Anda di halaman 1dari 12

REFLEKSI INJIL KRISTUS J-120 TAHUN GKPS

KEPADA PARA INANG YANG BIJAKSANA

Oleh:

VETRESIA REGA SIREGAR, S.Pd. M.Pd

Inang GKPS Depok

GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN

2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gereja adalah tempat yang didirkan untuk mengembangkan dalam diri manusia

sifat-sifat seperti Kristus, serta mengubah masyarakat sehingga dunia dapat menjadi

tempat yang lebih baik dan lebih damai untuk dihuni. Gereja di Indonesia pertama kali

hadir sejak sekitar ke-17 Masehi. Sejak saat itu sampai sekarang di Indonesia terdapat

banyak sekali jenis-jenis denominasi gereja.

Seperti yang kita ketahui, pada umumnya gereja Kristen di Indonesia dapat dibagi

ke dalam tiga aliran utama, yaitu gereja Katolik, gereja Protestan dan gereja Ortodoks.

Jemaat Kristen yang pertama adalah orang-orang Yahudi yang tercatat sering

mengunjungi bait Allah dan yang menaati hukum taurat. Dengan berkembangnya

zaman, dewasa ini terdapat beraneka ragam kelompok umat Kristen, dengan beberapa

gereja Protestan yang ada di Indonesia.

Banyak jenis atau cabang gereja yang ada di Indonesia merupakan gereja yang

bersifat tradisionalis atau kedaerahan tertentu. Hal ini terjadi karena adanya politik

masa lalu oleh pihak Penjajah (Portugal dan Belanda) yang menggunakan taktik

pendekatan suku. Gereja tradisional/kedaerahan ini berciri kedaerahan atau tradisional

tertentu menurut adat istiadat daerah setempat, yang mana merupakan tempat Gereja

tersebut pertama didirikan, tetapi Gereja-gereja ini tetap terbuka bagi suku lain (ada

pula gereja yang tertutup untuk suku lain, tetapi kemungkinannya sangat kecil).
Salah satu gereja tersebut adalah Gereja Kristen Protestan Simalungun

(GKPS). Gereja Kristen Protestan Simalungun adalah salah satu persekutuan orang

Kristen dari suku Batak yang didominasi oleh orang Batak yang bersub etnis

Simalungun. GKPS berdiri sejak 2 September 1903 sebagai buah dari pemberitaan

Injil yang dibawa oleh seorang pendeta dari Jerman bernama Agus Theis. 1

Tepatnya, GKPS dirintis oleh Zendelling, yaitu pengabar Injil dari Rheinische

Missionsgesellschaft (RMG) , sebuah badan pengabaran injil dari Jerman sebagai

anggota dari Upaya menyebarkan Injil untuk suku Simalungun. 2Wilayah pelayanan

GKPS kini tersebar di beberapa wilayah Indonesia yakni di Sumatra dan di luar

Sumatra.

Pada tahun 1900, badan pengabaran injil dari Jerman tersebut membangun

gereja-gereja di Simalungun sebagai anggota dari Huria Kristen Batak Protestan

(HKBP) dengan memakai Bahasa Toba sebagai Bahasa pengantar. Namun,

Kesadaran diri di kalangan suku Simalungun untuk lebih meningkatkan usaha

pengabaran injil serta mempercepat laju penyebaran injil itu sendiri, jemaat

Simalungun membangun Kembali gereja yang berlandaskan injil Simalungun,

terutama telah digunakannya Bahasa Simalungun sebagai pengantar.

Berdasarkan kutipan di atas, sikap GKPS berusaha untuk memberitakan injil

dan mempertahankan budayanya menjadi sebuah contoh nyata bahwa Kekristenan

di Indonesia itu tidak selalu identik dengan Barat. Walaupun yang kita ketahui

Kekristenan orang Indonesia dibawakan pertama kali oleh orang Barat, bukan

berarti hal itu bisa merusak kebudayaan suku orang Indonesia yang telah ada dari

nenek moyang kita. Hasil nyata yang telah terlihat sekarang bahwa Bahasa ibu

1
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13434/5/T1_712012084_Isi.pdf
2
https://www.neosimalungunjaya.com/sejarah-singkat-gereja-kristen-protestan-simalungun-gkps/
mampu memenangkan jiwa-jiwa orang Simalungun yang semakin dimenangkan

dengan bahasa Simalungun. Hal ini memperlihatkan bahwa ternyata injil juga

mampu berkomunikasi dengan orang Simalungun. Kemandirian GKPS juga menjadi

wujud nyata dari tanggung jawab untuk mendayagunakan semua potensi yang

telah dikaruniakan Kristus kepada umat manusia untuk memberitakan injil.

