Anda di halaman 1dari 11

Kelompok 13 : Anggun Melani Sirait

Rouli Juli Lovelin Hutabarat

Mata Kuliah : Sejarah Gereja Batak

Dosen Pengampu : Pdt. Yusuf Roy Turnip, M.Th

Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD)

I. PENDAHULUAN

Secara tradisional wilayah tanah Pakpak memiliki cakupan yang cukup luas, yang di
mulai dari kawasan Dairi, Kabupaten Pakpak Barat, Kabupaten Aceh Singkil, wilayah
Kabupaten Humbang Hasundutan yakni Kecamatan Parlilitan dan sekitarnya. Tanah Pakpak
didiami oleh “Kalak Pakpak” (suku pakpak) walaupun kini Kabupaten Dairi  mayoritas
penduduk nya adalah suku batak toba. Secara geografis dan kultur pembagian dalam suku
pakpak wilayah tanah pakpak di bagi menjadi lima suak menjadi, Suak Simsim berada di
wilayah Kab. Pakpak Barat, Suak Kelasen berada di wilayah Kab. Humbang Hasundutan, Suak
Boang berada di wilayah Kab. Aceh Singkil, Suak Pegagan berada di wilayah Dairi, dan Suak
Keppas berada di wilayah kabupaten Dairi.

Pada awal masuknya injil ke wilayah tanah Pakpak, di wilayah tersebut telah terdapat
peradapan kehidupan yang cukup modern. Dalam Suku Pakpak telah terdapat sistem hukum dan
budaya yang telah berlaku sejak lama sebelum masuknya injil. Sistem keprcayaan yang di kenal
oleh agama Sipelebegu, sistem kekerabatan yang di pimpin oleh Raja kuta bahkan sampai
kepada kebiasaan hidup (tradisi) setempat telah di sebut dengan Adat pakpak. Hal-hal di atas
tentunya memiliki pengaruh yang luas terhadap masuknya injil pada masa itu. Demikian injil
yang di bawa para pekabar itu tentu harus berusaha mempengaruhi budaya setempat yang
ditemuinya di daerah tersebut. Gereja dalam menjalankan tugas panggilannya untuk
mengembangkan misi Kristus di dunia ini, selalu berjumpa dengan kebudayaan yang di miliki
manusia/masyarakat. Dan gereja dalam menjalankan tugas tersebut, harus memberikan
jawabannya akan budaya yang ada. Penginjilan yang di lakukan oleh para pekabar injil di tanah
pakpak, tentulah memiliki keistimewaan dan ciri khas tersendiri dari bentuk-bentuk penginjilan
yang terdapat di daerah-daerah lainnya, baik dari sudut metode, tantangan yang di hadapi, tokoh
dan pelaku, waktu dan tempat serta perkembangannya. Dalam pembahasan selanjutnya,
kelompok akan menjelaskan pengaruh masuknya injil hingga berdirinya jemaat pertama di
tengah-tengah tanah Pakpak yang mempunyai budaya beragama tersendiri. Mencari bagaimana
injil mempengaruhi budaya setempat dan menganalisa unsur-unsur budaya yang diakomodir oleh
gereja yang telah melembaga.

II. PEMBAHASAN
2.1. Keadaan Suku Pakpak Sebelum Masuknya Injil

Sejak mulanya masyarakat suku pakpak sudah memiliki rasa sosial yang nampak dalam
melakukan aktivitas kesehariannya dalam bahasa pakpak di sebut ”mersiurup atau rimpah-
rimpah ataupun pemerabinabin”. Pada saat menuai padi misalnya di lakukan “mekua” atau
mengundang para tetangga/keluarganya. Merkua di lakukan dengan tradisi mendatangi rumah-
rumah tetangga maupun keluarga tersebut dengan membawa Gatap napuren (daun Sirih dan
semacamnya) atau isap (rokok) yang akan di berikan kepada “sinikua” (orang yang diundang).

