Anda di halaman 1dari 15

Nama Kelompok : Cindi Simanjuntak

Melianti Simamora

Riahdo Safitri Sihotang

Ronauli Tambunan

Mata Kuliah : Sejarah Gereja Batak

Semester : IV

Dosen Pengampu : Pdt. Marudur Siahaan M.Th

Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi

I. Pendahuluan

Pada awalnya daerah-daerah etnis Pakpak tertata sesuai dengan jasa dan wewenang
penguasa-penguasa setempat yang berbasis kemargaan yang menata kehidupan setiap desa-
desa Pakpak. Tetapi kemudian pemerintah koloniel Belanda mengubahnya sesuai struktur
pemerintahan di daerah-daerah jajahannya di Hindia Belanda (Indonesia Kini). Pemerintah
Kolonial Belanda membagbagi wilayah Pakpak dalam beberapa Onderafdeeling, yaitu
padanan Kabupaten dalam tata pemerintahan Indonesia. Perkembangan berikutnya seluruh
wilayah hunian etnis Pakpak itu berubah nama menjadi Suak (Dalam bahasa Pakpak:
Wilayah) yang berkaitan dengan sebutan asli etnis tersebut. Akhirnya terbentukla lima
kelompok besar etnis Pakpak dan namanya disesuaikan dengan nama masing-masing Suak,
yaitu, Pakpak Pegagan, Pakpak Keppas, Pakpak Simsim, Pakpak Kelasen, dan Pakpak
Boang. Suak Pakpak Pegagan berdomisili di seluruh wilayah Kecamatan Sumbul dan
Tigabaru. Pakpak Keppas bermukiman di seluruh wilayah Sidikalang, Tigalingga-Tanah
Pinem, Lae-Parira, Parongil, Buntu Raja, Lae-Hole Parbuluan hingga ke batas Kabupaten
Hunbang Hasundutan (Humbahas). Pakpak Simsim bermukim diseluruh wilayah Kabupaten
Pakpak Bharat sekarang ini. Pakpak Klasen lebih suka menyebut dirinya Orang dairi
bermukim di wilayah Parlilitan dan Pakkat Humbahas sekarang. Pakpak Boang bermukim di
seluruh wilayahkabupaten Aeh Singkil dan Aceh Selatan. Hasil pembagian wilayah tersebut
yang tidak disesuakian menurut klasifikasi nama sub-etnis Batak oleh pemerintah Kolonial
Belanda, menjadikan masyarakat Etnis Pakpak terbagi-bagi. Oleh karena itu, pada makalah
ini, kelompok kami akan membahas mengenai Sejarah Gereja Kristen Protestan di Pakpak
Dairi yang menjadi Gereja yang Mandiri.

II. Pembahasan
II.1. Pakpak Dairi Sebelum 1900-an

Sebelum berdirinya gereja di Tanah Pakpak, kekristenan sebenarnya sudah masuk memelui
pengijilan yang dilakukan oleh beberapa missionaris. Pertama sekalinya penginjilan dilakukan
oleh Pdt. Samuel Penggabean yang menginjili Bandar Kuta Usang (Sumbul sekarang), Pegagan
pada tanggal 7 September 1905. Beliau salah satu anggota Pardonganon Mission Batak (PMB)
10, yang bertujuan untuk lebih menfokuskan diri akan pemberitaan Injil ke daerah yang ada di
Samosir, Simalungun, dan termasuk Dairi. Pdt. Samuel Panggabean datang dari Simalungun
melalui Aek Popo, Lea Pondom, dan terus mengikuti aliran lae (Sungai) Sikurang di Kecamatan
Pegagan Hilir dan akhirnya sampai ke Kuta Usang. Kedatangan Pdt. Samuel Panggabean
diterima oleh Raja Sibayak Pakasior Manik , hal ini karena keramahan beliau yang datang ke
Tanah Pakpak. Raja Sibayak Pakasior Manik juga mau membuka diri untuk mendengar ajaran
Kristen1. Pada tanggal 10 September 1905, dimulailah kebaktian pertama yang diadakan di
rumah Raja Sibayak Pakasior Manik dan diikuti beserta keluarganya.

Dalam kebatian tersebut Pdt. Samuel Panggabean mengajarkan nyanyian rohani salah satu
dari Buku Ende No.248 “Sidekah ko itanoh en”. Setelah penginjilan di Kuta Usang beliau pergi
ke daerah lain untuk melakukan pengijilannya. Beliau pergi ke 10 PMB berpusat di Tiga Ras
Kabupaten Simalungun yang dipimpin oleh Pdt. Henok Lumban Tobing. Ketika beliau tiba di
Sidikalang, beliau melihat bahwa sudah banyak masyarakat yang ada di Sidikalang beragama
Kristen. Mereka adalah orang Toba yang datang dari daerah Toba ke Sidikalang dengan tujuan
untuk berdagang. Para pedagang ini juga mau membagikan tentang ajaran Agama Kristen
kepada masyarakat Pakpak yang mereka dapati. Diantara pedagang tersebut diantaranya Musa
Sibarani dan Julius Hutabarat.Mereka menyebarkan kekristenaan itu lewat prilaku dan perkataan
mereka. Musa Sibarani dan Julius Hutabarat datang dari Tapanuli yang kemungkinan pernah
singgah di Sidikalang bahkan sampai ke Salak.

