Bugis)
KELOMPOK 02
Sistem pengetahuan suku bangsa bugis tentang alam representatif dengan melihat
kepercayaan asli mereka yaitu animisme dan dinamisme, yang masih mereka anggap ada.
Warisan inilah yang dianggap oleh mereka sebagai agama dan kepercayaan yang benar dan
dikenal dengan nama Toani Tolotang, Patuntung, dan Aluk Todolo.
Contoh sistem pengetahuan tentang alam dalam sebuah dongeng mitologi terkenal di Suku
Bugis, yaitu mitologi I Lagaligo, ini yang menghubungkan antara ‘dunia atas’ dengan ‘dunia
bawah’. Baik ‘dunia atas’ maupun ‘dunia bawah’ adalah tempat keluarnya dewa yang nanti
akan menurunkan para raja mereka. Adanya gejala alam seperti hujan lebat disertai kilat
dan petir, bumi berguncang, dan lain-lain adalah pertanda kedatangan dewa dari ‘dunia
atas’. Sementara gejala alam seperti bambu petung, buih air (biasanya dari lautan), dan
sebagainya adalah pertanda datanganya dewa dari ‘dunia bawah’
❑ Pengetahuan Tentang Flora
Pengetahuan tantang ciri-ciri dan sifat – sifat bahan mentah, benda – benda di
sekelilingnya, juga sangat penting bagi manusia untuk membuat alat-alat dalam
hidupnya, karena sistem teknologi dalam suatu kebudayaan sudah tentu terkait
dengan sistem pengetahuan tentang zat – zat, bahan – bahan mentah, dan benda
– benda ini. Seperti perahu pinisi, sepeda dan bendi, koleksi peralatan
menempa besi, dan koleksi peralatan tenun tradisional.
❑ Pengetahuan Tentang Tubuh Manusia
Pengobatan tradisional leluhur Bugis berdasarkan lontarak Bone ini juga didasarkan
pada pemahaman terhadap tumbuh – tumbuhan alam yang ada di lingkungan
sekitar, filsosofi yang diajarkan dalam kebudayaan mereka, serta ajaran Islam. Salah
satu filosofi yang dipegang teguh adalah bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya yang
disediakan oleh Tuhan di alam semesta. Contoh, orang Bugis mengatasi demam bisa
dengan berbagai cara yaitu di antaranya dengan memarut pisang muda, lalu
ditempelkan pada kepala, atau menggiling halus tawak, lalu ditempelkan pada
kepala. Bisa juga minum minyak labu pada waktu pagi. Atau dengan memasak
minyak wijen dan minyak pacar hingga airnya habis, dicampur, lalu diminum.
❑ Pengetahuan Tentang Hubungan Sesama Manusia
Pengetahuan tentang sesama manusia juga tidak dapat diabaikan. Sebelum terpengaruh
ilmu psikologi modern, sebuah suku bangsa dalam bergaul dengan sesamanya
biasanya berpegangan dengan ilmu firasat (pengetahuan tantang tipe-tipe wajah) atau
pengetahuantentang tanda – tanda tubuh tersebut. Dalam hal ini bisa dikategorikan
ada di dalamnya yaitu pengetahuan tentang sopan – santun, adat – istiadat, sistem
norma, hukum adat, silsilah, sejarah.
Ada pula istilah siri’, yaitu ajaran moralitas untuk menjaga dan mempertahankan diri dan
kehormatannya. Siri’ juga bisa dikatakan hukum adat karena jika seorang anggota
keluarga melakukan tindakan yang membuat malu keluarga, maka ia dianggap
menginjak ajaran siri’ dan akan diusir atau dibunuh. Namun, adat ini sudah luntur di
zaman sekarang ini. Siri’ terbagi menjadi dua yaitu, siri' nipakasiri‘ dan siri' masiri'
❑ Pengetahuan Tentang Ruang dan Waktu
Sistem pengatahuan tentang ruang dan waktu juga berhubungan dengan sistem pernikahan dalam
suku. Mereka mengenal tahap-tahap dalam pernikahan juga waktu-waktu baik untuk
menetapkan tanggal nikah. Tahap pernikahan itu ada lettu (lamaran), mappettuada
(kesepakatan pernikahan) di sinilah pihak laki – laki dan pihak perempuan membicarakan
waktu pernikahan, jenis sunrang atau mas kawin, balanja atau belanja pernikahan,
penyelanggaran pesta, lalu ada madduppa (mengundang) ialah kegiatan kesepakatan antar
kedua belah pihak untuk memberi tahu kepada semua kaum kerabat mengenai
pelaksanakan nikah. Kemudian mappaccing (pembersihan) ialah ritual ini dilakukan pada
malam sebelum akad nikah dimulai yang biasanya hanya dilakukan oleh kaum bangsawan,
dengan mengundang para kerabat dekat sesepuh dan orang yang dihormati, cara
pelaksanaannya dengan menggunakan daun pacci (daun pacar), kemudian para undangan
dipersilahkan untuk memberi berkah dan doa restu kepada calon mempelai, konon
bertujuan untuk membersihkan dosa calon mempelai, dilanjutkan dengan sungkeman
kepada kedua orang tua calon mempelai.
