PENULIS :
KELOMPOK I
KELAS : R2B
DOSEN PENGAJAR :
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “GEOGRAFI DIBELAKANG SEJARAH”.Penyusunan makalah ini
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Geografi Sejarah yang diampu oleh
Bapak Dr. Rahayu Permana, S.ag, M. Hum. Kami berharap dapat menambah
wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca khususnya dalam bidang
pemahaman Geografi Kesejarahan. Dalam penyusunannya melibatkan berbagai
pihak, baik dari dalam perguruan tinggi maupun luar perguruan tinggi. Oleh sebab
itu, saya mengucapkan terimakasih atas segala kontribusinya dalam membantu
penyusunan makalah ini. Penulis Menyadari banyaknya kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca untuk melengkapi segala kekurangan dan kesalahan dari maklah ini.
Demikian apa yang bias saya sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil
manfaat dari karya ini.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Sebagai sebuah ilmu, “sejarah” menaruh perhatian pada penyelidikkan terhadap dinamika
kehidupan manusia dalam kaitannya dengan peristiwa dan kejadian di masa lalu . Sejarah
berkewajiban memberikan penafsiran tentang masa lalu. Jadi sejarah pada dasarnya merupakan
sebuah bahasa ide. Karena merupakan tafsiran, maka dapat dikatakan juga bahwa sejarah adalah
sebuah proses pemikiran yang diupayakan oleh manusia untuk memahami diri dan
lingkungannya melalui pemahaman akan kejadian-kejadian lampau dalam suatu kerangka waktu.
Frederick & Soeroto (2005) menyatakan bahwa pemikiran sejarah paling tidak mengandung 3
(tiga) unsur utama, yaitu :
1. Waktu sebagai pangkal pemikiran sejarah. Dengan menerapkan unsur waktu maka masa
lampau akan dapat diukur secara tepat.
2. Fakta baik berupa keterangan yang bersifat abstrak maupun mutlak. Fakta merupakan
unsur penting guna menarik makna tertentu yang paling mendekati kebenaran dalam
memahami masa lampau.
1
2
3
4
3. Kausalitas antara beberapa kejadian dalam waktu yang bersamaan atau berurutan.
Pengungkapan hubungan sebab akibat akan menguraikan ”kerumitan” masa lampau
sehingga dapat menghasilkan pendapat tentang kaitan antara berbagai kejadian.
Dalam falsafah keilmuan, “ruang (space)” dan “waktu (time)” selalu dipandang secara
terintregrasi. Oleh sebab itu kondisi timeless space dan spaceless time tidak diakui
keberadaaanya. Samuel Alexander, seorang ahli filsafat asal Inggris, pada tahun 1920
menyatakan: “all vital problems of philosophy depend for their solution of the problem of what
‘space’ and ‘time’ are and more particularly how they are related to each other”. Meskipun
ungkapan di atas dinyatakan dalam konteks filsafat ilmu, konsep ruang dan waktu selalu
dibutuhkan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berbagai aktivitasnya, manusia selalu
melakukan organisasi ruang dan waktu. Dengan demikian, pengembangan ilmu pengetahuan
perlu memperlakukan kedua konsep tersebut secara lebih nyata demi kemajuan kehidupan
manusia.
Menurut disiplin keilmuannya, ilmu geografi selalu berkaitan dengan persoalan ruang,
sedangkan ilmu sejarah selalu berkaitan dengan persoalan waktu. Dalam berbagai kasus di
Indonesia, kedua ilmu tersebut seringkali berjalan secara terpisah. Padahal, sebagaimana
dinyatakan oleh Meinig (1978), geografi dan sejarah sebenarnya berakar pada satu hal yang
sama. Oleh karenanya, antara kedua disiplin tersebut tercipta hubungan saling melengkapi dan
saling ketergantungan. Soemarsaid Martono (dalam De Graff & Pigeaud, 2003) menyatakan
bahwa penelitian sejarah selalu memerlukan kejelasan akan batas temporal dan spasial sehingga
diperoleh gambaran sebab akibat yang utuh, tuntas, dan tidak timpang.
Seperti telah diuraikan sebelumnya, “geografi” dan “sejarah” adalah disiplin ilmiah yang sama-
sama berorientasi pada “bahasa ide berdasarkan pola pikir tertentu”. Geografi mengembangkan
spatial thinking guna mengintepretasikan berbagai gejala kehidupan, sedangkan sejarah
berorientasi pada pemikiran untuk mengintepretasikan masa lampau.