1
PMB berpusat di Tiga Ras Kabupaten Simalungun yang dipimpin oleh Pdt. Henok Lumban Tobing. Sonni
Parlindungan Berutu, Sejarah Kemandirian Kristen Protestan Pakpak Dairi Medan: Monora, 2002, hlm.6
Mereka adalah pedagang yang rutin berjualan di Salak (ibu kota Pakpak Bharat sekarang)
yang biasanya diperdagangkan dan alat pertanian. Selain berdagang mereka juga mengajarkan
penduduk tentang tata cara pertanian serta memperkenalkan pertanian menetap. Musa Sibarani
juga mempunyai kepandaian dalam hal medis. Dengan banyak memberikan praktek perawatan
bagi orang-orang Pakpak serta menyembuhkannya. Musa Sibarani biasanya dalam hal
pengobatannya selalu memulai praktek mediknya dengan berdoa kepada Tuhan. Musa Sibarani
yang memiliki kelebihan taat beribadah dan pintar dalam hal medik membuat warga Salak
menjadi simpatik. Ketertarikan warga tersebut membuat Musa Sibarani mendapat tempat dihati
marga Boangmanalu Julius Hutabarat merupakan seorang pedagang yang datang dari Toba
dimana beliau sudah menganut Agama Kristen.

Musa Sibarani seorang pedagang yang datang dari Toba dan beliau juga mampu mengobati
orang yang sakit. Melihat perkembangan yang terjadi di Salak Musa Sibarani pergi ke Pearaja
Tarutung untuk menjumpai Ephorus Pdt. I.L.Nomensen dan menceritakan segala perkembangan
yang terjadi. Pada tahun 1907 Ephorus Pdt. I.L.Nomensen mengutus seorang penginjil bernama
Samuel Hutahaean untuk melayani disana bersama-sama dengan Musa Sibarani. Banyak
tantangan yang datang silih berganti terutama dari orang-orang yang beragama animisme yang
menyebut dirinya “Silimin” yang beragama Sidamdam. Mereka menyebut bahwa Agama Kristen
merupakan agama penjajah. Akan tetepi hal itu tidak menyurutkan semangat penyebaran Agama
Kristen di Salak. Pada tanggal 18 Februari diadakan pembabtisan pertama di Salak terhadap 21
orang Pakpak yang dibabtis oleh Pdt. brenchemid termasuk dua raja yaitu Raja Mandalkop
Boangmanalu, dan Raja Delleng Banurea. Melalui ketiga tugas gerja terutama marturia
(bersaksi) dan diakonia (melayani) merka mulai menceritaan kekristen kepada orang- orang di
Salak.2

2
Pdt. E. J. Solin, Almanak Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD), Sidikalang: Kantor Pusat GKPPD,
2010
II.2. Awal Penginjilan (1899-1906)

Pada tahun 1899 sebuah Lembaga Penginjilan Pribumi di Tapanuli dengan nama
Pargodungan Mission Batak, yang menjadi popular disebut Kongsi Batak. Lembaga PMB
dipimnpin oleh pelyana pribumi sendiri, Pdt. Henok Lumbantobing. Tuuannya adalah membawa
injil Kristus ke kalangan etnis-etnis Batak di Sumatera. Sejak 1900, para penginjil PMB telah
mengunjungi banyak desa sekitar tepi danau toba dan sekitar Silalahi. Pada 1904, PMB telah
menemukan Tigaras menjadi pangkalan sending mereka sekaligus pintu masuk ke wilayah
Simalungun. Seorang pendeta pribumi yang baru lulus dan telah ditahbiskan jadi pendeta pada 2
Mei 1900, Pdt. Samuel Panggabean ditugaskan melakukan penginjilan dari Tigaras. Sending
RMG juga yakin bahwa Tigaras di Saragira adalah pangkalan sending yang strategis bukan
hanya jadi pintu ke wilayah Simalungun tetapi juga ke wilayah yang lebih jauh dari Danau Toba,
yaitu wilayah Pakpak-Dairi. Pada tanggl 5 September 1905,

