Anda di halaman 1dari 4

Dian Clarita A.

XII MIPA 2

Agama Kristen

Suku di Indonesia yang Menganut Paham Sinkretisme

A. Suku Nias

Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang
masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakö yang mengatur segala segi
kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian. Beberapa hal yang ditentukan dan diatur
dalam fondrakö mencakup aspek-aspek fondu (kepercayaan atau agama); fangaso
(perekonomian), hao-hao atau ele-ele (kebudayaan); forara hao fowanua (hak dan kewajiban);
serta böwö (adat dalam pernikahan). Salah satu bentuk nyata hukum adat tersebut
adalah masyarakat Nias kuno yang hidup dalam budaya megalitik, dibuktikan oleh
peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batubesar yang masih ditemukan di wilayah
pedalaman pulau Nias sampai sekarang. Dalam aspek fondu (kepercayaan atau agama) para
leluhur Nias kuno menganut kepercayaan animisme.

Budaya Megalitik merupakan bentuk sinkretisme dalam iman Kristen, karena


masyarakat Nias yang sudah menjadi Kristen masih percaya dengan keberadaan dan eksistensi
roh-roh nenek moyang di dalam batu-batu megalit tersebut. Tentu saja hal ini merupakan
tantangan bagi setiap hamba-hamba Tuhan dalam menghasilkan iman Kristen yang murni bagi
setiap jemaat Tuhan, yaitu iman yang yang tidak mengandung unsur-unsur kepercayaan pada
hal-hal mistik, termasuk kepercayaan akan keberadaan dan eksistensi roh-roh nenek moyang
dalam batu-batu megalit.

B. Suku Minahasa

Dalam derajat kepercayaan yang berbeda-beda unsur-unsur kepercayaan pribumi yang


dapat disaksikan pada orang Minahasa, yang sekarang sudah memeluk agama Protestan,
Katolik maupun Islam merupakan peninggalan sistem religi zaman dulu. Dalam mitologi
orang Minahasa, rupanya kepercayaan dahulu juga mengenal banyak dewa. Dewa oleh
penduduk disebut empung atau opo, dan untuk dewa tertinggi disebut Karema. Opo Wailan
Wangko, dianggap sebagai pencipta seluruh alam dan dunia serta segala isinya. Karema yang
mewujudkan diri sebagai manusia adalah sebagai petunjuk jalan Lumimuut (seorang wanita
sebagai manusia pertama) untuk mendapatkan keturunan seorang pria yang bernama Toar;
juga dianggap sebagai pembawa adat khususnya cara-cara pertanian (cultural hero; dewa
pembawa adat). Konsepsi jiwa (soul) bagi orang Minahasa rupanya tidak tegas dibedakan
seperti pada konsepsi roh (Spirit). Jiwa yang dianggap sebagai kekuatan yang ada dalam
tubuh manusia yang menyebabkan adanya hidup itu, rupanya mempunyai konsepsi yang
sama dengan jiwa sesudah meninggalkan tubuh karena mati (roh). Konsepsi jiwa dan roh ini
disebut katotouan.

Dalam sistem kepercayaan Minahasa, roh-roh akan senantiasa dapat berhubungan


dengan manusia. Nasib roh dalam dunia akhirat ditentukan oleh perbuatan-perbuatan semasa
hidupnya. Dengan kata lain, kalau semasa hidupnya banyak melakukan perbuatan jahat maka
rohnya juga akan menjadi jahat, begitu pula sebaliknya. Pada saat sekarang, sesuai dengan
aturan agama Kristen, maka konsepsi dunia akhirat ialah sorga bagi yang selamat dan
naraka bagi yang berdosa dan tidak percaya. Berbagai perbuatan sebagai usaha manusia
untuk mengadakan hubungan dengan dunia gaib, atau sebagai kelakuan yang serba religi atas
dasar sesuatu emosi keagamaan, yang dalam perwujudannya berbentuk upacara keagamaan.

Perubahan makna Opo Wailan Wangko sebagai konsep pribumi dewa tertinggi
menjadi konsepsi Tuhan Allah telah lama dilakukan semenjak Kristen menjadi agama umum
dalam masyarakat. Dan rupanya dari segi teologi, perubahan ini tidak menjadi masalah.
Tetapi kepercayaan-kepercayaan dan upacara pribumi lainnya serta mitologi yang menurut
persepsi emic bukan masalah, bagi teologi Kristen merupakan ajaran-ajaran yang salah.
Inilah yang merupakan masalah bagi Gereja di Minahasa, walaupun secara emic, sinketisme
adalah penyesuaian yang tidak mengandung masalah. Jadi persepsi masalah perilaku agama
pada orang Minahasa tergantung pada orientasi penilaian apa yang dipakai seseorang.

