Anda di halaman 1dari 5

Seni Rupa Papua Barat

1. Bisj (suku asmat)


Bisj adalah tiang kayu yang mewakili para leluhur yang telah meninggal dunia.
Tiang bisj tersusun dari dua figur leluhur atau lebih yang diukir bertingkat atas-
bawah
Pada awalnya, Bisj dibuat sebagai perlengkapan dalam upacara tradisional
pemenggalan kepala dan kanibalisme para musuh yang berhasil dikalahkan agar
arwah leluhur tenang. Namun oleh pemerintah RI upacara ini dilarang, sehingga
kini tradisi Bisj sudah memudar dan mulai terlupakan orang
2. Patung Mbitiro
Patung Mbitoro merupakan symbol Suku Kamoro yang disakralkan sejak dahulu.
Biasanya Patung Mbitoro di tampilkan ketika ada perayaan atau kegiatan
keagamaan atau pesta adat bagi Suku Asli Kamoro-Kabupaten Mimika-Papua.
Suku Kamoro mempercayai bahwa Patung Mbitoro dapat membawa kebaikan
dan malapetaka, oleh sebab itu Patung Mbitoro sangat di sakralkan di hormati
bagi setiap masyarakat asli Suku Kamoro. Tampak sejumlah warga asli Suku
Kamoro dari Kampung Iwaka sedang menyelesaikan Patung Mbitoro untuk
sebuah pesat perayaan di Kabupaten Mimika.

Alat Musik Tradisional

1. Guoto
Alat musik tradisional dari Papua Barat yang dikenal dengan nama Guoto adalah
merupakan alat musik petik yang terbuat dari kulit binatang lembu. Alat musik
Guoto dibunyikan dengan cara dipetik pada senar/dawainya.

2. Triton
Tidak hanya di Provinsi Papua, di Papua Barat kita dapat menemui alat musik
tradisional yang terbuat dari kerang, namanya adalah Triton. Triton adalah alat
musik tradisional masyarakat Papua. Triton dimainkan dengan cara ditiup. Alat
musik ini terdapat di seluruh pantai, terutama di daerah Biak, Yapen, Waropen,
Nabire, Wondama, serta kepulauan Raja Amat. Awalnya, alat ini hanya
digunakan untuk sarana komunikasi atau sebagai alat panggil/ pemberi tanda.
Selanjutnya, alat ini juga digunakan sebagai sarana hiburan dan alat musik
tradisional

3. YI
Sama seperti halnya triton, alat musik tradisional YI pada awalnya digunakan
sebagai alat komunikasi yaitu berfungsi untuk memanggil penduduk. Namun
seiring perkembangan, yi digunakan pula untuk mengiringi tarian daerah Papua.

Alat musik tradisional yi, adalah alat musik tiup yang dibuat dari kayu dan
bambu.
4. Tifa
Selain Triton, Tifa juga dapat ditemui di Provinsi Papua Barat. Selain di Pulau
Papua, tifa juga ada di daerah Maluku. Tifa mirip dengan alat musik gendang
yang dimainkan dengan cara dipukul. Alat musik ini terbuat dari sebatang kayu
yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi,
dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk
menghasilkan suara yang bagus dan indah. Bentuknyapun biasanya dibuat
dengan ukiran. Setiap suku di Maluku dan Papua memiliki tifa dengan ciri khas
nya masing-masing.

5. Pikon
Alat musik tradisional Pikon dari Papua Barat berukuran kecil, kurang lebih
hanya sebesar genggaman orang dewasa. Bentuknya bulat lonjong dan terbuat
dari sebilah bambu. Pada bagian tengah potongan bambu, terdapat seutas tali
yang dipasang kencang dan terikat pada sepotong lidi penggetar. Hal ini
dimaksudkan agar pada waktu lidi bagian pangkal ditarik, potongan penggetar
akan bergetar dan akhirnya akan mengeluarkan suara.

