnya, bisa menelusuri biografinya Nabi Muhammad SAW, K.H. Hasyim
Asy’ari, K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Ahmad Hasan, atau biografi K.H.
Abdullah Syurkati. Salah satu studi sejarah yang menggambarkan pengaruh
agama dalam psycho history antara lain sejarah kejiwaan Mahatma Gandhi
yang dibahas oleh Erik H. Erikson dalam Gandhi’s Truth atau sejarah
kejiwaan Martin Luther King dalam Young Man Luther. Pengaruh agama
dalam prosopografi, misalnya, terdapat pada tulisan Ali Rahmena (ed.), Para
Perintis Zaman Baru Islam.

2.3.3 Institusi Sebagai Kekuatan Sejarah

Sejak zaman klasik, Yunani selalu bermusuhan dengan Sparta dan


Persia karena perbedaan institusi. Yunani selalu digambarkan sebagai sebuah

15
republik yang demokratis sedangkan Sparta dan Persia adalah tirani.
[CITATION Kun13 \p 102 \l 1057 ]

Sejak awal abad ke-20 di Indonesia telah dibentuk badan-badan


penasihat di kota-kota besar, juga kemudian secara bertahap badan-badan
penasihat serupa di tiap kabupaten. Tapi bupati bertindak sebagai ketua. Pada
tahun 1918 Volksraad (Dewan Perwakilan Rakyat) mulai bersidang, sekalipun
peran orang-orang Belanda tetap dominan. Dalam badan-badan itulah kritik
terhadap pemerintah sendiri, terutama dari orang Belanda yang propribummi
dan dari pribumi sendiri mulai dilancarkan. Yang diluar perhitungan ialah
persoalan sikap ko dan non-ko orang Indonesia. Bagi partai-partai
kebangsaan, seperti Sarekat Islam, ada daerah yang ko dan ada yang non-ko.
Ternyata, ada kekuatan sejarah yang sulit dikendalikan, baik oleh pemerintah
maupun partai-partai politik. Sikap pers juga merupakan kekuatan sendiri.
[CITATION Kun13 \p 103 \l 1057 ]

Dapat dibayangkan, kalau dipermukaan ada peristiwa sehari-hari, di


balik itu ada institusi, berupa badan-badan, partai-partai, dan pers, dibalik itu
ada kekuatan-kekuatan sosial, dan di belakang itu ada lagi kekuatan sejarah
yang lain, baik pribadi atau ekonomi atau agama atau yang lain. Sejarah itu
bisa berlapis-lapis.[CITATION Kun13 \p 103 \l 1057 ]

Institusi atau lembaga merupakan wahana bagi kumpulan orang yang


menyatukan strategi untuk mencapai tujuan melalui organisasi yang memiliki
nama, simbol, dan struktur kepengurusan. Sejarah mencatat bahwa mulanya
institusi yang pernah muncul bersifat sederhana, lalu berkembang menjadi
lebih kompleks, canggih, dan modern seiring perkembangan zaman. Dalam
kadarnya yang berbeda-beda, pengalaman sejarah menunjukkan pengaruh
institusi (terutama institusi politik) terhadap arah sejarah. Demikian pula di
masa depan, peran institusi terhadap arah sejarah akan berpengaruh.

16
Institusi, lembaga, atau organisasi, sangat mempengaruhi arah sejarah.
Hal ini sesuai dengan peribahasa yang menyatakan bersatu kita teguh, bercerai
kita runtuh. Sayidina Ali bin Abi Thalib pernah berhujjah bahwa kejahatan
yang terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir. Hal itu
menyimpulkan tentang betapa kuatnya efek institusi, lembaga, atau organisasi
dalam menciptakan realita sejarah.

Jika menelusuri dinamika dan romantika perjuangan merebut


kemerdekaan Indonesia pasca pelaksanaan etische politic, maka akan terlihat
ragam institusi politik yang berjibaku dalam arena perjuangan. Bung Karno
mengorganisir diri dalam PNI, sedangkan Bung Hatta dan Bung Syahrir
dalam institusi Pendidikan Indonesia . Dengan aneka institusi perjuangan
lainnya, perjuangan mereka semakin terlihat efektifitasnya ketimbang
perjuangan yang dilakukan secara sporadis sejarak ratusan tahun sebelumnya.
Tentu mudah pula untuk menyimpulkan bahwa institusi PNI, PI, dan
sebagainya telah menentukan arah sejarah perjuangan kemerdekaan RI.

Peran institusi BPUPKI dan PPKI menjelang proklamasi kemerdekaan


juga sulit diabaikan sebagai komponen yang menentukan sejarah proklamasi.
Peran institusi militer dan berbagai institusi politik di tanah air sejak
Indonesia merdeka sampai sekarang, terlihat signifikan dalam menentukan
arah sejarah. Institusi politik Golongan Karya signifikan perannya dalam
mengokohkan bangunan rezim kekuasaan Orde Baru Soeharto. Alhasil
institusi, terutama institusi politik, baik menurut penalaran apriori maupun
aposteriori adalah satu kekuatan menentukan dalam laju sejarah.

2.3.4 Teknologi Sebagai Kekuatan Sejarah

Dulu sungai dan laut merupakan penghubung. Bengawan Solo tidak


lagi punya monopoli pengangkutan, seperti diceritakan dalam penyerbuan
Mataram ke Surabaya, setelah rel-rel kereta api menghubungkan Yogyakarta

17
dengan Surabaya. Kota-kota sepanjang sungai digantikan oleh kota-kota
sepanjang jalan kereta api. Demikian juga laut, perananya dapat digantikan
oleh kereta api. Di Madura, setelah jalan kereta api, diletakkan pada akhir
abad ke-19 atau awal abad ke-20, orang masih bermigrasi sesuai dengan jalan
laut yang terpendek. Setelah ada kereta api, populasi kuda menurun, dengan
kereta kuda orang hanya bepergian sejauh 10 kilometer.[CITATION Kun13 \p
104 \l 1057 ]

Dengan datangnya teknologi baru dengan mesin-mesin, pengusaha


gula pasir tradisional yang mengandalkan binatang dan gula merah dari kelapa
mendapat saingan berat. Demikian juga dalam produksi tekstil. Mula-mula
tenun tangan digantikan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin), kemudian juga
ATBM dikalahkan mekanisasi.[CITATION Kun13 \p 104 \l 1057 ]

Dalam produksi makanan dan minuman terjadi penggusuran makanan


dari minuman tradisional yang dikerjakan dengan tangan oleh makanan dan
minuman modern. Ini terjadi juga dalam kosmetika dan jamu, serta dalam
penangkapan, pemeliharaan, perdagangan dan pengalengan ikan.[CITATION
Kun13 \p 104 \l 1057 ]

Pembagian zaman menjadi zaman prasejarah dan zaman sejarah tidak


saja berbeda antara manusia dalam zaman pertama yang disebut belum
mengenal aksara (tulisan), dan zaman sejarah sebagai zaman sudah mengenal
tulisan. Zaman prasejarah juga bercirikan kehidupan yang primitif dengan
kehidupan yang sederhana, misalnya berkenaan teknologi yang digunakan.
Sedangkan di zaman sejarah, apalagi zaman modern, kehidupan telah
kompleks dengan tingkat efektifitas dan efisiensi karena beragamnya sarana
teknologi.

Teknologi merupakan unsur vital lainnya yang menentukan arah


sejarah. Manusia tidak saja berkreasi dan berinovasi untuk menemukan alat-

18
alat teknologi demi efektifitas dan efisiensi hidupnya, melainkan juga
berjuang merealisasikan kebutuhan dan keinginannya dengan media
teknologi. Kedua hal ini manifes dalam arena kehidupan sejak masa
kelampauan dan masa kini, serta akan berlangsung di masa mendatang.

Banyak fenomena penyebarluasan ilmu pengetahuan secara efisien dan


efektif lantaran peran teknologi informasi: mesin pembuatan kertas, mesin
cetak, mesin foto copy, mesin tik, komputer, internet, dan sebagainya. Banyak
gerakan pemberian bantuan kemanusiaan lebih cepat, efisien, dan efektif
lantaran memanfaatkan teknologi informasi, teknologi transportasi, serta
teknologi pembudidayaan bahan-bahan makanan.

Dalam konteks sejarah lainnya, temuan rumus hukum relativitas oleh


Albert Einstein merupakan cikal bakal ditemukannya teknologi persenjataan
berjenis bom atom. Temuan Einstein yang ditindaklanjuti dengan pembuatan
bom atom, lalu diledakkan di dua kota penting di Jepang (Kota Hiroshima dan
Nagasaki) pada Perang Dunia II akhirnya memaksa Jepang untuk menyatakan
menyerah kalah kepada Sekutu. Peristiwa ini pula yang turut mempercepat
dan mengarahkan arus sejarah, sehingga momen paling bersejarah yakni
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 terjadi.

Sejarah masa silam telah menunjukkan tentang betapa besarnya


pengaruh teknologi bagi arah sejarah. Proses perdamaian banyak memakai
sarana teknologi. Demikian pula proses penguasaan dan penjajahan suatu
bangsa terhadap bangsa lain, juga memakai sarana teknologi. Ketika Perang
Dingin (cold war) berlangsung, teknologi merupakan arena peperangan yang
nyata. Perang pengaruh antara faksi Amerika Serikat versus Uni Soviet tidak
saja berkenaan teknologi informasi dan penyebarluasan agitasi dan
propaganda, melainkan juga dalam dalam hal teknologi persenjataan.

19
Tidak berlebihan untuk menyatakan bahwa barang siapa memiliki dan
piawai menggunakan teknologi, maka akan menguasai sejarah dan dunia.
Peran menentukan teknologi terhadap arah sejarah bukan saja lantaran efisien,
melainkan pula, dengan teknologi, kehidupan umat manusia menjadi lebih
efektif, lebih cepat, berdaya jangkau lebih luas, lebih kuat, dan lebih mudah.
Semua hal itulah yang membuat teknologi demikian penting dan menentukan
sejarah, tidak saja sejarah di masa silam dan sejarah masa sekarang, akan
tetapi juga sejarah masa depan.

Dengan diam-diam teknologi telah mengubah kehidupan, tetapi masih


luput dari perhatian sejarawan. Sebabnya ialah karena sejarawan masih sibuk
mengurus sejarah yang besar-besar , yang atas-atas, serta yang di permukaan,
dan melupakan yang kecil-kecil, yang dibawah, dan kekuatan-kekuatan yang
tak tampak seolah-olah hal itu bukan sejarah.[CITATION Kun13 \p 104 \l
1057 ]

2.3.5 Ideologi Sebagai Kekuatan Sejarah

Pada awal abad ke-20 pemikiran tentang kemajuan menjadi penggerak


utama untuk meninggalkan tradisional. Untuk daerah berbahasa Batak,
pemikiran ini disebut hamajoan, untuk orang Jawa kemajengan. Atas nama
kemajuan, orang-orang Cina meninggalkan kucirnya, menghentikan upacara
sembahyang rebutan, dan mendirikian organisasi. Orang-orang
Mangkunegaran Surakarta, duduk di kursi, dan para prajurit Kasunanan
Surakarta mencukur kepalanya yang semula dibiarkan panjang dan digelung.
Juga atas nama kemajuan, penerbitan di Jawa telah menggantikan ilmu
ngalamat, misalnya arti pelupuk mata sebelah kiri bergerak-gerak, dengan
ilmu alam yang disebutnya dengan ilmu kodrat. Misalnya, gerhana bulan tidak
lagi terjadi akibat raksasa yang berusaha menelannya, tetapi karena
kedudukan bulan, bumi dan matahari. Gerakan Muhammadiyah mencoba
memadukan antara kemajuan dan agama. Cita-cita kemajuan itu terasa sampai

20
tahun 1930-an ketika Sutan Takdir Alisyahbana menulis novel.[CITATION
Kun13 \p 104-105 \l 1057 ]

Gerakan antiadat, misalnya poligami, tayub, tekanan atas wanita,


menjadi populer di Indonesia. Gerakan itu tercatat dalam pers pada awal abad
ke-20 dan dalam penerbit-penerbitan. Novel Marah Rusli, Siti Nurbaya,
hanyalah salah satu ekspresinya dalam sastra.[CITATION Kun13 \p 105 \l
1057 ]

Gerakan nasionalisme merupakan ideologi yang melahirkan banyak


lembaga politik. Sebagai gerakan yang dipengaruhi oleh romantisme,
nasionalisme juga mempunyai pengaruh dalam kesusatraan. Poedjangga Baru
yang mendefinisikan seni sebagai gerakan sukma, terbagi ke dalam dua kubu.
Kubu pertama melihat Indonesia lebih sebagai Timur, dan kubu kedua yang
lebih melihat Barat sebagi model. Dalam bidang pendidikan dan kebudayaan
terdapat Taman siswa yang mencoba menjawab pertanyaan kebudayaan
dunia, kebudayaan daerah, dan kebudayaan nasional. Soekarno mencoba
menyatukan Islam, Marxisme, dan nasionalisme, ideologi yang dibawanya
sampai tahun 1966 ketika ia menyerahkan kekuasaanya pada Orde Baru.
[CITATION Kun13 \p 105 \l 1057 ]

Pancasila yang merupakan common denominator bagi seluruh bangsa


Indonesia yang telah menjadi persetujuan bersama, juga merupakan kekuatan
sejarah. Telah dibuktikan sepanjang sejarah Indonesia bahwa ia mrupakan
ideologi yang efektif.[CITATION Kun13 \p 105 \l 1057 ]

Tidakkah aneh manakala dengan sadar dan tanpa dibayar, jutaan buruh
dengan kekuatan politik komunis lainnya, bergerak melancarkan perlawanan
pemikiran dan fisik terhadap kaum borjuis (bangsawan) di berbagai belahan
dunia. Fenomena ini berlangsung dalam sejarah gerakan komunis pimpinan
Karl Marx di Eropa maupun gerakan komunis Cina di bawah pimpinan Mao

21
Tze Tung. Tetapi dalam domain ideologi, fenomena tersebut lumrah belaka
sebagai konsekuensi dari disetujuinya pandangan (ideologi) komunis oleh
massa pendukungnya. Ideologi komunisme terbukti menentukan arah sejarah,
setidak-tidaknya di beberapa negara penganut komunisme di kawasan
Skandinavia, di Cina, maupun Korea Utara.

Islam madzhab syi’ah yang diubah menjadi ideologi juga terbukti


besar pengaruhnya dalam mengarahkan sejarah. Hal ini setidak-tidaknya
terlihat dalam gerakan pembentukkan dan penataan Republik Islam Iran
sebelum dan sesudah tahun 1979. Terutama pada masa-masa peralihan
kekuasaan dari Syah Reza Pahlevi kepada Ayatullah Khomeini pada tahun
1979. Di sekitar tahun-tahun ini, dengan sadar dan semangat, rakyat Iran yang
dikomandoi kaum mullah dan intelektual kampus berhadap-hadapan dalam
relasi pertentangan dengan pasukan Syah Reza Pahlevi.

Akhirnya kekuatan rakyat (people power) Iran yang sebagian besar di


antaranya bergerak atas dasar ideologi Islam madzhab syi’ah berhasil
melengserkan Syah Reza Pahlevi pada tahun 1979. Sejarah Iran terbalik 180
derajat. Kaum mullah (ulama) yang mulanya bergerak di pinggiran kekuasaan
kemudian tampil ke pusat kekuasaan negara di bawah kepemimpinan figur
Ayatullah Khomeini. Alhasil ideologisasi Islam madzhab syi’ah berlangsung
di Iran . Tidak saja nama negara Iran diubah menjadi Republik Islam Iran ,
melainkan pula konstitusinya berubah.

Dengan ideologi kapitalisme, Amerika Serikat (AS) menata


negaranya. Amerika Serikat tidak saja menganggap dan memposisikan modal
sebagai unsur penting, melainkan pula, dalam banyak kadar, mempraktikkan
sistem kapitalisme. Hal ini pula yang membuat sejarah mengikutsertakan
negara ini sebagai salah satu negara terpenting yang terlibat dalam perang
ideologi antara faksi sekutu dan fasis pada Perang Dunia II. Lantaran
semangat mendukung dan menyebarluaskan ideologi kapitalisme pula, AS

22
konflik berhadap-hadapan dengan Uni Soviet dalam Perang Dingin.
Kapitalisme telah berkontribusi menciptakan sejarah kejayaan AS di dunia
kontemporer.

Pandangan, sikap, dan tindakan manusia banyak dipengaruhi oleh


sistem pemikirannya. Dalam bentuk yang lebih sistematik, sejumlah sistem
pikiran bermatamorfosa menjadi ideologi, yaitu pandangan dunia yang berisi
tujuan ideal mengenai bagaimana seharusnya dunia diatur, serta mempunyai
langkah-langkah metodis untuk mencapainya. Komunisme, kapitalisme, dan
Islam, misalnya, disebut sebagai beberapa tiga ideologi besar dunia saat ini,
karena selain mempunyai konstruksi berpikir abstrak tentang realita ideal
pengaturan dunia dan metode mencapainya, juga mendapat dukungan terbesar
di dunia.

Dari sini jelas bahwa selain menurut penalaran aposteriori


(pengalaman sejarah), unsur ideologi terbukti berperan menentukan arah
sejarah, menurut penalaran apriori (logis) pun sejarah niscaya ditentukan
pikiran manusia atau dalam bentuknya yang lain, dipengaruhi oleh ideologi.
Pengaruh ideologi begitu mendasar dan halus terhadap lahirnya pandangan,
sikap, dan tindakan umat manusia dalam menjalani kehidupan. Ketiga hal ini
(pandangan, sikap, dan tindakan) pula yang jika mewujud akan menciptakan
sejarah, mulai dari sejarah yang mempengaruhi lingkup kecil sampai lingkung
luas.

2.3.6 Militer Sebagai Kekuatan Sejarah

Peran yang diambli tentara bangsa Indonesia dalam proklamasi sangat


besar. Demikian juga tentara resmi maupun laskar-laskar dalam Revolusi.
Tenara yang bergerilya berhasil mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia
pada waktu terdesak, dengan meyakinkan PBB, setelah itu peran tentara

23
sangat penting, teutama dengan berhasilnya tentara dalam memadamkan
pemberontakan-pemberontakan.[CITATION Kun13 \p 106 \l 1057 ]

Tentara juga merupakan kekuatan yang riil dan kekuatan sejarah yang
harus diperhitungkan oleh ormas-ormas menjelang G-30-S/PKI. Berdirinya
Orde Baru di Indonesia juga tak bisa dipisahkan dari peranan militer.
[CITATION Kun13 \p 106 \l 1057 ]

Manakala kata militer mencuat ke permukaan, maka yang terbayang


adalah prajurit atau pasukan tentara yang dilengkapi senjata, pertahanan fisik,
atau operasi penguasaan. Dalam sejarah, unsur kekuatan dan kelemahan
militer terbukti menentukan maju atau mundur, jaya atau punah, dan
menguasai atau dikuasainya suatu kelompok atau bangsa. Di dalam sejarah
kehidupan masa silam, kekuatan dan kelemahan militer berbanding lurus
dengan merdeka atau terjajahnya suatu bangsa, bahkan paralel pula dengan
eksis atau punahnya bangsa tersebut.

Imperium Romawi pimpinan Raja Julius Caesar yang sukses


menguasai hampir seluruh kawasan Eropa di masa lampau terjadi lantaran
kuatnya sektor militer. Lantaran mempunyai kekuatan militer pula, Alexander
Yang Agung (Alexander The Great) menguasai Eropa dan sebagian wilayah
Asia . Salah satu faktor yang membuat Muhammad SAW dan khulafaur
rasyidin, Dinasti Ummayah dan Abbasiyah jaya di kawasan Asia Barat Daya,
bahkan pernah menguasai Spanyol adalah kekuatan militer. Raja Asoka dan
Dinasti Moghul menguasai kawasan India karena memiliki kekuatan militer.
Bahkan Napoleon Bonaparte yang terkenal dalam sejarah, juga lantaran
menguasai ilmu serta memiliki kekuatan militer.

Nama Majapahit dan Sriwijaya sebagai dua kerajaan besar yang


pernah eksis di Nusantara masa lampau masih populer sampai sekarang.
Kedua kerajaan ini bahkan disebut-sebut pernah menguasai dan kuat

24
pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara. Sejarah Nusantara masa silam juga
mencatat kiprah Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit sebagai figur yang
memproklamirkan sumpah Palapa yang berisi kehendak menyatukan
(menguasai) Nusantara. Kemampuan menyatukan atau menguasai kawasan
Nusantara, baik oleh Kerajaan Majapahit maupun Kerajaan Sriwijaya bisa
terjadi karena kedua kerajaan ini mempunyai kekuatan militer yang tangguh.

Jika jarum jam sejarah kita tarik ke zaman pencerahan Eropa, maka
langkah bersejarah mereka yang melakukan penjelajahan lintas benua dan
samudera dengan motif gold, gospel, glory juga disertai kekuatan militer.
Dengan kekuatan militer pula, para penjelajah Eropa tersebut memonopoli
perdagangan, bahkan pada akhirnya mempraktikkan penjajahan dalam rentang
waktu ratusan tahun di kawasan Asia, Afrika, Amerika Latin, maupun di
Australia. Kendati bukan faktor satu-satunya, akan tetapi patut diakui bahwa
kekuatan militer merupakan faktor menentukan dalam sejarah penjelajahan,
monopoli perdagangan, dan penjajahan oleh bangsa Eropa.

Beberapa tahun silam, sejarah Irak dan kekuasaan rezim Saddam


Hussein dimbombardir oleh invasi militer Amerika Serikat pimpinan Presiden
George Bush Jr. lantaran dianggap memiliki senjata pembunuh massal, meski
menurut sebagian pihak, selain karena motif politik, invasi ini juga didorong
oleh motif menguasai bahan mentah minyak di Irak. Alhasil tidak saja
Saddam Hussein lengser sehingga mengubah peta politik dan ekonomi dalam
negeri Irak, peristiwa ini juga mengubah peta politik dan ekonomi dunia.
Sekali lagi militer mencuat sebagai satu unsur penting yang mengarahkan
sejarah.

Perseteruan Israel versus Palestina sudah lama berlangsung.