Masyarakat pakpak, memiliki falsafah hukum adat pakpak yang menyangkut tipologi
mastarakat suku pakpak berbunyi ”Nggeluh I kandong adat, mate I kandong tanoh”  (Hidup
diatur/di kandung oleh adat dan mati di kandung oleh tanah). Inilah yang menjadi salah satu
falsafah yang selalu di pegang masyarakat pakpak. dan barang siapa yang melanggar janji atau
melanggar adat di kenai sanksi sepeerti hukum “I seat” atau di penggal di hulu sungai, hal ini di
maksudkan agar setitik pun darahnya tidak tinggal di darat akan tetapi hanyut sampai ke laut dan
berbagai bentuk sanksi lainnya yang di buat oleh para nenek moyang orang pakpak. Hukum-
hukum ini sudah di jalankan sejak dahulu kala oleh mayarakat suku pakpak. di samping itu
masih sangat banyak hukum-hukum yang mengatur cara hidup masyarakat suku pakpak yang
telah berjalan sejak lama  sebelum masuknya injil ke tanah pakpak.

Kepercayaan masyarakat suku Pakpak sebelum masuknya kekeristenan di tanah pakpak


yaitu agama tersendiri yang di sebut “Agama Sipelebegu”. Agama Sipelebegu percaya kepada
kekuatan alam, oknum dan jin yang masing-masing memiliki kekuatan tersendiri. Masyarakat
pakpak menyambah berraspati di tanoh, tunggung ni kuta,  namora, berru sondang, naga lae yang
di sebut, sembahan lading (kampung dan mempercayai kekuatan “datu atau dukun” yakni
melalui melihat hari, jandi namora, rasihen dan batu sitermurmur (kebaikan) yang di sebut
“Debata guru” yang juga di sembah. Hal ini menjadi inspirasi bagi masyarakat pakpak untuk
belajar atau merguru merguru dalam mencapai keabadian. Bahkan para pencari “Datu
sitermurmur” ini akan pergi merantau ke Simalungun, Tanah karo, Barus dan Aceh.1

2.2. Tokoh Dan Metode Pekabaran Injil Di Tanah Pakpak

Sebelum berdirinya gereja di Tanah Pakpak, kekristenan sebenarnya sudah masuk


memelui pengijilan yang dilakukan oleh beberapa missionaris. Pertama sekali penginjilan
dilakukan oleh Pdt. Samuel Penggabean yang menginjili Bandar Kuta Usang (Sumbul sekarang),
Pegagan pada tanggal 7 September 1905. Beliau salah satu anggota Pardonganon Mission Batak
(PMB) yang bertujuan untuk lebih menfokuskan diri akan pemberitaan Injil ke daerah yang ada
di Samosir, Simalungun, dan termasuk Dairi. Pdt. Samuel Panggabean datang dari Simalungun
melalui Aek Popo, Lea Pondom, dan terus mengikuti aliran lae (Sungai) Sikurang di Kecamatan
Pegagan Hilir dan akhirnya sampai ke Kuta Usang. Kedatangan Pdt. Samuel Panggabean
diterima oleh Raja Sibayak Pakasior Manik, hal ini karena keramahan beliau yang datang ke
Tanah Pakpak. Raja Sibayak Pakasior Manik juga mau membuka diri untuk mendengar ajaran
Kristen2. Pada tanggal 10 September 1905, dimulailah kebaktian pertama yang diadakan di
rumah Raja Sibayak Pakasior Manik dan diikuti beserta keluarganya.

Dalam kebatian tersebut Pdt. Samuel Panggabean mengajarkan nyanyian rohani salah
satu dari Buku Ende No.248 “Sidekah ko itanoh en”. Setelah penginjilan di Kuta Usang beliau
pergi ke daerah lain untuk melakukan pengijilannya. Beliau pergi ke PMB yang berpusat di Tiga
Ras Kabupaten Simalungun yang dipimpin oleh Pdt. Henok Lumban Tobing. Ketika beliau tiba
di Sidikalang, beliau melihat bahwa sudah banyak masyarakat yang ada di Sidikalang beragama
Kristen. Mereka adalah orang Toba yang datang dari daerah Toba ke Sidikalang dengan tujuan
untuk berdagang dan menawarkan jasa perbaikan alat-alat elektronik dan alat-alat dapur. Para
pekabar injil yang awalnya tidak dikenal itu belakangan di kenal bernama Julius Hutabarat dan
Musa sibarani. Mereka adalah pedagang ulos yang datang dari daerah tapanuli yang telah lebih
tinggi peradabannya di banding dengan masyarakat tanah Pakpak. Kehadiran para pedagang ulos