6. Krombi
Alat musik ini terbuat dari bambu. Krombi merupakan salah 1 alat musik yang
digunakan untuk mengiringi tarian pada pesta adat masyarakat Papua. Alat
musik ini biasanya dimainkan dengan menggunakan sebuah kayu kecil lalu
diketuk-ketuk pada bambu tersebut

Seni Theater

Asal Mula Pulau Irian


Di kampung Sopen, Biak Barat pada zaman dahulu tinggal sebuah keluarga yang
mempunyai beberapa anak lelaki. Salah seorang dari anak tersebut bernama
Mananamakrdi.

Di sekujur tubuh Mananamakrdi dipenuhi kudis. Sangat berbau ia hingga orang-orang


tidak tahan berdekatan dengannya. Karena itu Mananamakrdi sangat dibenci, tidak
hanya oleh orang-orang di dalam sukunya, melainkan juga oleh saudara-saudara
kandungnya. Saudara-saudara kandungnya sudah tidak tahan lagi mendapati
Mananamakrdi berada di dekat mereka hingga mereka pun mengusir Mananamakrdi
dari rumah mereka.

Mananamakrdi berjalan ke arah timur hingga ia tiba di sebuah pantai. Ia lantas


mengarungi lautan luas dengan menaiki perahu yang tertambat di pantai itu. Beberapa
saat berlayar, Mananamakrdi mendarat di pulau Miokbudi. Mananamakrdi memutuskan
untuk tinggal di pulau itu.
Di pulau Miokbudi banyak ditumbuhi pohon sagu dan juga kelapa. Setiap hari
Mananamakrdi memangkur sagu, dari pagi hingga sore hari, untuk memenuhi
kebutuhan makannya. Ia juga menyadap air nira dengan bambu dan mernbuat tuak
yang dilakukannya setelah selesai memangkur sagu. Pada suatu sore Mananamakrdi
terkejut ketika mendapati bambu yang digunakannya untuk menyadap air nira telah
kosong. Mananamakrdi sangat kesal. Pada malam harinya Mananamakrdi duduk di
pelepah daun kelapa untuk menangkap pencuri air niranya. Hingga larut malam si
pencuri belum juga datang.

Menjelang datangnya pagi, sesuatu yang bersinar dari langit mendekati pohon kelapa
tempat Mananamakrdi menunggu. Sesuatu itu lantas hinggap di pohon kelapa dan
meminum seluruh air nira sadapan Mananamakrdi. Sebelum sesuatu itu hendak
kembali, Mananamakrdi bergerak cepat untuk menangkapnya.
“Siapa engkau?” seru Mananamakrdi.

“Aku Sampan si bintang pagi,” jawab sesuatu yang bersinar itu. “Lepaskan aku karena
matahari hampir terbit.”

Mananamakrdi tak ingin buru-buru melepaskan Sampan. Ia meminta Sampan


menyembuhkan penyakit kudisnya dan memberinya seorang gadis berwajah cantik
untuk diperistrinya.

Sampan bersedia memenuhi keinginan Mananamakrdi. Ia menyarankan agar


Mananamakrdi menuju pantai di dekat hutan itu. Di pantai itu tumbuh pohon bitanggur.
Kata Sampan, “Jika ada gadis yang engkau kehendaki tengah mandi di pantai,
lemparkan satu buah bitanggur ke laut. Niscaya gadis itu akan menjadi istrimu.”

Mananamakrdi menuruti saran Sampan. Ia menuju pantai di mana terdapat pohon


bitanggur besar Dilihatnya beberapa gadis tengah mandi di pantai itu. Tak ada seorang
pun dari gadis-gadis itu yang menarik minatnya. Ia lantas menunggu di bawah pohon
bitanggur itu. Pada suatu sore Mananamakrdi melihat seorang gadis berwajah sangat
cantik mandi di pantai. Mananamakrdi terpesona padanya. Ia lantas memanjat pohon
bitanggur dan melemparkan buah bitanggur ke laut.

