Anda di halaman 1dari 11

PAPER ANTROPOLOGI AGAMA

PROSES KRISTENISASI DI TANAH BATAK

KELOMPOK 3 (KEBHU)

Anggota Kelompok:

1. Josua Apririo Koyu Kambuya *2001571018*


2. Jenri (2101571009)
3. Komang Suri Adnyani (2101571019)
4. Putu Nita Kharisma Yanti (2101571022)
5. Syihasarahil Al-Dazfa Chairan (2101571026)
6. Reinaldis Merciayu Parna Jeltiung (2101571036)

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI BUDAYA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

PPPM 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas segala rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas Paper Antropologi Agama yang berjudul
“Proses Kristenisasi di Tanah Batak” dengan tepat waktu. Paper ini disusun untuk memenuhi
Penugasan Kelompok Pra 3 PPPM 2022 (Identitas). Selain itu, paper ini bertujuan untuk
menambah wawasan tentang proses kristenisasi di tanah Batak bagi kami dan para pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih kepada kak Dinda Febrina Balgis selaku Pendamping
Kelompok 3 (Kebhu) serta pihak-pihak yang turut membantu kami dalam menyelesaikan
paper ini. Kami menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan
tebatasnya pengetahuan yang kami miliki. Oleh sebab itu, kami mengharapkan segala bentuk
saran dan kritik yang membangun demi kesempurrnaan paper ini.

Buleleng, 18 Desember 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
I. PENDAHULUAN 1
II. PEMBAHASAN 1
III. PENUTUP 6
DAFTAR PUSTAKA 7

3
I. PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara yang pluralis mempunyai banyak kebudayaan dan sistem
kepercayaan di seluruh penjuru wilayahnya. Namun, pemerintah saat ini hanya mengenali
dan meresmikan beberapa sistem kepercayaan atau agama saja di negeri ini. Tentunya
agama-agama tersebut mempunyai metode tersendiri dalam penyebarannya di wilayah
Nusantara. Tak jarang juga penyebaran agama-agama tersebut membawa konflik,
dikarenakan kelompok pribumi tidak menyetujui agama yang disebar kelompok pendatang.
Walaupun pada akhirnya agama tersebut diterima juga.
Salah satu kasus serupa terjadi di Sumatera Utara, tempat asli dari suku Batak.
Mayoritas orang suku Batak mempercayai agama Kristen Protestan, yang dalam perjalanan
awal penyebarannya sarat akan konflik dengan kelompok misionaris dari luar negeri sampai
pada akhirnya bisa disebarkan dengan damai. Paper ini akan melihat sejarah penyebaran
agama Kristen Protestan di Sumatera Utara yang diarahkan kepada orang Batak dan mengkaji
konflik yang terjadi semasa penyebaran agama tersebut.

II. PEMBAHASAN
Sebelum Kekristenan Masuk dan Berkembang di Tanah Batak
Batak adalah salah satu suku bangsa Indonesia yang mendiami Provinsi Sumatera
Utara, tepatnya di wilayah Langkat Hulu, Deli Hulu, Daratan Tinggi Karo, Serdang Hulu,
Toba, Simalungun, Tapanuli Tengah, dan Mandailing. Suku Batak terbagi menjadi beberapa
sub suku didalamnya yakni suku Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun,
Batak Angkola, dan Batak Mandailing.

Sebelum agama masuk ke tanah batak dan belum dikenal oleh suku batak, mereka
sudah menganut sebuah kepercayaan lokal yang sudah ada dari zaman nenek moyang mereka
yaitu “Parmalim”. Suku batak percaya pada arwah leluhur mereka serta mempercayai benda
-benda mati yang diyakini memiliki tondi atau roh, seperti benda pusaka, pohon, batu, dan
sejenisnya yang dianggap keramat serta dijadikan tempat sakral sebagai tempat mereka
berdoa. Parmalim adalah kepercayaan masyarakat Batak Toba yang masih bertahan dan
menjadi bagian dari ekspresi spiritual lokal masyarakat Batak Toba (Harahap 2016:19).
Tujuan didirikannya Parmalim adalah sebagai upaya untuk melindungi kepercayaan dan
budaya tradisional Batak Toba dari pengaruh misionaris agama seperti Kristen, Islam dan
tekanan dari kolonial Belanda (Sidjabat 1983:26 in Harapan 2016:21).