1
TH. Fischer, Pengantar Antropologi Kebudayaan Indonesia (Jakarta : PT. Pembangunan,1960), 6-8.
2
Sonni Parlindungan Berutu, Sejarah Kemandirian Kristen Protestan Pakpak Dairi (Medan: Monora, 2002), 6.
dan alat-alat pertanian itu pada awalnya memang mendapat kecurian kepada masyarakat. Hal ini 
di lihat dari sikap was-wasnya masyarakat setempat terhadap mereka. Namun kelihaian para
pekabar PI batak tersebut tidak kehabisan akal. Sambil berdagang  mereka juga menawarkan jasa
sevis memperbaiki alat-alat rumah tangga yang rusak seperti mempebaiki atap yang bocor, alat-
alat dapur yang bocor dan alat-alat elektronik seperti radio transistor dan tape recorder yang pada
waktu itu telah di  miliki masyarakat golongan tertentu. Dengan pendekatan dagang dan jasa
tersebut Julius Hutabarat dan Musa Sibarani memberi ruang dan waktu yang luas untuk
berkomunikasi langsung dengan masyarakat setempat. Sehingga dalam waktu yang cukup
singkat mereka dapa mempelajari bahasa setempat (bahasa pakpak) dengan cepat walaupun
masih sangat kesulitan dalam hal penyampaian. Demikian sebaliknya masyarakat setempat juga
sambil belajar bahasa batak toba dari mereka.3
Selain berdagang Musa Sibarani juga dapat mengobati orang-orang yang sakit, dia
menjadi terkenal sebagai tukang obat yang menurut pengertian orang-orang pakpak pada waktu
itu sama dengan seorang dukun, karena melihat pembawaan yang sama dengan seorang dukun
yaitu membacakan mantera sebelum memberikan obat kepada orang yuang menerima
pengobatan. Sibarani memang berdoa sebagai orang Kristen sebelum memberikan pengobatan
obat. Namun dalam pengobatannya memiliki pantangan, ia menyatakan bahwa pantangan
obatnya adalah menurut hukum taurat. Artinya jika telah berobat kepada musa sibarani harus
pula menuruti hukum taurat. Dan pada saat yang sama dia jelaskan apa itu hukum taurat yang
harus di jalankan oleh mereka. Demikian seterusnya para penginjil datang dengan modus
pengobatan, jasa perbaikan alat-alat rumah tangga dan berdagang sambil mengajar dan mendidik
masyarakat tanah pakpak, termasuk cara bertani, kesehatan dan lain-lainnya.4

Secara politis masuknya injil di tanah pakpak sangat di pengaruhi oleh sistem
perpolitikan dunia pada masa itu. Wilayah tanah pakpak saat itu berada di bawah kekuasaan raja
Sisingamangaraja XII. Dalam kepemimpinannya dia menolak adanya sistim perbudakan dan
fenomena penjualan manusia, memiliki kesamaan dengan apa yang di perjuangkan oleh Rafles
seorang penentang perbudakan dari Belanda. Lain hal dengan metode yang di lakukan oleh
Julius hutabarat dan Musa. Setelah sukses diterima oleh masyarakat setempat  melalui cara
berdagang dan jasa pengobatannya, Julius hutabarat melakukan pendekatan langsung pada raja
3
B Tumanggor. Dkk, Sejarah 75 Tahun Kekristenan di Salak Simsim (Salak, 1989), 30
4
Ibid, 30.
setempat yang pada ketika itu Salak di kuasai oleh 2 raja yakni yaitu Raja Mandalkop
Boangmanalu dan Raja Delleng Banurea. Setelah pengajaran mereka semakin di kuasai
masyarakat, kemudian musa sibarani melakukan  pendekatan terhadap raja dengan cara
mengawini salah seorang putri masyarakat salak yakni putri parseol boangmanalu dari
Amborgang Salak. Semakin lama semakin erat hubungan Julius dan Musa dengan masyarakat
setempat beserta rajanya. Dan tidak lama setelah pernikahan itu, Raja Mandalkop dan Raja
Delleng beserta para penetua setempat mengusulkan agar di Simsim Salak didirikan tempat
mendengarkan tentang Allah (tempat beribadah) orang Kristen kepada Musa Sibarani.5