❑ Pengetahuan Tentang Bahasa dan Tulisan
Dari segi aspek budaya, orang Bugis mempunyai bahasa tersendiri yang dikenal
sebagai Bahasa Bugis (juga dikenal sebagai Ugi / Ugidan). BahasaBugis
adalah bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang tersebar
di kabupaten sebahagian Kabupaten Maros, sebagian Kabupaten Pangkep,
Kabupaten Barru, Kota Pare – Pare, Kabupaten Pinrang, sebagian
Kabupaten Enrekang, sebagian Kabupaten Majene, Kabupaten Luwu,
Kabupaten Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Wajo,
Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten
Bantaeng.
SISTEM BAHASA
GANDRANG BULO
Gandrang Bulo merupakan sebuah
pertunjukan musik dengan perpaduan tari
dan tutur kata.
Tari Ma’badong hanya Tari Pagellu merupakan salah Nama Pakarena sendiri di
diadakan pada saat upacara satu tarian dari Tana Toraja ambil dari bahasa setempat,
kematian. Penarinya bisa yang di pentaskan pada acara yaitu yang artinya main.
pria atau bisa wanita. pesta tambu Tuka, Tarian ini Tarian ini pada awalnya
Mereka biasanya berpakaian dapat ditampilkan untuk hanya dipertunjukkan di
serba hitam, namun menyambut patriot atau istana kerajaan, namun
terkadang memakai pakaian pahlawan yang kembali dari dalam perkembangannya
bebas karena tarian ini medan perang dengan tari Pakarena lebih
terbuka untuk umum. membawa kegembiraan memasyarakat di kalangan
rakyat
SISTEM MATA PENCAHARIAN
Dalam perspektif usaha/kerja, masyarakat Bugis
umumnya juga memaknai hidup ini dengan kerja keras
(reso’/jamang). Bahkan dalam adat istiadat orang
Bugis, makna reso’/jamang merupakan bagian dari
kehormatan (siri’). Dalam pandangan orang Bugis,
sangat memalukan jika seorang yang sudah cukup
umur namun tidak memiliki pekerjaan, bahkan
menjadi beban bagi orang lain (masiri narekko tuo
mappale). Sehingga tidak mengherankan jika dalam
kebudayaan petani Bugis memegang teguh prinsip
reso’ temmangingngi nalletei pammase dewata (usaha
yang sungguh – sungguh diiringi ridha Yang Maha
Kuasa), dan inilah yang menjadikan suku Bugis
terkenal sebagai salah satu suku pekerja ulet disegala
bidang, termasuk dalam bidang usahatani
Salah satu corak budaya tani orang Bugis adalah mappataneng, tradisi berusahatani ala Bugis
yang dilakukan suku Bugis di Kalimantan, khususnya Kabupaten Nunukan. Tradisi
mappataneng di lakukan oleh masyarakat tani suku Bugis yaitu bertanam padi di sawah
secara berkelompok. Sebelum acara mappattaneng dilaksanakan, tokoh adat atau orang yang
dituakan/rohaniawan (panrita) akan mengundang petani setempat untuk tudang sipulung
(bermusyawarah) menentukan waktu bertanam. Dalam acara ini biasanya unsur pemerintah
ikut dilibatkan, yaitu PPL maupun aparat desa/kecamatan setempat. Setelah waktu tanam
ditetapkan, maka acara mappataneng akan didahului dengan pembacaan do’a tolak bala
(doa salama’) dengan maksud agar usahataninya terbebas dari segala bencana dan serangan
hama – penyakit tanaman.
Dalam pembacaan do’a tolak bala ini, disajikan berbagai hasil bumi dari panen tahun lalu.
Do’a biasanya dibaca di rumah petani yang bersangkutan, atau biasa juga dibawa ke sawah
secara kolektif. Dalam kegiatan ini, benih padi yang akan ditanam diisi daun penno penno,
diturutsertakan dalam acara pembacaan do’a tersebut. Daun penno – penno adalah jenis
daun yang biasa tumbuh di sekitar rumah dan disertakan dalam upara tersebut dengan
harapan hasil panen akan melimpah ruah (kata penno dalam bahasa Bugis artinya penuh).
Setelah upacara doa salama’ di laksanakan, benih padi lalu disebar ke pesemaian.
Selanjutnya teknik budidaya usahatani pada padi sawah tetap menggunakan petunjuk PPL
setempat. Jika seluruh padi telah dituai, maka mereka kembali melakukan acara syukuran
(do’a salama) sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah
melimpahkan rahmat dan kurunia sehingga hasil panen dapat dinikmati oleh para petani.
Seiring perjalanan waktu, dan interaksi diantara berbagai budaya di Nunukan,
SISTEM TEKNOLOGI ATAU PERALATAN YANG DIGUNAKAN
Dengan terciptanya peralatan untuk hidup yang berbeda, maka secara perlahan tapi pasti,
tatanan kehidupan perorangan, dilanjutkan berkelompok, kemudian membentuk sebuah
masyarakat, akan penataannya bertumpu pada sifat – sifat peralatan untuk hidup tersebut.
Peralatan hidup ini dapat pula disebut sebagai hasil manusia dalam mencipta. Dengan bahasa
umum, hasil ciptaan yang berupa peralatan fisik disebut teknologi dan proses penciptaannya
dikatakan ilmu pengetahuan dibidang teknik. Sejak dahulu, suku Bugis di Sulawesi Selatan
terkenal sebagai pelaut yang ulung. Mereka sangat piawai dalam mengarungi lautan dan
samudera luas hingga ke berbagai kawasan di Nusantara dengan menggunakan perahu Pinisi.
SEPEDA DAN
BENDI
PERAHU PINISI
PERALATAN
MENEMPA BESI
DAN HASILNYA PERALATAN
TENUN
TRADISONAL
THANKS