Belakangan Israel semakin berhasil menguasai sebagian besar kawasan di
Palestina. Ini mengindikasikan bahwa Israel memiliki kekuatan militer yang
lebih tangguh ketimbang Palestina. Demikian pula Republik Islam Iran adalah

25
sebuah negara di Asia yang terus diawasi PBB, terutama oleh AS karena
mengembangkan penelitian uranium. Jika proyek penelitian Iran ini sukses,
maka diprediksikan negara ini akan muncul sebagai salah satu negara dengan
kekuatan militer yang ditakuti AS dan sekutunya. Kekuatan militer tidak saja
menentukan perjalanan sejarah suatu negara bahkan dunia manakala
digunakan, melainkan juga bisa dipakai dalam arena perang psikologi
(psywar).

Dengan demikian, sudah cukup bukti historis yang menegaskan betapa


berpengaruhnya militer dalam menentukan arah perjalanan sejarah. Jika dalam
domain penguasaan teknologi berlaku adagium “barang siapa menguasai
teknologi akan menguasai dunia”, maka dalam konteks militer berlaku
adagium “barang siapa memiliki kekuatan militer yang tangguh, maka akan
menguasai dunia”. Arah sejarah, akhirnya, ternyata dikendalikan pula oleh
faktor militer.

2.3.7 Individu Sebagai Kekuatan Sejarah

Para nabi, filsuf, pendiri mazhab, pendiri sekte, dan pemikir adalah
individu yang mengubah sejarah. Bayangkan, betapa besar pengaruh Al
Ghazali dalam tasawuf. Dalam kerajaan tradisional, seperti dalam wayang,
hanya kita kenal nama raja, bukan kelompok sosial. Catatan dalam babad,
hikayat, tambo, dan dongeng menunjukkan pentingnya individu. Raja
Iskandar kedua, para wali, senapati, Sultan Ageng Titrayasa, dan Surapati
adalah nama-nama individu. Augustine, Aquinas, Martin Luther, Semua yang
mempunyai peran dalam sejaraha adalah individu. Gerakan pembaharuan
dalam sejarah Islam di Indonesia tidak akan lahir pada waktu itu tanpa Ahmad
Dahlan.[CITATION Kun13 \p 106-107 \l 1057 ]

Orde Baru lahir juga tanpa Soeharto, tetapi sejarahnya akan lain.
Gerakan pembaharuan dikalangan pemuda Islam akan lahir tanpa Nurcholis

26
Madjid, tetapi tanpa dia jadinya pasti lain. Tanpa individu, sebuah pesantren
tidak akan lahir. Selain biografi, dapat pula ditulis psikohistori, atau dapat
juga ditulis prosopografi (biografi kolektif) tentang orang penting.
[CITATION Kun13 \p 107 \l 1057 ]

Thomas Caryl, seorang filsuf dan historiograf Inggris, memandang


bahwa sejarah digerakkan oleh orang-orang besar (the great man theory).
Carly menganggap bahwa sejarah dunia pada dasarnya adalah sejarah orang-
orang besar. “Universal history, the history of what man has accomplished in
this world is at bottom the history of the great man who have orked here”
(Notosusanto, 1984: 14 ). Caryl lalu menulis buku klasik berjudul On Heroes,
Heroworship and The Heroic in History. Di sini ia paparkan riwayat orang-
orang besar seperti Nabi Muhammad saw, Julius Caesar, dan Yesus Kristus.

Dalam pandangan yang ditunjukkan Caryl ini, pemikiran yang berlaku


adalah: “Jika tidak dia, tentu……..” atau misalnya “jika Julius Caesar mau
mendengarkan nasehat tukang nujum untuk tidak pergi ke Senat, tentu ia
takkan terbunuh“. Dalam konteks yang sama dapat juga dinyatakan berkenaan
peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia, bahwa peristiwa menentukan
ini sangat ditentukan oleh tokoh Soekarno, sejarah Filipina ditentukan Jose
Rizal, sejarah Jerman dalam Perang Dunia II ditentukan oleh Hitler, Perang
Teluk digerakkan oleh Sadam Husein, Revolusi Islam Iran ditentukan
Khomeini, dan seterusnya.

Peristiwa monumental dan bersejarah yang pernah berlangsung dalam


sejarah hampir selalu dimungkinkan terjadi berkat kiprah individu yang
tergolong orang besar (the great man). Di balik sejarah pemikiran logis dan
rasional tertera nama Socrates, Aristoteles, dan Plato. Dalam sistem pemikiran
dan sistem etika masyarakat Cina terdapat Kong Fu Tze sebagai guru etika
orang Cina paling terkemuka.

27
Nabi Ibrahim, Nabi Musa , Isa , dan Nabi Muhammad saw adalah
nabi-nabi yang berpengaruh, bukan saja dalam menyebarluaskan keyakinan
monotheisme, melainkan juga, terutama ajaran Nabi Musa, Yesus, dan Nabi
Muhammad, meraih dukungan dan dianut oleh banyak penganut hingga
sekarang. Banyak peristiwa monumental dalam sejarah berlandaskan,
mengikuti metode, dan bertujuan kepada kharisma dan ajaran ketiganya.

Agama Budha dianut oleh banyak orang sejak masa lalu sampai
sekarang. Agama ini juga banyak mempengaruhi arah sejarah, tidak saja
terhadap kaum Budha, namun juga terhadap masyarakat non Budha. Tentu
saja, dengan demikian, pengaruh Sidharta Gautama sebagai individu yang
mencetuskan ajaran ini sulit diabaikan. Sidharta Gautama adalah sesosok
individu yang sangat berpengaruh dalam sejarah.

Sebuah nama yang melekat erat dengan kejayaan dan mitos imperium
Romawi di Eropa adalah Julius Caesar. Caesar merupakan satu dari sekian
pemimpin Romawi yang paling berpengaruh. Sejarah Eropa juga mencatat
seorang individu bernama Napoleon Bonaparte sebagai seorang panglima
perang dan pemimpin berpengaruh dalam penggalan sejarah. Napoleon tidak
saja sebagai individu yang terkenal karena strategi perangnya, melainkan pula
sesosok aktor sejarah yang mempengaruhi peta geopolitik, baik selama hidup,
maupun setelah ia meninggal dunia.

Alexander The Great juga familiar dalam sejarah sebagai seorang raja
sekaligus panglima perang paling disegani dalam sejarah. Kiprahnya telah
mempengaruhi arah sejarah geopolitik. Karl Marx dan Adam Smith adalah
dua pemikir puncak dalam sejarah. Marx penggagas dan aktivis komunisme,
sedangkan Smith pemikir ekonomi liberal (kapitalisme). Pengaruh kedua
model pemikiran ini masih terasa sampai sekarang, dan karenanya, Karl Marx
dan Adam Smith merupakan dua individu dengan pengaruh yang besar dalam
mengarahkan sejarah.

28
Perang Dunia II adalah peristiwa dahsyat yang tercatat dalam sejarah.
Dalam perang ini, Jerman yang dikuasai rezim Nazi di bawah komando sang
fuhrer Adolf Hitler turut ambil bagian. Hitler telah mengubah sejarah politik
dunia, tidak saja lantaran memimpin Jerman yang bergabung dengan Jepang
dan Italia dalam Perang Dunia II, melainkan juga menyebarluaskan gagasan
melalui bukunya yang berjudul Mein Kampf. Adolf Hitler merupakan individu
penting yang turut mempengaruhi arah sejarah.

Tahun kemerdekaan India boleh jadi lebih lambat, tidak seperti yang
kita kenal sekarang, jika Mahatma Gandhi tidak hadir dalam perjalanan
sejarah negeri Bollywood itu. Hal serupa mungkin terjadi pada Republik
Indonesia , jika Soekarno tidak hadir dalam sejarah perjuangan
kemerdekaannya. Tidak saja negeri Cina kemungkinan besar tidak berubah
namanya menjadi Republik Rakyat Cina, tetapi juga boleh jadi haluan
politiknya tidak berubah menjadi komunis, tanpa adanya pengaruh Mao Tze
Tung sebagai the great man. Hal serupa berlaku terhadap Iran jika Ayatullah
Khomeini tak pernah ada di Iran.

2.3.8 Seks Sebagai Kekuatan Sejarah

Sekarang kajian tentang seks sudah ditinggalkan, sebab kajian biologis


itu sudah digantikan dengan konsep gender yang menitikberatkan perbedaan
pria dan wanita lebih pada pandangan sosial-budaya yang bisa berubah. Akan
tetapi, dahulu memang orang memahami perbedaan pria dan wanita lebih
pada perbedaan biologis yang tak berubah.[CITATION Kun13 \p 107 \l
1057 ]

Gerakan feminisme di dunia Barat berkembang menadi gerakan


radikal. Gerakan itu telah melahirkan Women Studies, dan dalam sastra telah
muncul feminist criticism.[CITATION Kun13 \p 107 \l 1057 ]

29
Seks menjadi pendorong lahirnya pelayanan. Majalah dan tabloid
khusus wanita seperti Sarinah, Kartini, Femina, Gadis, Wanita Indonesia,
Dharma Wanita dan ruang wanita di koran-koran menunjukan kebangkitan
kaum wanita. Toko-toko, fashion, perhiasan juga khusus wanita. Sementara
itu, unutuk kaum laki-laki hanya ada majalah Matra. Akhir-akhir ini ada
kecenderungan unisex, sehingga dimana-mana timbul salon untuk ladies and
gent.[CITATION Kun13 \p 108 \l 1057 ]

Di luar negeri ada penerbitan, toko, film, dan jenis pelayanan seks lain.
Di Indonesia ada bisnis seks, baik terselubung maupun terbuka, semata-mata
atau terkemas. Dahulu, para priyayi pria yang suka tayub adalah pelanggan
bisnis seks yang dikemas dalam tari.[CITATION Kun13 \p 108 \l 1057 ]

Harta, tahta, dan wanita atau pria terlanjur dijadikan mitos kenikmatan
hidup duniawi. Unsur terakhir yang disebutkan berkenaan dengan pergaulan
seks dalam pengertian umum: perasaan menyenangi atau mengagumi jenis
kelamin yang berbeda, maupun dalam hal keinginan untuk memiliki dan
melakukan hubungan seksual.

Faktor seks juga mempengaruhi perjalanan sejarah. Hal ini dapat


dipahami lantaran seks termasuk sebagai salah satu orientasi manusia.
Kenyataan ini lalu berpotensi menjadi motif atau dorongan bagi manusia
dalam menjalani kehidupannya. Seks yang dipahami serupa inilah yang
menjadi salah satu kekuatan yang mengarahkan sejarah.

Sejarah mencatat politik dan skandal yang dilakukan Ken Arok dengan
membunuh Raja Tunggul Ametung. Hal ini tidak saja agar Ken Arok tampil
menjadi penguasa baru menggantikan Tunggul Ametung, melainkan pula agar
ia bisa memiliki permaisuri raja, yakni Ken Dedes. Praktik tersebut telah
mengubah sejarah.

30
Pascal telah mengatakan bahwa hidung Kleopatra, yang mengesankan
bagi Markus Antonius, menentukan arus sejarah. Hidung Kleopatra yang
dipandang oleh Markus Antonius sebagai hidung yang seksi dan sensual itu
telah mengakibatkan Markus jatuh hati. Ketertarikan dan kekaguman Markus
kepada Kleopatra tersebut lalu membuat keduanya, tidak hanya terlibat dalam
fenomena tertariknya laki-laki terhadap perempuan, tetapi dari spektrum ini
pula arah sejarah berdimensi luas terjadi.

Sejarah modern mengabarkan skandal seks yang dilakukan Presiden


Bill Clinton dengan Monica Lewinski. Peristiwa ini terkuak, kemudian
Presiden Clinton diadili warganya. Clinton akhirnya harus rela beranjak dari
kursi USA 1 lantaran terlanjur diberi stempel atau imej buruk akibat skandal
yang diperbuatnya. Sekali lagi, fenomena ini menyatakan bahwa seks
merupakan faktor yang mengarahkan sejarah.

Sejarah juga banyak mencatat para pemimpin yang kasmaran, baik


kepada perempuan maupun laki-laki, dalam sejarah, yang akhirnya
mempengaruhi, tidak saja terhadap sejarah dirinya, melainkan pula turut
menentukan arah sejarah dalam lingkup yang lebih luas. Peristiwa revolusi
Perancis, misalnya, turut dipengaruhi oleh bangkrutnya kerajaan yang salah
satu penyebabnya karena permaisuri gemar bermewah-mewahan. Tetapi
lantaran terlanjur cinta, Raja Louis akhirnya tetap mempertahankan
permaisuri. Akibatnya ia harus rela dijatuhkan rakyatnya dalam arena
Revolusi Perancis. Sejarah Raja Louis dan sejarah negaranya, dengan begitu,
turut diarahkan oleh faktor seks.

2.3.9 Umur Sebagai Kekuatan Sejarah

Dalam masyarakat primitif loncatan umur dinyatakan dengan upacara


inisiasi. Masyarakat tradisional juga mengenal kelompok umur , yang
dibedakan dalam berbagai fungsi. Ketika masih kecil, anak laki-laki dan

31
perempuan akan bermain bersama. Sesudah agak besar anak-anak laki-laki
belajar apa yang dikerjakan ayahnya dan di malam hari anak laki-laki akan
tidur, bagi orang Aceh, di meunasah atau belajar ke pesantren. Anak-anak
perempuan menjelang dewasa akan dipingit, sampai saatnya kawin. Tentu saja
cara membesarkan anak berbeda sesuai tempat, daerah, agama, adat,
kelompok sosial, perkembangan, dan pengaruh luar.[CITATION Kun13 \p
108 \l 1057 ]

Dengan tidak sadar, dalam politik, ternyata pemilih pemula menjadi


perhitungan semua Organisasi Peserta Pemilu (OPP). Dalam agama, umur
juga menentukan gaya. Kalau dalam masyarakat tradisional, orang-orang
tualah yang tertari pada thariqah, dalam masyarakat modern rupanya anak-
anak muda juga tertarik.[CITATION Kun13 \p 109 \l 1057 ]

Buku Revolusi Pemoeda karya Benedict Anderson mengilustrasikan


relatif terang mengenai peran signifikan yang diperankan para pemuda
Indonesia di sekitar peristiwa proklamasi kemerdekaan RI. Hingga kiwari,
warga yang berumur relatif muda sehingga dikategorikan pemuda memang
tidak saja telah memerankan peran penting dalam sejarah perjalanan bangsa,
akan tetapi juga acap menjadi mitos sebagai agent of change atau iron stocks
kepemimpinan di masa mendatang. Pemuda dalam konteks ini adalah
mahasiswa atau pemuda yang posisinya relatif kukuh sebagai intelektual
maupun sebagai eksponen dalam organisasi kepemudaan.

Faktor umur, dalam konteks ini, merupakan salah satu faktor yang
turut mengarahkan sejarah. Barangkali peristiwa proklamasi kemerdekaan RI
tidak berlangsung 17 Agustus 1945 jika saja pemuda Sukarni, B.M. Diah,
serta pemuda lainnya tidak menculik Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta, subuh
16 Agustus 1945, ke Rengasdengklok. Gerakan terorganisir perjuangan
merebut kemerdekaan yang dilakukan kaum pemuda terpelajar pasca etische
politik juga, menunjukkan betapa para pejuang yang berumur masih muda itu

32
begitu artikulatif, patriotik, dan taktis dalam perjuangan kemerdekaan. Saat
itu, umur Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan tokoh-tokoh pejuang lainnya masih
muda.

Sejarah berefek nasional berupa runtuhnya rezim Orde Lama yang


dipimpin Presiden Soekarno dari kursi RI 1 memang kerap dikaitkan dengan
upaya sistematik antara aliansi kekuatan asing dengan sebagian faksi militer.
Namun aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa yang berumur muda
itu sulit diabaikan sebagai satu arus gebrakan lainnya yang turut
mengukuhkan runtuhnya rezim. Peran aksi-aksi demonstrasi kaum muda
mahasiswa dalam melengserkan rezim Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto
menjelang akhir abad ke-20 juga menunjukkan kesimpulan serupa.

Di Cina, kaum muda mahasiswa pernah berjibaku dengan pemerintah


otoriternya menuntut implementasi demokrasi. Momentum paling bersejarah
dan sarat nilai heroisme pertentangan tersebut berlangsung di Lapangan
Tiananmen. Mereka yang berumur relatif muda turun ke lapanan berhadap-
hadapan dengan pasukan militer bersenjata canggih serta tank-tank baja dari
pasukan militer pendukung pemerintah. Peristiwa ini seolah akumulasi dan
menemukan titik kulminasinya seiring terjadinya suksesi kepemimpinan
berikut berubahnya haluan kepemimpinan negara dari otoriter ke demokrasi.
Arah sejarah Cina pun lalu berubah.

Pemuda acap disebut sebagai kaum pemberang. Kelompok ini juga


kerap dikenal sebagai kaum pendobrak terhadap kemacetan situasi politik
negara. Jika menelusuri perjalanan sejarah menentukan Indonesia , maka akan
benderang bahwa predikat tersebut menemukan kenyataan. Di sisi yang lain,
fenomena mempertahankan kekuasaan status quo juga banyak dilakukan oleh
pimpinan yang berumur relatif tua. Umur, dengan demikian, patut diakui
sebagai salah satu faktor penentu arah sejarah.

33
2.3.10 Golongan Sebagai Kekuatan Sejarah

Sejak masa silam, di masyarakat mana pun, nyaris selalu ada


diferensiasi sejumlah kelompok atau golongan, baik berdasarkan kesamaan
ciri-ciri fisik, gaya hidup, agama, pandangan, kepentingan, status sosial, atau
pekerjaan. Lalu satu atau lebih golongan mencuat sebagai golongan supremasi
(tertinggi) di tengah-tengah masyarakat, sehingga lebih berpengaruh dan
menentukan arah sejarah masyarakatnya ketimbang golongan lain.

Golongan terpelajar produk pendidikan Barat di Indonesia, misalnya,


acap menjadi golongan yang menentukan arah sejarah negeri ini, semenjak
zaman penjajahan pada awal abad ke-20 sampai sekarang. Di sisi yang lain,
buku berjudul Menemukan Sejarah dan Api Sejarah karya Ahmad Mansyur
Suryanegara memperlihatkan penonjolan peran dan simbol-simbol golongan
Islam sebagai penentu sejarah dalam gerakan merebut kemerdekaan Indonesia
.

Golongan pemimpin teras militer di tanah air, sejak Orde Lama sampai
Orde Baru dan sekarang, cenderung lebih berpengaruh dalam menentukan
arah dinamika sejarah politik. Selain dapat melakukan penelusuran historis
langsung, sebagaimana telah diutarakan oleh Kuntowijoyo[CITATION
Kun03 \p 178 \l 1057 ], bahwa penjelasan relatif akurat mengenai fenomena
tersebut dapat diperoleh dengan mengkaji tulisan Harold Crouch berjudul
Militer dan Politik serta Perkembangan Militer dalam Politik Indonesia.

Dalam sejarah Banten, golongan Jawara, yaitu mereka yang memiliki


ilmu bela diri dan dipercaya oleh masyarakat sebagai orang sakti, memiliki
peran khas dan relatif menentukan arah sejarah Banten. Kelompok Jawara di
Banten bolehlah dikategorikan sebagai kelompok supremasi yang memiliki
kharisma dan pengaruh lebih besar ketimbang golongan-golongan masyarakat
lainnya yang ada di Banten.

34
Dalam sejarah negara-negara di kawasan Eropa, peran dan pengaruh
golongan bangsawan terpelajar atau golongan kelas ekonomi menengah dalam
menentukan sejarah relatif lebih besar, ketimbang golongan kelas ekonomi
bawah dan golongan tidak terpelajar. Serupa tapi tak sama dengan fenomena
itu, golongan terpelajar produk pendidikan modern dan golongan mullah serta
golongan terpelajar dari hauzah (pesantrennya Iran) juga berperan penting dan
menentukan dalam mengarahkan sejarah revolusi Islam Iran tahun 1979.

2.3.11 Etnis dan Ras Sebagai Kekuatan Sejarah

Etnis dan ras merupakan faktor lainnya yang menentukan arah sejarah.
Dalam menelusuri kenyataan historis ini, penelusuran yang dilaksanakan
harus berlandaskan fakta historis dan tentu saja jangan sampai dipengaruhi
keyakinan subjektif pihak yang menelusurinya. Di sisi yang lain, keyakinan
subjektif suatu etnis dan ras sebagai penentu sejarah boleh jadi menemukan
realitanya lantaran keyakinan subjektif etnis dan ras masing-masing.

Keyakinan bahwa etnis dan ras merupakan salah satu kekuatan


penggerak sejarah dapat mengambil contoh dalam sejarah Indonesia modern
yang menunjukkan etnis Jawa relatif lebih banyak menentukan arah sejarah di
Indonesia . Selain jumlah penduduk etnis Jawa lebih banyak ketimbang etnis
lainnya, hal ini juga diperkuat dengan pengaruh dan mitos jejak historis Jawa
yang pernah memiliki kerajaan besar seperti Kerajaan Majapahit dan
Sriwijaya, serta kedekatannya dengan wilayah pusat kekuasaan di Jakarta.

Selain secara internal orang-orang yahudi meyakini rasnya sebagai ras


termulia di atas bumi ini, sebagian masyarakat Eropa non Yahudi juga
percaya bahwa ras Yahudi mempunyai kelebihan ketimbang ras lainnya.
Tetapi di sisi yang lain, fakta menunjukkan banyaknya orang Yahudi mencuat
sebagai intelektual yang pemikirannya legendaris. Dalam hal ini bisa
dikemukakan Charles Darwin sebagai penemu teori evolusi fisik manusia,

35
Karl Marx penggagas ideologi komunisme, Albert Einstein penemu hukum
relativitas energi, dan sebagainya. Para pemuka dari ras Yahudi juga populer
dan relatif ampuh memainkan loby-loby dan diplomasinya dalam
mengarahkan sejarah.

Semenjak abad pencerahan sampai zaman modern, ras kulit putih


Eropa pantas pula dimunculkan sebagai ras pengendali arah sejarah. Pengaruh
kulit putih dalam kolonialisme dan imperialisme sungguh berefek luar biasa,
tidak saja ketika praktik itu terjadi, melainkan pada masa-masa setelahnya.
Dalam konteks sejarah Australia , ras ini terlihat fenomenal karena mampu
menjadi penduduk mayoritas dan mengarahkan sejarah benua ini, padahal
sebelumnya, mereka adalah kaum pendatang yang sebagian di antaranya
merupakan narapidana Eropa dan dihukum ke Australia . Kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi transportasi, teknologi informasi, dan kekuatan militer
yang dimiliki ras ini juga faktor lainnya yang membuat ras ini boleh disebut
sebagai ras yang mengendalikan arah sejarah.