Pdt. Samuel Panggabean bersama St. Theopilus Pasaribu naik solu menu tigalinggang.
Mereka sempat singgah di rumah Raja Shalpe dan bermalam dirumah tersebut, disana Pdt.
Samuel Panggabean mengkhotbahkan tentang umat manusia yang sedang terpecah-pecah
berserak ke seluruh penjuru dunia. Tetapi, Yesus Kristus datang untuk kembali mempersatukan
umat manusia. Itulah tugas hamba Tuhan yang Dia kirim keseluru pelosok dunia termasuk beliau
dan itulah maksud dan serta tujuan perjalanannya. Pada tanggal 7 September mereka
melanjutkan perjalanan menuju wilayah pakpak dipandu oleh suruhan Raja Paropo yang
membawa surat mengantar kepada Raja Pakpak. Pada sore harinya mereka tiba di Huta Usang
(kecamatan Pegagan Hilir-Tiga Baru sekarang) dan singgah dirumah Raja Sibayak Parhasior.
Disana mereka membahas maksud dan tujuan mereka datang ke Pakpak dibantu dengan seorang
juru bahasa yang menguasai bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak. Disana Pdr. Samuel
meminta agar Raja Sibayak mengijikan para pelayan sending Kongsi Batak (PMB) berkunjung
ketenga-tengan orang Kopos. Tetapi Raja Sibayak tidak setuju dengan alas an bahwa daerah
Kopos bukanlah daerah yang aman, di sana masih sering terjadi aksi pembajakan lascar dari
Boang dan Batu-batu.
Pdt. Samuel Panggabean kerap terkejut apabila berpapasan dengan laki-laki Kopos karena
mereka selalu membawa parang yang tersisip di pinggang atau sebuah pedang di tangan. Bahkan
di hari pecan (onan) setempat daging manusia diperjualbelikan dengan harga mahal. Tulang-
belulang manusia sering digunakan jadi pipa rokok. Tengkorak kepala manusia digantungkan
pada rumah sopo, tempat penyimpanan padi. Pdt. Samuel mendengar dari juru bahasa Suman
bahwa Raja Sisingamangaraja dalam kunjungannya ke daerah itu melarang penduduk
menyimpan tengkorak manusia dan disuruh harus dikubur. Pengamatan dan cerita tersebut
semakin mendorong Pdt. Samuel untuk mempercepat kedatangan penginjilan Kongsi Batak ke
daerah-daerah Pakpak. Obat yang dibawa beliau beserta St. Theophilus telah mereka gunakan
untuk mengobati beragam penyakit yang bagi beliau sangat asing. Pada hari Minggu, 10
September, Pdt Samuel mengadakan kebaktian minggu ditengah keluarga Raja Sibayak, dengan
membaca Markus 7:31-37. Selesai kebaktian beliau bersama dengan rombongan pamit kepada
pemilik rumah untuk melanjutkan perjalanannya. Pada 12 September 1905 Pdt. Samuel
Panggabean dan rombongannya naik sampan menuju Sinuan, Kampung Ompu Saruan.
Tujuannya adala untuk memastikan kesediaan Ompu Saruan menerima seorang guru. Ompu
Saruan masih mengingatkan kedatangan seorang guru di kampungnya. Dari sana Pdt. Samuel
langsung segera melanjutkan perjalanannya ke Sangkal kemudian menuju pangkalan sending
PMB di Tigaras.

Tidak mudah bagi Pdt. Samuel Panggabean untuk mempertahankan Tigaras sebagai
pangkalan sending Kongsi Batak untuk wilayah Simalungun dan Pakpak serta daerah sekitar
Danau Toba. Karena kerap terjadi gangguan fisik secara tiba-tiba dari kelompok Batak yang
tidak menyukai kehadiran sending Batak disana. Tahuin 1906 Pdt, Samuel berhasil melakukan
kunjungan pertama ke Sidikalang. Atas informasinya kepada Ephorus I.L. Nomensen di
pargodungan sigumpar, sending RMG dan Kongsi Batak MB member perhatian untuk
melakukan penginjilan kepada masyarakat Pakpak dan melayankan bimbingan dan kebaktian
bagi orang Kristen Batak Toba di tempatkan di Sidikalang dan sekitarnya. Dalam rangkai inilah
Gr. Kristian Lumbantobing ditempatkan di Sidikalang sejak 14 November 1906 bersamaan
dengan pembukaan sekolah pemerintah Belanda di Sidikalang. Guru Kristian takut mengajar
disekoalh tersebut. Sekolah tersebut, didirikan untuk anak-anak tentara Belanda, tetapi terbuka
juga pula bagi anak-anak penduduk Sidikalang.
II.3. Para Penginjil
II.3.1. Nikolaus Fuchs dan Robert Brinkschmidt (1908-1921)

Kedatangan penginjil pertama, Nikolaus Fuch dan Robert Brinkschmidt (1908) bukanlah atas
undangan atau kesediaan raja manapun penduduk Pakpak. Melainkan karena penugasan
pimpinan sending, Ephorus I.L. Nomensen dan diharapkan kedua penginjil tersebut akan dapat
memanfaatkan kehadiran para migrant Toba, ada yang menampilkan identitas kekristenan yang
menarik perhatian penduduk Pakpak, tetapi selalu ada pula sikap yang menciderai citra
kekristenan. Kendati kemudian, J. Warneck lebih optimis terhadap sikap para migrant Kristen di
Tanah Batak pedalaman itu. Indikasinya, menurut Warneck, perhatian para penduduk setempat
semakin lama semakin terbuka menerima kehadiran para penginjil Jerman. Pembanguan sebuah
sekolah pertukangan atau sekolah trhnik industri oleh Brinkschmidt telah membuka perhatian
penduduk. Sekolah itu telah mendidik 18 anak-anak Pakpak dan mereka berhasil jadi tukang, dan
inilah satu cara pendekatan sending kepada masyarakat Pakpak. Dia juga membangun sebuah
kilang papan atau panglong. Produknya sangat dibutukan untuk pembangunan fisik yang
dilakukan pemerintah maupun sending.