C. Ajaran Kejawen Jawa

Kejawen adalah kebudayaan Jawa asli yang merupakan sinkretisme antara kepercayaan
kuno dengan ajaran agama yang datang kemudian seperti Hindu, Budha, Islam, dan Kristen.
Meskipun demikian ajaran Kejawen masih mengacu dan berpegang teguh pada ajaran tradisi
Jawa asli sehingga masih nampak ciri-cirinya yang khas dan kemandiriannya. Membahas
masalah Kejawen tentunya tidak terlepas dengan istilah-istilah Manunggaling Kawulo Gusti,
Sedulur Papat Lima Pancer, Sangkan Paraning Dumadi, Ngeruwat, Tapa Brata, dan lain-lain.

Dalam ilmu Kejawen Raja adalah pemuka agama. Hal ini nampak dari penggunaan atau
pemakaian gelar “Sayidina Panatagama”, “Khalifatullah”, “Ajaran agama ageming aji” (
perhiasan ) raja, karena itu harus disesuaikan dengan tradisi Jawa. Kitab Mahabarata dan
Ramayana merupakan sumber inspirasi ajaran Kejawen yang mengandung ajaran moral dan
karakter perilaku tuntunan hidup. Tinjauan kajian pikiran Jawa lebih terfokus pada aspek indra
batin dan perilaku batin. Strategi pendekatan Kejawen adalah mencari pendekatan kepada
Tuhan bahkan selalu ingin menyatu dengan Tuhan ( Manunggaling Kawula Gusti) dan
analisanya bersifat batiniah.
D. Hindu-Tengger

Upacara adat suku Tengger yang terkenal adalah Upacara Kasada. Upacara ini
dilakukan di Gunung Bromo. Perpaduan antara sinkretisme dan agama Hindu menghasilkan
kekhasan tradisi suku Tengger. Kepercayaan mereka terhadap perbintangan dan leluhur
memang menanamkan nilai-nilai luhur dan mengajarkan toleransi dalam memandang
perbedaan. Oleh karena itu, suku ini tidak tertelan oleh zaman. Bagaimanapun juga dikatakan
bahwa Hindu Tengger berbeda dengan Hindu Bali.

Suku Tengger yang berada di sekitar taman nasional merupakan suku asli yang
beragama Hindu. Menurut legenda, asal-usul suku tersebut dari Kerajaan Majapahit yang
mengasingkan diri. Uniknya, melihat penduduk di sekitar (Su-ku Tengger) tampak tidak ada
rasa ketakutan walaupun menge-tahui Gunung Bromo itu berbaha-ya, termasuk juga
wisatawan yang banyak mengunjungi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada saat
Upacara Kasodo.

E. Ajaran Hindu-Dharma

Ajaran Hindu-Dharma adalah sejenis agama Hindu aliran Siwa, Waisnawa, dan
Brahma yang bersinkretis dengan kepercayaan setempat/lokal orang Bali. Salah satu ritual
keagamaan penganut Hindu Dharma di Bali adalah Upacara Ngaben. Aliran ini umumnya
hampir sama dengan agama Hindu lainnya. Selain di Bali, ajaran ini juga berkembang di Tanah
Toraja, Sulawesi.

F. Ajaran Siwa-Buddha

Ajaran Siwa-Buddha merupakan campuran (sinkretisme) agama Buddha dan ajaran


Siwa di Indonesia. Pada zaman Majapahit agama Siwa dan Buddha berpadu menjadi satu, dan
ini bisa dilihat dalam beberapa karya sastra antara lain Kakawin Sutasoma dan Kakawin Arjuna
Wijaya. Pada zaman sekarang di pulau Bali dan Lombok, ajaran Hindu Dharma yang beraliran
Siwa dan ajaran Buda (Siwa-Buddha)ini dianggap sebagai dua mazhab berbeda dari satu agama
yang sama. Di Bali ada sebuah desa yang bernama Budakeling di Kabupaten Karangasem,
yang mana seluruh penduduknya menganut mazhab ini.

Anda mungkin juga menyukai