2.3.12 Mitos Sebagai Kekuatan Sejarah

Menurut pengertian sederhana, mitos dapat dimaknai sebagai


keyakinan masyarakat terhadap kebenaran sesuatu, meski hal ini acap kurang
paralel dengan realita alias terjadi disparitas. Keyakinan ini kemudian menjadi
opini yang dikemukakan berulang-ulang, sehingga mendekam dalam benak
banyak orang. Pendek kata, meski mungkin tidak sesuai fakta, namun mitos
terlanjur dipercaya masyarakat sebagai kebenaran.

Banyak sejarah digerakkan oleh mitos yang berkembang di


masyarakat. Mitos Yahudi sebagai ras termulia di atas muka bumi yang akan
dianugrahi wilayah yang kini masih ditempati Palestina, dan di sisi lain
Palestina (umat agama Islam dan Kristen) meyakini bahwa kawasan ini suci

36
dan milik mereka, telah membuat konflik perebutan wilayah tersebut
berlangsung hingga kini.

Lantaran Adolf Hitler dan para pendukungnya menyebarluaskan mitos


bahwa Arya (ras asli Jerman) merupakan ras tertinggi di dunia dan harus
menguasai dunia, maka Hitler dengan seluruh fungsionaris dan partisannya
melakukan langkah-langkah pembersihan ras terhadap orang-orang Yahudi
dengan cara genocide (pembunuhan massal di kamp konsentrasi). Dengan
mitos ini pula, Hitler mengarahkan sejarah Jerman beraliansi dengan Italia dan
Jepang untuk ambil bagian bertempur melawan kekuatan sekutu dalam Perang
Dunia II.

Mitos sebagai agama dan ras tertindas telah pula dimainkan Yahudi
dalam menarik perhatian dan dukungan negara-negara Eropa kepadanya,
sehingga arah sejarah politik dan ekonomi Timur Tengah dan dunia relatif
berubah. Mitos tersebut relatif berhasil membuat para petinggi negara-negara
Eropa merasa bersalah. Alhasil dibanding dengan reaksi sejumlah negara yang
penduduknya mayoritas beragama Islam, para petinggi di negara-negara
Eropa cenderung ‘diam’ dan tidak terlalu konfrontatif terhadap Israel
(negaranya Yahudi) manakala pasukan militer Israel berperang dan
mencaplok sejumlah wilayah Palestina.

Dalam spektrum penguasaan sejumlah kawasan Asia oleh pemerintah


pendudukan Jepang manakala berkecamuknya Perang Dunia II, mitos gerakan
3A: Nippon cahaya Asia, Nippon pelindung Asia, dan Nippon pemimpin Asia
relatif efektif meraup dukungan, tidak saja dari para tokoh negara yang
diduduki, melainkan pula dari kalangan masyarakat bawahnya. Mitos ini,
dalam kadar tertentu, telah memposisikan Jepang sebagai kekuatan penentu
sejarah saat itu.

37
Jika ditarik ke Indonesia, sungguh tidak sedikit mitos yang
menggerakkan sejarah negeri ini. Dalam diri mendiang Soekarno, misalnya,
mitos kiprahnya sebagai penyambung lidah rakyat menyumbangkan kekuatan
dan tingkat percaya diri Soekarno untuk memimpin negeri ini sejak Indonesia
merdeka sampai Orde Lama runtuh. Mitos ini pun turut berkontribusi
mengarahkan sejarah negeri ini untuk dipimpin Soekarno, tak kurang selama
dua dasawarsa sejak Indonesia merdeka.

Mitos mahasiswa atau kaum muda sebagai agent of change dan iron
stocks kepemimpinan bangsa di masa depan juga mengemuka, dan dalam
banyak kadar, telah turut mengarahkan sejarah negeri ini. Sedikit banyak,
mitos ini tidak saja telah mendorong kelompok mahasiswa atau kaum muda
sekaligus meningkatkan rasa percaya diri kelompok ini, melainkan pula
diamini oleh banyak masyarakat, sehingga mahasiswa relatif artikulatif
memerankan dirinya sebagaimana bunyi mitos.

Tiap masyarakat memiliki mitosnya masing-masing. Bahkan


masyarakat Amerika Serikat yang terlanjur dipercaya sebagai negara maju dan
modern, juga memiliki mitos yang khas. Dengan begitu, sulit untuk
mengabaikan peran mitos dalam mengarahkan sejarah masa depan. Dengan
kata lain, arah sejarah bisa ditentukan oleh mitos.

2.3.13 Budaya Sebagai Kekuatan Sejarah

Perodisasi sejarah Eropa sampai abad ke-19 banyak dipengaruhi oleh


pertimbangan budaya. Ketika kita ikut membagi Eropa menjadi beberapa
periode, seperti zaman Klasik, Zaman Pertengahan, Renaisans, Reformasi,
Rasionalisme Perancis dan Empirisme Inggris, Zaman Pencerahan, dan
Romantisme, pengaruh sejarah pemikiran dan ilmu pengetahuan Eropa kuat.
Pengaruhnya tidak hanya berhenti dalam cara berpikir, tetapi juga pada cara
merasa dan cara bekerja.[CITATION Kun13 \p 112 \l 1057 ]

38
Dalam kesenian, arsitektur, seni lukis, sastra, musik, sandiwara, sirkus,
dan film, pengaruh barat itu sangat terasa. Bahkan dalam olahraga, desain,
fashion, dan masak-masakan pengaruh itu sangat terasa. Bangunan belanda
dapat kita temuidi kota-kota lama,sementara gaya spanyol dapat kita temui
dalam bangunan baru. Naturalisme yang menghormati antomi, perspektif,
dan cahaya mempunyai pengaruh sejak Raden Saleh, Sudjojo, Dullah, dan
sampai sekarang masih di ajarkan. Dalam sastra, bentuk baru seperti novel,
cerpen, dan puisi bebas berasal dari Eropa. Chairil anwar banyak dipengaruhi
oleh eksistensilisme. Musik klasik dan kontemporer Barat begitu kuat
pengaruhnya, termasuk tingkah laku pemusik dan penontonnya. Sandiwara
model Eropa suka berkeliling Indonesia, rombongan komidi stambul yang
menjadi tiruannya, juga mengelilingi kota-kota. Demikian pula sirkus. Film
mulai dikenal sejak awal abad ke-20, dan pada tahun 1930-an pemain-pemain
Melayu dan Cina sudah mulai dikenal.[CITATION Kun13 \p 112-113 \l
1057 ]

Olahraga, seperti sepak bola, desain interior rumah, seperti meja dan
kursi, celana, makanan kaleng, mulai dikenal setidaknya padaa awal abad ke-
20. Pengaruh barat itu makin terasa pada era globalisasi[CITATION Kun13 \p
113 \l 1057 ].

Di indonesia, sekarang sedang berlangsung persaingan kebudayaan:


nasional dan internasional, modern dan traadisional, nasional dan lokal, pusat
dan daerah, tengah dan pinggiraan, kota dan desa, santri dan ambangan;
semuanya dengan perangkat masing-masing. Keroncong sedang bersaing
dengan country, dangdut dengan rock; gatot kaca dengan ksatria baja hitam;
duduk di kursi dengan lesehan; koran nasional dengan koran pedalaman; puisi
dengan tambang; dan “salawat” dengan “selamat ulang tahun”.[CITATION
Kun13 \p 113 \l 1057 ]

39
Kekuatan sejarah itu berjalan seperti api dalam sekam. Kita mengira
politik itu meenentukan, sehingga kita membayar mahal untuk pesta
demokrasi, untuk memegang kekuasaan dan kemenangan. Kita tidak tahu
bahwa politik itu hanya sepersekian dari kekuatan sejarah. Kadang-kadang
kekuatan sejarah itu berjalan sendiri, kadang-kadang terjadi secara bersamaan.
Sebuah revolusi terjadi bila kekuataan-kekuatan sejaraah bergabung.
[CITATION Kun13 \p 113 \l 1057 ]

Steven Covey lewat buku The Seven Habbits setidaknya memperjelas


rumus jitu untuk menjadi manusia dan masyarakat unggul di tengah-tengah
arena kompetisi global. Kebiasaan, tradisi, atau budaya, dengan demikian,
memang dapat menjadi faktor penggerak sejarah.

Kebudayaan mencintai ilmu pengetahuan dan mengadakan penelitian-


penelitian telah membuat banyak orang Eropa menemukan sederet benda-
benda berteknologi canggih yang mengubah sejarah kehidupan. Untuk
menyebutkan contoh saja, temuan lampu listrik oleh Thomas Alfa Edison dan
kereta api oleh James Watt telah mengubah sejarah kehidupan banyak orang
di muka bumi ini.

Akhirnya kebudayaan memang faktor lainnya yang merupakan


kekuatan penggerak sejarah. Satu sisi sejarah manusia menciptakan
kebudayaan, tetapi di sisi yang lain, budaya juga berpotensi mengarahkan
sejarah. Dalam konteks hasil pemikiran dan wujud cipta, rasa, dan karsa
manusia, budaya manusia sulit diabaikan sebagai kekuatan yang mengarahkan
sejarah.

40
2.4 Kekuatan Sejarah Menurut Sartono Kartodirjo
2.4.1 Pendekatan Ilmu Sosial
2.4.1.1 Ilmu-Ilmu Sosial
Ilmu sejarah atau studi sejarah kritis sejak akhir Perang Dunia II
menunjukkan kecenderungan kuat untuk mempergunakan pendekatan ilmu
sosial. Rappoachment atau proses saling mendekati antra ilmu sejarah dan
Ilmu-ilmu Sosial di sebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1) Sejarah dekskriptif-naratif sudah tidak memuaskan lagi umtuk
menjelaskan berbagai masalah atau gejala yang serba kompleks. Oleh
karena objek yaang demikian memuat berbagai aspek atau dimensi
permasalahan, maka konsekuensi logis ialah pendekatan yang mampu
mengungkapkannya.
2) Pendekatan multidimensional atau social scientific adalah yang paling
tepat untuk dipergunakan sebagai cara menggarap permasalahan atau
gejala tersebut.
3) Ilmu-ilmu sosial telah mengalami perkembangan pesat, sehingga dapat
menyediakan teori dan konsep yang merupakan alat analisis yang relevan
untuk keperluan analisis historis.
4) Studi sejarah tidak terbatas pada pengkajian hal-hal informatif, seperti
apa, siapa, dimana, kapan, dan bagaimana. Tetapi juga ingin melacak
berbagai, struktur masyarakat, pola kelakuan, kecenderungan proses
dalam berbagai bidang, dan sebagainya.[CITATION Sar921 \p 121 \l
1057 ]
Ilmu sejarah menerima pengaruh besar dari berkembangnya ilmu
sosial, anatar lain perspektivisme yang menonjol sehingga terasa perlu
mengadakan perbuhan metodologi yang lebih canggih serta lebih produktif.
[CITATION Sar921 \p 121 \l 1057 ]
Peminjaman alat-alat analitis dari ilmu-ilmu sosial adalah wajar karena
sejarah konvensional miskin akan hal itu, anatara lain disebabkan oleh tidak
adanya kebutuhan menciptakan teori dan istilah-istilah khusus serta cukup
memakai bahasa kehidupan sehari-hari dan common sense.[CITATION
Sar921 \p 121 \l 1057 ]

41
Sejak penciptaan metode kritis oleh Mabillon baru dalam periode
rapprapchement itu terjadi inovasi yang sangat penting dalam studi sejarah.
Dengan demikian, bidang sejarah dapat terhindar dari kemacetan. Untuk
menjelaskan relevansi metodologi sejarah dengan pendekatan ilmu sosial kita
perlu bertolak dari konsep sejarah sebagai sistem. Konsep sistem sendiri
mencakup prinsip-prinsip sebagai berikut:
Suatu sistem terdiri atas unsur-unsur atau aspek-aspek yang
merupakan suatu kesatuan;
Fungsi-fungsi unsur-unsur tersebut saling ketergantungan, dan
bersama-sama mendukung fungsi sistem
Saling ketergantungannya disebabkan karena setiap karena setiap
unsur memiliki dimensi-dimensi unsur lain
Dalam mendeskripsi unsur-unsur serta saling pengaruhnya tidak ada
satu faktor atau dimensi yang deterministik
Dalam studi sejarah pendekatan sistem yang sinkronis sifatnya perlu
diimbangi oleh pendekatan diakronis.[CITATION Sar921 \p 121 \l 1057 ]
Dipandang dari titik pendirian sejarah konvensional perubahan
metodologi tersebut sangan revolusioner, meninggalkan model penulisan
sejarah naratif. Yang sangat penting ialah bahwa dengan metodologi baru itu
ilmu sejarah tergeser ke arah ilmu sosial dan dengn sendirinya ke arah ilmu
alam. Ini tidak berarti bahwa ilmu sejarah terus mencoba menyusun hukum-
hukum atau dalil-dalil sejarah. Dimana posisi sejarah dalam dikhotomi yang
dibuat kaum neo-kantian akan dibentangkan ke bawah.[CITATION Sar92 \p
122 \l 1057 ]
Adapula contoh bagaimana kerja seuatu sistm dan memerlukan
analisis ilmu sosial, dalam sistem besar terdapat 4 komponen, ialah kultur,
biologi dan prsoality (pribadi) yang dengan fungsinya bersama-sama
mendukung fungsi umum S1. disini diperlukan pendekatan interdisilipliner
untuk menganalisis terjalinnya fungsi pelbagai komponen itu (ilmu

42
kemanusiaan, biologi, ekologi, dan psikologi). biologi dan ekologi sendiri
memerlukan pembagian lebih lanjut atas pelbagai disiplin. [CITATION
Sar921 \p 122 \l 1057 ]
Dalam sistem kecil (S2) terdapat 3 unsur, ialah economy, society, dan
polity, sedang sistem itu sendiri meangkum kultur sebagai sistem. Economy
sebagai sistem jaringan atau distribusi komoditi sangat ditentukan oleh sistem
sosial, seperti statifikasi sosialnya. Society sebagai sistem jaringan atau
distribusi hubungan sosial yang sebagai sistem sangat ditentukan oleh polity,
ialah sistem distribusi kekuasaan. Dengan demikian, jelaslah terdapat saling
pengaruh-mempengaruhi antara ketiga unsur tersebut. [CITATION Sar921 \p
122 \l 1057 ]

2.4.1.2 Sejarah Struktural


Dalam pendekatan metodologis baru, seperti pendekatan ilmu sosial,
studi sejarah kritis memperluas daerah pengkajiannya, terbukalah
kemungkinan melakaukan penyorotan aspek atau dimensi baru dari pelbagai
gejala sejarah. Pada umumnya segi prosesual yang menjadi fokus sejarawan
dengan pendekatan ilmu sosial dapatlah digarap aspek strukturalnya.
Selanjutnya dipahami bahwa banyak aspek prosesual yang hanya dapat
dimegerti apabila dikaitkan dengan aspek strukturalnya, bahkan dapat
dikatakan pula bahwa proes hanya dapat “berjalan” dalam kerangka
struktural.[CITATION Sar921 \p 123 \l 1057 ]
Contoh dibawah ini akan menjelaskan kenyataan itu. Tindakan atau
kelakuan manusia dalam pergaulan senantiasa mengikuti kebiasaan, adat, atau
pola kehidupan yang berlak dalam masyarakat itu. Pola atau kebiasaan yang
mantap menimbulkan suatu kelembagaan seperti adat-istiadat, etika, etiket,
upacara, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kelakuan manusia dalam
masyarakat selalu di strukturasikan sesuai dengan tradisi atau konveksi. Disini

43
struktur kelakuan yang mantap melatarbelakangi tindakan atau kelakuan
tertentu seseorang. Apabila tidak ada struktur yang melandasinya, maka
tindakan itu sukar di-”ramalkan” atau di-”tafsirkan” oleh sesamanya. Jadi
timbul kekalutan sosial, suatu keadaan yang tidak memungkinkan kehidupan
bersama secara teratur dan beradab.[CITATION Sar921 \p 124 \l 1057 ]
Jelaslah disini bahwa aspek struktural tidak dapat diabaikan apabila
seorang sejarawan ingin memberi eksplanasi yang tuntas tentang proses-
proses sosial. [CITATION Sar921 \p 124 \l 1057 ]
Perlu ditambahkan disini bahwa bagaimanapun meariknya sejarah
struktural, tetapi sejarah bukan sejarah apabila tidak memuat cerita tentang
bagaimana terjadinya. Maka campuran antara sejarah prosesual dan struktural
adalah yang paling memadai. Bagi ahli ilmu sosial tetap ada kebebasan untuk
melakukan pengkajian secara struktural murni oleh karena memang tidak
berkarya sejarah ansich.[CITATION Sar921 \p 125 \l 1057 ]
Sejarah struktural dapat diibaratkan kerangka tanpa darah-daging, jadi,
tanpa kehidupan. Sebaliknya sejarah prosesual tanpa struktur tidak
mempunyai bentuk. Kehidupan hanya dapat dimasukkan dalam
konstruknapabila ada narasi yang mempunyai rektorik yang menggaitahkan.
Akan tetapi, disini kita lebih memasuki bidang seni, yan tidak dapat dicakup
dalam metodoloogi.[CITATION Sar921 \p 125 \l 1057 ]
Struktur pun mengalami perubahan meskipun tidak secara cepat
seperti halnya peristiwa-peristiwa (event). proses perubahan struktur
menunjukkan garis perkembangan yang jelas mengikuti arah tertentu. Disini
kita menghadapi kecenderungan (tendency, trend). sekali trend itu ditemukan
maka untuk jaka waktu tertentu dapat diketahui arah perkembangannya.
Dengan demikian, tersimpull di dalamnya potensi untuk menunjukan apa
yang terjadi, berarti menjadi prediktif.[CITATION Sar921 \p 125 \l 1057 ]
Apabila studi sejarah diharapkan mempunyai potensi memprediksi
maka berdasarkan pengetahuan sejarah orang mampu meramalkan, atau paing

44
sedikit memproyeksi masa depan. Disini sejarah struktural menjadi lebih
fungsional untuk membantu bidang praktis, seperti perncanaan dan
pengambilan keputusan atau kebijaksanaan. [CITATION Sar921 \p 125 \l
1057 ]
Namun perlu diingatkan bahwa peristiwa sejarah tidak akan berulang,
sedang sejarah hanya beruang dalam aspek strukturalnya.[CITATION
Sar921 \p 125 \l 1057 ]
2.4.2 Sejarah dan Geografi
Setiap peristiwa sejarah senantiasa memiliki lingkup temporal dan
spasial (waktu dan ruang) kedua-duanya merupakan faktor yang membatasi
gejala sejarah tertentu sebagai unit (kesatuan), apakah itu perang, riwayat
hidup, kerajaan, dan lain sebagainya. Pertanyaan tentang dimana sesuatu
terjadi sudah tentu menunjuk kepada dimensi geografis, dan seringkali
dimensi dimensi geopolitis, yaitu apabila yang dikaji adalah proses sejarah
nasional. Adapun terjalinnya sejarah dan geografi sedemikian eratnya,
sehingga dapat dikatakan secara kiasan bahwa suatu daerah atau tempat
mempunyai karakteristik atau ciri khas karena bekas-bekas peristiwa sejarah
yang terjadi di tempat itu, terutama monumen-monumennya. Penyebaran di
suatu daerah dan di pihak lain luas daerah pengaruh kekuatan tertentu, entah
politik atau religius atau yang lain lagi.[CITATION Sar921 \p 130 \l 1057 ]
Sebagai contoh dapat ditunjukan daerah perang gerilya R.M. Said
(kemudian mangkunegara I). Dimana-mana terdapat petilasan (bekas) dari
peristiwa bersangkutan dengan kegiatan pangeran itu. Bila dibuat peta
distribusi/lokasi bekas-bekas peristiwa itu ternyata mencakup daerah yang
sama dengan Kerajaan Mangkunegara kemudian, yaitu kabupaten Wonogiri
yang mencakup daerah-daerah yang secara tradisional disebut Nglaroh,
sembuyan, wiroko, keduwang. [CITATION Sar921 \p 130 \l 1057 ]

45
Suatu supersistem yang merupakan unit tersendiri dan berfungsi
sebagai sistem dengan mencakup pelbagai komponen atau subsistem ialah
peradaban (civilization), umpamanya: eropa barat, maya, inka, cina, india, dan
lain sebagainya.[CITATION Sar921 \p 131 \l 1057 ]
Wilayah penyebarannya lazimnya sangat luas. Lingkup keluasannya
sangat ditentukan oleh teknologi yang dapat dikembangkan. Mesopotamia,
babilonia, dan mesir masuk peradaban potamis (sungai) berdasarkan pertanian
dan layaran sungai, yunani dan romawi termasuk peradaban thalassis (lautan
tengah) dengan pelayaran dan perdagangan yang cukup luas; eropa barat sejak
adab ke-15 berkembangan menjadi peradaban oceanis (samudra) oleh karena
teknik navigasinya maju berdasarkan pengetahuan perbintangan (kosmologi)
alat-alat teknisnya. Ekspansi eropa barat sejak itu sekaligus memperluas
penyebaran peradabannya, anatar laain ilmu pengetahuan dan tekonologi,
sistem politik, abahsa, kesenian, filsafat, dan lain sebagainya.[CITATION
Sar921 \p 132 \l 1057 ]
Peta geografi kultural mewujudkan mosaik daerah-daerah yang sama
kebudayaannya tetap terpisah satu dari yang lain. Peta ekonomi jelas-jelas
membedakan negri-negri ketiga daripada negara-negara industri, maka ada
istilah utara-selatan. Pada pihak utara terdapat negri-negri maju (industri) dan
diselatan negri yang terbelakang. Keadaan yang mencerminkan perbedaan
atau kontras mencolok itu sebagian besar dapat dikembalikan kepada
hubungan kolonial pada zaman sebelum perang dunia ke-2; jadi, produk
pertumbuhan sejarah. Demikian pula hal-nya dengan pertentangan barat-
timur, anatara blok kapitalis dan blok komunis. Tanpa pelacakan ke proses
sejarahnya hal itu sulit diterangkan. [CITATION Sar921 \p 132 \l 1057 ]
Apabila dalam kerangka negara nasional tanah air dan bangsa (nation)
merupaka identitas negara dan rakyatnya, hal itu disebabkan karena tanah air
sebagai wilayah negara terjadi dalam perkembangan rakyat tersebut; dengan