2.3. Berdirinya Lembaga di Kalangan Masyarakat Pakpak

Telah terbentuk sebuah persekutuan terkecil dari hasil penginjilan Julius hutabarat dan
Musa Sibarani, maka di adakanlah kebaktian dan kegiatan-kegiatan gerejani yang ditempatkan di
Bale Kuta Gugung Salak selama satu tahun sebelum di bangun gedung baru untuk di jadikan
tempat beribadah. Musa Sibarani telah berangkat ke Sigumpur untuk menemui Nomensen dan
memberitahukan keadaan dan kerinduan masyarakat Simsim untuk mendengarkan firman Tuhan.

Nomensen pun menyambut dengan penuh sukacita serta memberangkatkan seorang


penginjil secara resmi ke Salak yaitu Guru Samuel Hutahayan sebagai tenaga penginjil di daerah
tersebut. Bale Kuta Gugung sebelumnya berfungsi sebagai tempat pertemuan dan tempat
penampungan tamu pendatang. Di samping itu Bale Kuta Gugung ini sebelumnya juga di
gunakan sebagai pusat pergerakan dari aktivitas pemerintahan lama masyarakat setempat.
Setelah di mulainya kebaktian dan aktivitas penginjilan di Bale Kuta Gugung, lama kelamaan
semakin di rasakan pertumbuhan jemaat yang begitu pesat.

2.3.1. Gereja Simerkata Pakpak (1965-1990)

Pada tanggal 27 Maret 1965 berdiri lagi gereja HKBP Simerkata Pakpak di Sidikalang.
Pesta peresmian HKBP Simerkata Pakpak Sidikalang dilakukan oleh Ephorus Pdt. DS. TS.
Sihombing, tepat tanggal 25 Juli 1965 yang bertepatan dengan penerimaan serjana Theologi dari
Universitas HKBP Nomensen oleh Pdt. Bastian Padang. Beliau menjadi pendeta pertama dari
Suku Pakpak yang mendapat gelar sarjana Theologi dari Universitas HKBP Nomensen.
Sekaligus HKBP Simerkata Pakpak Sidikalang ini dijadikan sebagai pusat HKBP Simerkata
5
Ibid, 31.
Pakpak. Jemaat yang memisahkan diri dari HKBP di Sidikalang sekitar kurang lebih 70 anggota
keluarga. Satu persatu warga jemaat gereja yang bersuku Pakpak mengeluarkan diri dari HKBP
menjadi anggota HKBP Simarkata Pakpak. Termasuk gereja HKBP Salak setelah berdiri HKBP
Simerkata Pakpak di Sidikalang satu tahun kemudian HKBP Salak berdiri menjadi HKBP
Simerkata Pakpak. Selanjutnya tepat tanggal 18 Oktober 1970 berdiri HKBP Simerkata Pakpak
di Padang Bulan Medan dan beberapa gereja lainnya. Beberapa hamba Tuhan yang menjadi
pelopor pendirian HKBP Simerkata Pakpak diantaranya ialah Gr. L.H Bako, Gr. J Batanghari,
St. M. D Solin, St. L. Angkat, St. L. Manik.