Menurut kutipan https://id.m.wikipedia.org, total jumlah Resort keseluruhan

Gereja Kristen Protestan Simalungun yang ada di Indonesia mencapai 106 buah,

dengan 624 jemaat (Gereja). Total keseluruhan anggota GKPS adalah sekitar

383.000 orang. Dunia terus berkembang dan berubah, jumlah penduduk tiap hari

bertambah dan lingkungan zaman serta pola pikir dan sikap jemaat Kristen terus

berkembang.

Namun, saat ini kenyataan di lapangan adalah jemaat GKPS masih sangat

sedikit untuk mengetahui sejarah GKPS, yaitu bagaimana injil dapat masuk di

Simalungun serta bagaimana sikap para pemberita injil mula-mula dapat

memberitakan injil sampai detik ini. Dewasa ini, jemaat GKPS semakin berkembang

dan akan dilanjutkan oleh penerus jemaat yaitu anak-anak sekolah minggu, remaja

dan namaposo GKPS. Ibu adalah tokoh utama dalam mendidik dan memberitakan

firman Tuhan di Tengah keluarga. Inang GKPS diharapkan dapat menjadi guru

terbaik dalam pemberitaan injil Kristus.

Oleh sebab itu dari latar belakang di atas, penulis sangat tertarik untuk

mengkaji lebih dalam seberapa besar pengembangan pemberitaan injil di

Simalungun, dan bagaimana peran wanita terhadap pemberitaan injil Kristus di

Tengah keluarga dan lingkungan, yang diambil dalam tema “Refleksi Injil Kristus,

Jubileum 120 Tahun GKPS Kepada Para Inang yang Bijaksana”.


BAB II
ISI

A. SEKILAS TENTANG INJIL DI SIMALUNGUN


Usaha penginjilan kongkrit pertama pada orang Simalungun dilakukan oleh

Pardongan Mission Batak (PMB), yang adalah Lembaga pengabaran Injil Batak Toba

yang terdiri dari penginjil-penginjil Batak Toba. Pada tanggal 12 Februari 1900, Pendeta

Samuel Panggabean dan Friederich Hutagalung diutus ke daerah-daerah, yaitu ke

Danau Toba yang belum diinjili, dan tiba di Sipolha pada tanggal 14 Februari. Namun,

dilarang untuk masuk oleh Tuan Sipolha Damanik. Keesokan harinya mereka

melanjutkan perjalanan ke Siboro (Pertuanan Purba) dan sempat berkhotbah di Pasar

yang ada di kawasan itu. Tepatnya pada hari Jumat, 16 Februari 1900 mereka bekeliling

di lebih kurang Tiga Langgiung untuk mengabarkan Injil pada penduduk yang masih

berbelanja di pekan (pasar minggu). Selanjutnya mereka pergi ke Pematang Purba

untuk menemui Tuan Rahalim Purba Pakpak (Raja Purba) namun baru berhasil

menemuinya keesokan harinya, 17 Februari, sesudah menanti semalaman. Di sini

mereka menyampaikan maksud mereka untuk mengabarkan Injil dan membacakan nats

Alkitab untuk Raja Purba. Walaupun belum mendapat tanggapan positif darinya, namun

para penginjil tersebut menemui sikap bersahabat dari Raja Purba. Usaha selama
empat hari, kurang berhasil terutama karena penggunaan bahasa Toba sebagai

pengantar yang kurang dipahami oleh penduduk Simalungun.

Seiring berjalannya waktu, tepatnya Pada tanggal 16 Maret 1903 terjadilah sejarah

masuknya Injil Ke Simalungun yang digagas oleh badan zending dari Jerman, yakni RMG

(Rheinische Missionsgesellschaft). RMG dari Barmen mengirim telegram yang

merekomendasikan Nommensen, agar segera melaksanakan pekabaran Injil ke

Timorlanden. Adapun isi telegram tersebut yakni “Tole! Den Timorlanden Das

Evangelium!” artinya “Segeralah! Beritakan Injil ke Timorlanden (Tanah Timur). Pada

waktu itu, kondisi pengabaran injil di kawasan Simalungun sedikit terlambat

dibandingkan daerah-daerah tetangganya seperti Karo (1899) dan Tapanuli (1861).

Awalnya RMG mengenal Simalungun dari laporan ekspedisi pejabat-pejabat

kolonial Belanda. Laporan-laporan tersebut rata-rata mengkhawatirkan suku

Simalungun dan derasnya pengaruh Islam ke Kawasan Simalungun Bawah (Asahan Hulu

dan Tanah Jawa) yang sebenarnya dipicu oleh anggota aneksasi Belanda terhadap

Kawasan dalam Kerajaan-kerajaan Simalungun yang membuat kabar negatif dari orang

Simalungun terhadap orang Eropa.