Penginjil R. Brinkschmidt menerima sebidang tanah yang dihibakan Raja Asuh Ujung
(Jaihutan Kepas Partakki) beserta saudara-saudara sepupunya untuk digunakan sebagai
pargodungan atau setasi sending Sidikalang. Lokasinya dianggap angker dan penduduk setempat
menyebutnya sebagai tano parbeguan, tempat hunian hantu. Brinkschmidt dan orang-orang
Kristen tidak mempermasalahkan anggapan penduduk itu, tetapi iu malah jadi motivasi untuk
segera memanfaatkannya dengan mendirikan gedung gereja dan sekolah. Juga dibangun sebuah
rumah tempat penitipan serta perawatan bayi yang ibunya telah meninggal dunia, dan tetap
digunakan. Para penginjil tidak membangun sebuah poliklinik atau rumah sakit karena
pemerintah Belanda telah lebih dulu mendirikannya, dan terbuka bagi umum. Gedung gereja di
Sidikalang telah berdiri sebelum kunjungan kerja Direktur sending RMG ke Sidikalang pada 14-
17 November 1910. Beliau manyaksikan sendiri tahapan penyelesaian pembangunan gedung
Gereja yang pertama kali berdiri di Tanah Pakpak. Ketika gedung gereja tersebut diampoi atau
diresmikan pada Natal 25 Desember 1911 dilayankan pula Baptisan Kudus atas 29 orang
Pakpak. beberapa daerah di luar sidikalang telah menerima Injil pada masa bakti Brinkschmidt di
pargodungan. Orang Kristen perdana di Silalahi dan paropo menerima baptisan Kudus pada
tahun 1912. Pada Agustus seorang penduduk dari perburuan menerima baptisan Kudus
Kemudian pada Februari dibaptis terdapat 98 orang.

Tenaga penginjil semakin diperkuat dengan kehadiran pendeta aman lumbantobing pada
tahun 1912 sebagai pendeta Batak pribumi pertama yang ditempatkan di Pakpak Dairi. Pada
masa pengukuhan pendeta membantu untuk pertama kalinya diadakan pesta sending di Pakpak
yang mengumpulkan persembahan khusus untuk keperluan sendibg Batak. Kemudian seorang
pendeta pribumi pendeta ephraim lumbantobing telah ditempatkan pula disembelih untuk
melayangkan Injil di kalangan masyarakat Karo. Pendeta Joseph Hasibuan juga pernah melayani
jemaah sidikalang dan beliau tercatat sebagai pendeta pribumi pertama yang ditempatkan di
Pakpak dan karo sejak 5 April 1913.Dalam kurun waktu 11 tahun (1908-1919) penginjil R.
Brinkschmidt telah membangun pergunungan sidikalang jadi pangkalan penginjilan untuk
seluruh wilayah Pakpak Dairi yang sedemikian luas. Dilengkapi juga sarana sarana yang berguna
untuk jemaat yaitu pendidikan dan kesehatan serta ekonomi rakyat melalui ke sekolah tukang
dan kilang papan. Brinkschmidt telah membaptis puluhan orang Pakpak termasuk dari kalangan
petinggi Pakpak.

Pada tahun 1932 mereka sepakat membangun gedung gereja di Sumbul. Guru Joseph
Simorangkir dan para tokoh yang berpendapat bahwa sumber dana pembangunan rumah ibadah
yang permanen tidak hanya di emban anggota kebaktian minggu di timbul karena mereka semua
adalah pendatang-pendatang baru termasuk kaum buruh kerja rodi. Jemaah simbol diresmikan
dalam suatu kebaktian perdana pada 4 Desember 1932. Jimat sumber melukiskan proses
berdirinya banyak di tanah Pak antara lain di buluh duri, parongil, kentara, Panji, tigalingga,
jumategyh, dan lainnya. Mereka yang datang dari daerah Humbang dan tebal membuka lahan
lahan kosong untuk hal ini tentu menanam padi dan kopi, sedangkan mereka yang berasal dari
silindung dan paha yang membuka kebun karet.
II.3.2. Carl Schreiber (1921-1931)

