0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
93 tayangan3 halaman
Zaman klasik India terjadi pada masa Kemaharajaan Gupta (kurang lebih 320-550 M), yang disebut zaman keemasan. Masa itu ditandai prestasi ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan filsafat Hindu. Dinasti Gupta menyatukan India utara dan menciptakan kedamaian yang memungkinkan kemajuan budaya. Dinasti ini juga mengembalikan pengaruh agama Hindu di India.
Zaman klasik India terjadi pada masa Kemaharajaan Gupta (kurang lebih 320-550 M), yang disebut zaman keemasan. Masa itu ditandai prestasi ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan filsafat Hindu. Dinasti Gupta menyatukan India utara dan menciptakan kedamaian yang memungkinkan kemajuan budaya. Dinasti ini juga mengembalikan pengaruh agama Hindu di India.
Zaman klasik India terjadi pada masa Kemaharajaan Gupta (kurang lebih 320-550 M), yang disebut zaman keemasan. Masa itu ditandai prestasi ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan filsafat Hindu. Dinasti Gupta menyatukan India utara dan menciptakan kedamaian yang memungkinkan kemajuan budaya. Dinasti ini juga mengembalikan pengaruh agama Hindu di India.
Asal-usul Chandragupta yang mendirikan Dinasti Guota ini kurang jelas. Hanya diduga sebagai raja kecil di dekat Pataliputra, yang berhasil mengawini Putri Kurmaradevi daei suku Licchavi. Suku Licchavi adalah penguasa tradisional ke Kerajaan Vaisali. Sehingga dengan mengawini putri Kepala suku Licchavi, Chandragupta seolah punya hak untuk menjadi yang dipertuan di kawasan lembah Sungai Gangga, terutama wilayah pertemuan Dungai Gangga dan Yamuna yang berada di Prayaga (sekarang Allahabad). Pada 26 Februari 320 ditetapkan sebagai awal pemerintahan Chandragupta I, dengan ibu kota di Pataliputra. Raja-raja dinasti Gupta yang dapat diketahui adalah sebagai berikut: 1. Chandragupta, I 320-330 2. Samudragupta, memerintah 345-376 3. Chandragupta II Vikramaditya, memerintah 376-415 4. Kumaragupta, memerintah 414-455 5. Skandagupta, memerintah 455-467 6. Purugupta, memerintah 467-473 7. Kumaragupta II, memerintah 473-436 8. Narasimhagupta 476-495 9. Narasimhagupta 10. Kumaragupta III 11. Vishnugupta 12. Vainyagupta 13. Bhanugupta sebagai raja terakhir Dari para Raja Dinasti Gupta itu, yang paling menonjol adalah Samudragupta dan Chandragupta II, sehingga kedua raja ini yang paling banyak dijelaskan. Sebagi keturunan duku Licchavi, Samudragupta juga menggukan nama Licchabi Dauhitra (putra dari seorang putri suku Licchavi). Raja ini terkenal dengan serangkaian penaklukannya yang gemilang, hingga karena keperkasaannya, Samudragupta digelari Sarvarajachcheta (pembasmi semua raja). Ia terkadang diibaratkan sebagai Napoleon dari India. Rencana penaklukan Samudragupta yang disebut dengan digvijaya (penaklukan ke arah empat penjuru mata angin), dapat ditemukan dalam tulisan pada tonggak batu di Kausambi, yang menggambarkan 4 kategori musus sebagai berikut: 1. Raja-raja yang telah ditaklukkan, kemudian wilayahnya dipersatukan di bawah Samudragupta. Misalnya, Raja-raja Hindustan yang bangkit setelah mundurnya Kerajaan Kushana. Seluruh kawasan India Utara dipersatukan hingga Sungai Narbada di selatan, ke arah barat sampai Sungai Jumma dan Chambal. 2. Raja-raja yang dikalahkan, tetapi daerahnya dikembalikan dan statusnya sebagai raja bawahan (vasal) dengan kewajiban membayar upeti setiap tahun. Misalnya Raja-raja di daerah Orissa (daerah antara sungai Mahanadi dan Godavari). 3. Raja-raja di daerah perbatasan yang melarikan diri ketiks diserbu, diwajibkan membayar semacam pajak perlindungan. Tetapi kemerdekaan mereka tidak diganggu. 4. Raja-raja yang letaknya jauh yang mengakui kekuasaan Raja Dinasti Gupta, dengan mengirimkan duta/utusan. Kategoti 3 dan 4, misalnya adalah Raja Samatata (di pertenuan Sungai Gangga dan Brahmaputra), suku bangsa Kushana, Saka, Malwa, Gujarat, dan Punjab). Samudragupta adalah seorang penganut Hindu yang taat, dengan setia menjalankan Brahmana ortodoks, misalnya melakukan upacara asvameda sebelum aneksasi/perluasan wilayah. Mintanya pada kesenian membuat Samudragupta memiliki apresiasi estetika yang tinggi. Bahkan dia terjun sendiri sebagi penyair dan pemain musik. Tidak heran bila Samudragupta dijuluki sebagai Kaviraja (raja penyair). Meskipun Samudragupta seorang Hindu ortodoks, dia cukup punya rasa