Selama perjalanan pemisahan gereja Etnis Pakpak dari HKBP menjadi HKBP Simerkata
Pakpak mendapat dukungan yang secara positif. Dalam arti tidak ada konflik baik dari HKBP
secara keseluruhan maupan Pakpak sendiri. Pihak HKBP tidak mempersulit proses pendirian
HKBP Simerkata Pakpak, mereka tidak mempermasalahkan layak atau tidak layaknya HKBP
Distrik Simerkata Pakpak ini dibentuk. Hal ini dilakukan dengan tujuan mempermudah
pelayanan terhadap orang Pakpak. Pada tanggal 24 Juli 1979 hal yang mengejutkan terjadi dalam
perjalanan HKBP Simerkata Pakpak dengan diresmikannya Distrik HKBP Simerkata Pakpak di
Sidikalang secara de facto yang dipimpin oleh Pdt. U. S. Manik.

Selain itu para pelayan hamba Tuhan juga tidak lupa untuk meningkatkan kuliatas
jemaatnya dengan cara memperjemahkan Alkitab kedalam bahasa Pakpak yang diterjemahkan
oleh Gr.J. Padang Batanghari dan Pdt. E.J. Solin. Seiring berjalannya waktu yang dilalui oleh
HKBP Simerkata Pakpak semakin jenuh atas kekuasan yang masih berada dibawah naungan
HKBP. Dimana mereka harus tetap melaporkan setiap keadaan pelayanan kepada pimpinana
pusat. Pemimpin pusat berhak memberikan keputusan dalam setiap pelayanan HKBP Simerkata
Pakpak. Pada bulan September 1984 dibentuk sebuah organisasi dengan nama Panitia Persiapan
Mejujung Lupo (PPML) di Salak. Adapun PPML ini bertujuan untuk membentuk dan
mempersiapkan rencana pemisahan HKBP Simerkata Pakpak menjadi gereja Suku Pakpak. Hal
yang dipersiapkan antara lain penetapan nama gereja, menyusun aturan dan peraturan gereja
yang akan datang. Pada tahun 1986 para panitia menyampaikan usulan ini secara resmi kepada
pempinan pusat HKBP Ephorus Pdt. Ds. G.H.M. Siahan. Beliau menyambut baik atas usulan
yang disampaikan oleh PPML, tetapi pada waktu itu berketepatan Pdt. Ds. G.H.M siahan
memasuki masa pesiunan. Beliau menawarkan supaya usulan ini disampaikan kepada pemimpin
pusat HKBP Ephorus yang akan datang. Artinya pemisahan HKBP Simerkata Pakpak masih
ditunda.6

Gereja HKBP Simerkata Pakpak yang ingin memisahkan diri HKPB sekitar 70 gereja
dengan jumlah warga jemaatnya sekitar 1.750 kk. Termasuk Cikaok merupakan Distrik HKBP
Simerkata Pakpak yang berressortkan HKBP Simerkata Pakpak di Salak sebelum tahun 1990.
Setelah terjadi pemisahan maka gereja Cikaok dijadikan pusat ressort yang terdiri dari 14
pagaren yang berada di Dusun Cikaok dipimpin oleh Pdt. Juliana Padang. Selama HKBP
berkuasa di Gereja Pakpak khususnya di Desa Silima Kuta dan sekitarnya, jemaat Pakpak
membangun gereja sebanyak 13 gedung gereja yang sebelumnya dimasukkan ke Ressort HKBP
Simerkata Pakpak Salak. Setelah terjadi pemisahan bertambah satu yaitu di Dusun Lae Mbulan.7

