Anda di halaman 1dari 2

Nama : Rouli Juli Lovelin Hutabarat

Nim : 2020.000.1581

Mata kuliah : Teologi PL

Dosen Pengampu : Pdt. Yokanbae Panjaitan, M.Th

LB 14

Allah dan Apokalipse Nabi Pembuangan Babel (Yehezkiel 37:1-6)

Kata “Apocalypse” berasal dari kata Yunani “apocalupsis” yang berarti “membuka,
menyingkapkan, menyingkirkan tutup.”Kitab Wahyu seringkali disebut sebagai “Apokaliptik
Yohanes” karena Allah mewahyukan soal akhir zaman kepada Rasul Yohanes. Istilah “kiamat”
(apocalypse) seringkali digunakan untuk merujuk pada akhir zaman secara umum, khususnya
pada bagian akhir dari akhir zaman.Peristiwa di akhir zaman seperti peristiwa kedatangan
Kristus untuk yang kedua kalinya dan peperangan Harmagedon seringkali disebut sebagai
kiamat (apocalypse). Kiamat (apocalypse) merupakan penyingkapan paling akhir dari Allah;
murka-Nya, keadilan-Nya, dan yang paling penting adalah kasih-Nya.Yesus Kristus merupakan
“penyingkapan” Allah yang terpenting, karena hanya melalui Yesuslah manusia bisa mengenal
Allah (Yoh 14:9; Ibr 1:2).

Akhir zaman adalah saat terakhir ketika segala zaman berakhir karena penyelamatan Allah akan
langit, bumi dan segenap isinya telah di genapi (Mat 13:39-40; 24:25-36). Setelah akhir zaman
itu, Allah akan hadir dan memerintah manusia sebagai Raja dalam langit dan bumi baru (2
Petrus 3:13-Why 21:1), dengan diawali kedatangan Kristus yang kedua kali (Parousia). Kerajaan
Allah itulah yang diprokjlamasikan Yesus Kristus pada kedatanganNya yang kedua kali, dengan
mengundang pertobatan manusia, menjadi awal dari zaman akhir (Kis 2:17 dyb; bnd Mrk 1:15).
Yang dimana itu adalah janji untuk anak-anak Tuhan pada akhir zaman ini.

Allah yang bertindak dalam sejarah keselamatan, yakni orang percaya dituntut untuk mampu
bersyukur dalam segala situasi. Bagi setiap orang percaya, sikap bersyukur atas janji Allah tentu
memberikan kekuatan dan kemampuan untuk menerima dengan penuh sukacita janji Allah
tersebut dalam setiap keadaan. Ketika orang percaya tidak mengerti maksud dan kapan waktu
penggenapan dari janji Allah, namun saat janji Allah tersebut disyukuri, maka ini merupakan
bentuk dari tanggapan positif dan kepercayaan kepada Allah. Oleh sebab itu dalam situasi sulit
sekalipun, setiap orang percaya tidak perlu bersungut-sungut, menyalahkan, menghujat dan
mengutuk Allah, melainkan harus tetap tenang dalam situasi apapun, bersukacita, serta
mempunyai sikap hati dan sikap hidup yang bersyukur, karena setiap orang percaya punya
pegangan yang kokoh, yakni janji Tuhan yang telah terbukti dalam sejarah keselamatan.

Anda mungkin juga menyukai