Arus migrasi gelombang ke-2 tahun 1925 memberi inspirasi kepada penginjil Carl Schreiber
untuk melanjutkan kegiatan kegiatan yang telah dilakukan penginjil Brinkschmidt. Pada 1928
Carl menugaskan St. Meman Togatorop membuka jemaat cabang di Laemeang yang kini disebut
sebagai HKBP ressort pertanahan Kanaan, penjaratan, dan slumboyah. Beliau dipercaya akan
memberikan mata pelajaran agama Kristen di sekolah dasar gubernemen yang dikelola
pemerintah kolonial Belanda di sidikalang. Pada masa penginjil screiber dibantu para penginjil
pribumi berdiri beberapa gedung gereja di tanah Pak Pak. Tahun 1930 berdiri gedung gereja di
tin ada yang digunakan 111 orang Kristen Pak Pak. Didirikan pula gedung gereja di Huta gugung
untuk 60 orang Kristen Pakpak dan di Silimapunggapungga. Orang Kristen migran tower
bersama 60 orang para baptisan baru dari seorang Pak Pak mendirikan gedung gereja di
Laeperia. Para migran Toba juga mendirikan gedung gereja di Kabanjulu, Siempung, dan
Parongil. Kemudian di parpunguannauli daerah perbatasan dengan wilayah Karo, dan juga Jaring
yang dekat ke Sidikalang.

II.3.3. W. Link (1931-1938)

Pada 1931 pargodunganSidikalang sudah menjadi pusat pelayanan untuk 30 75 Aceh yang di
Pakpak. Pelayanan jemaat-jemaat tersebut dan kemajuan penginjilan di daerah sekitarnya dapat
terselenggara atas partisipasi para pelayan pribumi, guru sending dan pendeta Batak. Para
pelayan pribumi silih berganti datang ke wilayah Pak Pak, sesuai dengan penempatan dari
pimpinan pusat sending disimpan dan dipearaja di Tarutung. Tahun 1931, Pdt. Calvin Sihite dan
Pdt. Germanikus Hutauruk ditempatkan di Sidikalang, sedangkan Pdt. Enos Tampubolon
ditugaskan ke tempat lain. Pdt. Germanikus Hutauruk telah fasih berbahasa karo karena beliau
sebagai guru pernah melayani di daerah karo dan beliau khusus melayani jemaat berbahasa Karo
di wilayah Pak Pak, khususnya di daerah Salak, Sumsum. Pdt. Boas Simanungkalit melayani
jemaat berbahasa Batak Toba di Leaparia. Kemudian sejak nih tahun 1932 mulai di renovasi
gedung gereja Sidikalang dan ditampung pada November tahun 1932. Teman-teman kita yang
sedang ibadah peresmian atau mangompoi diadakan pada 10 September 1933 sekaligus
merayakan jubelium 25 tahun jemaat Sidikalang. Pada tahun 1933 berdiri beberapa jemaat baru
antara lain di Hutausang-tigabaru, Jumaramba dan penjaratan. Pada ketiga jumlah tersebut
terdapat 300 orang Kristen yang berasal dari kaum Pak Pak yang sebelumnya masih beragama
arkais Batak. 3

II.4. Gereja Simerkata Pakpak (1965-1990)

Pada tanggal 27 Maret 1965 berdiri lagi gereja HKBP Simerkata Pakpak di Sidikalang. Pesta
peresmian HKBP Simerkata Pakpak Sidikalang dilakukan oleh Ephorus Pdt. DS. TS. Sihombing,
tepat tanggal 25 Juli 1965 yang bertepatan dengan penerimaan serjana Theologi dari Universitas
HKBP Nomensen oleh Pdt. Bastian Padang. Beliau menjadi pendeta pertama dari Suku Pakpak
yang mendapat gelar sarjana Theologi dari Universitas HKBP Nomensen. Sekaligus HKBP
Simerkata Pakpak Sidikalang ini dijadikan sebagai pusat HKBP Simerkata Pakpak. Jemaat yang
memisahkan diri dari HKBP di Sidikalang sekitar kurang lebih 70 anggota keluarga. Satu persatu
warga jemaat gereja yang bersuku Pakpak mengeluarkan diri dari HKBP menjadi anggota HKBP
Simarkata Pakpak. Termasuk gereja HKBP Salak setelah berdiri HKBP Simerkata Pakpak di
Sidikalang satu tahun kemudian HKBP Salak berdiri menjadi HKBP Simerkata Pakpak.
Selanjutnya tepat tanggal 18 Oktober 1970 berdiri HKBP Simerkata Pakpak di Padang Bulan
Medan dan beberapa gereja lainnya. Beberapa hamba Tuhan yang menjadi pelopor pendirian
HKBP Simerkata Pakpak diantaranya ialah:

 Gr. L.H Bako

 Gr. J Batanghari

 St. M. D Solin

 26 Wawancara Pdt E. J Solin ( pdt pertama GKPPD)

 St. L. Angkat
 St. L. Manik

 St. Manik dan lain- lain

3
Hutauruk J.R. 2011. Lahir Berakar dan Bertumbuh di Dalam Kristus. Pearaja: Kantor Pusat
HKBP.
Selama perjalanan pemisahan gereja Etnis Pakpak dari HKBP menjadi HKBP Simerkata
Pakpak mendapat dukungan yang secara positif. Dalam arti tidak ada konflik baik dari HKBP
secara keseluruhan maupan Pakpak sendiri. Pihak HKBP tidak mempersulit proses pendirian
HKBP Simerkata Pakpak, mereka tidak mempermasalahkan layak atau tidak layaknya HKBP
Distrik Simerkata Pakpak ini dibentuk. Hal ini dilakukan dengan tujuan mempermudah
pelayanan terhadap orang Pakpak. Pada tanggal 24 Juli 1979 hal yang mengejutkan terjadi dalam
perjalanan HKBP Simerkata Pakpak dengan diresmikannya Distrik HKBP Simerkata Pakpak di
Sidikalang secara de facto yang dipimpin oleh Pdt. U. S. Manik.

Selain itu para pelayan hamba Tuhan juga tidak lupa untuk meningkatkan kuliatas jemaatnya
dengan cara memperjemahkan Alkitab kedalam bahasa Pakpak yang diterjemahkan oleh Gr.J.
Padang Batanghari dan Pdt. E.J. Solin. Seiring berjalannya waktu yang dilalui oleh HKBP
Simerkata Pakpak semakin jenuh atas kekuasan yang masih berada dibawah naungan HKBP.
Dimana mereka harus tetap melaporkan setiap keadaan pelayanan kepada pimpinana pusat.
Pemimpin pusat berhak memberikan keputusan dalam setiap pelayanan HKBP Simerkata
Pakpak. Pada bulan September 1984 dibentuk sebuah organisasi dengan nama Panitia Persiapan
Mejujung Lupo (PPML) di Salak. Adapun PPML ini bertujuan untuk membentuk dan
mempersiapkan rencana pemisahan HKBP Simerkata Pakpak menjadi gereja Suku Pakpak. Hal
yang dipersiapkan antara lain penetapan nama gereja, menyusun aturan dan peraturan gereja
yang akan datang. Pada tahun 1986 para panitia menyampaikan usulan ini secara resmi kepada
pempinan pusat HKBP Ephorus Pdt. Ds. G.H.M. Siahan. Beliau menyambut baik atas usulan
yang disampaikan oleh PPML, tetapi pada waktu itu berketepatan Pdt. Ds. G.H.M siahan
memasuki masa pesiunan. Beliau menawarkan supaya usulan ini disampaikan kepada pemimpin
pusat HKBP Ephorus yang akan datang. Artinya pemisahan HKBP Simerkata Pakpak masih
ditunda4

Gereja HKBP Simerkata Pakpak yang ingin memisahkan diri HKPB sekitar 70 gereja dengan
jumlah warga jemaatnya sekitar 1.750 kk. Termasuk Cikaok merupakan Distrik HKBP
Simerkata Pakpak yang berressortkan HKBP Simerkata Pakpak di Salak sebelum tahun 1990.
Setelah terjadi pemisahan maka gereja Cikaok dijadikan pusat ressort yang terdiri dari 14
pagaren yang berada di Dusun Cikaok dipimpin oleh Pdt. Juliana Padang. Selama HKBP
4
Sonni Parlindungan Berutu, Sejarah Kemandirian Kristen Protestan Pakpak Dairi Medan: Monora, 2002, hlm.31-
36.
berkuasa di Gereja Pakpak khususnya di Desa Silima Kuta dan sekitarnya, jemaat Pakpak
membangun gereja sebanyak 13 gedung gereja yang sebelumnya dimasukkan ke Ressort HKBP
Simerkata Pakpak Salak. Setelah terjadi pemisahan bertambah satu yaitu di Dusun Lae Mbulan5.

II.5. Proses Pemisahan GKPPD dari HKBP (1990)

Didorong untuk memiliki gereja mandiri pada tanggal 26 Februari 1990 Panitia Persiapan
Menjujung Lupa (PPML) menyampaikan aspirasinya tentang keinginan “menjujung Lupo”
(berdiri sendiri) kepada Ephorus HKBP S.E.A. Nababan. Terkhusus bagi warga jemaat Pakpak
yang berada di HKBP Distrik Simerkata Pakpak menginginkan secara penuh agar melalui
kemandirian itu warga jemaat Pakpak semakin menunjukan identitasnya. Aspirasi ini ditanda
tangani oleh 39 tokoh HKBP Simerkata Pakpak Akan tetapi aspirasi tidak mendapat tangggapan
yang positif dari pemimpin Ephorus. Beliau mengatakan bahwa kemandirian itu terlalu cepat
diingikan warga jemaat Pakpak. Beliau juga menanmbahkan bahwa HKBP Simerkata Pakpak
belum mampu secara menejemen, kecakapan organisasi termasuk kemapanan finansial. Untuk
itu Ephorus HKBP menginginkan supaya menunggu adanya kesiapan untuk mengadakan suatu
gerja yang mandiri ditunda dahulu menunggu adanya kesiapan yang lebih matang deengan
bantuan HKBP. Walau aspirasi yang diusilkan kepada Ephorus HKBP tidak mendapat respon
yang baik, tetapi semangat untuk mendiri tidaklah padam. Dalam rangka mematangkan cita-cita
kemandirian gereja Pakpak, pada tanggal 6 Juli 1990 Panitia Persiapan Menjujung Lupo (PPML)
diganti menjadi Panitia Perwujudan Mandiri (PPM). Pada tanggal 26 Agustus 1990 diadakan
pertemuan yang dihadiri 105 orang, mereka adalah utusan dari setiap gereja HKBP Simerkata
Pakpak. Dengan agenda penyatuan pendapat dan sosialisasi kemandiran yangnantinya akan
dibawa kesetiap gereja secara khusus gereja HKBP Simerkata Pakpak6