Terjalinnya komunikasi pertama RMG dengan jemaat Simalungun, dilakukan

melewati Henri Guillaume yang diletakkan RMG di Kuta Bukum, Karo pada tahun 1899.

Selama masa tugasnya, beliau sering berinteraksi dengan rakyat sehingga penguasa

tradisional Simalungun, terutama dalam perjalanannya ke Tapanuli untuk menghadiri

rapat-rapat tahunan missionaris. Atas pengalamannya itulah Guillaume mengusukan

untuk L.I Nommensen (pimpinan RMG di Sumatera Utara) supaya Simalungun diinjili.
Pada bulan Juni 1903, G.K. Simon, August Theis dan Nommensen bersama dengan

para evanggelist Kristen pribumi dari Tapanuli membuat perintisan pekabaran Injil (PI).

Kemudian membangun rumah zending di Tigaras, selanjutnya Tigaras dijadikan pintu

masuk bagi parazendeling dalam rangka mengkristenkan orang Simalungun yang masih

menganut agama suku. Selanjutnya RMG menerima permintaan dari Guillaume untuk

mengutus G.K Simon Bersama Sebagian penginjil Toba untuk menerapkan peninjauan

ke Simalungun Kembali, karena melihat pengaruh Islam yang sudah masuk hingga

Siantar. G.K Simon memohon supaya RMG secepat mungkin menginjili Simalungun.

Sebelum berangkat, mereka mengadakan rapat bersama yang disebut rapat Missionar

RMG, di Laguboti, Tapanuli pada 21-25 Januari 1903 yang dihadiri 42 penginjil RMG,

dengan keputusan:

1. Pemberitaan Injil di Simalungun wajib segera dilaksanakan.


2. Segera dikirim surat ke Direktur RMG Schreiber di Barmen untuk memohon
persetujuan dan rekomendasi RMG dalam meluaskan lapangan penginjilan ke
Simalungun.
3. Segera dilakukan Langkah-langkah penginjilan ke Simalungun.

Kondisi masyarakat Simalungun pada waktu itu masih memiliki berbagai

kepercayaan yang berhubungan dengan pemakaian mantra-mantra dari “datu” (dukun)

disertai persembahan kepada roh-roh nenek moyang yang selalu didahului panggilan

kepada tiga Dewa yang disebut Naibata, yaitu Naibata di atas (dilambangkan dengan warna

putih), Naibata di Tengah (dilambangkan dengan warna merah), dan Naibata di bawah

(dilambangkan dengan warna hitam). Tiga warna ini diyakini mewakili Dewa-dewa tersebut

(putih, merah, hitam) yang mendominasi berbagai ornament Batak Simalungun dari pakaian

sampai hiasan rumah masyarakatnya.


Misionaris RMG dan para penatua gereja semakin gencar mengunjungi rumah-

rumah yang belum menganut agama Kristen setiap minggu sore. Akibatnya Injil semakin

merambat yang membawa dampak terhadap meningkatnya penganut agama suku menjadi

Kristen. Untuk merespon kabar baik tersebut, mereka mengadakan rapat pada tanggal 15

November 1931 memilih pengurus dan menamakan organisasi tersebut “Kongsi Laita”.

Motto dari Kongsi Laita, yakni bercakap-cakap sampai 5 menit mesti mengabarkan firman

Tuhan. Pada tanggal 16 Maret 1903, Dr. Schreiber dari RMG secara resmi mengirim pesan

singkat yang merekomendasikan pengabaran Injil ke Timorlanden (sebutan untuk

Simalungun).

Sesudah menerima pesan itu, pada tanggal 2 September 1903 sekelompok penginjil

dari RMG yang dipimpin oleh Pendeta August Theis, tiba di Pematang Raya untuk

menyebarkan Injil. Tanggal 2 September hingga saat ini diperingati setiap tahunnya oleh

anggota GKPS di semua dunia sebagai hari Olob-olob (bahasa Simalungun untuk “suka

cita”) untuk mensyukuri masuknya ambilan na madear (bahasa Simalungun untuk Firman-

Firman Alkitab/ajaran Kristen di Simalungun).

Selanjutnya pada tanggal 1 Januari 1904, dimulailah Zending Simalungun yang

bertempat tinggal di Pematang Raya. Pendeta Guillaume melayani pemberitaan injil di

Simalungun Raya anggota Barat. Pemberitaan firman Tuhan berlangsung secara terus

menerus dan menghasilkan buah yang manis. Pada akhirnya, Sebagai hasil dari pemberitaan

injil di Simalungun, telah disediakan permandian suci (Pandidion Na Parlobei) pada tanggal

19 September 1909, di Pematang Raya oleh Pendeta Theis, dan 38 orang telah menerima

permandian suci ini.