Gadis cantik itu bernama Insoraki, putri Kepala Suku dari Kampung Meokbundi. Buah
bitanggur yang dilemparkan Mananamakrdi mengenai tubuhnya ketika ia tengah mandi.
Meski telah dibuangnya jauh jauh, buah bitanggur itu kembali mendekati dan
mengenainya. Karena jengkel, Insoraki lantas pulang ke rumahnya.

Tak berapa lama kemudian Insoraki mengalami kejadian yang sangat mengejutkan. Ia
mengandung. Orangtua dan segenap warga Kampung Meokbundi menjadi gempar dan
terheran-heran. Bagaimana mungkin Insoraki yang belum bersuami itu mengandung,
sementara Insoraksi dikenal sebagai gadis yang baik akhlaknya?

Berselang sembilan bulan kemudian Insoraki melahirkan seorang bayi lelaki. Kembali
keanehan didapati warga Kampung Meokbundi ketika melihat bayi lelaki itu tidak
menangis ketika dilahirkan, melainkan tertawa. Bayi lelaki itu lantas diberi nama

Konori dan dibuatlah pesta ketika bayi itu diberi nama. Mananamakrdi datang
menghadiri pesta tersebut. Ketika mendapati Mananamakrdi, Konori mendadak
merangkak menuju Mananamakrdi dan berteriak-teriak, “Ayaaah …!”

Orang-orang terperanjat. Kian terperanjat mereka saat Konori menjelaskan bahwa lelaki
berpenyakit kudis di sekujur tubuhnya itu adalah ayahnya. Mananamakrdi dan Insoraki
akhirnya dinikahkan.

Sejak Mananamakrdi tinggal di kampung Meokbundi, Kepala Suku dan warga kampung
meninggalkan kampung mereka karena tidak tahan mencium bau busuk dari tubuh
Mananamakrdi. Jijik pula mereka melihat tubuh Mananamakrdi yang penuh dengan
kudis itu. Kampung Meokbundi pun akhirnya sepi dan hanya dihuni Mananamakrdi,
Insoraki, dan Konori.

Mananamakrdi merasa sedih mendapati kenyataan itu. Ia pun menagih janji Sampan. Ia
pun mendapat petunjuk. Mananamakrdi lalu membakar kayu-kayu kering. Setelah api
membesar, ia memasuki api besar yang membakar itu. Keajaiban pun terjadi.
Mananamakrdi keluar dari nyala api dengan tubuh bersih dari penyakit kudis. Wajahnya
sangat tampan.

Sejak peristiwa tersebut Mananamakrdi mempunyai berbagai kesaktian. Mananamakrdi


lantas menyebut dirinya Masren Koreri yang berarti lelaki yang suci.

Pada suatu hari Mananamakrdi berdoa. Terciptalah kemudian sebuah perahu layar.
Mananamakrdi lantas mengajak anak dan istrinya untuk melayari laut luas. Mereka
mendarat di wilayah Mandori, di dekat Manokwari. Mananamakrdi dan anak serta
istrinya lantas memutuskan berdiam di tempat yang berbukit-bukit itu.

Cuaca di Mandorijika pagi hari sangat dingin dan diselimuti kabut tebal. Ketika matahari
terbit, udara berubah menjadi hangat dan kemudian menjadi panas. Ketika mendapati
cuaca yang panas, Konori berteriak-teriak memanggil ayahnya,

“Ayah … Irian! Irian!”

Maka, sejak saat itu wilayah itu pun disebut dengan nama Irian yang di dalam bahasa
Biak berarti panas.
Pesan moral dari Dongeng Nusantara : Cerita Rakyat Dari Papua adalah setiap
penyakit itu diturunkan tuhan dengan obat penyembuhnya. Oleh karena itu jika kita
sakit, wajib kita berusaha mencari obat kesembuhannya.

Anda mungkin juga menyukai