46
perkataan lain, bagaimana proes integrasi sepanjang masa telah berhasil
menyatukan sebagai bangsa.[CITATION Sar921 \p 132 \l 1057 ]
Di samping kontinutias pola-pola geografi sejarah suatu wilayah,
terdapat pula diskontinuitas. Hal ini disebabkan oleh dinamika serta
perubahan masyarakatnya, anatar lain yang disebabkan oleh perubahan
masyarakatnya, anatara lain yang disebabkan oleh perubahan teknologi, benca
alam, atau peristiwa politik penting.[CITATION Sar921 \p 134 \l 1057 ]
Sangatlah menarik untuk melacak latar belakang historis lokasi
emporium, seperti malak, palembang, banten, sunda kelapa, dan seterusnya.
Yang jelas ialah bahwa sistem angin musiman sangat menetukan jalur
navigasi dan perdagangan di indonesia. Sudah barang tentu disini kita tidak
boleh jatuh ke determinisme geografis, tidak lain karena tingkat teknologi
yang semakin canggih dapat mengatasi hambatan fisik geografis.[CITATION
Sar921 \p 135 \l 1057 ]
Peta tata guna tanah memperlihatkan secara mencolok kontras antara
pedesaan dan perkotaan; yang pertama lebih agraris, sedang yang kedua lebih
bersifat komersial industrial atau birokratis. Perubahan-perubahan di pedesaan
berjalan lambat sedang di kota tumbuh relatif cepat, bahkan berfungsi sebagai
pusat-pusat moderenisasi. Disini dualisme ekonomi masyarakat kolonias
tampil dengan jelas.[CITATION Sar921 \p 135 \l 1057 ]
2.4.3 Sejarah dan Ekonomi
Meskipun sejarah politik selama dua-tiga abad terakhir dalam
historiografi barat sangat dominan, namun sejak awal abad ini sejarah
ekonomi dalam pelbagai aspeknya semakin menonjol, lebih-lebih setelah
proses modernisasi dimana-mana semakin memfokuskan perhatian pada
pembangunan ekonomi. Terutama proses industrialisasi beserta transformasi
sosial yang mengikutinya menuntut pengkajian pertumbuhan ekonomi dari
sistem produksi agraris ke sistem produksi industrial. Lagi pula, ekspansi

47
Barat yang meninmbulkan kolonialisme dan imperialisme mempunyai
dampak dalam pertumbuhan kapitalisme dan merkantilismenya. [CITATION
Sar921 \p 136 \l 1057 ]
Dengan terbentuknya jaringan navigasi atau transpotasi, perdagangan
di satu pihak dan pihak lain jaringan antara daerah industri dan daerah bahan-
bahan mentah, muncullah satu sistem global ekonomi. Sistem itu mempunyai
implikasi luas dan mendalam tidak hanya di bidang ekonomi tetapi erat
hubungannya dengan itu juga di bidang politik. Hal itu dicerminkan ileh
pertumbuhan kapitalisme, mulai dari kapitalisme komersial, industrial, hingga
finansial. Ekspansi politik yang mendukungnya mengakibatkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Saling ketergantungan antara negri industri dengan negri penghasil bahan
mentah
2. Dominasi politik pihak yang pertama atas pihak kedua
3. Sistem ekonomi daerah koloni menjadi fungsi sistem ekonomi negri
penjajah.[CITATION Sar921 \p 137 \l 1057 ]

Dari pertumbuhan sistem ekonomi global yang kompleks itu dapat


diekstrapolasikan beberapa tema penting, antara lain:
1. Proses perkemangan ekonomi (economic development) dari sistem agraris
ke sistem industrial, termasuk organisasi pertanian, pola perdangan,
lembaga-lembaga keuangan, kebijaksanaan komersial, dan pemikiran
(ide) ekonomi;
2. Proses akumulasi modal mencakup peranan pertanian, pertumbuhan
penduduk, peranan pedangan internasional;
3. Proses industrialisasi soal-soal perubahan sosialnya;
4. Sejarah ekonomi yang bertalian erat dengan permsalahan ekonomi,
seperti kenaikan harga, konjuktur produksi agraris, ekspansi perdagangan,
dan sebagainya.

48
5. Sejarah ekonomi kuantitatif yang mencakup anatar lain Gross National
Product (GNP) per cipta income.[CITATION Sar921 \p 137 \l 1057 ]

Jelaslah bahwa kompleksitas sistem ekonomi dengan sendirinya


menuntut pula pendekatan-pendekatan ilmu sosisal, seperti sosiologi,
antropologi, ilmu politik, dan lain sebagainya. Untuk mengkaji gejala
ekonomis di negeri yang sedang berkembang perlu pula dipergunakan ilmu
bantu seperti antropologi ekonomi, sosiologi ekonomi, ekonomi politik,
ekonomi kultural, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu dapat dicakup apabila
digunakan pendekatan sistem,; dengan sendirinya diperlukan analisis yang
mampu mengekstrapolasikan komponen-komponen sistem itu beserta
dimensi-dimensinya. [CITATION Sar921 \p 138 \l 1057 ]
Dalam pendekatan sistem, kita berangkat dari konsep ekonomi sebagai
pola distribusi alokasi produksi dan konsumsi; maka jelaslah bahwa pola itu
berkaitan, bahkan sering ditentukan oleh sistem sosial serta stratifikasinya.
Lebih lanjut jelas pula kolerasinya faktor sosial itu dengan sistem politik atau
struktur kekuasaannya.[CITATION Sar921 \p 138 \l 1057 ]
Disamping itu, pembagian atas periode-periode membuat rincian
sebagai berikut:
1. Sejarah ekonomi zaman kuno (sebelum 1500)
2. Sejarah ekonomi abad ke-18
3. Periode abad ke-19
4. Periode 1900 – perang dunia II.[CITATION Sar921 \p 138 \l 1057 ]

Cukup ada kesejahteraan anatar sejarah ekonomi umum dan sejarah


ekonomi indonesia dalam soal periodisasi, tidak lain karena adanya
interdependensi sejak zaman modern. Hal itu dapat dirinci sebagai berikut:
1. Periode kuno sebelum kedatangan barat
2. Kapitalisme komersial dan sistem monopoli seperti diterapkan oleh VOC
di Indonesia

49
3. Kapitalisme negara dan monopoli perdagangan, termasuk periode sistem
Tanam Paksa
4. Kapitalisme finansial dan indsustri, sejak 1870[CITATION Sar921 \p 139
\l 1057 ]

Antara periode kedua dan ketiga ada masa transisi, 1800-1830. Perlu
dicatat bagi sejarah ekonomi bahwa dalam periode 1800-1900 menonjolah
sejarah pertanian. Dalam pada itu, kolerasi antara sejarah ekonomi indonesia
dan sejarah ekonomi belanda sangat mencolok, tidak lain karena subordinasi
yang pertama dibawah yang kedua; lagipula, fungsi ekonomi indonesia ialah
untuk “mengabdi” kepada ekonomi Belanda. Dalam hubungan ini telah
diciptakan khusus istilah indice ekonomie (ekonomi hindia) yang didasarkan
atas teori dualisme ekonomi indonesia.[CITATION Sar921 \p 139 \l 1057 ]
2.4.4 Sejarah dan Psikologi Sosial
Dalam cerita sejarah aktor senantiasa mendapat sorotan yang kuat baik
sebagai individu maupun sebagai partisipan kelompok. Aktor dalam
kelompok menunjukan kelakuan kolektif, suatu gejala yang menjadi objek
khusus studi psikologi sosial. Dalam pelbagai peristiwa sejarah kelakuan
kolektif sangat mencolok, antara lain sewaktu ada huru-hara, masa mengamuk
(mob), gerakan sosial atau gerakan protes atau gerakan revolusioner, yang
kesemuannya menuntut penjelasan berberdasarkan motivasi, sikap, dan
tindakan kolektif. Lebih-lebih dalam masa pergolakan penuh kekacauan,
rakyat kebanyakan bertindak dalam gerombolan (crowd), penuh emosionalitas
sehingga sangat tegang, diliputi semangat radikal serta cenderung akan
kekerasan (violence). Peranan, sikap, dan tindakan radikal membuat situasi
masak untuk meledak. Yang diperlukan sebagai “sebab peledakan” itu adalah
peristiwa yang provokatif. Suatu ketegangan lazimnya disebabkan oleh
luasnya kekerasan sosial. Adapun keresahan terjadi apabila rakyat kehilangan

50
arah oleh karena kehidupan lama mengalami krisis.[CITATION Sar921 \p
140 \l 1057 ]
Krisis ditimbulkan oleh perubahan nilai-nilai dan identitas pribumi
atau kelompok. Krisis identitas dapat dikembalikan pada krisis nilai-nilai
sewaktu timbul ketidakpastian nilai dean norma hidup. Goyahnya orientasi
norma dan orientasi nilai keduannya menimbulkan aliensi atau anomi (lihat
konsep-konsep sosiologi).[CITATION Sar921 \p 140 \l 1057 ]
Peranan pemimpin dapat berupa sebagai motivator, inisiator, agitator,
propagandis, katalisator, organisator, dan lain sebagainya. Pemimpinlah yang
dapat menggerakan rakyat yang telah diuat masak kondisinya.[CITATION
Sar921 \p 140 \l 1057 ]
Di dalam gerakan modernisasi pemimpin dapat pula berperan sebagai
change agent atau change catalyst. Dalam gejala sejarah gerakan sosial
pendekatan psikologi sosial sangatlah relevan oleh karena pada hakikatnya
gejala itu adalah manifestasi konkret dari kelakuan kolektif rakyat; maka
dapatlah di analisis unsur-unsur atau faktor-faktornya, antara lain yaitu,
kepemimpinan, mobilisasi, ideologi, organisasi, kondisi sosial.[CITATION
Sar921 \p 140 \l 1057 ]
Dalam kategori gejala sejarah ini dapat dimasukkan anatar lain,
pemberontakan petani, gerakan religius, sektaris, mesianistis atau mistik,
gerakan nasionalistis gerakan buruk, gerakan buruh, gerakan rasial, dan lain
sebagainya. [CITATION Sar921 \p 140 \l 1057 ]
Konsep-konsep psikologis sosial dapat mempertajam analisis sehingga
daoata dihasilkan microhistory sampai pada tingkat kelakuan individual dan
kolektif dalam komunitas kecil. Kaidah-kaidah kelakuan kolektif dapat
membantu menginterpretasikan makna kelakuan pelaku. Disamping itu,
proses sosialisasi, initasi, adaptasi, asimilasi, kesemuannya dapat diamanit dan
dideskripsikan secara mikro. Sejarah karya Rude, the crowd in the french

51
revolusion sangatlah berhasil sebagai model pendekatan psikologi sosial.
[CITATION Sar921 \p 141 \l 1057 ]

2.4.5 Sejarah dan Sosiologi


Perubahan sosial merupakan tema yang luas cakupannya; praktis
semua kejadian dalam periode Zaman Baru Sejarah Indonesia penuh
perubahan sosial yang diakibatkan oleh kedatangan agama Islam beserta
sistem politiknya, kedatangan bangsa barat dengan proses modernisasi, lebih
lebih sejak abad ke-19 proses modernisasi semakin meningkat dan dampaknya
berupa perubahan di; pelbagai bidang kehidupan : ekonomi, sosial, politik dan
budaya. [CITATION Sar921 \p 145 \l 1057 ]
Perubahan sosial secara inheren juga mencakup transformasi struktural
pada sistem produksi, sistem sosial, dan politik. Analisis historis yang
memakai prespektif struktural hanya bisa dilakukan dengan pertolongan ilmu
sosial pada umumnya dan sosiologi khususnya.[CITATION Sar921 \p 145 \l
1057 ]
Perubahan sosial tidak hanya dapat didekati dari sudut pandang sosial
saja, tetapi juga dari sudut antropologi atau politikpologi, bahkan sebenarnya
yang paling baik ialah pendekatan multidimensional yang menerapkan
pelbagai pendekatan secara serentak atau terpadu. [CITATION Sar921 \p
146 \l 1057 ]
Disini perlu ditegaskan bahwa sejarah analiis dan sejarah struktural
hanya dapat dikaji dan ditulis dengan baik apabila pendekatan sosiologis
kususnya, dan pendekatan ilmu sosial pada umunya diterapkan. Dengan
perkembangan jenis-jenis sejarah tersebut terbuka kesempatan luas bagi
pertumbuhan dan pelbagai ragam sejarah baru, antara lain:
1) Sejarah politik gaya baru

2) Sejarah sosial

52
3) Sejarah sosiologis (sosiological history)

4) Sosiologis sejarah (historical sociology)

Sejarah sosiologis (sociological histori) menunjuk kepada sejarah


yang disusun dengan pendekatan sosilogis seperti telah diuraikan panjang
lebar diatas, sedang sosiologi sejarah (historycal sosiologi) adalah studi
sosiologis mengenai suatu kejadian atau gejala di masa lampau. Yang pertama
dilakukan oleh sejarawan, sedang yang kedua oleh sosiolog. Adapun hasilnya
mungkin tidak banyak berbeda. Dalam perkembangannya sampai sekarang
rupanya lebih banyak karya historycal sosiologi daripada jenis yang pertama.
[CITATION Sar921 \p 147 \l 1057 ]
Penggarapan sejarah oleh seorang soiolog didasarkan atas bahan bahan
sejarah yang telah digali oleh sejarawan. Sosiolog tidak dapat diharapkan
melakukan kritik sumber. Pendekatan sosiologi dapat saja dilakukan oleh
sejarawan yang telah menguasai teori dan konsep sosiologi. Pada sejarwan
masih ada kewajiban melakukan kritik sumber yang pengkajiannya menuntut
hal itu. [CITATION Sar921 \p 147 \l 1057 ]
Dengan diperlengkapi alat-alat analitis yang lebih canggih,
kemampuan sejarawan akan meningkat dengan bergerak jauh melampaui
batas-batas sejarah konvensional dan sejarah naratif. Kemampuan eksplanasi,
lagipula, kapasitas mengungkapan sejarah mikro juga meningkat tidak dapat
diragukan bahwa dengan demikian, studi sejarah akan lebih produktif.
[CITATION Sar921 \p 148 \l 1057 ]

2.4.6 Sejarah dan Ilmu Politik


Dalam keadaan sekarang sebenarnya sejarah politik masih cukup
menonjol, namun tidak terlalu dominan seperti di masa lampau, lagipula, telah
mengalami perubahan. Sangatlah menarik bahwa pengaruh Ilmu Politik dan
ilmu-ilmu sosial sungguh besar dalam penulisan sejarah politik yang juga

53
lebih tepat disebut sejarah politik gaya baru. [CITATION Sar921 \p 149 \l
1057 ]
Apabila polity di definisikan sebagai pola distribusi kekuasaan, maka
jelaslah bahwa pola distribusi itu dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, dan
kultural. Barangsiapa menduduki posisi sosial tinggi, memiliki status tinggi,
maka bagi dia ada kesempatan dan keleluasaan memperoleh bagian dari
kekuasaan. Berdasarkan relasinya, ada sumber daya sosial-budaya untuk
melakukan peranan politiknya, artinya menyebarkan pengaruhnya. Padanya
adapula otoritas sebagai alat utama untuk berperan politik. [CITATION
Sar921 \p 149 \l 1057 ]
Dimensi sosial dari proses politik mencakup status dan peranan elite
politik: bangsawan, aristokrasi,birokrat, kaum intelegensia, elite religius,
meritokrasi, teknokrasi, elite desa, dan lain sebagainya. Otoritas yang mereka
miliki antara lain otoritas karismatis, termasuk pula yang sudah mengalami
rutinisasi, otoritas tradisional ; otoritas legal dan rasional. Posisi sosial-
kultural elite masing-masing menimbulkan konflik.[CITATION Sar921 \p
152 \l 1057 ]
Bagaimana interaksi dalam proses perjuangan kekuasaan, terutama
dalam periode transisi (abad ke-19 dan ke-20) sewaktu orientasi nilai-nilai
bergeser sebagai dampak proses penetrasi pengaruh Barat dan modernisasi?
Proses sosial-kultural elite masing-masing menimbulkan konflik.[CITATION
Sar921 \p 152 \l 1057 ]
Dalam hubungan ini skenario politik baik di tingkat mezzo (menengah)
dan mikro (rendah) dapat digambarkan secara rinci berdasarkan analisis ilmu
sosial sedemikian rupa, sehingga dapat diekstrapolasikan, anatara lain (1)
gejala atau pola umum perjuangan politik; (2) kecenderungan dalam proses
politik yang menunjukkan keteraturan (regularities). Kedua gejala ini akan
menambah makna kejadia-kejadian serta memberi kemungkinan untuk
membuat perbandingan serta generalisasi.[CITATION Sar921 \p 152 \l 1057 ]

54
2.4.7 Sejarah dan Antropologi
Kedua disiplin ini mempelajari manusia sebagai objeknya, yang
lazimnya mencakup pelbagi dimensi kehidupannya. Disamping titik
perbedaan, kdua disiplin itu juga menunjukan titik persamaan. [CITATION
Sar921 \p 153 \l 1057 ]
Bila sejarah membatasi diri hanya menggambarkan suatu peristiwa
sebagai proses di masa lampau dalam bentuk cerita, disini sejarah sungguh
berbeda dengan antropologi. Kejadian yang terjadi secara “einmalig” (sekali
terjadi) tidak masuk bidang perhatian antropologi. Akan tetapi, apabila suatu
penggambaran sejarah menampilkan suatu masyarakat di masa lampau,
dengan pelbagai aspek kehidupan termasuk ekonomi, politik, religius, dan
keseniannya, maka gambaran itu mencakup unsur-unsur kebudayaan
masyarakat tersebut sehingga disini ada tumpang-tindih anatar bidang sejarah
dan antropologi. [CITATION Sar921 \p 153 \l 1057 ]
Antropologi lazimnya mengkaji suatu komunitas dengan pendekatan
sinkronis, yaitu seperti membuat suatu pemotretan pada momentum tertentu
mengenai pelbagai bidang atau aspek kehidupan komunitas sebagai bagian
dari suatu kesatuan atau sistem serta hubungan satu sama lan sebagai
subsistem dalam suatu sistem. Rasanya gambaran sinkronis ini tidak
memperlihatkan pertumbuhan atau perubahan. Justru dalam studi antropologi
diperlukan pula penjelasan tentang struktur-struktur sosial yang berupa
lembaga-lembaga, pranata, sistem-sistem, yang kesemuannya itu dan dapat
diterangkan secara lebih jelas apabila diungkapkan pula bahwa struktur itu
adalah produk dari suatu perkembangan di masa lampau. Sebenarnya semua
artifact, socifact, dan mentifact adalah produk historis dan hanya dapat
dijelaskan eksistensinya dengan melacak sejarah perkembangannya.
[CITATION Sar921 \p 153 \l 1057 ]
Baik benda maupun lembaga masyarakat atau ide dan pikiran manusia
(mantifact) hanya sepenuhnya dapat dipahami dengan melacak

55
perkembangannya (genesis) di masa lampau. Hal ini sudah barang tentu juga
berlaku bagi antropolog ; maka dipandang dari presepktif itu pendekatan
antropologis mau tak mau pendekatan historis.[CITATION Sar921 \p 154 \l
1057 ]
Sebaliknya, preseptik diakronis (sejarah) yang terbatas pada
pengungkapan proses pertumbuhan dan perubahan saja akan sepihak dan
deterministik. Yang dilihat hanya urutan kejadian sebagai rentetan sebab
akibat. Dengan demikian, aspek sinkronis tidak tercakup. Proses interaksi
anatar unsur-unsur dalam suatu sistem (ekonomi, sosial, politik dan
seterusnya) tidak diperhitungkan. Hal seperti ini tidak terjadi apabila studi
sejarah mempergunakan prespektif antropologis disamping prespektif
historisnya.[CITATION Sar921 \p 154 \l 1057 ]
Boleh dikatakan, segala kegiatan manusia dapat dicakup di dalam
sejarah kebudayaan, sedang biasanya dimensi politik tidak dimuat, meskipun
menurut definisi yang luas kehidupan politik pun termasuk kebudayaan.
[CITATION Sar921 \p 156 \l 1057 ]
2.5 Kekuatan Sejarah Menurut Taufik Abdullah dan Abdurachman
2.5.1 Filsafat Sejarah
Menurut Patrick Gardiner yang dikutip dari buku Ilmu sejarah dan
historiografi ungkapan “filsafat sejarah” menunjuk kepada dua jenis
penyidikan yang sangat berbeda. Secara tradisional, ungkapan tersebut telah
digunakan untuk menunjuk kepada usaha memberikan keterangan atau
tafsiran yang luas mengenai seluruh proses sejarah. “Filsafat sejarah” dalam
arti ini secara khas berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti: “apa arti
(makna,tujuan) sejarah?” atau “hukum-hukum pokok mana yang mengatur
perkembangan dan perubahan dalam sejarah?”. Pada abad ke-!9, ketika
pemikiran-pemikiran spekulatif serupa itu sedang pada puncaknya, ada filsuf-
filsuf dan sejarawan-sejarawan yang menantang pretensi-pretensi pemikiran

56
itu. Dan pada abad ke-20, pemikiran tersebut telah dihadapkan pada
serangkaian kritik dari sudut logika maupun metodologi yang dalam
pengaruhnya yang kumulatif telah terbukti memberikan pukulan hebat pada
pemikiran spekulatif tersebut. Bagaimanapun, usaha-usaha semacam ini harus
dibedakan secara tajam dari jenis penyelidikan yang terutama akan
dipertimbangkan disini dan yang terkadang ditunjuk sebagai filsafat sejarah
yang “formal” dan “kritis”. Filsafat sejarah dalam arti ini termasuk yang telah
berkembang pada akhir-akhir ini. Dan sementara ia menanjak, merosotlah
rekan imbangnya, yaitu filsafat sejarah spekulatif.[CITATION Tau85 \p 123-
124 \l 1057 ]
Pokok persoalan yang dibahas oleh filsafat sejarah “formal” itu bukanlah
jalannya peristiwa-peristiwa sejarah, melainkan hakikat sejarah yang
dipandang sebagai suatu disiplin dan cabang pengetahuan yang khusus.
Dengan kata lain, boleh dikatakan bahwa ia berurusan dengan pokok-pokok
seperti tujuan-tujuan penyelidikan sejarah, cara-cara sejarawan
menggambarkan dan mengklasifikasikan bahan mereka, cara mereka sampai
pada dan menyokong penjelasan-penjelasan dan hipotesa-hipotesa, anggapan-
anggapan dan prinsip-prinsip yang menggaris bawahi tata cara penyelidikan
lain. Jadi, masalah-masalah yang dibahas oleh sejarah formal bukan masalah-
masalah spekulatif sejenis yang telah disebutkan di depan, bukan pula
masalah-masalah semacam yang secara khas digeluti oleh sejarawan
profesional dalam proses kerja mereka. Pertanyaan-pertanyaan yang
dilibatkan timbul dari renungan atas pemikiran dan penalaran menurut ilmu
sejarah dan terutama bersifat epistomologi serta konseptual.[CITATION
Tau85 \p 124 \l 1057 ]
1. Otonomi daerah
Minat filosofis terhadap hakikat pemahaman secara ilmu sejarah
sebagian besar lahir sebagai bagian dari suatu protes umum melawan
kecendrungan (lazim diantara penganut paham pencerahan) untuk

57
memandang ilmu-ilmu alam sebagai mewakili pola teladan dari semua
pengetahuan yang benar. Bahkan, bagi beberapa filsuf sejararah spekulatif
dari periode yang lebih dulu, pandangan bahwa kategori-kategori dan
cara-cara interpretasi yang dipakai secara berhasil dalam penyelidikan
alam fisik secara sah dapat diperluas pada studi kemanusiaan, tampak jauh
dari terang dan jelas dari dirinya sendiri.
2. Kebangkitan Filsafat Analitis
Pertimbangan-pertimbangan seperti diuraikan di atas merangsang
banyak analisa filosofis modern atas sejarah. Ini telah berkisar sekitar
pertanyaan apakah dan dengan cara bagaimana pemikiran secara ilmu
sejarah mempunyai lohikanya sendiri yang khas yang tak dapat
ditafsirkan dalam istilah-istilah ilmiah. Pada umumnya, perdebatan
cenderung untuk berpusat pada dua pokok pembicaraan yang penting.
Yamg pertama mengenai sifat logis penjelasan-penjelasan yang diajukan
oleh para sejarawan tentang peristiwa-peristiwa dan perkembangan-
perkembangan yang khusus sifatnya. Yang kedua berhubungan dengan
status epistomologis kisah sejarah mengenai masa lalu dan
mempertanyakan apakah kisah-kisah itu memiliki validitas obyektif yang
bisa dibandingkan dengan validitas yang dinyatakan ada pada hasil-hasil
penyelidikan ilmiah.
3. Penjelasan sejarah
Suatu kesulitan yang besar, yang cenderung menguasai diskusi-diskusi
mengenai penjelasan sejarah berasal dari adanya macam-macam bentuk
yang dapat digunakan oleh penjelasan serupa itu. Adalah menarik untuk di
bayangkan bahwa ada satu model tunggal yang akhirnya menjadi acuan
semua penjelasan sejarah. Mungkin saja disarankan bahwa menjelaskan
suatu kejadian sejarah selalu berarti menunjukan kejadian tersebut sebagai
akibat dalam arti tertentu dari peristiwa-peristiwa atau keadaan-keadaan
tertentu yang lain.