perbedaan antara “geografi sejarah” dan “sejarah”? Hartshorne (1959) menyatakan:
“If the concern is to determine the manner and process of change, the study may be considered
essentially historical in character; if focused on the changing character and relationship of feature
considered as part of the total geography of area, its geographic character is clear”
Butlin (1992) menyatakan ”geografi sejarah” adalah kajian geografis tentang masa lampau atau
study of the geographies of past time. Kajian tersebut dilakukan melalui rekonstruksi imajinatif
dalam suatu rentang waktu dengan menekankan pada pemahaman integratif terhadap dinamika
kehidupan dalam suatu area. Adapun hal yang menjadi pusat perhatian dalam kajian geografi
sejarah adalah fenomena atau proses keruangan yang menggambarkan dinamika keterkaitan
antara manusia-lingkungan antara lain dalam hal memanfaatkan sumberdaya alam, membangun
permukiman, mengembangkan kekuasaan, mengontrol teritori, dan sebagainya.
ilmu sejarah bertugas membuka kegelapan masa lampau umat manusia, memaparkan
kehidupan manusia dalam berbagai aspeknya dan mengikuti perkembangannya dari masa yang
paling tua sampai hari ini.
Munculnya ilmu sejarah, juga cabang-cabang dari ilmu yang lain, didiorong oleh tabiat
manusia yang haus akan pengetahuan. Obyek dari pengetahuan adalah dunia dalam
keseluruhannya, terutama manusia itu sendiri. Dalam rangka menggali dan mengumpulkan
pengetahuan tentang dunia dan umat manusia serta kekuatan-kekuatan dalam alam yang ikut
mendorong kehidupuan manusia dengan segala liku-likunya, manusia berkemauan keras untuk
membuka selubung yang menutupi masa lampaunya.
Untuk dapat mengerti dan menilai dengan baik berbagai peristiwa di masa lampau,
tidaklah cukup bila diketahui apa yang terjadi dan kapan itu terjadi. Masih perlu pula diketahui di
mana itu terjadi, karena segala peristiwa harus dihubungkan dengan tempat tertentu dan dengan
sendirnya juga sifat-sifat istimewa dari tempat yang bersangkutan harus dipahami. Ringkasnya,
semua kondisi kehidupan manusia di berbagai tempat dan dalam aneka periode harus diketahui.
Penelaahan bumi adalah tugas seorang geograf. Tetapi hasil telaahnya tak memenuhi
kebutuhan seorang sejarawan yang tak puas dengan pengetahuan tentang kondisi bumi
sebagaimana adanya sekarang. Sejarawan perlu pula mengenal berbagai perubahan alam yang
pernah terjadi, untuk lebih mengerti sejarah manusia yang berlangsung disitu. Sehubung itu
perubahan dan pembagian umat manusia menurut ras yang tersebar di seluruh dunia ini harus
diketahui, termasuk lokalisasi bangsa-bangsa dengan pusat-pusat peradabannya serta
pergeserannya dari masa ke masa.
Sejarah dari bumi dapat dipelajari oleh para sejarawan melalui geografi fisis. Adapun
hubungan antara manusia dan bumi di masa lampau harus ditelaahnya melalui apa yang disebut
geografi kesejarahan.5
Dilihat dari gagasan geografis, seluruh sejarah kehidupan manusia itu berupa rentetan
tindakan manaklukkan alam, atau paling sedikit penyesuaian diri manusia terhadap lingkungan
alam. Jika geografi dari suatu wilayah tertentu diartikan sebagai produk interaksi manusia
dengan buminya, maka sejarah wilayah tersebut juga terdiri atas berbagai geographies. Dengan
menggunakan pemikiran diatas dapatlah dimengerti mengapa ada usaha untuk melihat sejarah
dengan latar belakang geografi. Sehubung itu pada awal tahun lima puluhan VAN DE BERG
dkk menulis buku sejarah umum berisi aneka monografi dengan judul peristiwa-peristiwa di
5
panggung sejarah dunia. Seaakan-akan di situ wilayah mewujudkan suatu panggung, tempat
orang memainkan lakon. Jika kita telaah lanjut apa arti lakon dan panggung masing-masing,
serta hubungan yang terdapat di antaranya, maka akan muncul pertanyaan ini: bagaimana dan
sejauh mana sebenarnya wilayah itu sendiri atau lingkungan alam telah mempengaruhi jalannya
sejarah manusia di situ?
Perhatikanlah bahwa kita tak menggunakan kata menetukan melainkan mempengaruhi.
Dengan menganggap bahwa lingkungan geografis menentukan jalannya sejarah, kita tergelincir
dalam kubang determinisme geografis, suatu paham yang telah lama ditinggalkan oleh para
geograf sendiri. Sebagai gantinya kini lebih banyak diikuti paham posibilisme yang isinya: alam
sekedar menawarkan berbagai kemungkinan untuk dimanfaatkan oleh manusia melalui senjata
tehnologinya.