Proses Kekristenan Masuk Ke Tanah Batak


1
a. Penginjil Utusan Pekabaran Injil Baptis Inggris

Pada tahun 1820 tiga misionaris yang berasal dari Inggris, yaitu Nathan Ward, Evans
dan Richard Burton, dikirim ke Bengkulu untuk menemui Raffles. Namun, Raffles
menyarankan mereka untuk pergi ke utara, ke daerah di mana suku Batak tinggal. Burton dan
Ward mengikuti ajaran Raffles. Mereka pergi ke Utara, dan setelah sampai disana mereka
menetap dan bekerja di pantai, tetapi pada akhir tahun 1824 mereka memutuskan untuk pergi
ke daerah yang lebih dalam yaitu Silindung. Silindung merupakan salah satu bagian dari
wilayah Tano Batak, meliputi sebagian besar Kabupaten Tapanuli Utara, sekarang
wilayahnya meliputi Tarutung, Sipoholon, Adiankoting, Sipahutar, Garoga, Pangaribuan dan
sekitarnya, serta sebagian Kecamatan Pahae Jae, Pahae Julu, Purbatua dan Simangumban.
Setelah mereka sampai di daerah yang lebih dalam, mereka disambut dengan hangat oleh raja
setempat. Namun perjalanan penginjilan mereka harus terhenti karena kesalahpahaman
dengan penduduk setempat. Warga salah menafsirkan khotbah penginjil tersebut yang
mengatakan bahwa kerajaan mereka seperti anak kecil. Warga tidak suka akan hal itu,
sehingga para penginjil tersebut diusir pada tahun itu juga.

b. Penginjil Utusan American Board Of Commissioners for Foreign Mission

Pada tahun 1834 dua orang yang berasal dari Amerika, yaitu Munson dan Lyman,
mereka adalah utusan Gereja Kongregationalis Amerika yang diutus oleh The American
Board of Commissioners for Foreign Mission (ABCFM) di Boston, untuk masuk ke
Sumatera serta menyebarkan kekristenan di tanah Batak. Pada 17 Juni 1834 mereka tiba di
Sibolga dan menetap untuk beberapa hari di sana. Pada 23 Juni 1834, mereka pun berangkat
menuju pegunungan Silindung. Malam hari 28 Juni 1834, ketika tiba di pinggir Lembah
Silindung mereka yang tidak jauh dari Lobu Pining dihadang dan ditangkap oleh rakyat Raja
Panggalamei. Raja Panggalamei adalah Raja di Pintubosi yang tinggal di Singkak

c. Penginjil Utusan Rheinische Missionsgesellschaft

Pada tahun 1840, ilmuwan Jerman yang bernama Franz Wilhelm Junghuhn
melakukan perjalanan ke wilayah Batak dan kemudian menerbitkan artikel tentang suku
Batak. Dalam buku tersebut, Jung Hoon menyarankan agar pemerintah kolonial membuka
musholla untuk mencegah pengaruh Islam di Sumatera bagian utara. Artikel ini diteruskan
kepada para pemimpin Nederlandsche Bijbelgenootschap Bible Society di Belanda, sehingga
mereka mengirim seorang ahli bahasa bernama H. Neubronner van der Tuuk untuk belajar
bahasa Batak dan menerjemahkan Alkitab.
2
Van der Touk adalah orang Barat pertama yang melakukan penelitian ilmiah di Batak,
Lampung, Kawi, dan Bali. Beliau juga orang Eropa pertama yang melihat Danau Toba dan
bertemu Si Singamangaraja. Ia merasa senang bisa berhubungan dan menyambut orang Batak
di rumahnya. Van der Touk menyarankan agar lembaga zending mengirim penginjil ke
Tapanuli, langsung ke pedalaman. Pada tahun 1857, penginjil G. Van Asselt, seorang utusan
dari sebuah jemaat kecil di Ermelo, Belanda, melayani di Tapanuli Selatan. Dia merambah
beberapa pemuda dan memberi mereka ajaran Kristen. Pada tanggal 31 Maret 1861, dua
orang Batak pertama dibaptis, yaitu Jakobus Tampubolon dan Simon Siregar. Pada tahun
yang sama tepatnya tanggal 7 Oktober 1861 dilaksanakan pertemuan empat imam di Sipirok
yang didampingi oleh dua orang imam berkebangsaan Jerman, yaitu Pdt. Heine dan Pdt.
Klemmer dan oleh dua orang pendeta Belanda, yaitu Pdt. Betz dan Pendeta Asselt. Mereka
mengadakan pertemuan untuk menyerahkan misi penginjilan kepada Rheinische
Missionsgesellschaft. Akhirnya Ludwig Ingwer Nommensen tiba di Padang pada tahun 1862.
Ia tinggal di Barus untuk sementara waktu untuk mempelajari bahasa dan adat istiadat Batak
dan Melayu. Dia tiba melalui agen Misi Rheinische Missionsgesellschaft. Kemudian, pada
tahun 1864, ia memasuki kawasan Silindung, pertama di Huta Dame, kemudian di Pearaja
yang dimana sekarang merupakan pusat dari Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Proestan).