58
a. Teori “hukum-hukum yang menerangkan segalanya”
Pandangan bahwa tak ada perbedaan radikal yang memisahkan
penjelasan sejarah dari penjelasan jenis lain telah menemukan
pembela-pembelanya yang utama diantara para filsuf yang
konsepsinya tentang kausalitas berasal dari Hume. Karena tak ada
“hubungan yang niscaya” antara kenyataan-kenyataan faktual, setiap
pernyataan bahwa suatu hubungan kausal berlaku diantara peristiwa-
peristiwa tertentu, haruslah memuat referensi tersembunyi kepada
suatu keteraturan atau hukum alamiah. Dengan kata lain, menjelaskan
suatu kejadian berarti menunjukkan bahwa kejadian itu harus terjadi,
bila terpenuhi anteseden tertentu atau kondisi –kondisi awal dan bila
diakui adanya suatu hukum atau hukum-hukum yang menghubungkan
kondisi-kondisi serupa itu dengan peristiwa-peristiwa dari jenis yang
menyifati explicandum (peristiwa yang harus dijelaskan).
Dinilai dari yang tampak, teori ini rupa-rupanya mempunyai
banyak hal untuk dipuji, karena secara menyenangkan
mengenggabungkan sifat penghemetan konseptual dengan sifat keras
kepala yang biasanya melekat kepada ilmu-ilmu empiris. Tetapi
tinjauan lebih dekat mungkin menunjukan kesulitan-kesulitan.
Pertama-tama, teori itu tampak menganggap bahwa semua penjelasan
kausal di dalam sejarah di pandang dari bentuknya selalu menunjukan
bahwa suatu peristiwa khusus harus terjadi bila kondisi awal
diberikan. Tetapi ini sama sekali tidak benar secara universal, tujuan
sejarawan dalam menyebutkan sebab-sebab seringkali merupakan
tujuan yang lebih terbatas, yaitu menjelaskan bagaimana suatu
peristiwa sejarah tertentu mungkin , bukan mengapa peristiwa-
peristiwa itu harus terjadi. Kelemahan yang lebih jelas dari teori ini
terletak di dalam anggapannya yang seenaknya bahwa hukum-hukum
sejenis yang dipostulatkan oleh teori ini siap untuk dipungut dan

59
bahwa kepada hukum-hukum inilah sejarawan menunjuk bila mereka
memberikan penjelasan.
b. Teori “seri yang terus-menerus”
Karena menghargai pendirian-pendirian yang serupa itu,
beberapa orang pengarang modern terdorong untuk menentang
konsepsi “hukum yang menerangkan segalanya” dalam penjelasan
sejarah dengan konsepsi yang disebut “model seri yang terus
menerus”. Menurut pandangan yang disebut terakhir ini, sejarawan
menyelusuri, setapak demi setapak, hubumgan-hunumgan antara
tahap-tahap yang lebih awal dan tahap-tahap yang lebih kemudian dari
perubahan sejarah. Dengan begitu sejarawan membentuk suatu kisah
yang dapat dipahami dan yang berbagai kpmponennya dapat dilihat
saling berhubungan dalam jalinan yang “intrinsik” dan “alamiah”’.
4. Sudut Pandangan Sejarah
Ada sesuatu yang aneh dalam gagasan bahwa pembentukan suatu
kisah sejarah melibatkan suatu pemanggilan terus-menerus pada
generalisasi-generalisasi tentang timgkah laku manusia, bila dengan
“generalisasi” dimaksudkan sekumpulan proprsisi yang telah mapan atau
dikuatkan secara empiris, yang dapat didaftar dan dirumuskan secara
tepat. Tidaklah semata-mata bahwa kata-kata seperti “wawasan” dan
“penilaian”, bersama dengan kata-kata lain yang lekat di dalam kosa kata
kritisme sejarah yang biasa, akan tampak mempunyai penerapan yang
tidak luas kepada sejarah yang dikonsepsikan menurut garis-garis yang
begitu ketat dan rapi; lebih lanjut gambaran itu menyarankan suatu
pendekatan yang bersifat “luar” atau “dalam gaya menonton”
(spectatorial) terhadap bahan yang tampak mengaburkan suatu aspek yang
menonjol dari banyak penulisan dan pemahaman sejarah.
5. Mungkinkah Obyektifitas Dicapai

60
Pernyataan bahwa sejarawan berada dalam suatu hubungan yang
istimewa akrabnyab dengan pokok persoalannya, terkadang dianggap
sebagai menunjukkan suatu perbedaan lebih lanjut yang penting antara
sejarah dan ilmu-ilmu alam. Ini menyarankan bahwa hakikat tugas dan
situasi sejarawan yang sebenarnya menhalangi dia untuk mencapai jenis
obyektifitaas yang menandai secara khas karya ilmiah di dalam
penggambaran-penggambaran serta penafsiran-penafsirannya. Sejarawan
tak dapat menempatkan dalam kisahnya apa saja yang dia ketahui tentang
masalah yang sedang dia telaah; tidak pula ia dipandang sebagai
sejarawan yang baik bila ia mencoba melakukan itu. Menggunakan
penilaian mengenai relevansi, mengenai pentingnya suatu hal secara relatif
atau penilaian mengenai keremehan suatu hal, sangatlah pokok untuk
usahanya. Tetapi penilaian-penilaian serupa itu didasarkan pada berbagai
jenis anggapan dan prasangka yang dengan sendirinya bisa
dipertengkarkan dan yang bervariasi dari pribadi ke pribadi, dari
masyarakat ke masyarakat, dari zaman ke zaman. Apa yang bermakna
bagi seorang sejarawan dari suatu periode atau lingkungan tertentu bisa
saja tampak tak pantas disebutkan bagi sejarawan lain yang waktu dan
latar belakangnya berbeda; pendapat-pendapat keagamaan, keyakinan
politis, cita-cita moral atau sosial, semuanya mesti, sadar atau tidak,
mempengaruhi hal-hal seperti penyajian bahan oleh sejarawan, keputusan-
keputusannya mengenai apa yang harus dicatat atau dilewati, bobot yang
dia berikan kepada faktor-faktor khusus, dan bahkan penilaian-
penilaiannya yang kritis atas evidensi dan sumber-sumber.
6. Subyektivitas dan Evaluasi sejarah
Suatu kesimpulan yang sering ditarik dari segalanya ini, baik oleh para
filsuf maupuan sejarawan profesional yang telah mengadakan renungan
atas profesinya, ialah bahwa sejarah dijangkiti oleh suatu jenis
“subyektivitas” yang mendasar dan tak terobati. Penilaian mengenai

61
pentingnya suatu hal secara relatif terkadang bisa dibuat dengan diterangi
oleh apa yang disebut “kesuburan kausal” dari peristiwa-peristiwa. Tetapi
pertanyaan apakah lebih jauh dari pada peristiwa yang lain merupakan
suatu hal ynag empiris sifatnya, yang bisa diputuskan dengan
penyelidikan. Pada dasranya hal itu tidak ada urusannya dengan nilai-nilai
atau sikap-sikap subyektif yang khas dari seorang sejarawan.
Kemungkinan-kemungkina kekacauan serupa itu mungkin timbul
mengenai saran bahwa pokok persoalan sejarawan adalah begitu rupa
sehingga evaluasi atasnya tak terhindarkan. Tak ayal lagi, adalah benar
bahwa tujuan-tujuan para pelaku sejardan apa yang mereka lakukan
sampai taraf tertentu diilhami oleh nilai-nilai dan prinsip-prinsip (moral
atau yang lain) yang mereka anut.Tetapi ini, dari dirinya sendiri, sama
sekali tidak mengakibatkan bahwa sejarawan tak dapat mendiskusikan
kegiatan mereka tanpa tanpa terlihat dalam penilaian serupa itu atas usaha
sendiri. Sebaliknya, bila penggunaan bahasa yang biasa oleh sejarawan itu
sendirilah yang dianggap menjauhkan kemungkinan dia memberikan
gambaran-gambaran yang “netral”, kekuatan pendirian ini justru terbuka
untuk diragukan.
7. Masalah-masalah yang masih tinggal
Secara keseluruhan, hal-hal yang diuraikan diatas dan yang berkaitan
dengannya, agak mengarah kepada efek memprlemah daya meyakinkan
yang dari kesan pertama tampak dimiliki oleh pernyataan bahwa sesuatu
yang mirip dengan obyektivitas dalam arti ilmiah tak dapat dicapai dalam
sejarah. Tetapi soal ini tetap merupakan suatu masalah yang luar biasa
muskil untuk digarap, karena melibatkan berbagai teka-teki dan kekaburan
yang liku-likunya tak mungkin kita masuki disini.[CITATION Tau85 \p
125-135 \l 1057 ]

62
2.5.2 Sejarah dan ilmu-ilmu Sosial
Menurut Peter Laslett : Bagi sarjana ilmu sosial, sejarah adalah sejarah
sosial, tanpa mempersoalkan apakah sejarawan menggolongkannnya sebagai
sejarah sosial, sejarah politik, sejarah ekonomi, sejarah agama, atau sejarah
suatu bidang lainnya. Oleh karena itu, tidak dapat dikatakan bahwa ada suatu
kategori penelitian sejarah yang semata-mata ditujukan pada masa lalu,
dengan cara sebagaimana akan dilakukan oleh seorang sarjana ilmu sosial.
Lebih tepat kalau dikatakan bahwa sedamg muncul suatu metode baru untuk
mempelajari sejarah bermacam bidang yang bertujuan untuk menjelaskan
tugas seorang ahli sosiologi, seorang ahli antropologi, sorang ahli psikologi
kemasyarakatan, dan seterusnya. Seorang sejarawan yang bekerja dengan cara
ini mempergunakan teori-teori, kategori-kategori, dan teknik seorang sarjana
sosial, yang pekerjaannya dicoba untuk disamainya.[CITATION Tau85 \p 137
\l 1057 ]
“Sejarah alam” dipergunakan untuk menunjuk kepada biologi, ilmu
tumbuh-tumbuhan, ilmu hewan, dan geologi, dan mengandung suatu
implikasi yang jelas bahwa bidang-bidang ini dipelajari juga secara tidak
sistematis oleh para amatir sebagai sekedar selingan. Akan tetapi sebelum dan
selama “revolusi ilmiah”, istilah sejarah alam berati segala sesuatu yang dapat
diketahui tentang alam semata-mata dengan cara deskripsi, sebagai lawan dari
istilah “filsafat alam”, untuk menunjukan bagian tertentu dari alam yang dapat
dipahami dengan prinsip-prinsip ilmiah, dengan mempergunakan secara
sistematis teknik-teknik observasi tertentu. Kalau kita ganti kata “alam”
dengan kata “kemayarakatan” suatu istilah baru “sejarah kemasyarakatan”
dapat dipergunakan sebagai lawan istilah “ilmu sosial”, kira-kira sebagaimana
istilah “sejarah alam” dipergunakan sebagai lawan istilah “filsafat alam”.
Pemakaian istilah demikian mengakui bahwa sejarah juga berhak dipelajari
untuk tujuan-tujuan lain kecuali sebagai pelengkap ilmu-ilmu sosial.
Pemakaian itu akan dapat menghindarkan kesulitan-kesulitan yang sudah kita

63
gambarkan kalau kita memakai istilah “sejarah sosial”. Sejarah
kemasyarakatan , atau istilah “sejarah” dalam pemakaian biasa dalam arti
yang seluas-luasnya, perbandingan antara sejarah alam terhadap ilmu-ilmu
alam.[CITATION Tau85 \p 139-140 \l 1057 ]
1. Tipe-tipe sejarah kemasyarakatan
a. Karya-karya ilmu sosial
Tipe pertama dari tulisan-tulisan sejarah yang penting bagi
seorang sarjana sosial adalah literatur tentang ilmu-ilmu sosial sendiri,
oleh karena terdiri dari bagian-bagian yang ditulis oleh sarjana-sarjana
sosial. Setiap karya demikian, sebagaimana telah dikatakan di atas,
mengandung bagiang-bagian naratif dan deskriftif, dan ini termasuk
dalam sejarah kemasyarakatan.
b. Area-area kegiatan sosial
Tipe kedua dari prnulisan sejarah yang penting bagi seorang
sarjana sosial terdiri dari penelitian-penelitian mengenai sejarah area
yang terpisah dari suatu kegiatan sosial tertentu. Pembedaan antara
area-area sejarah yang khusus ini, untuk sebagian besar antara area-
area sejarah yang khusus ini, untuk sebagian besar hanya karena
subyek-subyeknya yang beraneka ragam. Sebagian besar dari definisi
suatu ilmu sosial yang diakui adalah bahwa ilmu tersebut harus
mempunyai sendiri suatu kumpulan teori dan teknik, meskipun dalam
hal ini ada perbedaan-perbedaan antara berbagai ilmu sosial.
c. Penelitian-penelitian Struktur sosial
Tipe ketiga dari penulisan sejarah yang penting bagi seorang
sarjana ilmu sosial adalah sejarah struktur sosial. Tipe ini terdiri dari
karya-karya lengkap yang ditulis dengan tujuan tertentu oleh sarjana-
sarjana yang menamakan dirinya sejarawan dan bukannya sarjan ilmu
sosial, yang memberikan contoh-contoh sejarah komparatif yang dapat
dipergunakan di samping contoh-contoh geografis komparatif yang
ditulis oleh seorang antropolog. Meskipun karya-karya itu termasuk

64
dalam tradisi sejarah sosial yang sudah baku, karya-karya tersebut
ditulis sejauh mungkin menurut dua prinsip yang biasanya tidak
dinyatakan dalam karya-karya tradisional. Prinsip pertama ialah bahwa
data akan dikumpulkan dan dianalisa sesuai dengan metode-metode
dan teknik-teknik dari semua ilmu-ilmu sosial. Prinsip kedua ialah
bahwa kesimpulan-kesimpulan akan diajukan dalam suatu bentuk yang
umum dapat dipergunakan dalam analisa sosial.
d. Karya-karya dokumenter dan karya-karya persiapan
Tipe keempat dari penulisan sejarah yan penting bagi ilmu-
ilmu sosial terdiri dari karya-karya dokumenter dan karya-karya
persiapan. Karya-karya demikian amat berharga, khususnya dalam
taraf perkembangan sekarang ini dari sebagian besar subyek-subyek
yang telah disebutkan di atas. Penyusunan dan pencetakan pencatatan-
pencatan, seperti izin-izin perkawinan yang dikeluarkan oleh
pengadilan-pengadilan gereja, seri dokumentasi yang teratur
menegenai sumbangan-sumbangan bagi fakir-miskin.
e. Karya-karya sejarah yang tradisional
Tipe kelima penulisan-penullisan sejarah yang penting bagi
ilmu sosial adalah kategori untuk penulisan sejarah yang tidak
termasuk kategori-kategori lain dan terdiri dari karya-karya sejarah,
dalam bentuk apapun. Karya sejarah tradisional kurang
kemungkinannya mempunyai kepentingan langsung bagi sarjana sosial
dibandingkan dengan karya-karya yang termasuk dalam keempat
kategori pertama. Akan tetapi tidak berarti bahwa karya-karya yang
telah dihasilkan atau sedang ditulis sesuai dengan ketentuan-ketentuan
sejarah yang tradisional, tidak relevan sama sekali.
2. Sejarah kemasyarakatan dengan tujuan tertentu
Karya-karya tipe pertama merupakan kategori sejarah kemasyarakatan
dengan tujuan tertentu (Deliberative societal history), sebagai lawan dari

65
karya-karya sejarah tradisional. Meskipun beberapa ciri sejarah
kemasyarakatan dengan tujuan tertentu telah kita gambarkan dengan
singkat, kriteria yang menandai karya sejarah semacam ini belum jelas,
tegas atau diatur secara universal. Meskipun demikian, sudah jelas bahwa
sebagian besar karya-karya sejarah tradisional tidak dapat memenuhi
syarat-syarat yang diperlukan. Analisa tentang masyarakat dan situasi-
situasi sosial memang ada, juga dalam tulisan semacam ini, akan tetapi
yang dititik beratkan adalah deskripsi dan narasi, dan tugasnya dipandang
sebagai suatu tugas yang seluruhnya literer, dengan kemungkinan
ditambah sedikit filsafat.
3. Sejarah kuantitatif
Dari semua perkembangan yang paling akhir, sudah jelas bahwa
sejarah ekonomi ekonometris mempunyai kontras paling tajam terhadap
kegiatan-kegiatan sejarah tradisional. Karena perkembangannya yang
pesat dalam tahun akhir-akhir ini, maka perlu diteliti masalah penggunaan
kuantifikasi dalam penelitian-penelitian sejarah akhir-akhir ini dan
akibatnya terhadap hubungannya dengan ilmu-ilmu sosial. Hal ini telah
menimbulkan sebutan “cleomectris” kepada kegiatan yang baru itu dan
langsung menyesuaikannya dengan aliraaliran baru dalam ilmu-ilmu
sosial. Pokok terpenting dari “cleocmetris”, bagi penelitian sejarah yang
tradisional, ialah bahwa “cleocmetris” mencoba melakukan analisa
ekonomi tentang subyek-subyek yang tidak kontemporer. Karena itu, tipe
sejarah ekonomi ini termasuk dalam ilmu-ilmu sosial, melebihi penelitian-
penelitian sejarah lainnya.
4. Sejarah struktur sosial
Dua karatkteristik dari sejarah struktur sosial telah dijelaskan; pertama,
data harus dikumpulkan dan analisa menurut metode-metode dan teknik-
teknik ilmu-ilmu sosial. Kedua, kesimpulan-kesimpulannya harus

66
dikemukakan dalam suatu bentuk yang dapat dipergunakan untuk analisa
sosial pada umumnya.[CITATION Tau85 \p 141-151 \l 1057 ]
2.5.3 Sejarah Masyarakat
Menurut J. Jean Hecht sejarah sosial ialah studi tentang struktur dan
proses tindakan serta tindakan timbal balik manusia sebagaimana telah dalam
konteks sosio-kultural dalam masa lampau yang tercatat. Tetapi dalam
prakteknya jarang dirumuskan dalam istilah-istilah yang komprehensif.
Beberapa diantaranya mengatakan bahwa sejarah sosial meliputi seluruh
lingkup kehidupan daan kebudayaan dalam masyarakat-masyarakat yang ada
dalam zaman sejarah. Yang lain lagi mempertahankan pendapat bahwa
bidang sejarah negara, ekonomi, dan bidang-bidang besar dari kebudayaan,
seperti kepercayaan-kepercayaan religius dan teknologi. Adanya pandangan
yang berbeda-beda mengenai ruang lingkup sejarah sosial telah menimbulkan
banyak kekacauan mengenai sifat disiplin ini. Sumber-sumber sejarah sosial
sangat beraneka warna. Sumber-sumber ini meliputi bahan yang bermacam-
macam seperti laporan-laporan resmi, dokumen-dokumen hukum, surat kabar,
pamflet, benda kesenian, inkripsi-inkripsi karya-karya sastra, dan artefak-
artefak. Satu golongan bahan yang penting ialah dokumen-dokumen pribadi,
seperti surat-surat, catatan harian, buku harian, yang mengungkapkan secara
mendalam dan terperinci daerah-daerah pengalaman manusia yang sangat
akrab. Namun, tak ada bahan yang dapat diakui sebagai khas kepunyaan
sejarah sosial-satu lagi dari kekacauan tentang ciri-cirinya.[CITATION Tau85
\p 154 \l 1057 ]
1. Asal usul
Semenjak Herodotus melaporkan adat istiadat orang-orang Skyth dan
Tacitus yang melukiskan lembaga-lembaga suku-suku German, para
sejarawan telah menuliskan risalah-risalah yang dapat dikenal sebagai
salah satu varietas sejarah sosial. Hingga abad ke-18, risalah-risalah
semacam itu selalu muncul sebagai fragmen-fragmen yang kurang penting