Geografi dapat dipakai untuk membantu penelilitan sejarah. Caranya dengan usaha
menelaah kondisi geografis dan wilayah yang bersangkutan di masa lampau. Dengan
menggunakan metode khusus dipelajari dengan saksama ‘the setting of human activities’ dengan
perincian tata kerja: melokalisasikan panggung sejarah tersebut, kemudian mempelajari sejauh
mana kondisi lingkungan alam tersebut telah mempengaruhi kegiatan manusia dalam
menggerakkan jalannya sejarah.
Pertanyaan lain yang mucul adalah ini: dapatkah dipertanggungjawabkan fikiran
HERDER yang membuat analogi antara geografi dan sejarah, di mana geografi wilayah yang
bersangkutan mewujudkan suatu punggung, sedang sejarah wilayah merupakan lakonnya? Setiap
lakon kan dapat juga dimainkan di atas panggung lain menurut kehendak kita? Akan berubahkah
jalannya lakon jika panggung digantikan dengan yang lain?
Jawab EAST demikian: sejarah memang lain dengan lakon sandiwara yang selalu
memerlukan gladi resik (general rehearsal) sebelum betul-betul dimainkan. Sejarah sebenarnya
memiliki suatu ‘inescapable setting’; memang latar belakang alam yang tak dapat ditukar.
Bagaimana pun manifestasi sejarah itu begitu luwes, karena ia tak mengenal kesatuan ruang,
waktu dan aksi manusia.6
6
wilayah yang bersangkutan demikian banyak dan lengkapnya sehingga argumentasinya saling
bertentangan. Lalu dalam situasi seperti itu dibutuhkan munculnya pihak ketiga yang barangkali
dapat menentukan mana yang lebih mendekati kebenaran.
Dalam memikirkan kesulitan-kesulitan macam itu tadi, pantas kita perhatikan ini: sejarah
sebagai apa yang ditulis sebenarnya merupakan produk dari pandangan seseorang, atau
interpretasinya yang khusus saja dari seseorang. Bahkan pernah juga dikatakan orang dengan
sinis: bukanlah sejarah itu sebenarnya mewujudkan penemuan belaka dara para sejarawan
pribadi?
Sehubung itu perlu diajukan tiga pendapat dari para sejarawan sendiri. TOOYNBEE
percaya bahwa peristiwa-peristiwa sejarah itu memiliki pola-polanya sendiri serta realitasnya
sendiri yang sebenarnya belum tentu cocok dengan pemikiran para sejarawan. FISCHER
menunjukkan bahwa sejarah itu berisi rentetan kedaruratan yang tidak berpola: adapun jika
berpola, itu karena sejarawan sendiri yang membuatnya.
Adapun INGE menulis: karena semakin jauh letak masa lampau dari masa kini, sehingga
makin cenderung kabur uraiannya tentang itu, maka ada hal-hal yang sudah terlanjur dianggap
sejarah, padalah mungkin itu tak pernah terjadi di masa lampau. Juga ada hal-hal yang
sebenarnya tak sehebat atau tak sepenting keadaannya sebagaiman ditulis dalam sejarah yang
telah diakui umum.
Entah bagaima pun atau sejauh mana pun kepercayaan sejarawan keapada geografi
sebagai ilmu bantu yang dapat bermanfaat bagi penilitian sejarah , ilmu sejarah sebagai suatu
telaah manusia harus memperhitungkan unsur ruang selain waktu. Dengan mendalami
pengetahuan geografi, para sejarawan dapat mendalami latar belakang geografis dari sejarah.
Studi geografis atau penelaahan suatu wilayah mengutamakan mengapa suatu hal ada
disitu dan bukannya di sana, dan bagaimana sampainya itu ke situ. Adapun factor-faktor
geografis yang terpenting ada tiga yakni posisi, iklim, dan morfologi bumi. Tiga hal itu tidaklah
menentukan menusia menjadi ‘agen of change’. Suatu bentang alam (landscape) sebagimana
adanya sekarang, telah mengalami perubahan terus-menerus oleh kegiatan manusia di sepanjang
masa.
Dengan menelaah suatu region (wilayah geografis) dapat diketahui bagaimana seluk-
beluk cara manusia dari abad ke abad telah memanfaatkan berbagai kesempatan yang ditawarkan
oleh lingkungan geografis kepadanya. Lain region akan lain pula pernyataan budaya materiilnya.
Demikian pula budaya rohaninya. Perbedaan itulah yang dapat disebut sebagai dokumen sejarah.
Region jadinya dapat bersaksi tentang timbul dan tenggelamnya peradaban suatu masyarakat.
Sejarawan sehubung itu diharapan benar-benar mengerti peranan iklim serta sumberdaya alam
setempat di dalam ia menelaah sejarah wilayah yang bersangkutan, atau di dalam ia membatasi
kegiatan manusia. Perlu dicatat bahwa posisi geografis suatu negeri atau anak benua dapat
berubah-ubah di sepanjang perjalanan abad.
2.6 Geografi Regional dan Geografi Kesejarahan