Perkembangan Kekristenan setelah Injil Masuk di Tanah Batak

Pada awal mulanya, Nommensen tidak diterima baik oleh warga, karena mereka takut
terkena bala dikarenakan menerima orang lain yang tidak memelihara adat. Pada satu saat,
disediakan pesta nenek moyang Siatas Barita, biasanya disembelih korban. Saat itu, sesudah
kerasukan roh, Sibaso (pengantara orang-orang halus) menyuruh orang banyak untuk
membunuh Nommensen sebagai korban, yang akan hadir ke sana. Nommensen pun hadir ke
acara dan bercakap kepada orang banyak, “Roh yang bercakap menempuh orang itu sudah
banyak memperdaya kalian. Itu bukan roh nenekmu, melainkan roh jahat. Nenekmu tidak
akan menuntut darah dari salah satu keturunanya”.

Masyarakat Batak pun tersadar akan hal tersebut, namun mereka enggan untuk
meninggalkan tradisi mereka. Oleh karena itu, Nommensen mendirikan gereja yang bernama
HKBP yang memasukkan unsur kebudayaan Batak dalam peribadatannya serta tidak
melanggar pedoman injil.

Beberapa orang Batak telah menerima kekristenan sebagai kepercayaan mereka yang
baru. Beberapa lainnya mendapatkan tekanan dan di usir dari kampung halaman dikarenakan

3
mereka tidak mau berpatisipasi seperti memberikan sumbangan untuk upacara upacara suku
mereka. Mereka melakukan tersebut dikarenakan sudah percaya akan kepercayaan mereka
yang baru dan tidak mau melanggar apa yang telah dilarang oleh injil pada kitab keluaran 20
ayat 4 sampai 5. Sehingga mereka yang telah di usir singgah ke suatu tempat yang diberi
nama Huta Dame yang berarti kampung damai.

Setelah tujuh tahun Nommensen melakukan penginjilan, orang Batak yang telah
mengakui Kristen berjumlah 1.250 jiwa. Sepuluh tahun kemudian pada tahun 1881 jumlah
orang yang telah menerima kekristenan menjadi kepercayaan baru mereka naik hingga lima
kali lipat yang berjumlah sekitar 6.250 orang. Pada tahun 1918, sudah tercatat 185.731 orang
Kristen di wilayah Sumatera Utara. Sebelum tanggal 23 Mei 1918 Nommensen wafat, suku
batak mengangkat Nommensen menjadi seorang Ephorus. Suku Batak memberi gelar kepada
Nommensen dengan sebutan Ompunta (Kakek Kita). Gelar ini mensejajarkan Nommensen
dengan Si Singamangaraja atau tokoh sakti lainya.