67
dalam karya-karya umum. Tetapi kemudian bila perhatian besar akan
pranata-pranata masa lalu diciptakan oleh keinginan yang makin
bertambah untuk menempatkan studi tentang manusia dan masyarakat
pada dasar empiris yang kokoh, sejarah sosial berkembang sebagai aliran
yang tersendiri.
2. “kulturgeschichte” sebagai sejarah sosial
Diantar dalil-dalil dasar Kulturgeschichte ada gagasan bahwa setiap
masyarakat, walaupun ditandai oleh aneka-warna kehidupan dan pikiran,
mempunyai suatu kesatuan yang pokok. Kesatuan ini diresapi oleh suatu
watak, dan bahwa masyarakat itu seperti suatu organisme, mau tak mau
harus melewati serangkaian tahap perkembangan. Dalil-dalil ini mendapat
dukungan kuat dari aliran-aliran ideologi besar dalam abad ke-18. Aliran
ini berpegan pada pikiran dasar bahwa suatu ilmu sejarah yang dapat
dipercaya dapat diciptakan dengan studi yang tekun, artinya hukum-
hukum yang menguasai proses historis bisa ditentukan.
3. Sejarah sosial yang tidak sistematis
Aliran ini bercirikan tidak adanya perhatian terhadap morfologi dan
dinamika sosio-kultural. Tujuannya yang pokok ialah penggambaran
kehidupan dalam masyarakat. Aliran ini sangat beraneka ragam seperti
juga jangkauan kehidupan yang diamatinya, kadang-kadang menyajikan
suatu tinjauan kemasyarakatan.
4. Gerakan Bloch-Febvre
Sementara ikatan antar sejarah sosial dan ekonomi masih sedang erat-
eratnya, suatu gerakan dicetuskan untuk berusaha mematahkannya.
Gerakan yang dipimpin oleh March Bloch dan Lucien Febvre, yang
merupakan pertemuan tradisi Kulturgeschichte dan sejarah sosial yang
tidak skematis. Tujuan gerakan ini cukup ambisius. Dengan keyakinan
bahwa pemahaman konteks sosio-kultural menuntut agar ia dipelajari

68
sebagai keseluruhan, aliran ini berusaha mengubah sejarah soosial menjadi
sejarah kemasyarakatan.
5. Dominasi sejarah politik
Pokok yangmendasari perbedaan dalam perbedaan perhatian yang
dicurahkan kepada sejarah politik dan sejarah sosial adalah perbedaan
prestise kedua disiplin itu. Sejarah politik sangat dihargai. Disiplin ini
dianggap bukan saja membawa perbaikan tetapi juga informatif, dihadapi
dengan sungguh-sungguh, dipandang sebagai hiburan yang dapat
mendatangkan nostalgia, memuaskan rasa ingin tahu dan melahirkan
khayalan-khayalan.
6. Kecenderungan Masa Kini
a. Rasa tidak puas
Kekuatiran itu disebabkan oleh sifatnya yang tak berbentuk
dan tak tegas, yang sebagian terbesar berasal dari tiadanya suatu
kesatuan kumpulan tulisan teori yang mampu memeberikan konsep-
konsep dan hipotesa-hipotesa, di samping batas-batasnya yang tak
pasti, yang sifatnya timbul dari perbedaan paham yang terus-menerus
tentang ruang lingkup dan dari kekurangan tipe khas bahan sumber.
b. Sikap permusuhan terhadap sosiologi
Sikap permusuhan itu timbul dari kekuatan dan prasangka yang
mendalam. Para sejarawan menakuti pretensi sosiologi untuk
mengikhtisarkan dan yang disangka bermaksud menjadikan disiplin
sejarah pemegang peranan sekunder sebagai pengumpul fakta. Lebih
lagi, mereka membenci teknik-teknik dan aspirasi-aspirasi sosiologi
sebagai ilmiah semu. Akhirnya, mereka meremehkan hasil-hasil
sosiologi sebagai tak berarti dan sikapnya menomorduakan penelitian
empiris untuk pembuatan abstraksi-abstraksi yang muluk-muluk
sebagai filsafat sejarah dalam baju baru belaka.
c. Sikap permusuhan Para Ahli Sosiologi

69
Sikap permusuhan ini ada imbangnya di kalangan ahli
sosiologi. Karena benci akan warisan kunonya, kehormatan akademis,
prestise yang unggul dan prestensi besar-besaran ilmu sejarah, sejak
lama mereka menyimpan dendam mendalam terhadapnya. Khusunya
dua pretensi menambah dendam ini, karena itu nampaknya
bertentangan secara gawat dengan tuntutan-tuntutan sosiologi. Yang
satu ialah bahwa sejarah telah lebih dahulu menyatakan semua
tindakan manusia yang terekam sebagai wilayahnya yang sah, yang
lainnya ialah peranan mendidik yang dibawakannya sebagai penafsir
agung pengalaman manusia. Para sarjana sosiologi menganggap data
sejarah sebagai diragukan keabsahannya; mereka menganggap
perhatian sejarah terhadap fakta-fakta yang mempunyai ciri-ciri
tersendiri sebagai obsesif dan penolakannya untuk mencari
keseragaman sebagai sikap tidak ilmiah.
7. Rujuknya sejarah dengan sosiologi
Tetapi pada kedua belah pihak sejak lama ada golongan kecil yang
bersemangat, yang mengingkari perselisihan-perselisihan ini dan menolak
sikap permusuhan yang mendasarinya. Mereka secara tegas menganjurkan
kerukunan erat antara sejarah dan sosiologi.
a. Sejarah Sosiologis
Pemakaian teori sosiologi secara ad hoc (hanya untuk tujuan itu).
Yang sedikit itu, yang mempergunakan teori secara ekstensif maupun
sistematis telah berhasil menciptakan sejarah sosiologis yang asli.
[CITATION Tau85 \p 155-166 \l 1057 ]
2.5.4 Sejarah Ekonomi
Menurut Douglas C. North Sejarah ekonomi, secara garis besar,
mempunyai perhatian mengenai kegiatan ekonomi masa lampau. Masalah-
masalah yang ada hubungannya dengan seorang sejarawan ekonomi luasnya
sama dengan minatnya terhadap pertumbuhan, kemandekan atau merosotnya

70
ekonomi; kemakmuran kelompok-kelompok individualdaalam ekonomi senad
dengan arah perubahan ekonomi, serta hubungan timbal balik antar organisasi
ekonomi dan kegiatannya. Masalah besar dari sejarah ekonomi menitik
beratkan oada dua kategori: (1) Keseluruhan pertumbuhan ekonomi sepanjang
waktu dan faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan itu (atau kemandekan
atau kemerosotan), dan (2) pertumbuhan atau kemunduran. Perbedaan sejarah
ekonomi dengan disiplin ekonomi adalah, bahwa sejarah ekonomi terutama
memperhatikan masalah-masalah masa lampau daripada masa kini.
[CITATION Tau85 \p 171 \l 1057 ]
1. Perubahan-perubahan Mutakhir dalam Disiplin Tersebut
Perkembangan disiplin tersebut lambat laun banyak mengambil
metodologi ilmu-ilmu sosial. Tiga perkembangan telah menunjang
pendobrakan terbesar bagi pengarahan kembali sejarah ekonomi. Pertama,
tumbuhnya minat para ahli ekonomi dalam studi prtumbuhan ekonomi.
Sumber perubahan kedua telah menumbuhkan minat ahli-ahli ekonomi
dalam hal lebih teliti menguji hipotesa-hipotesanya. Sumber perubahan
ketiga telah mengembangkan volume informasi kuantitatif tentang masa
lampau. Diakui bersama, tiga perkembangan ini telah membawa
tumbuhnya orientasi kembali dari sejarah ekonomi menuju pemakaian
metodologi ilmiah dan penggunaan pengukuran kuantitatif yang
sistematis.
2. Penjelasan dalam Sejarah Ekonomi
Sasaran pertama dari sejarawan ekonomi adalah penjelasan. Ia
berusaha mengerti cara-cara melaksanakan ekonomi atau cara
menyejahterakan rakyat di dalam masyarakat yan telah dipengaruhi oleh
fenomena ekonomi. Dalam hal ini, penjelasan dalam sejarah ekonomi
tidak mempunyai perbedaan penting daripada penjelasan ilmiah di dalam
ilmu-ilmu alam dan fisika. Tidak hanya melihat fakta-fakta dan bukti
mengenai fenomena untuk memberikan penjelasan, tetapi juga menuntut

71
penerapan generalisai untuk mengurangi faktor-faktor lain diluar
informasi nyata bagi usaha penjelasan. Karena itu, penjelasan dalam
ekonomi sebagaimana halnya dalam suatu illmu, melibatkan pernyataan
tentang latar belakang kondisi pokok, yang dalam hal ini pernyataan fakta
tunggal yang melengkapi kedudukan bagi pola khusus dari bukti-bukti
untuk dijelaskan, diikuti oleh penerapan prinsip-prinsip umum yang akan
melengkapi penjelasan.

3. Pengujian Hipotesa
Pengujian keterangan-keterangan di dalam sejarah ekonomidapat
dilakukan dengan beberpa bentuk. Dalam hal ini termasuk pengujian: (1)
Kebenaran empiris dari latar belakang kondisi; (2) Bentuk-bentuk
ketetapan-ketetapan logika; (3) kebenaran empiris dari kesimpulan-
kesimpulan.
4. Gambaran Teknik-teknik metodologi
Suatu gambaran yang luas dapat menjelaskan seluruh proses penelitian
dan pengujian yang melibatkan beberapa masalah. Perkembangana teori
ekonomi akan membawa kepada hasil yang memuaskan dari ekonomi
masa lalu. Sebagaimana sejarawan tradisional, sejarawan ekonomi masa
kini akan sering diarahkan oleh prakonsepsi ideologi dalam membuat
suatu pilihan masalah-masalah untuk diuji, tetapi hipotesa yang diujikan
haruslah netral dengan memperhitungkan pendapat yang pincang akibat
ideologi dan harus menghasilkan suatu pengecilan deretan yang terus-
menerus dari pertentangan dan pertambahan pengertian tentang masa
lampau. Dari gambaran yang di atas, dapat diliahat bahwa batas-batas
penelitian dalam bidang sejarah ekonomi adalah batas yang dipaksakan
oleh batas-batas teori dan bukti (kenyataan-kenyataan) yang ada.
5. Pemakaian dan Batas-batas Teori

72
Sementara teori-teori ekonomi memberi generlisasi dalam sejarah
ekonomi yang dapat diterapkan terhadap suatu deretan yang panjang
dalam sejarah ekonomi, khususnyateori-teori yang berhubungan dengan
kesejahteraan kelompok-kelompok pada waktu-waktu tertentu di masa
yang silam, namun tidak ada teori umum dari pertumbuhan ekonomi
terhadap masa dimana sejarawan ekonomi terhadap masa di mana
sejarawan ekonomi dapat berpaling untuk meneliti aspek mayor.
A. Batas-batas dari Bukti Empiris
Pembatasan bukti empiris menimbulkan persoalan yang serius
pada sejarawan ekonomi. Ia dihadapkan dengan kejadian masa
lampau yang tidak terulang lagi. Jejak-jejak dan bukti-bukti yang
tertinggal adalah bahannya. Oleh sebab itu, ia perlu berusaha secara
sistematis untuk mengembangkan bukti dari masa lampau tentang
keterangan yang fragmentasi seperti yang disebutkan di atas.
Keterangan kuantitatif dalam bentuk yang seharusnya ini hampir tidak
ada ; dan sejarawan ekonomi terpaksa harus mempergunakan bukti
yang fragmentaris yang secara tipikal berasal dari zaman lampau.
Untuk mempergunakan bukti sebaik-baiknya memerlukan suatu
pengetahuan teori statistik yang dapat dipakai secara efektif terhadap
data apa saja yang ada.
6. Penulisan sejarah ekonomi
Sementara zaman silam ekonomi adalah tujuan terakhir dari sejarawan
ekonomi, dan kesadaran akan metode-metode ilmiah adalah kebutuhan
esensial dalam mencapai maksud karakterisasi dalam disiplin. Seorang
sejarawan ekonomi mencoba untuk memberi suatu keterangan yang
sistematis dan terigrentasi mengenai keadaan ekonomi masa silam; dan ini
tidak boleh melibatkan seseuatu yang lebih daripada hanya
mengembangkan dan menguji hipotesa.[CITATION Tau85 \p 171-183 \l
1057 ]

73
2.5.5 Sejarah Perusahaan
Menurut Ralph W. Hidy Dalam praktek, sejarah perusahaan pada
dasarnya berpijak pada suatu asumsi dan satu kata jadian dari padanya. Yang
menjadi asumsi utama ialah bahwa orang suka pada suatu kebebasan
berkehendak dan dengan demikian, putusan-putusan pribadinya
mempengaruhi jalannya kejadian-kejadian bersejarah. Dari sini timbul
keyakinan bahwa putusan-putusan yang diambil dengan tujuan untuk
mendapat keuntungan itu sejak lama telah membentuk arus perubahan
ekonomi dan sosial di berbagai tempat di dunia. Dalam sejarah perusahaan,
perubahan dipandang sebagai bersifat terus-menerus dan saling berhubungan,
jumlah yang tidak tetap, dan tak ada akhirnya, tetapi selalu atas inisiatif
manusia. Sifat-sifat metodologis tertentu dari sejarah perusahaan berasal dari
asumsi-asumsi dan ide-ide tersebut. Pada saat ini, sejarawan perusahaan
kurang menggunakan analisa yang impersonal untuk keadaaan ekonomi di
masa lalu darpada mereka yang telah memanfaatkan teknik para ahli ekonomi
dalam menilai berbagai kecenderungan ungkapan kuantitatif atau untuk
mengisi telaah dalam pengetahuan sejarah. Dalam kenyataanya, bahan-bahan
dari sosiologi, antropologi, dan psikologi sering sangat relevan untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang data yang diajukan oleh sejarawan
perusahaan seoerti halnya dengan analisa ekonomi, khususnya dalam
hubungannya dengan motivasi manusia dan hubungan mereka dengan
masyarakat tempat mereka hidup.[CITATION Tau85 \p 186-187 \l 1057 ]
Alat-alat yang digunakan oleh sejarawan perusahaan yang profesional
tergantung dari tujuannya dan dari pendekatan terhadap pengusaha yang
dipilih. Pendekatan-pendekatan yang beraneka ragam ini menunjukan bahwa
sejarah perusahaan melingkupi banyak bidang, menampung banyak perhatian,
dan menarik sejumlah besar disiplin ilmu. Karena sejarawan perusahaan yang
profesional terutama terdapat di sekolah-sekolah administrasi perusahaan,
tidaklah mengherankan bahwa keanekaragaman pendeketan mereka untuk

74
penelitian dan pengajaran sebagian besar disebabkan oleh penerapan tugas
mereka pada lembaga-lembaga semacam itu. Sebagian perubahan ini sesuai
dengan tujuan sejarawan yang menaruh minat pada semua fase perubahan
sosial dan ekonomi. Jadi, bidang sejarah perusahaan selalu dalam proses
perubahan sejak pertama kali diakui sebagai suatu disiplin ilmu.[CITATION
Tau85 \p 187-188 \l 1057 ]
2.5.6 Sejarah Intelektual
Menurut Crane Brinton Istilah sejarah intelektual telah mempunyai
kedudukan yang cukup mantap di Amerika Serikat. Namun, di dunia Barat
istilah yang biasanya dipakai adalah istilah-istilah yang lain, seperti sejarah
ide-ide, Geistesgechte Ideengesachte Historie de la pansee, dan masih banyak
lagi istilah-istilah lain. Dalam arti yang seluas-luasnya, sejarah intelektual
dapat dikatakan mempunyai-sebagai pokok masalah – data apa saja yang
ditinggalkan oleh aktivitas fikiran-fikiran manusia. Akan tetapi, sejarah
intelektual bukan saja suatu ringkasan atau sintesa dari data demikian; tetapi
biasanya juga mencoba mencari kembali dan mengerti penyebaran karya
pemimpin-pemimpin kebudayaan-ide-ide mereka- pada masyarakat tertentu,
dan sejarah intelektual juga mencoba mengerti hubungan antara ide pemikiran
pada satu pihak dan pada lain pihak “kecenderungan” (drives) dan
“kepentingan” (interest), serta faktor-faktor nonintelektual pada umumnya,
dalam sosiologi perorangan dan masyarakat. Dari sudut pemikiran yang
sempit, sejarah intelektual mencoba menceritakan siapa yang
menghasilkannya dan bagaimana hasil intelektual dapat mendekati sesuatu
ilmu sosiologi retrospektif, bahkan suatu sosiologi retrospektif yang umum.
[CITATION Tau85 \p 201 \l 1057 ]
Tipe-tipe Sejarah Intelektual: Pertama, ada sejarah intelektual yang
mencoba mengembangkan “fakta” tentang siapa menulis apa dan bilamana,
dalam bentuk apa dipublikasikan, dan pula tentang fakta-fakta yang sama

75
tentang apa yang dihasilkan dalam media budaya selain dengan kata-kata,
khususnya bilamana media ini diperuntukan untuk propaganda. Kedua, ada
lagi bentuk sejarah intelektual yang lebih sukar, juga lebh sibuk dengan
pengadaan daripada menganalisa dan mensintesa fakta-fakta.[CITATION
Tau85 \p 205-207 \l 1057 ]
2.5.7 Sejarah Kebudayaan
Menurut Joseph H. Greenberg Sejarah kebudayaan adalah bagian
sejarah umum, mengenai perkembangan historis bangsa-bangsa yang belum
mangenal tulisan, pada waktu sekarang dan masa lampau. Definisi ini
menunjukkan bahwa dalam prinsip tidak ada perbedaan yang nyata antara
sejarah seorang sejarawan profesional dan seorang sejarawan mengadakan
perbedaan antara penggunaan sumber-sumber dokumentasi tertulis sebagai
sumber utama atau satu-satunya sumber bukti yang diterima oleh sejarawan
ahli, dengan bermacam-macam metode yang berdasarkan dugaan
(conjectural) yang dipergunakan oleh peneliti kebudayaan yang belum
mengenal tulisan. Pandnagan ini ada kalanya diterima baik oleh sejarawan-
sejarawan yang hendak menentang perluasan bidang sejarah melalui metode-
metode ini, atau oleh aliran-aliran antropolog, seperti ahli-ahli ilmu sosial
(social functionalists) yang pertama-tama mengakui nilai sejarah murni,
didasarkan atas bukti dokumentasi sedangkan menolak sejarah kebudayaan
yang bersifat dugaan para antropolog yang berpikir secara historis.
[CITATION Tau85 \p 213 \l 1057 ]
Tujuan sejarah kebudayaan sesungguhnya tidak berbeda dari berbeda
dari tujuan sejarah konvensional dipandang dari aspek yang sangat umum dan
tidak hanya sebagai sejarah politik, tetapi sebagai sejarah dari segala aspek
kebudayaan. Dapat ditambahkan, bahwa untuk tujuan utama ini, ialah
pengertian mengenai perkembangan kebudayaan, sejarawan kebudayaan
membutuhkan keterangan (data) tertentu yang nonkebudayaan, seperti

76
perubahan-perubahan lingkungan, perbedaan rasial, manusia sebagai hasil dari
mekanisme yang mengisolir faktor-faktor demografis kuno.[CITATION
Tau85 \p 214 \l 1057 ]
2.5.8 Sejarah Etnis
Menurut Bernard S. Cohn Biarpun sejak permulaan abad ke-20 “sejarah
etnis” (ethnohistory) sebagai istilah sudah muncul di sana-sini namun baru
dalam tahun-tahun 1940-an terminologi tersebut dipakai secara sistematis oleh
beberapa sarjana Amerika Utara seperti ahli antropologi budaya,ahli arkeologi
dan sejarawan untuk menjelaskan tulisan-tulisan dan penelitian mereka
mengenai suku-suku pribumi di Dunia Baru (Amerika). Pada masa sekarang
ethnohistory berarti penelitian sejarah mengenai bangsa-bangsa bukan Eropa.
Etnohistorian menyatukan sumber-sumber sejarah mereka dengan kerja
lapangan etnografis dikalangan masyarakat yang masa lampaunya sedang
direkontruksi.[CITATION Tau85 \p 229 \l 1057 ]
Sejarah etnis berbeda dalam beberapa segi dari karya-karya para
sejarawana kolonial yang konvensional. Sejarawan etnis biasanya memiliki
pengalaman lapangan dari daerah tersebut, pengalaman ini menambah
pengetahuannya mengenai masyarakat pribumi dan bagaimana sebenarnya
masyarakat tersebut berfungsi atau pernah berfungsi. Jadi, interpretasinya
mengenai berbagai bahan dari dokumen-dokumen bertambah dalam. Para
sejarawan etnis cenderung berfikir dalam kerangka kebetulan dan keadaan-
keadaan tertentu.[CITATION Tau85 \p 230 \l 1057 ]
1. Sejarah pendekatan etnis
Para sarjana Amerika yang beraliran Distributionis atau Historical
School berdiri atas usaha untuk menemukan elemen-elemen kebudayaan
dan masyarakat dari “kebudayaan lisan” melalui anggota-anggota tua
suku-suku Indian yang masih hidup. Benda-benda atau sifat-sifat
sosialndan budaya tersebut, benda-benda dari kebudayaan material, dan
data linguistik diselidiki secara geografis dalam usaha melihat hubungan-

77
hubungan sejarah atau kronologi antara suku-suku. Para distributionis
tidak menaruh perhatian secara terperinci pada salah satu suku bangsa
tertentu. Contoh tipikal pendekatan ini adalah sapir Time perspective in
Aboriginal American Culture.
2. Sumber dan Metode
A. Dokumen tertulis
Dalam penggunaan dokumen-dokumen tertulis, sejarawan etnis
pada mulanya menghadapi persoalan-persoalan yang sama dan
menggunakan teknik-teknik yang sama seperti sejarawan
konvensional. Para sejarawan etnis yang dilatih sebagai sarjana
antropologi dan melakukan penelitian lapangan sering kecewa bila dia
hanya bergantung pada dokumen-dokumen. Dia tidak memeperhatikan
peristiwa-peristiwa sejarah yang besar, dia ingin tahu masalah kecil
masa lampau, seperti umpamanya hubungan kekeluargaan tokoh-tokoh
sejarah yang tidak penting.
Dokumen yang dipakai jarang sekali berasal dari orang-orang
yang hendak dia selidiki struktur sosialnya. Sebaliknya, bahan-bahan
itu merupakan cerita dari pengamat-pengamat bodoh dan berprasangka
yang sering hanya mengerti setengah apa yang mereka tulis. Kalau dia
memakai dokumen-dokumen administratif, dia sebagai seorang
sejarawan baik, tidak saja harus mengetahui siapa yang menulis
laporan-laporan, atau keterangan mengenai berbagai keputusan dan
mengapa mereka menulisnya, ia harus menempatkan bahan-bahan
tersebut dalam konteks kebijaksanaan administratif yang lebih luas.
Beberapa dokumen resmi tertentu seperti dokumen-dokumen
perpajakan, survei tanah, dan dokumen-dokumen dari berbagai proses
pengadilan, biasanya memeberikan data terbaik. Bahan-bahan itu tidak
demukian disaring sebelumnya oleh para birokrat. Sejarawan etnis
selalu harus sadar terhadap kategori-kategori yang dipakai oleh