2.3.2. Proses Pemisahan GKPPD dari HKBP (1990)

Didorong untuk memiliki gereja mandiri pada tanggal 26 Februari 1990 Panitia Persiapan
Menjujung Lupa (PPML) menyampaikan aspirasinya tentang keinginan “menjujung Lupo”
(berdiri sendiri) kepada Ephorus HKBP S.E.A. Nababan. Terkhusus bagi warga jemaat Pakpak
yang berada di HKBP Distrik Simerkata Pakpak menginginkan secara penuh agar melalui
kemandirian itu warga jemaat Pakpak semakin menunjukan identitasnya. Aspirasi ini ditanda
tangani oleh 39 tokoh HKBP Simerkata Pakpak Akan tetapi aspirasi tidak mendapat tangggapan
yang positif dari pemimpin Ephorus. Beliau mengatakan bahwa kemandirian itu terlalu cepat
diingikan warga jemaat Pakpak. Beliau juga menanmbahkan bahwa HKBP Simerkata Pakpak
belum mampu secara menejemen, kecakapan organisasi termasuk kemapanan finansial. Untuk
itu Ephorus HKBP menginginkan supaya menunggu adanya kesiapan untuk mengadakan suatu
gerja yang mandiri ditunda dahulu menunggu adanya kesiapan yang lebih matang deengan
bantuan HKBP. Walau aspirasi yang diusilkan kepada Ephorus HKBP tidak mendapat respon
yang baik, tetapi semangat untuk mendiri tidaklah padam. Dalam rangka mematangkan cita-cita
kemandirian gereja Pakpak, pada tanggal 6 Juli 1990 Panitia Persiapan Menjujung Lupo (PPML)
diganti menjadi Panitia Perwujudan Mandiri (PPM). Pada tanggal 26 Agustus 1990 diadakan
pertemuan yang dihadiri 105 orang, mereka adalah utusan dari setiap gereja HKBP Simerkata

6
Sonni Parlindungan Berutu, Sejarah Kemandirian Kristen Protestan Pakpak Dairi,…31-36.
7
Van Den End Thomas, Harta Dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), 26.
Pakpak. Dengan agenda penyatuan pendapat dan sosialisasi kemandiran yangnantinya akan
dibawa kesetiap gereja secara khusus gereja HKBP Simerkata Pakpak.8

Dengan kesepakatan bersama (dari pihak Pakpak) peresmian pemisahan HKBP Simerkata
Pakpak dari HKBP dengan nama gerja GKPPD. Dilaksanakan pada tanggal 25 Agustus
bertempat di Medan untuk mencegah terjadinya permasalahan. Pada saat itu fasilitas HKBP
Simerkata Pakpak di Dairi atau pusat 34 Wawancara, Johnson Anakampun, (53 tahun) di Medan
tanggal 22 Juni 2017. Gereja Pakpak masih kepemilikan HKBP, sedangkan di Medan
inventarisnya bisa dikatakan diluar dari HKBP. Keputusan kemandirian GKPPD tidak semua
pihak yang setuju, dengan alasan belum waktunya untuk mandiri dilihat dari kemampuan
ekonomi, serta kepemimpinan Pakpak yang belum mapan. Pdt. U.S. Manik merupakan salah satu
orang yang kurang setuju atas kemandirian GKPPD tanpa persetujuan dari Ephorus HKBP. Pada
akhirnya beliau lebih baik memilih mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua kepanitian
Pemisahan GKPPD. Alasan beliau tidak setuju dikarenakan beliau tidak mau melawan terhadap
pimpinannya. Pada tanggal 24 November Ephorus HKBP mengambil kebijakkan untuk dapat
melumpuhkan semangat para tokoh GKPPD dengan meresmikan HKBP Simerkata Pakpak
Otonom yang diketuai oleh Pdt. U.S. Manik. Selain itu beliau juga diangkat langsung menjadi
wakil bagi Ephorus bagi pelayan orang Pakpak. HKBP Simerkata Pakpak Otonom berpusat di
Sidikalang. HKBP Simerkata Pakpak Otonom lebih banyak didukung dari jemaat HKBP sendiri.
Ada pun maksud HKBP meresmikan HKBP Simerkata Pakpak Otonom adalah sebagai reaksi
atas kemandirian GKPPD sekaligus sebagai persiapan untuk kemandirian gereja Pakpak kelak,
sehingga belum adanya pengakuan resmi akan kemandirian gereja Pakpak yang mandiri.9

2.3.3. Berdirinya GKPPD menjadi Gereja yang Mandiri (1991)

Proses jemaat-jemaat berbahasa Batak menjadi suatu gereja yang mandiri memiliki
pergumulan dan sejarah yang cukup panjang. Benang merahnya berawal dari peresmian Gereja
HKBP Simerkata Pakpak Dairi di Sumbul (Dairi) pada 3 Maret 1963 oleh Ephorus HKBP. Kata
pengarahan saat peresmian tersebut mengharapkan pada suatu waktu yang tidak terlalu lama
gereja Pakpak dapat mendiri dan terpisah dari HKBP. Kerinduan itu disambut baik oleh umat
Kristen pak-pak. Jemaat-jemaat HKBP Simerkata Pakpak Dairi berupaya membenahi