Kesuksesan cikal bakal pemberitaan injil, telah tercapai hingga tahun 1910, dengan

sudah berdirinya 17 Gereja di kawasan Simalungun yang dibentuk sebagai permulaan GKPS

waktu itu, yaitu di:

1. Tigaras, 15 Agustus 1903


2. Tinjoan, 15 Agustus 1903
3. Pematang Raya, 2 September 1903
4. Raya Usang, 8 September 1903
5. Dolok Saribu, 14 Septemer 1903
6. Bulu Raya, 16 Juni 1904
7. Purba Saribu, 10 Juni 1905
8. Haranggaol, 3 Maret 1906
9. Purba Dolok, 15 Agustus 1906
10. Pamatang Purba, 15 Agustus 1906
11. Purba Tongah, 1906
12. Hinalang, 8 September 1908
13. Kariahan, 1908
14. Saribudolok, 6 September 1909
15. Tambun Raya, 2 November 1909

Penyebaran injil ini dilakukan oleh para Misionaris RMG yang dilakukan menggunakan

pengantar bahasa Toba dengan anggpan bahawa Simalungun adalah anggota dari sub Etnik

Toba. Namun, hal ini mengakibatkan perkembangan penyebaran injil di Simalungun kurang

pesat, karena pengertian penduduk Simalungun telah tercampur terhadap gereja kaum

Barat dan juga karena mereka kurang mengerti bahasa Toba. Hal ini mengurangi efektifitas

keaktifan jemaat terhadap pemberitaan firman yang dilakukan oleh tim misionaris RMG.

Dari kondisi tersebut, pada akhirnya mereka menyadari bahwa orang Simalungun bukanlah

anggota dari Batak Toba dan mereka berusaha untuk mengijili menggunakan bahasa

Simalungun agar dapat diterima dengan jelas oleh masyarakat.


Para etnis Kristen Simalungun juga berusaha menuju kemandirian yang otonom, baik

secara daya, bahasa, administrasi dan teologia. Itu menunjukkan sudah adanya kesadaran

akan tugas pekabaran Injil sebagai tanggung jawab mereka. Itu tampak dari kesediaan

jemaat secara sukarela memberikan bantuan tenaga dan materi demi keberlangsungan

pelayanan gereja.

Cikal bakal kemandiran itu dimulainya ketika pembentukan wadah gerakan Kristen

Pribumi. Selanjutnya ketika orang Simalungun tidak diperhitungkan dalam badan-badan

HKBP dengan diubahnya distrik “Simalungun-Oostkust” menjadi distrik “Sumatera Timur,

Aceh dan Dairi” pada tahun 1935.

Untuk menanggapi keputusan HKBP tersebut, pada tanggal 5 Oktober 1952

pengurus harian distrik Simalungun yang dipimpin oleh praeses Kerpanus Purba,

mengundang anggota synode distrik Simalungun dalam rapat istimewa untuk membicarakan

masalah penempatan pendeta-pendeta dan gereja Simalungun yang sudah ada. Setelah

bertukaran pikiran, didapatkan kesimpulan dan keputusan bahwa distrik Simalungun harus

berdiri sendiri, terpisah dari HKBP. Pemisahannya bukanlah karena pertikaian atau jalan

yang tidak baik, melainkan melalui persetujuan bersama.

Pada tanggal 1 September 1963 HKBP Simalungun resmi berganti nama menjadi

GKPS. Surat resminya ditandatangani oleh Pendeta G.H.M Siahaan (wakil HKBP) dan

Pendeta Jenus Purba Siboro (mewakili HKBPS) di HKBPS jalan Sudirman Pematang Siantar.

Semakin berkembang zaman, pengabaran injil di Simalungun akhirnya terbagi ke dalam

beberapa Kerajaan. Marga asli penduduk Simalungun adalah Damanik, dan tiga marga

pendatang yaitu Saragih, Sinaga, dan Purba. Kemudian marga-marga tersebut menjadi

empat marga utama di Simalungun.


Terhitung hingga saat ini, jumlah Resort keseluruhan GKPS ada 106 buah, tercatat

data hingga tahun 2018 dengan total 624 gereja di Indonesia, dan 383.000 umat, 310

Pendeta.

B. PERAN KAUM IBU (INANG) DALAM KELUARGA INTI, GEREJA, MASYARAKAT


BANGSA DAN NEGARA

Anda mungkin juga menyukai