78
birokrat-birokrat dan pengamat-pengamat dari luar. Seperti juga
terhadap klasifikasi-klasifikasi yang dipakai oleh pribumi.
Pengetahuan untuk mengerti berbagai interpretasi yang
diberikan pada dokumen-dokumen resmi dan tidak resmi, pada
keterangan-keterangan politik dan data lain. Ini sangat sukar, sebab
sifat-sifat umum dari masyarakat di negara induk dapat sangat
berlainan. Sejarawan etnis harus sadar akan golongan darimana
seorang pejabat berasal, apakah nilai-nilainya, pendidikannya,
pandangan-pandangannya berbeda dari masyarakat pada umumnya,
dan bila harus mengerti sturktur administrasi kolonial dan mengetahui
keterlibatan para pejabat yang menulis dokumen-dokumen tersebut.
B. Tradisi lisan
Pada tahun-tahun terakhir ini, terutama dalam bidang
penelitian sejarah berbagai masyarakat afrika, para sarjan etnologi dan
antropologi yang mempunyai perhatian terhadap sejarah telah
membuktikan bagaiman tradisi-tradisi lisan dapat dicatat,
dibandingkan, dicek, dan dipergunakan untuk tujuan-tujuan sejarah.
Tradisi lisan meliputi berbagai macam soal dan terdapat dalam
berbagai bentuk. Masyarakat dengan lembaga-lembaga politik sentral
dan negara-negara penjajah sering menghasikan sejarah lisan yang
baik dan sering ada ahli-ahli yang bertugas merekam dan mewariskan
tradisi tersebut. Dalam penggunaan bentuk-bentuk itu dari tradisi lisan,
sudad jelas bahwa orang harus sangat hati-hati, karena sejarah tersebut
mencerminkan juga struktur-struktur sosial dan politik hari ini dan
tidak saja mengenai masa lampau.
Sejarah lisan mencerminkan kesatuan-kesatuan sosial dalam
masyarakat; desa-desa dan kesatuan-kesatuan garis keturunan
memiliki cerita-cerita mengenai masa lampau yang secara khusus
berfungsi untuk menghubungkan golongan yang satu dengan yang

79
lain, dan yang mengoreksi berbagai porsi lokal dan mendukung
hubungan-hubungan tersebut. Di mana orang luar mencatat sejak lama
tradisi lisan pribumi (seperti orang-orang Maori), hubungan antara
tadisi lisan dan struktur politik kontemporer tidak saja berguna menilai
masa lampau seperti tercantum dalam tradisi lisan akan tetapi juga
dalam keadaan politik yang sebenarnya tradisi lisan tersebut dicatat.
C. Kerangka kerja
Kerja lapangan adalah mutlak bagi sejarawan etnis. Orientasi
antropologis yang mendasari sejarawan etnis dan yang
membedakannya dari sejarawan kolonial yang konvensional,
dikembangkan melalui pengalaman-pegalaman pengamatan di
lapangan yang sistematis dan pengumpulan data dari orang-orang yang
hidup. Tujuan dari kerja lapangan adalah untuk menyajikan deskripsi
dan analisa suatu sistem sosial yang berfungsi.
Kerja lapangan adalah bagian dasar pelatihan sejarawan etnis,
melalui kerja lapangan ia mengembangkan kepekaaan mengenai
struktur masyarakat yang sukar diperoleh melalui studi bukti-bukti
dokumen saja. Ide-ide mengenai hubungan dan proses sejarah dapat
diuji dilapangan dimana berbagai apek masyarakat dan kebudayaan
masih hidup.
3. Sejarah etnis dan antropologi
Sampai kini, studi-studi diakronis tidak menghasilkan teoritis.
Kalo studi-studi sinkronis berguna untuk memungkinkan para
sejarawan etnis mengikut sertakan proses-proses sosial dari bukti-
bukti dokumen,sumbangan yang nyata yang akan diberikan oleh studi-
studi diakronis pada pengembangan teoritis ataupun generalisasi
deskriftif mengenai masyarakat dan kebudayaan adalah lebih sukar
dibuktikan. Juga pada studi-studi yang dengan sangat ketat bersifat
etnografis sinkronis para sarjana etnologi harus berhadapan dengan

80
masalah waktu. Paling sedikit ia berhadapan dengan tiga generasi dan
dengan orang yang berumur 60 tahun.
Melalui studi sejarah sarjana antropologi dapat
mengidentifikasikan berbagai perubahan dalam sistem sosial karena
zaman, kebetulan, perubahan siklus, dan karena persekutuan-
persekutuan baru dalam struktur. Nadel dan lain-lain beragumentasi
bahwa untuk mengerti arah perubahan struktur sosial, seorang sarjana
memerlukan dimensi waktu (Nadel, 1957, bab VI;Levi Strauss,1949).
Jadi, misalnya, studi-studi statistik yang cermat membuktikan bahwa
dihampir semua masyarakat terdapat kebebasan memilih tempat
tinggal, baik bersifat virilokal maupun uxoriolokal, maka metode-
metode historis untuk meneliti suatu masyarakat primitif, petani
maupun industrial adalah syarat mutlak untuk mengembangkan teori-
teori yang ampuh (Evans-Pritchard, 1961; M,G Smirh,1962; Thomas,
1963).
4. Sejarawan dan Antropologi
“Sejarah keilmuan” (Scientific History) yang berkembang pada
abad ke-19 yang berarti studi mengenai masa lampau yang dipisahkan dari
nilai-nilai dan sentimen-sentimen zamannya si sejarawan, ide bahwa
fakta-fakta sejarah dapat dipastikan dan bila disusun secara kronologis
akan jelas dengan dengan sendirinya telah menjurus ke arah penolakan
secara sadar, dengan berbagai kekecualian yang menonjol, konsep
generalisasi yang dapat memimpin dan menerangkan deskripsi-deskripsi
analisa mengenai masa lampau. Namun dalam abad ke-20, sejarawan
makin lama makin yakin bahwa mereka memakai dan harus memakai
generalisasi bila mereka memakai tidak hanya akan mengedit teks-teks.
Dalam tiga tahun terakhir ini, ada berbagai usaha untuk mempergunakan
pendekatan sarjana-sarjana antropologi dalam penelitian sejarah. Ilmu

81
antropologi yang terbukti paling cocok bagi sejarawan adalah antropologi
budaya. Konsep-konsep budaya sebagai suatu ide yang meliputi tingkah
laku dan nilai-niai suatu bangsa yang tertentu pada saat yang tertentu
cocok sekali dengan persoalan-persoalan yang ditanyakan para sejarawan.
[CITATION Tau85 \p 230-241 \l 1057 ]
2.6 Kekuatan Sejarah Menurut F.R. Ankersmit
2.6.1 Sejarah dan Psikologi
Pengkajian sejarah menekuni kelakuan manusia pada masa silam. Cara
manusia itu berkelukan, untuk bagian besar, diteliti oleh para ahli psikologi.
Maka dari itu, dapat diduga, bahwa pengetahuan psikologi berguna bagi
seorang peneliti sejarah. Adapun arti psikologi bagi pengkajian sejarah
bercabang dua: pengetahuan psikologis dapat membantu untuk memahami
kelakuan dan citarasa kelompok-kelompok orang dengan lebih baik. Kedua,
ilmu psikologi dapat membantu seorang sejarawan untuk menerangkan
kelakuan orang-perorangan pada masa silam. Dalam kasus pertama, sering
dipergunakan istilah “ sejarah mentalitas “, kasus kedua disebut pengkajian
sejarah yang berpsikologi. [CITATION FRA84 \p 256 \l 1057 ]
2.6.1.1 Sejarah Mentalitas
Pertalian antara pengkajian sejarah dan psikologi, sebetul-betulnya
jauh lebih tua daripada yang disangka. Para zaman antikpun para ahli pikir
telah melihat persamaan antara proses sejarah dalam keseluruhan nya dalam
riwayat hidup seseorang. Ini mengakibatkan bahwa proses perkembangan
psikologis dalam diri seseorang individu ( masa kanak-kanak, remaja, dewasa,
dan usia tua) diproyeksikan ke dalam sejarah. Demikian, misalnya
Augustinus(354-430) membagikan sejarah dunia dalam 6 periode yang
masing-masing sejajar dengan sejarah satu tahap kehidupan manusia. Tetapi
pada zaman modernpun pandangan serupa itu ada peminatnya. Demikian,
misalnya, G.Vico (1668-1744) dalam bukunya yang berjudul “La scienza

82
noufa”, membagikan sejarah umat manusia menurut masa kanak-kanak ketika
manusia primitif masih membayangkan manusia penuh dewa-dewa yang
dilukiskan sebagai manusia-manusia: kemudian masa remaja penuh idealisme
yang ingin mengikuti teladan tokoh-tokoh metologis dan akhirnya masa
rasionalisme yang tak berdaya tak mampu lagi mengadakan regenerasi
maupun berbuat sesuatau yang orisinal. Yang mencolok dalam pendekatan ini
ialah, Vico melihat berbagai segi kebudayaan, masyarakat dan alam pikiran
sebagai ungkapan-ungkapan prinsip dalam psikologis yang satu dan sama.
Maka dari itu, periode-periode sejarah dalam pandangan Vico, lebih menyatu
daripada dalam sistem manapun sebelum historisme pada abad ke-19.
[CITATION FRA84 \p 257 \l 1057 ]
Karna para sejarawan Eropa dan para filsuf sejarah sesudah
Renaissanc condong melihat runtuhnya Kerajaan Roma sebagai tamatnya
Zaman Antik yang kemudian disusul oleh suatu peiode baru dalam sejarah,
maka tidak mengherankan, bahwa mereka membagikan sejarah menurut dua
lingkaran yang masing-masing melintasi tahap-tahap kehidupan. Sementara,
filsuf sejarah dikemudian hari menggandakan lingkaran-lingkaran dalam
sejarah. Satu siklus disamakan dengan sejarah salah satu lingkungan,
kebudayaan atau peradaban (demikian misalnya Vollgraff FonLasaulx dan
pada abad ini, Spenglerr dan Toynbee) dengan demikian, pendekatan
psikologi terhadap sejarah menghasilkan pendapat modern, bahwa sejarah
merupakan sejarah mosaik yang tersusun dari aneka sejarah kebudayaan.
[CITATION FRA84 \p 257 \l 1057 ]

Sesudah S.Freud(1856-1939), tema sejarah dan psikologi memperoleh


suatu dimensi yang lebih luas dan lebih menarik juga. Berlainan dengan
tradisi yang disebut diatas, maka Freud justru melihat sesuatu pertentangan
antara manusia dan sejarah, atau dengan lebih tepat, antara individu dan
peradaban. Pandangan-pandangannya, antara lain, dipaparkan nya dalam

83
Totem und Tabu dan terutama dalam Das Unbehagn in der Kultur (masa
gelisah di dalam peradaban). Menurut pandangan Freud, peradaban pada
dasarnya bermaksud untuk mengendalikan nafsu agresi dalam diri manusia.
Bagi Freud, antitese antara individu dan masyarakat atau kebudayaan, jauh
lebih dramatis daripada pandangan Rousseau atau Marx. Menurut Rousseau
dan Marx, kebahagiaan orang perorangan dapat dijamin, asal masyarakatnya
disusun kembali. manusia itu pada dasarnya baik (Rousseau) atau pada
dasarnya mampu ikut serta dalam masyarakattanpa kelas (Marx). Bagi
Rousseau dan Marx, justru mayarakatlah atau ideologi yang menopang
masyarakat itu, yang mengacaukan kodrat manusia. Masyarakatlah yang
bertanggung jawab bagi penderitaan dan ketidak adilan yang terdapat di
dunia. Pandangan ini, oleh Freud, ditolak sebagai suatu ilusi yang naif. Dalam
usahanya untuk mencapai kebahagiaan, manusia digerakan oleh beberapa
nafsu bawaan yang mempertentangkannya dengan lingkungannya.
[CITATION FRA84 \p 258 \l 1057 ]

Dalam rangka sejarah dan masyarakat Indonesia, dapat dipelajari,


misalnya, emansipasi wanita dan perubahan dalam pola pergaulan antara
kaum remaja. [CITATION FRA84 \p 261 \l 1057 ]

Menulis sejarah mentalitas, tentu saja, menuntut agar sang peneliti


mempunyai pengetahuan luas mengenai psikologi, tetapi bila kita tidak
menggunakan teori-teori psikologis yang terinci, maka kita dapat membatasi
diri pada sesuatu deskripsi mengenai mentalitas kolektif manusia zaman
dahulu. Kita lalu menyusun kembali keseluruhan keyakinan, perasaan,
bayangan, dan sebagiannya yang dulu merupakan substrat bagi pikiran,
perasaan tutur dan perbuatan.[CITATION FRA84 \p 261 \l 1057 ]

84
2.6.1.2 Psiko History

Adapun yang dinamakan “psiko-history”, meneliti psikologi, keadaan


batin, tokoh-tokoh sejarah, seperti Presiden Wilson, Hitler, bahkan Nabi
Musa. Contoh yang paling baik menggambarkan pro dan kontra pendekatan
ini ialah buku karangan E.Erikson young men Luther(1958).[CITATION
FRA84 \p 262 \l 1057 ]

Tidak semua ahli psikologi yakin, bahwa teori psiko analisis ala Freud
yang digunakan psiko-history dapat diterima. Seterusnya kita berhadapan
dengan kenyataan yang aneh, bahwa sesuatu biografi “biasa” yang ditulis
dengan baik dan mengandalkan dokumentasi yang baik lebih meyakinkan
daripada suatu penelitian psikologis mengenai salah satu tokoh sejarah.
Akhirnya kita dapat mempersalahkan gunanya psiko-history .H.U.Wehler
pernah menulis, bahwa suatu penelitian psiko-patologis mengenai kepribadian
Hitler, hanya merupakan informasi tambahan bagi seorang peneliti sejarah.
Yang baru dipermasalahkan sorang peneliti sejarah, yakni bagaimana Hitler
berhasil menguasai orang-orang Jerman sekian lama dan sekian mendalam.
[CITATION FRA84 \p 263 \l 1057 ]
2.6.2 Sejarah dan Sosiologi
Menurut W.J. Cahnmann dan A. Boskoff, tugas yang dibebankan
kepada seorang peneliti sosiologi ialah memperoleh wawasan mengenai
interaksi antara orang-perorangan yang mewujudkan suatu jaringan
masyarakat, bagaimana itu dilembagakan dan mengalami perubahan. Individu
tidak dilihat sebagai pencipta, melainkan sebagai hasil daya-daya masyarakat.
Wawasan sosiologis yang diperoleh, lalu, secara ideal, dituangkan dalam
bentuk hipotesa atau teori yang mengadakan kaitan-kaitan antara berbagai
segi dalam perbuatan manusia ; adapun segi-segi itu didefinisikan dengan
secermat mungkin { Lipset }. Kaitan-kaitan tersebut dapat dibedakan menurut

85
taraf-taraf, ialah pada taraf mikro dan makro. Contoh mengenai sebuah teori
mikro ialah hubungan antara motivasi kerja dan absensi kerja, atau pengaruh
iklan-iklan terhapad kelakukan sebagai calon pembeli. Contoh mengenai teori
makro ialah karya P. Sorokin, seorang ahli sosiologi Amerika yang bersal dari
Rusia { 1889-1968 }.[CITATION FRA84 \p 263-264 \l 1057 ]
Pada awal perkembangan ilmu sosiologi yaitu pada abad ke-18 atau
ke-19, para penelitinya semula menaruh perhatiaan pada taraf makro,
sedangkan pada abad kita ini, mereka lebih teretarik pada aspek mikro. Teori-
teori makro, kini ditolak sebagai spekulatif dan sukar dicek kebenarannya.
Perhatiaan untuk taraf mikro, disertaii perhatiaan ekslusif untuk masyarakat
kita dewasa ini sebagai objek penelitiaan. Kesimpulan yang kemudian ditarik
dapat diramalkan: bila masyarakat dewasa ini tidak dapat dimengerti dari
sudut pola hukum makro atau evolusi makro, maka masyarakat kita yang
nampak seperti adanya sekarang ini, dengan sendirinya, menjadi objek
penelitian mikro. Jadi, dalam ilmu sosiologi terdapat dua aliran yang bertolak
belakang, pendekatan yang lebih tua dan yang tertuju kepada kejadian makro
serta evolusi historis dan pendekatan yang meneliti kejadian mikro dalam
masyarakat dewasa ini. Pendekatan mikro juga disebut “behavioral
sciences”, penelitan mencari pola-pola hukum umum yang menentukan
kelakuan manusia dewasa ini.[CITATION FRA84 \p 264-265 \l 1057 ]
Data-data sejarah merupakan bahan yang mutlak diperlukan untuk
menulis sejarah perang-perang agama, misalnya di Eropa Barat pada abad ke-
16 dan ke-17. Bagi seorang sosiolog, data-data itu hanya merupakan batu
loncatan guna menyusun suatu teori yang lebih umum mengenai pertanyaan,
bilamana dan dalam kondisi apa konflik-konflik relegius meletus menjadi
tindak kekerasan. Rupanya, seorang peneliti sejarah berhenti pada data-data
sejarah yang kemudian diolah seorang peneliti sosiologi. Inilah yang
menyebabkan banyak ahli sosiologi, semenjak Spencer ( 1820-1903 )
mengutamakan sosiologi di atas pengakajian sejarah. Dengan kasar,

86
pandangan ini pernah dirumuskan oleh Donald Marcae yang mengatakan,
bahwa “ sociolgy is history with the hard work left out”, sedangkan “ history
is sociolgy with the brains left out”. Bahwa tuduhan ini tidak benar, menjadi
jelas, bila kita ingat, bahwa seorang sejarawan bila menyusun suatu gambaran
interpretatif juga mengambil terhadap masa silam. Ialah mengolah bahan
historis dan ini, kadang-kadang, dengan cara yang lebih cerdas dan orisinal
dari pada yang dituntut dalam penelitian sosiologi.[CITATION FRA84 \p
266-267 \l 1057 ]
Bila kita ingin melacak nilai sosiologi bagi pengkajian sejaarah, maka
kita harus menetapkan dimana dan dengan cara apa ahli sosiologi ambil jarak
data sejarah, karna disanalah kita harus mencari arti sosiologi bagi pengkajian
sejarah. Baru, bila kedua cabang ilmu pengetahuan saling berbeda, mereka
dapat saling membantu; andaikata kedua pendekatan itu melakukan hal yang
sama, tidak manfaat yang satu bagi yang lain. Bila sosiologi ambil jarak
terhadap bahan sejarah, maka ini dapat terjadi lewat dua jalan:
1) Mengembangkan teori-teori sosiologis mengenai perkembangan sejarah.
2) Mengembangkan konsep-konsep umum yang dapat dijadikan sarana
untuk melukiskan kelakuan orang-perorangan atau kelmpok-kelempok.
[CITATION FRA84 \p 267 \l 1057 ]
Menerut Peeters ada macam tiga teori makro. Yang pertama ialah
teori-teori sevolusi yang memperhatikan aspek perkembangan. Kemudian
teori-teori struktural intren di sistem-sistem sosial, pada suatu tahap tertentu
dalam perkembangannya.[CITATION FRA84 \p 268 \l 1057 ]
Dalam teori-teori struktural atau sistematis, masyarakat dipandang
sebagai suatu keseluruhan yang kait-mengkait dan yang memiliki suatu
dinamika intren. Semula, perhatian lebih diarahkan kepada masalah sejauh
mana unsur-unsur dalam kait-mengkait dan saling mempengaeruhi, daripada
mengenai masalah dinamika di dalam struktur atau sistem itu. Struktur-
struktur masyarakat sering diumpamakan dengan organisma-organisma. Baik

87
orang-orang itu, maupun unsur-unsur di dalam di dalam sebuah sistem, paling
baik dilukiskan menurut hubungannya dengan organisma atau sistem dalam
keseluruhannya. Maka dari itu, tidak mengherankan, bahwa ada hubungan erat
antara teori-teori sistematis atau strukturalistis di satu pihak dan fungsinalisme
di lain pihak. Sifat bagian-bagian atau unsur-unsur di dalam struktur atau
sisem selalu di tentukan oleh fungsinya di dalam keseluruhan.[CITATION
FRA84 \p 269-270 \l 1057 ]
2.6.3 Sejarah dan Ekonomi
Adapun ilmu ekonomi, meneliti mengenai pembagian barang-barang
langka, serta kemungkinan-kemungkinan tak terbatas yang saling
mengesampingkan dalam mempergunakannya. Ilmu ekonomi adalah ilmu
sosial yang meneliti, bagaimana manusia memuaskan kebutuhan akan
keinginan materialnya, sambil memperhatikan bahwa sarana-sarana yang
dapat mereka pergunakan memaksa mereka mengadakan suatu pilihan.
Barang-barang mana, dengan harga berapa, diproduks dan bagaimana cara
penyebarannya, pertanyaan macam inilah yang menarik perhatian seorang
ekonomi. Sudah jelaslah, apa ini artinya bagi pengkajian sejarah ekonomi.
[CITATION FRA84 \p 280-281 \l 1057 ]
Dalam pengkajian sejarah modern, terdapat dua aliran yang ingin
bekerjasama erat dengan ekonomi. Yang pertama ialah sekelompok sejarawan
prancis yang mengisi majalah Annales. Semua majalah yang telah terbit
semenjak tahun 1929 dan yang dinamakan Mahzab Annales. Mereka tertarik
kepada aspek-aspek ekonomis dalam masa silam. Sekelompok lain yang
menganut New Economic History, sering juga dinamakan penganut cliometri,
maju selangkah lagidan ingin meneliti aspek-aspek ekonomi, dengan bantuan
teorteori ekonomi yang dikembangkan selama abad ini.[CITATION
FRA84 \p 281 \l 1057 ]