8
Ibid, 56-58.
9
Sonni Parlindungan Berutu, Sejarah Kemandirian Kristen Protestan Pakpak Dairi,…42.
persyaratan-persyaratan kemandirian dan melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan
pelayanan dan pengembangan struktur organisasi gereja. Guna mewujudkan tujuan dan harapan
yang telah lama dinanti-nantikan itu, HKBP melalui hasil sinode Godang pada April 1991 di
sipoholon Tarutung menetapkan bahwa kemandirian gereja Pakpak hanya direstui HKBP yang
bersifat otonom, dengan nama gereja menjadi huria Kristen Batak Protestan Simerkata Pakpak
Otonom (HKBP-SPO).

Hasil ini didasarkan pada laporan kerja panitia penyusunan organisasi HKBP-SPO, baik
di kalangan para pelayan penuh waktu maupun warga jemaat. Kelompok pertama merasa kurang
bahagia karena kemandirian gereja yang direstui oleh AKBP terhadap gereja pak pak hanya
bersifat otonom. Kelompok ini mengadakan rapat pembentukan Gereja Kristen protestan Pakpak
Dairi atau GKPPD pada 4 Agustus 1991 di Padang bulan, mengenai penetapan peresmian
GKPPD yang dinyatakan mandiri dan terpisah dari HKBP terhitung mulai 25 Agustus tahun
1991. Mereka mengangkat Pdt. Elias Jauntung Solin menjadi Bishop pertama, memimpin
GKPPD yang dinyatakan telah mandiri itu. Sementara kelompok kedua masih menunjukkan
sikap bersabar dan menghargai seluruh hasil sinode Godang HKBP yang memutuskan
kemandirian gereja Pakpak bersifat otonom. Keadaan perpecahan itu berlangsung selama 4 tahun
mulai dari tahun 1991 sampai 1995. Penyatuan terjadi pada tahun 1995. Nama gereja Pakpak
Dairi yang mandiri itu adalah: Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD). Pada 6 Agustus
1995 diadakan kebaktian raya di stadion kota Sidikalang merayakan kemandirian GKPPD
bersama seluruh umat Kristen Pakpak Dairi. Data statistik GKPPD tahun 2010 mencatat jumlah
warga jemaat GKPPD sebanyak 37610 orang yang tersebar dalam 21 resort dan dilayani oleh 21
pendeta, dilayani oleh 1 diakronis dan dilayani oleh 6 bibelvrouw serta 1349 sintua.

III. PENUTUP

3.1. ANALISA

Melihat sejarah awal mula kedatangan misionaris yang diutus oleh RMG ke wilayah
Pakpak Dairi sampai kepada kemandirian GKPPD kami dapat menganalisa bahwa
perkembangan tersebut terjadi karena adanya niat dari orang-orang Pakpak untuk
mempertahankan bahasanya dalam membentuk sebuah gereja. Pengabaran injil di daerah pakpak
tidak mudah karena semua penginjil yang diutus disana harus bisa menyesuaikan diri
dilingkungan tersebut. Proses jemaat-jemaat berbahasa Batak menjadi suatu gereja yang mandiri
memiliki pergumulan dan sejarah yang cukup panjang. Benang merahnya berawal dari
peresmian Gereja HKBP Simerkata Pakpak Dairi di Sumbul (Dairi) pada 3 Maret 1963 oleh
Ephorus HKBP. Kata pengarahan saat peresmian tersebut mengharapkan pada suatu waktu yang
tidak terlalu lama gereja Pakpak dapat mendiri dan terpisah dari HKBP. Kerinduan itu disambut
baik oleh umat Kristen pak-pak. Jemaat-jemaat HKBP Simerkata Pakpak Dairi berupaya
membenahi persyaratan-persyaratan kemandirian dan melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan pelayanan dan pengembangan struktur organisasi gereja.