toleransi. Sebagai contoh, dia mengangkat seorang penasihat agama Buddha, bernama Vasubhanda. Karena hubungan yang baik dengan Raja Meghavarman (350-380) dari Ceylon, Samudragupta mendirikan asrama dan biara di Bodh Gaya diperuntukkan bahi para peziarah agama Buddha dari Ceylon. Setelah Samudragupta meninggal, putra sulungnya yang bernama Ramagupta didudukkan di atas takhta. Namun karena adanya tekanan dari suku bangsa Saka di perbatasan barar laut dan Ramagupta seorang yang lemah, saudaranya bernama Chandragupta mengambil alih kekuasaan. Chandragupta II ini, putra Samudragupta dengan putri Datta Devi, setelah menjadi raja bergelar Vikramaditya (matahari kebenaran). Tindakan pertama setelah menjadi raja, Chandragupta II memindahkan ibu kota kerajaan dari Pataliputra ke Ayodhya (wilayah Kosala/Oudh). Pemindahan ibu kota ini dimaksudkan untuk memperoleh kembali semangat Hinduisme, karena kita ketahui Ayodhya termasuk salah satu kota suci agama Hindu. Seperti nenek moyangnya, Chandragupta II ingin tampil menjadi penguasa dunia (world emperor). Politik perluasan wilayah yang dilakukan oleh Chandragupta II, ditempuh melalui dua cara: a. Cara damai, yaitu dengan jalan perkawinan politik (Political marriage). Sebagai contoh, menikahkan putrinya, Prabavati dengan Rudrasena, Raja Vakataka di India tengah. b. Kekerasan, yaitu penaklukan dengan kekuatan militer. Yang pertama kali ditaklukkan ialah Malwa dan Ujjain, kemudian suku bangss yang berkuasa di Surastra sebagai satrap Persia. Pada masa Chandragupta II, kesenian mengalami perkembangan, terutama sekali seni drama (teater) yang sering dipentaskan untuk mengisi acara festival keagamaan. Penulisan drama yang terkenal ialah Kalidasa, pujangga istana yang kerap menggelarkan drama di hadapan raja. Karyanya yang paling termuka adalah cerita “Sakuntala”, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dejak 1789 oleh Sir William Jones. Bagi sejarah India zaman Dinasti Gupta, khususnya masa pemerintahan Chandragupta II, merupakan zaman keemasan (the golden age) dalam perkembangan kebudayaan, terlebih khusus kesenian, literatur (kesusatraan) dan ilmu pengetahuan yang berbahasa Sansekerta (the age of Hindu's renaissance). Setelah wafatnya Chandragupta II, kerajaan Gupta mengalami disintegrasi/kemunduran. Raja Kumaragupta yang melanjutkan pemerintahan Chandragupta II 'pontang-panting' menahan serbuan suku bangsa Huna putih (Ephtalit) yang datang dari Asia tengah. Memang pada masa Skandagupta, pengganti Kumaragupta, untuk sementara mampu menahan serbuan suku bangsa Huna, Hal ini digambarkan pada tonggak batu di Bihari, yang berbunyi “Sebagaimana Sri Krisna, setelah berhasil membunuh musuh-musuhnya, dia mendekat ke arah ibunya, bernama Devaki” Pada masa 484, suku bangsa Huna menyerbu dan menaklukkan Persia, membunuh Raja Feroz dari Dinasti Sassania (Sassanid dynasty). Berikutnya, di bawah pemoinan Toramana, suku bangsa Huna memasuki Punjab dan menguasai Kota Sialkot. Pada 510, kedudukan Toramana digantikan oleh putranya bernama Mihiragula. Tokoh ini banyak melakukan persukan dan pembunuhan di Gandhara. Kerajaan Gupta pun berhasil mereka takklukan dan diharuskan membayar upeti. Semenjak itu Dinasti Gupta lenyap dari panggung Sejarah India utara pada sekitar 600. Wilayah suku bangsa Huna membentang luas antara Persia, Khotan (Asia tengah) hingga India utara. Buku: Dinamika Sejarah Asia Selatan, Drs. Suwarno, M.Si, 2018, Yogyakarta: Penerbit Ombak Zaman klasik India terjadi ketika sebagian besar wilayah anak benua India disatukan menjadi Kemaharajaan Gupta (kira-kira atau kurang lebih sekitar 320 sampai 550 sebelum Masehi). Periode itu disebut juga “zaman keemasan” India dan ditandai dengan sejumlah prestasi dalam bidang sains, teknologi, teknik, keswnian, dialektika, sastra, logika, matematika, astronomi, agama, dan filsafat yang mengaskan unsur-unsur yang umunya dikenal sebagai kebudayaan Hindu. Sistem bilangan desimal, termasuk konsep bilangan nol, diciptakan di India selama periode tersebut. Kedamaian dan kemakmuran yang tercipta di bawah pimpinan Dinasti Gupta memungkinkan pengejaran prestasi ilmiah dan seni di India. Dinasti Gupta mengembalikan India yang berwajah keagamaan Buddha ke masa keagamaan Hindu hingga kini. Buku: Sejarah Negara-negara Di Kawasan Asia Selatan, Dr. Nurzengky Ibrahim, M.M, 2017, Yogyakarta: Penerbit Ombak