Perkembangan kekristenan di tanah Batak bisa dilihat pada tersebarnya gereja-gereja


yang didirikan oleh suku batak, serta penggabungan kebudayaan batak dengan kekristenan.
Salah satu gereja batak yang terbesar adalah HKBP, yang juga dijadikan sebagai salah satu
organisasi keagamaan terbesar di indonesia. Selain itu, masih banyak gereja-gereja lain yang
memasukkan unsur kebudayaan Batak dalam peribadatannya seperti HKI, HKIP, GKPI, GKI,
dan lainnya yang tersebar di indonesia.

Pertemuan Adat Batak pada Awal Masuknya Kekristenan di Tanah Batak

Proses masuknya kekristenan di Tanah Batak tidak berjalan secara mulus, karena
masih ada beberapa pihak yang menghadapi persoalan yang besar saat memutuskan untuk
sungguh-sungguh mengikuti Yesus. Seperti, apakah seseorang yang telah bersungguh-
sungguh mengikuti Yesus, diizinkan mengikuti upacara Batak yang berasal dari masa
leluhurnya hidup dalam penyembahan rohani (hasipelebeguon) dan kegelapan rohani
(haholomon)? Permasalahan ini muncul pertama kali ketika Injil Tuhan Yesus dikabarkan
pertama kalinya oleh para missionaris di Tanah Batak, dan masih berlanjut hingga masa kini.
Pdt. I.L Nommesen belum mampu menyelesaikan persoalan ini hingga pada masa gereja
dipimpin oleh orang Batak sendiri. Nommesen telah mencoba mengevaluasi upacara adat
bedasarkan tiga kategori, yaitu:

1. Adat yang sesuai dengan Injil.

4
2. Adat yang tidak sesuai dengan Injil.

3. Adat yang netral.

Beliau melarang dengan keras dilaksanakannya upacara adat Batak oleh orang Kristen
Batak, termasuk pemakaian alat musik tarian seperti gendang dan tortor Batak sebelum
masalah tersebut tuntas. Dampaknya, banyak jemaat yang baru dilayani pada masa itu
dikucilkan dari masyarakat, sehingga Nommesen membangun Huta Dame yaitu
perkampungan baru bagi jemaat yang dikucilkan. Sampai akhir hidupnya Nommesen tidak
berhasil menyelesaikan permasalahan tersebut dikarenakan Nommesen sulit
mengkategorikan upacara adat Batak mana yang netral dan yang mana tidak bertentangan
dengan Injil.

Muncul suatu desakan di tengah-tengah umat Kristen untuk mengganti kepemimpinan


Gereja dengan orang Batak dan mempertahankan berbagai upacara adat Batak pada masa
akhir pelayanan masa Misionaris di Tanah Batak. Usaha untuk mengganti kepemimpinan
Gereja oleh orang Batak berhasil dilakukan dengan diangkatnya Ephorus Batak pertama yaitu
Pdt. K. Sirait pada tahun 1942.

Gerakan islamisasi yang digerakkan oleh pasukan Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku
Rao di Tapanuli Selatan membuat Nommesen terpaksa menyetujui dan melakukan
pembaptisan massal yang tidak didasarkan pada pertobatan pribadi. Sebelumnya pihak gereja
yang mengusut Nommesen menolak adanya pembaptisan massal yang tidak didasarkan oleh
pertobatan pribadi dan memberikan kesibukan bagi Missionaris dalam melayani jemaat baru
yang berjumlah sangat banyak dan keterbatasan jumlah missionaris.

Secara organisasi jemaat baru merupakan anggota gereja, tetapi cara hidup dan pola
pikir mereka masih orang Batak yang masih terikat dengan cara hidup dan pola pikir
hasipelebeguon. Ini disebabkan karena banyak jemaat baru kurang dibina dalam prinsip-
prinsip sejati pemuridan Yesus Kristus, dan juga disebabkan oleh tidak adanya aturan gereja
atau pedoman yang jelas dari pimpinan Missionaris di Jerman. Mereka juga belum dapat
memutuskan dengan jelas tentang upacara adat Batak, karena hal ini baru bagi mereka. Pada
prinsip mereka, segala sesuatu yang berbentuk hasipelebeguon harus ditinggalkan karena
tidak sesuai dengan Firman Tuhan.