3.2. KESIMPULAN

Pada awal masuknya injil ke wilayah tanah Pakpak, wilayah tersebut telah terdapat
peradapan kehidupan yang cukup modern. Dalam Suku Pakpak telah terdapat sistem hukum dan
budaya yang telah berlaku sejak lama sebelum masuknya injil. Sistem keprcayaan yang di kenal
oleh agama Sipelebegu, sistem kekerabatan yang di pimpin oleh Raja kuta. Sebelum berdirinya
gereja di Tanah Pakpak, kekristenan sebenarnya sudah masuk memelui pengijilan yang
dilakukan oleh beberapa missionaris. Pertama sekali penginjilan dilakukan oleh Pdt. Samuel
Penggabean yang menginjili Bandar Kuta Usang (Sumbul sekarang), Pegagan pada tanggal 7
September 1905. Beliau salah satu anggota Pardonganon Mission Batak (PMB).

Julius Hutabarat dan Musa sibarani adalah pedagang ulos yang datang dari daerah
tapanuli. Dengan pendekatan dagang dan jasa tersebut Julius Hutabarat dan Musa Sibarani
memberi ruang dan waktu yang luas untuk berkomunikasi langsung dengan masyarakat
setempat. Sehingga dalam waktu yang cukup singkat mereka dapa mempelajari bahasa setempat
(bahasa pakpak) dengan cepat walaupun masih sangat kesulitan dalam hal penyampaian.
Demikian sebaliknya masyarakat setempat juga sambil belajar bahasa batak toba dari mereka.
Setelah sukses diterima oleh masyarakat setempat  melalui cara berdagang dan jasa
pengobatannya, Julius hutabarat melakukan pendekatan langsung pada raja setempat yang pada
ketika itu Salak di kuasai oleh 2 raja yakni yaitu Raja Mandalkop Boangmanalu dan Raja
Delleng Banurea. Setelah pengajaran mereka semakin di kuasai masyarakat, kemudian Musa
Sibarani melakukan  pendekatan terhadap raja dengan cara mengawini salah seorang putri
masyarakat salak yakni Putri Parseol Boangmanalu dari Amborgang Salak. Semakin lama
semakin erat hubungan Julius dan Musa dengan masyarakat setempat beserta rajanya. Dan tidak
lama setelah pernikahan itu, Raja Mandalkop dan Raja Delleng beserta para penetua setempat
mengusulkan agar di Simsim Salak didirikan tempat mendengarkan tentang Allah (tempat
beribadah) orang Kristen kepada Musa Sibarani. Setelah itu terbentuklah sebuah persekutuan
terkecil dari hasil penginjilan Julius hutabarat dan Musa Sibarani, maka di adakanlah kebaktian
dan kegiatan-kegiatan gerejani yang ditempatkan di Bale Kuta Gugung Salak selama satu tahun
sebelum di bangun gedung baru untuk di jadikan tempat beribadah.

Kemudian dibangunlah sebuah gereja HKBP dikalangan masyarakat Pakpak yang


kemudian memisahkan diri menjadi GKPPD. GKPPD memisahkan diri dari HKBP dengan
beberapa faktor alasan seperti bahasa teologi pendidikan dan melihat gereja etnis lainnya yang
telah berdiri sendiri serta telah beraktivitas sesuai bahasa kesukaannya. Gereja Kristen protestan
Pakpak Dairi dalam upaya memisahkan diri dari dominasi huria Kristen Batak protestan
menggunakan perlawanan sehari-hari. Perlawanan dilakukan dengan dua bentuk yaitu
perlawanan tertutup dan perlawanan terbuka. Dalam melakukan perlawanan tertutup masyarakat
Pakpak lebih menunjukkan sikap taat terhadap peraturan gereja sebagian sembunyi dan
menghindar. Sementara perlawanan terbuka mereka langsung menemui pimpinan HKBP dan
menuntut paksa serta mendeklarasikan diri sepihak dan kontak fisik langsung dengan beberapa
masyarakat Batak Toba. Serta simbol perlawanan yang mereka lakukan adalah pakaian, bahasa
dan pernikahan sesama etnis.

Anda mungkin juga menyukai