Dengan kesepakatan bersama (dari pihak Pakpak) peresmian pemisahan HKBP Simerkata
Pakpak dari HKBP dengan nama gerja GKPPD. Dilaksanakan pada tanggal 25 Agustus
bertempat di Medan untuk mencegah terjadinya permasalahan. Pada saat itu fasilitas HKBP
Simerkata Pakpak di Dairi atau pusat 34 Wawancara, Johnson Anakampun, (53 tahun) di Medan
tanggal 22 Juni 2017. Gereja Pakpak masih kepemilikan HKBP, sedangkan di Medan
inventarisnya bisa dikatakan diluar dari HKBP. Keputusan kemandirian GKPPD tidak semua

5
Van Den End Thomas, Harta Dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985, hlm. 263
6
Ibid hal 56-58
pihak yang setuju, dengan alasan belum waktunya untuk mandiri dilihat dari kemampuan
ekonomi, serta kepemimpinan Pakpak yang belum mapan. Pdt. U.S. Manik merupakan salah satu
orang yang kurang setuju atas kemandirian GKPPD tanpa persetujuan dari Ephorus HKBP. Pada
akhirnya beliau lebih baik memilih mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua kepanitian
Pemisahan GKPPD. Alasan beliau tidak setuju dikarenakan beliau tidak mau melawan terhadap
pimpinannya. Pada tanggal 24 November Ephorus HKBP mengambil kebijakkan untuk dapat
melumpuhkan semangat para tokoh GKPPD dengan meresmikan HKBP Simerkata Pakpak
Otonom yang diketuai oleh Pdt. U.S. Manik. Selain itu beliau juga diangkat langsung menjadi
wakil bagi Ephorus bagi pelayan orang Pakpak. HKBP Simerkata Pakpak Otonom berpusat di
Sidikalang. HKBP Simerkata Pakpak Otonom lebih banyak didukung dari jemaat HKBP sendiri.
Ada pun maksud HKBP meresmikan HKBP Simerkata Pakpak Otonom adalah sebagai reaksi
atas kemandirian GKPPD sekaligus sebagai persiapan untuk kemandirian gereja Pakpak kelak,
sehingga belum adanya pengakuan resmi akan kemandirian gereja Pakpak yang mandiri.7

II.6. Berdirinya GKPPD menjadi Gereja yang Mandiri (1991)

Proses jemaat-jemaat berbahasa Batak menjadi suatu gereja yang mandiri memiliki
pergumulan dan sejarah yang cukup panjang. Benang merahnya berawal dari peresmian Gereja
HKBP Simerkata Pakpak Dairi di Sumbul (Dairi) pada 3 Maret 1963 oleh Ephorus HKBP. Kata
pengarahan saat peresmian tersebut mengharapkan pada suatu waktu yang tidak terlalu lama
gereja Pakpak dapat mendiri dan terpisah dari HKBP. Kerinduan itu disambut baik oleh umat
Kristen pak-pak. Jemaat-jemaat HKBP Simerkata Pakpak Dairi berupaya membenahi
persyaratan-persyaratan kemandirian dan melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan
pelayanan dan pengembangan struktur organisasi gereja. Guna mewujudkan tujuan dan harapan
yang telah lama dinanti-nantikan itu, HKBP melalui hasil sinode Godang pada April 1991 di
sipoholon Tarutung menetapkan bahwa kemandirian gereja Pakpak hanya direstui HKBP yang
bersifat otonom, dengan nama gereja menjadi huria Kristen Batak Protestan Simerkata Pakpak
Otonom (HKBP-SPO).