Apabila adat dapat dibebaskan dari sifat agamawinya yang berkaitan dengan
pemujaan-pemujaan nenek moyang yang dianggap bertolak belakang dengan injil, seperti

5
penyembahan kepada Debata Mulajadi Nabolon, maka adat dapat diterima oleh gereja
sehingga permasalahan pro dan kontra dapat diatasi. Sehingga adat dapat dipraktekkan
sebagai tata tertib social yang bebas dari dasar agamawinya oleh orang-orang Kristen.
Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan latar belakang penggunaan ulos dikatakan sebagai
praktek dari okultisme, karena dulunya ulos dipercaya sebagai Debata Mulajadi Nabolon
(selembar kain indah) yang membungkus jiwa manusia. Hal itu mengakibatkan banyak ulos
yang di bakar oleh orang-orang yang menentang adat. Semestinya Ulos dipahami sebagai
hasil kebudayan berupa alat yang dapat menghangatkan fisik, selayaknya pakaian.

Namun, adat yang memiliki dan membuahkan hasil nilai-nilai positif pada tata
kehidupan bermasyarakat perlu tetap dipertahankan. Contohnya adalah hukum adat (tak
tertulis) orang Batak yang melarang meceraikan istrinya meskipun menikah lagi dengan
perempuan lain (berpoligamai) serta dilarang berzinah. Persyaratan utama ketika adat
diperbolehkan untuk tetap dipertahankan adalah adat itu harus dilepaskan dari sifat
agamawinya. Oleh karena itu, Gereja menolak kultus roh nenek moyang dan semua ritus-ritus
yang bertujuan untuk menguatkan roh atau jiwa seseorang. Tujuan utamanya agar tidak ada
penyembahan selain kepada Tuhan.

III. PENUTUP

Berdasarkan analisa kami, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Sebelum agama masuk di Tanah Batak, suku Batak menganut sebuah kepercayaan lokal
dari nenek moyang mereka, yaitu "Parmalim"

2. Suku Batak percaya pada arwah leluhur dan mempercayai benda-benda mati yang diyakini
memiliki tondi atau roh, seperti benda pusaka, pohon, batu, dan lain sebagainya.

3. Pada proses penginjilan oleh utusan pekabaran injil baptis Inggris, warga salah
menafsirkan khotbah penginjil yang disampaikan lalu mengusir para penginjil tersebut.

4. Pada tahun 1834, dua orang yang berasal dari Amerika, yaitu Munson dan Lyman, mereka
diutus untuk menyebarkan kekristenan di tanah Batak. Tetapi, mereka tetap tidak diterima
disana.

6
5. Setelah injil masuk di Tanah Batak, mereka mulai mempercayai dan menerima ajaran
Kristen, tetapi masih ada yang tidak percaya. Di samping itu, gereja-gereja yang didirikan
suku Batak mulai tersebar.

6. Proses kristenisasi di Tanah Batak tidak berjalan begitu mulus. Ada banyak halangan yang
dihadapi, seperti: dilema mengenai status seseorang yang ingin mengikuti upacara adat Batak
tetapi sudah mengikuti Yesus dan desakan agar pemimpin gereja diganti dengan orang asli
Batak.

Semoga paper ini berguna dan berfungsi baik sebagai mana mestinya. Besar harapan kami
paper ini bisa menjadi salah satu bagian di pustaka kajian Antropologi Unud, karena kami
merasa paper ini berguna bagi semua yang membutuhkan. Jika ada salah kata dalam
penulisan paper ini, kami mengucapkan mohon maaf. Sekian, terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Manurung, T. 2015. KEKRISTENAN DAN ADAT BATAK. Kerusso1, 2(1), 15.

7
Pohan, Z R H. 2020. Kristenisasi dan Modernisasi Meminggirkan ‘Agama Batak’.
https://crcs.ugm.ac.id/kristenisasi-dan-modernisasi-meminggirkan-agama-batak/.
17 Dessember 2021

Uhamzah. Sejarah Masuknya Kekristenan ke Suku Batak. https://p2k.unhamzah.ac.id/eng/2-


3073-2970/Sejarah-Masuknya-Kekristenan-Ke-Suku-Batak_70566_uhamzah_p2k-
unhamzah.html . 18 Desember 2021

Anda mungkin juga menyukai