88
2.6.3.1 Mazhab Annales
Tak ada seorang sejarawan, yang demikian dikagumi karena
pendekatannya terhadap masa silam dengan bantuan ilmu ekonomi daripada
Fernand Braudel, seorang sejarawan Prancis (1902-1984). Tak dapat
disangsikan, bahwa Braudel merupakan eksponen utama dari Mazhab Annales
dan banyak sejarawan Prancis, Braudel disanjung sebagai sejarawan
terkemuka abad ini. Adapun nama Braudel menjadi terkenal, karena karyanya
yang perrama terbit pada tahun 1949, Laut Tengah dan Dunia Sekitarnya
pada Zaman Philips II. Buku ini terdiri atas tiga bagian, masing-masing
serasidengan suatu “tempo” tertentu dalam zaman historis. Dalam bagian
pertama, Braudel membahas sejarah ruang geografis yang hampir tidak
bergerak dan yang merupakan wadah bagi sejarah dunia Laut Tengah pada
abad ke-16. Dalam bagian kedua, dibahas sejarah negara-negara, kesatuan-
kesatuan ekonomis, serta lingkungan-lingkungan kebudayaan. Akhirnya
dalam bagian ketiga, diuraikan peristiwa-peristiwa politis yang bagaikan
jarum sebuah volt meter, denyutan-denyutan singkat, ke kiri ke kanan.
[CITATION FRA84 \p 281-282 \l 1057 ]
Namun sesudah tahun 1970, para peneliti sejarah mulai menyadari,
bahwa pendekatan ala Braudel itu mudah sekali menjadi berat sebelah, hanya
memperhatikan aspek-aspek ekonomis pada masa silam, jadi tidak serasi
dengan cita-cita penulisan sejarah global atau intergral seperti, antara lain,
diharapkan oleh Romein. Kini ditemukan lapangan-lapangan baru bagi
peneliti sejarah. Demikian, misalnya, Philippe Aries meneliti dunia kanak-
kanak pada masa Abad Pertengahan dan Zaman Baru, Gaby dan Michel
Vovelle melukiskan sipat manusia terhadap kematian, Pierre Goubert menulis
penyakit-penyakit dan tabib-tabib, bahkan Mona Ozouf mengenai konsep
tentang pesta pada zaman Revolusi Prancis. Yang penting ialah, sejarah
mengenai rasa takut seperti dipaparkan oleh Jean Delemau, ia menjelaskan,
bagaiman sebab akibat bencana-bencana besar (seperti misalnya wadah

89
sampar pada tahun 1348 di Erofa Barat), rasa takut manusia Barat mencapai
puncaknya pada akhir Abad Pertengahan.[CITATION FRA84 \p 285 \l 1057 ]
2.6.3.2 Kliometri
Suatu pembaruan metodologis Fundmental, dilakukan oleh kelomok
kliometri atau New Econoic History. Karangan A.H. Conard dan J.R. Meyer
yang berjudul Economic Theory, Statistical inference and Economic History
(1957), biasanya dipandang sebagai permulaan bagi pendekatan baru dalam
sejarah ekonomi, bagi lahirnya New Economic History. Yang mencolok dalam
karangan yang cemerlang itu ialah sikapnya yang defensif, bagian besar
karangan ini membela pendekatan baru terhadap sejarah ekonomi seperti
diusulkan oleh dua pengarang adapun tiga bantaha terhadap Kliometri yang
ditangkis oleh pengarang, yakni:
1) Bantahan seolah-olah hubungan kasual antara fakta-kajta yang terjadi
haya satukali tak pernah ditetapkan.
2) Bantahan seolah-olah seorang sejarawan tidak boleh mempergunakan
hukum-hukum probalitas.
3) Bantahan bahwa tidak lengkapnya bahan historis, tidak memungkinkan
untuk mengolah bahan historis secara statistis. [CITATION FRA84 \p
289-290 \l 1057 ]
2.6.3.3 Keberatan Terhadap Kliometri
Kliometri terbentur pada keberatan praktis dan prinsipal. Pertama-
tama, kita berhadapan dengan masalah bahan historis. Sering para penganut
Kliometri tidak dapat diandalkan semua data yang diperlukan untuk menysun
teori-teori ekonomi atau modul-modul. Sering mereka terpaksa menempuh
jalan-jalan yang berliku-liku untuk menyusan data-data itu. Dengan demikian,
terbukalah pintu bagi spekulasi-spekulasi. Kebearatn ini terutama berlaku
masa sebelum tahun 1800, ketiaka Napoleon menetapan sistem Catatan Sipil
dan birokasi negara moderen, sehinga macam-macam data dapat kita lacak

90
dalam arsip-arsip. Dalam sejarah ekonomi tradisonal, data-data yang
dipergunakan dapat dipercaya. Hanya mengenai penafsirannya kita dapat
berselisih. Tetapi, dalam New Economic History, data-data biasanya tidak
dapat dipercaya, sedangakan teori ekonomi yang diterapkan terhadap data-
data itu demikian rumit, sehingga tidak ada peluang bagi paham-paham lain.
[CITATION FRA84 \p 297-298 \l 1057 ]
Ada keberatan lain yang diajukan kepada Kliometri, yaitu bahwa
mereka melakukan “anakronisme”. Masa silam dilukiskan dengan konsep-
konsep dan teori-teori yang oleh para pelaku sejarah dulu tidak dikenal.
Perspektif Kliometri menyimpang Perspektif yang dimiliki para pelakub
sejarah zaman dulu dan, dengan demikian, krenyataan diperkosa. Keberatan
ini dapat ditangkis bila kitanya, bahwa peneliti sejarah mengambil jarak
terhapad perspektif yang dimiliki oleh seorang pelaku sejarah. Seorang
peneliti sejarah tau perkembangan peristiwa-peristiwa. Dia tahu bahwa
Napoleon dikalahkan di Waterloo. Sebelumnya, Napoleon sendiri dan para
lawannya tidak maklum akan hal itu. Seorang peneliti sejarah tidak dapat
membatasi diri pada perspektif sejarah yang dimiliki oleh para pelaku zaman
dulu. Itu mustahil. Anakronisme-anakronisme dalam arti tadi, tiddak dapat
dihindarkan.[CITATION FRA84 \p 298 \l 1057 ]
2.6.4 Sejarah dan Filsafat Sejarah Intelektual
2.6.4.1 Asal-usul dan Tempat Sejarah Intelektual
Hubungan antara filsfat dan pengkajian sejarah, sejak dahulu kala,
memang erat sekali. Historiografi seperti dikembangkan pada zaman Fajar
Budi, menaruh perhatian besar terhadap alam pikiran manusia pada masa
silam. Para ahli sejarah pada zaman Fajar Budi, melihat sejarah sebagai suatu
proses perkembangan terus-menerus, khususnya perkembangan dan kemajuan
dalam bidang akal budi dan moral. Historisme awal pun tidak hanya
memperhatikan permainan politik antar negara-negara Eropa, tetapi tertarik

91
juga kepada hasil budi-budi manusia pada masa silam istilah-istilah seperti
“Zeitgeist” ( roh zaman ) dan “ Objek tiver Geist” seering dipergunakan;
menyesun kembali roh-roh itu, dipandang sebagai salah satu tugas terpenting
bagi seorang peneliti sejarah. Perhatian untuk tradisi intelektual, dirangsang
lagi oleh Hegel yang merajai alam pikiran pada abad ke-19. Burckhardt pun,
yang secara eksplisit yang melawan gagasan Hegel, mau tidak mau,
terpengaruh juga olehnya. Hubungan erat antara historisme dan sejarah
intelektual secara mencolok digambarkan oleh ahli sejarah Jerman yang
unggul, Friedrich Meinecke ( 1862-1954 ), karya ini sampai puncaknya dalam
suatu telaah cemerlang mengenai sejarah historisme.[CITATION FRA84 \p
299-300 \l 1057 ]
Sesudah Perang Dunia II, perhatian untuk sejarah intelektual agak
disampingkan dalam keseluruhan penelitian sejarah. Ini disebabkan karena di
Perancis dan Amerika Serikat, perhatian bergeser “lantai bawah” dalam
ekonomis dipandang sebagai ini kenyataan historis menerut istilah Marx.
Kejadian sosio ekonomis dipandang sebagi inti kenyataan historis; baru
pengetahuan mengenai inti itu dapat memperdalam wawasan kita mengenai
proses sejarah. Apa yang dipikirkan oleh manusia pada masa silam, hanya
merupakan suatu refleksi ideologis lagi istilah ala Marx terhadap kejadian
sosio ekonomis.[CITATION FRA84 \p 300 \l 1057 ]
2.6.4.2 Varian-varian Dalam Sejarah Intelektual
Segala sesuatu yang oleh budi manusia tercapai pada masa-masa
silam, merupakan obyek penelitian sejarah intelektual. Bagaimana pola-pola
pemikiran manusia pada masa yang silam, bagaimana mereka mengalami
dunia ini, sarana-sarana konseptual mana mereka miliki untuk mengatur
kenyataan yang mengililingi mereka ittulah beberapa pertanyaan penting yang
dipelajari dalam sejarah intelektual. Obyek sejarah intelektual terletak antara
dua bidang penelitian lain. yaitu sejarah filsafat dan sejarah ilmu pengetahuan

92
di satu pihak sejarah mentalitas dan sosiologi dilain pihak. Namun, perlu
diketahui bahwa dewasa ini sejarah ilmu pengetahuan juga dianggap sebagian
bagian dari sejarah intelektual. Adapun batas-batas antara berbagai penelitain
itu, tidak ketat. Sejauh pendapat sementara filsuf terkemuka juga mengendap
dalam “iklim pendapat umum” pada suatu zaman tertentu, maka perlu diteliti
juga. Dalam hubungan ini, kita ingat akan pembedaan antara jiwa dan badan
seperi diusulkan olrh Descartes; boleh dikatakan bahwa pembedaan itu sudah
menjadi bagian cita rasa kehidupan manusia Barat. Selain itu, pendapat filsuf-
filsuf terkemuka ada konsekuensinya bagi kemajuan sejarah. Pandang Locke
Montesquieu, Rousseau, Hagel, atau Marx mengenai bidang politik dan
intistusional dunia Barat. Di lain pihak kita meilhat, bahwa seorang peneliti
sejarah intelektual kadang-kadang, terpaksa melintasi tapal batas dengan
sejarah mentalitas. Keterbukaan manusia pada masa lalu bagi struktur-struktur
pemikiran baru, sering merupkan suatu fungsi dari “perlengkapan mental”-nya
dipelajarajari oleh sejarah mentalitas. Dalam kalangan sejarah intelektual,
perhatian utama dicurahkan kepada sejarah teori politik. Ini tidak
mengherankan, karena bagian dari sejarah intelektual ini ( lebih dari pada
cabang-cabang sejarahb lainya ), membuka pintu untuk lebih memahami
perkembangan sejarah polotik dan intitusional di Eropa.[CITATION
FRA84 \p 302-303 \l 1057 ]
Sering juga dibedakan antara “ sejarah intelektual “ di satu pihak dan “
sejarah ide-ide” di lain pihak. Sejarah intelektual menysusun kembali
perbekalan intelektual dalam kurun waktu tertentu: pendapat-pendapat mana
umum berlaku pada suatu periode tertentu, bagaimana kompleks ide-ide
saling berkaitan, bagaimana alam pikiran mempengaruhi seni bangun ( ingat,
misalnya, bagaiamana mengenai tata tertib alam semesta alam mempengaruhi
seni bangun di Prancis pada abad ke-17 ) atau sastra. Dalam sejarah
intelektual, ide-ide merupakan suatu ciri khas bagi suatu kurunwaktu tertentu,

93
seolah-olah dipandang “dari luar” itulah data-data yang merupakan titik
pangkal bagi seorang sejarah intelektual.[CITATION FRA84 \p 303 \l 1057 ]
2.6.4.3 Usal-usul Metodologis
Seorang sejarawan yang mendekati masa silam dari sudut psikologi,
sosiologi, atau ekonomi condong mempergunakan metode dalam ilmu-ilmu
itu juga dalam bidang penelitian sejarah. Ini tidak berlaku bagi sejarah
intelektual ( seterusnya tidak bedakan lagi antara sejarah intelektual dan
sejarah ide-ide ). Cara kerja seorang sejarawan, biasanya tidak jauh berbeda
dari cara kerja seorang peneliti sejarah intelekual. Tetapi, badai yang selama
dua puluh tahun terakhir ini berkucumuk dalam bidang metodologi sejarah,
ada pengarunya juga terhadap sejarah intelektual.[CITATION FRA84 \p 304-
305 \l 1057 ]

94
BAB 3

PENUTUP

3.1 Simpulan
3.1.1 Kekuatan Sejarah Menurut M. Dien Madjid dan Johan Wahyudi

M. Dien Madjid dan Johan Wahyudhi menyebutkan bahwa terdapat 4


ilmu yang termasuk kedalam kekuatan sejarah, yaitu :

1. Sosiologi
2. Ilmu Politik
3. Antropologi
4. Ekonomi

3.1.2 Kekuatan Sejarah Menurut Abd Rahman hamid dan Muhammad Saleh
Madjidkual
1. Sejarah sebagai ilmu sosial menandakan bahwa banyak masalah sejarah
baru dapat dipecahkan dengan bantuan sosiologi dan demografi
2. Sejarah dan Ilmu Politik, dominasi aspek politik dalam aspek sejarah
berkaitan dengan pengunaan sumber sejarah. Pegunaan sumber dan ilmu
politik dapat menghasilan karya sejarah politik dan pemikiran politik.
3. Sejarah dan Antropologi, kajian antropologi ialah tentang kebudayaan.
Dengan demikian kajian antropologi lazimnya mencakuo pelbagai
dimensi kehidupan, sehingga antropologi itu sendiri dapat
diklasifikasikan berdeasarkan cabang-cabang abtroplogi sosial poltik dan
budaya.

95
4. Sejarah dan Sosiologi, penguan sosiologi dalam merekontruksi sejarah
bertujuan untuk memahami arti sujektif dari perilaku sosial, bukan
semata-mata menyelidiki arti objektifnya.
5. Sejarah dan Ekonomi, pokok studi ekonomi adalah untung dan rugi, dari
aktivitas atau kontrak dagang yang dilakukan oleh manusia dikaitkan
dengan sejarah, uraian mengacu pada konteks perubahan naik dan
turunnya harga dalam ruang dan waktu tertentu.
6. Sejarah dan Psikologi, objek kajian psikologi berkaitan dengan mental
atau kejiwaan manusia. Pengguan psikologi dalam sejarah, melahirkan
fokus kajian sejarah mentalitas.

3.1.3 Kekuatan Sejarah Menurut Kuntowijoyo

 Kekuatan sejarah adalah studi tentang masa lalu, khususnya bagaimana


kaitannya dengan manusia yang bersifat kuat. Atau, penyebab terjadinya
suatu peristiwa tidak hanya satu faktor, melainkan beberapa faktor yang
saling berkaitan.
 Carl G. Gustavson, dalam A Preface of History, mengidentikasikan enam
kekuatan sejarah, yaitu:
 Ekonomi
 Agama
 Institusi
 Teknologi
 Ideologi
 Militer
 Prof. Kuntowijoyo menambahkan faktor individu, seks, umur, golongan,
etnis dan ras, mitos serta budaya sebagai kekuatan penggerak dan pemantik
lainnya yang dapat mempengaruhi terwujudnya sejarah.

96
3.1.4 Kekuatan Sejarah Menurut Sartono Kardtodirjo
Kekuatan-kekuatan sejarah yang ada di dalam buku Pendekatan Ilmu
Sosial dalam Metodologi Sejarah karaya Sartono Kardtodirjo disebutkan
bahwa:
1) Ilmu-ilmu Sosial
Berkembangnya ilmu sosial sangat berpengaruh besar terhadap
ilmu sejarah, salah satu sebabnya adalah sejarah deskriptif-naratif
sudah tidak memuaskan lagi untuk menjelaskan pelbagai masalah atau
gejala yang serba kompleks.
2) Sejarah dan Geografi
Ruang di dalam geografi distrukturasikan berdasarkan fungsi-
fungsi yang dijalankan menurut tujuan atau kepentingan manusia
selaku pemakai. Unit-unit fisik yang di bangun menjadi unsur
struktural dungsional dalam sistem tertentu, ekonomis, sosial, pilitik,
dan kultural.
3) Sejarah dan Ekonomi
Meskipun sejarah politik selama dua-tiga abad terakhir dalam
historiografi barat yang sangat dominan, namun sejak awal abad ini
sejarah ekonomi dalam pelbagai aspeknya semakin menonjol.
Pendeknya, imperialisme. Perkembangan itu mengakibatkan hal-hal
sebagai berikut:
a. Saling ketergantungan anatara negri industri dengan penghasil
bahan mentah
b. Dominsi politik pihak yang pertama atas oihak kedua
c. Sistem ekonomi daeral koloni menjadi fungsi sistem ekonomi
ekonomi negri penjajah.
4) Sejarah dan Psikologi Sosial
Dalam pelbagai peristiwa sejarah kelakuan kolektif sangat
mencolok, anatar lain sewaktu ada huru-hara, masa mengamuk (mob),
gerakan sosial atau gerakan protes atau gerakan revolusioner, yang

97
kesemuannya menuntut penjelasan berberdasarkan motivasi, sikap,
dan tindakan kolektif.
5) Sejarah dan Sosiologi
Sejarah sosiologis (sociological history) menunjuk kepada
sejarah yang disusun dengan pendekatan sosiologis. Sedangkan
sosiologis sejarah (historical sociologic) adalah studi sosiologis
mengenai suatu kejadian atau gejala di masa lampau.
6) Sejarah dan Ilmu Politik
“politik adalah sejarah masa lampau”. Disini ditegaskan bahwa
sejarah adalah identik dengan politik, sejauh keduannya menunjukkan
proses yang mencakup keterlibatan para aktor dalam interaksinya serta
peranan dalam usahanya memeperoleh “apa, kapan, dan bagaimana”.
Untuk memahami pernyataan itu, sudah jelas kita beranggapan bahwa
sejarah disini terutamanya sejarah politik lebih dominan dalam
penulisan sejarah.
7) Sejarah dan Antropologi
Antropologi lazimnya mengkaji suatu komunitas dengan
pendekatan sinkronis, yaitu seperti membuat suatu pemotretan pada
momentum tertentu mengenai pelbagai bidang atau aspek kehidupan
komunitas sebagai bagian dari suatu kesatuan atau sistem serta
hubungan satu sama lan sebagai subsistem dalam suatu sistem.
3.1.5 Kekuatan Sejarah Menurut Taufik Abdullah dan Abdurachman
Surjomihardjo
Menurut karya Taufik abdullah dan Abdurrachman Surjomihardjo
dalam ILMU SEJARAH DAN HISTORIOGRAFI menjelaskan bahwa
kekuatan-kekuatan sejarah mencakupi:
1) Filsafat sejarah digunakan untuk menunjuk kepada usaha memberikan
keterangan atau tafsiran yang luas mengenai seluruh proses sejarah.

98
2) Ilmu-ilmu sosial membantu sejarawan untuk membantu penelitiannya
secara sistematis tentang hubungan-hubungan yang terdapat dalam suatu
masyarakat.
3) Sejarah masyarakat proses serta tindakan timbal balik manusia
sebagaimana telah terjadi dalam konteks sosio cultural dalam masa
lampau yang tercatat.
4) Sejarah ekonomi mengenai kegiatan ekonomi pada masa lampau,
minatnya terhadap pertumbuhan pada zaman dahulu.
5) Sejarah perusahaan seperti halnya ekonomi tetai yang membedakannya
ialah ilmu ini lebih membahas tentang aktivitas pengusaha pada masa
lampau.
6) Sejarah intelektual membahas tentang fikiran-fikiran manusia. Mencakup
karya filsuf, seniman, penulis, ilmiawan, yang tercatat dalam karya-karya
sejarah khusus.
7) Sejarah kebudayaan membahas tentang kebudyaan aktivitas yang sering
dilakukan pada zaman lampau yang menjadikan hal itu budaya.
8) Sejarah etnis penggolongan manusia dalam segi kepercayaan agama, adat
istiadat (budaya) membahas seperti itu.
3.1.6 Kekuatan Sejarah Menurut F.R Ankersmit
Psikologi, Sosiologi, Ekonomi, Filsafat. Sangat membantu para
sejarawan dan banyak kekuatan sejarah yang terletak pada ilmu-ilmu itu,
berguna membantu sejarawan meneliti sejarah yang sedang diteliti agar lebih
memahami yang sedang diteliti. Tak dapat dipishkan ilmu-ilmu itu dalam
ilmu sejarah saling membutuhkan dan berkaitan satu sama lain.
Kekuatan-keuatan sejarah yang terdapat dalam buku REFLEKSI
TENTANG SEJARAH karya F.R. Ankersmit, yang termasuk kekuatan-
keuatan sejarah mengikuti ilmu-ilmu ini :

99
1) Psikologi: Membantu para sejarawan dalam hal mengerti sifat-sifat yang
ada didalam diri manusia cara manusia itu berkelakuan baik proses
perkembangan psikologis dalam diri seorang individu ( masa kanak-
kanak, remaja, dewasa, dan usia tua).
2) Sosilogi: Membantu mengetahui keadaan manusia berpilaku keadaan
dimasa lampau, interaksi orang-perorangan yang mewujudkan jaringan
suatu masyarakat.
3) Ekonomi: Membantu mengetahui ekonomi yang ada pada zaman lampau
atau temuan-temuan berupa harta atau barang yang besifat harta, atau
pembagian barang-barang yang langka, dan ialah ilmu yang memuaskan
kebutuhan atau keinginannya dalam material.
4) Filsafat: Membantu perkembangan dalam bidang akal budi moral masalah
yang akan diteliti.

100
DAFTAR PUSTAKA

Ankersmit F.R, 1984. Refleksi Tentang Sejarah. Groningen: PT. Gramedia


Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
—. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
M. Dien Majid dan Johan Wahyudhi. 2018. Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar. Depok:
Prenadamedia group.
Madjid, Abd Rahman Hamid & muhammad Shaleh. 2011. Pengantar Ilmu Sejarah.
Yogyakarta: Ombak .
Taufik Abdullah & Abdurrachman. 1985. ilmu sejarah dan historiografi. jakarta: PT.
Gramedia.

101

Anda mungkin juga menyukai