Hasil ini didasarkan pada laporan kerja panitia penyusunan organisasi HKBP-SPO, baik di
kalangan para pelayan penuh waktu maupun warga jemaat. Kelompok pertama merasa kurang
bahagia karena kemandirian gereja yang direstui oleh AKBP terhadap gereja pak pak hanya
7
Sonni Parlindungan Berutu, Op.cit, hlm. 42.
bersifat otonom. Kelompok ini mengadakan rapat pembentukan Gereja Kristen protestan Pakpak
Dairi atau GKPPD pada 4 Agustus 1991 di Padang bulan, mengenai penetapan peresmian
GKPPD yang dinyatakan mandiri dan terpisah dari HKBP terhitung mulai 25 Agustus tahun
1991. Mereka mengangkat Pdt. Elias Jauntung Solin menjadi Bishop pertama, memimpin
GKPPD yang dinyatakan telah mandiri itu. Sementara kelompok kedua masih menunjukkan
sikap bersabar dan menghargai seluruh hasil sinode Godang HKBP yang memutuskan
kemandirian gereja Pakpak bersifat otonom. Keadaan perpecahan itu berlangsung selama 4 tahun
mulai dari tahun 1991 sampai 1995. Penyatuan terjadi pada tahun 1995. Nama gereja Pakpak
Dairi yang mandiri itu adalah: Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD). Pada 6 Agustus
1995 diadakan kebaktian raya di stadion kota Sidikalang merayakan kemandirian GKPPD
bersama seluruh umat Kristen Pakpak Dairi. Data statistik GKPPD tahun 2010 mencatat jumlah
warga jemaat GKPPD sebanyak 37610 orang yang tersebar dalam 21 resort dan dilayani oleh 21
pendeta, dilayani oleh 1 diakronis dan dilayani oleh 6 bibelvrouw serta 1349 sintua.

III. Analisa

Melihat sejarah awal mula kedatangan misionaris yang diutus oleh RMG ke wilayah Pakpak
Dairi sampai kepada kemandirian GKPPD kami dapat menganalisa bahwa perkembangan
tersebut terjadi karena adanya niat dari orang-orang Pakpak untuk mempertahankan bahasanya
dalam membentuk sebuah gereja. Pengabaran injil di daerah pakpak tidak mudah karena semua
penginjil yang diutus disana harus bisa menyesuaikan diri di lingkungan tersebut. Proses jemaat-
jemaat berbahasa Batak menjadi suatu gereja yang mandiri memiliki pergumulan dan sejarah
yang cukup panjang. Benang merahnya berawal dari peresmian Gereja HKBP Simerkata Pakpak
Dairi di Sumbul (Dairi) pada 3 Maret 1963 oleh Ephorus HKBP. Kata pengarahan saat
peresmian tersebut mengharapkan pada suatu waktu yang tidak terlalu lama gereja Pakpak dapat
mendiri dan terpisah dari HKBP. Kerinduan itu disambut baik oleh umat Kristen pak-pak.
Jemaat-jemaat HKBP Simerkata Pakpak Dairi berupaya membenahi persyaratan-persyaratan
kemandirian dan melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pelayanan dan pengembangan
struktur organisasi gereja.

IV. Kesimpulan
Gereja Kristen protestan Pakpak Dairi adalah gereja suku etnis Pakpak yang memisahkan diri
dari gereja huria Kristen Batak protestan atau HKBP. Gereja Kristen protestan Pakpak Dairi
memisahkan diri dari HKBP dengan beberapa faktor alasan seperti bahasa teologi pendidikan
dan melihat gereja etnis lainnya yang telah berdiri sendiri serta telah beraktivitas sesuai bahasa
kesukaannya. Gereja Kristen protestan Pakpak Dairi dalam upaya memisahkan diri dari dominasi
huria Kristen Batak protestan menggunakan perlawanan sehari-hari. perlawanan dilakukan
dengan dua bentuk yaitu perlawanan tertutup dan perlawanan terbuka. dalam melakukan
perlawanan tertutup masyarakat Pakpak lebih menunjukkan sikap taat terhadap peraturan gereja
sebagian sembunyi dan menghindar. Sementara perlawanan terbuka mereka langsung menemui
pimpinan HKBP dan menuntut paksa serta mendeklarasikan diri sepihak dan kontak fisik
langsung dengan beberapa masyarakat Batak Toba. Serta simbol perlawanan yang mereka
lakukan adalah pakaian, bahasa dan pernikahan sesama etnis.

Daftar Pustaka
PMB berpusat di Tiga Ras Kabupaten Simalungun yang dipimpin oleh Pdt. Henok Lumban
Tobing. Sonni Parlindungan Berutu, Sejarah Kemandirian Kristen Protestan Pakpak Dairi
Medan: Monora, 2002
Pdt. E. J. Solin, Almanak Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD), Sidikalang: Kantor
Pusat GKPPD, 2010

Hutauruk J.R. 2011. Lahir Berakar dan Bertumbuh di Dalam Kristus. Pearaja: Kantor Pusat
HKBP.
Sonni Parlindungan Berutu, Sejarah Kemandirian Kristen Protestan Pakpak Dairi Medan:
Monora, 2002
Van Den End Thomas, Harta Dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1985
Sonni Parlindungan Berutu, Op.cit,

Anda mungkin juga menyukai