Anda di halaman 1dari 12

Doa dengan Inspirasi Kitab Suci

AG. Eka Wenats Wuryanta

Pengantar
Doa bukan ilmu, dan bimbingan doa bukan pengajaran. Doa itu praktik hidup iman dan
dibimbing dengan membagi pengalaman. Bimbingan doa sangat erat hubungannya
dengan bimbingan rohani, sebab doa berdasarkan kehidupan iman, pengharapan dan
kasih. Maka bimbingan doa sebetulnya tidak lain daripada membantu penghayatan
iman secara khusus. Memang tidak ada peraturan atau ketetapan bagaimana
seseorang harus menyatakan imannya di hadapan Allah, tetapi ada kebiasaan dan ada
pengalaman. Sering kali dikatakan bahwa doa berarti berbicara dengan Allah. Ini tidak
seluruhnya benar, sebab hubungan dengan Allah amat khusus, dan oleh karena itu
cara berbicara khusus juga. Karena itu amat berguna mengenal sedikit “bahasa” doa
yang hanya dapat dipelajari pada orang yang pandai berdoa.

Tentu saja semua orang dapat menjadi pembimbing dan teladan doa, asalkan dia
cukup berpengalaman dan sungguh bersemangat iman. Tetapi ada penuntun doa
khusus, yaitu mereka yang hidup dekat dengan Tuhan, para santo dan santa. Surat
Yakobus menyebut nabi Elia sebagai teladan doa dan ditegaskan bahwa “ia adalah
manusia biasa sama seperti kita, tetapi ia berdoa sungguh-sungguh” (Yak 5:17).
Banyak contoh lain dapat disebut dari Kitab Suci dan dari sejarah kehidupan Gereja.
Contoh yang amat dikenal dan juga amat bermanfaat adalah doa mazmur. Buku
mazmur mengumpulkan doa-doa Israel selama lebih dari 500 tahun. Aneka doa, baik
untuk orang perorangan maupun untuk kelompok, baik untuk pujian dan syukur maupun
untuk permohonan, menjadi satu bunga rampai contoh doa. Sampai sekarang Gereja
memakainya sebagai bahan pokok Ibadat Harian. Di dalamnya terungkap iman orang
yang sungguh percaya kepada Tuhan sebagai Allah dan Penyelamat. “Kepada-Mu, ya
Tuhan, kuangkat jiwaku” (Mzm 25:1); “kepada-Mu aku melayangkan mataku” (Mzm
123:1); “kepada-Mu, ya Tuhan, aku berseru sepanjang hari, mengulurkan tanganku
kepada-Mu” (Mzm 88:10).

Doa, apa itu?


Hidup kita di dunia ini adalah suatu perjalanan ke Surga; suatu persiapan yang
semestinya mengarahkan pandangan kita kepada Allah. Di sinilah pentingnya doa,
sebab doa pada hakekatnya adalah suatu pandangan ke Surga, sehingga merupakan
semacam prasyarat yang penting agar kelak kitapun dapat sampai ke dalam Kerajaan
Surga. St. Theresia Kanak-kanak Yesus mengatakan:
“Bagiku doa adalah ayunan hati, satu pandangan sederhana ke Surga, satu seruan
syukur dan cinta kasih di tengah percobaan dan di tengah kegembiraan”

Page 1 of 12
Maka, doa berkaitan dengan pengangkatan hati kita kepada Tuhan atas dasar kasih
kita kepada-Nya, untuk mengucap syukur ataupun untuk memohon rahmat dan
pertolongan-Nya. Doa juga mengarahkan hidup kita kepada tujuan akhir kita yang
sesungguhnya, sehingga kita tidak mudah hanyut dalam segala kesulitan hidup
ataupun terbuai dalam kenikmatan dunia, namun dapat menjalani kehidupan ini dengan
pengharapan yang teguh akan tujuan akhir yang menjadi tujuan Allah menciptakan kita,
yaitu bahwa Allah yang telah memilih kita akan selalu mendampingi kita sampai kita
dapat memasuki kehidupan kekal bersama-Nya (lih. Ef 1:3-10).

DOA: Panggilan Allah kepada Semua Manusia


Walaupun manusia telah jatuh di dalam dosa, namun manusia tetap adalah gambaran
Allah, dan tetap mempunyai keinginan untuk mengenal Allah yang menciptakannya.
Semua agama menjadi saksi bagi pencarian umat manusia akan Tuhan. Tuhanlah yang
memanggil manusia lebih dulu, dan tanpa lelah mencari setiap orang untuk berjumpa
dengannya secara rahasia, dalam doa. Dalam doa, inisiatif kasih Tuhan selalu datang
lebih dahulu, dan langkah awal kita selalu merupakan tanggapan. Allah sedikit demi
sedikit menyatakan diri-Nya dan menyatakan manusia kepada dirinya sendiri, sehingga
menjadi seperti drama perjanjian. Hal ini nyata dalam keseluruhan sejarah
keselamatan.

Dalam Perjanjian Lama


Pewahyuan tentang doa terjadi antara waktu kejatuhan manusia- dalam Perjanjian
Lama- dan pemulihannya, dalam Perjanjian Baru. Yaitu antara saat Allah mencari
manusia pertama, “Di manakah engkau? Apa yang telah Kau lakukan? (Kej 3:9, 13);
dan pemulihannya, saat Yesus datang ke dunia, “…Aku datang untuk melakukan
kehendak-Mu.” (Ibr 10:5-7) Maka doa memang sudah ada sejak awal penciptaan dunia.
Allah telah berkenan pada persembahan Habel, Henokh “hidup bergaul dengan
Allah”(Kej 5:22), demikian pula Nuh (Kej 6:9). Namun di atas semua itu, doa mulai
dinyatakan di Perjanjian Lama melalui bapa Abraham.

Abraham taat sepenuhnya pada Firman Allah. Doa Abraham dinyatakan dengan
perbuatannya dalam keheningan, ia membangun altar bagi Tuhan pada setiap tahap
perjalanannya (Kej 12:7,8). Baru kemudian Abraham menyatakan keberatannya kepada
Tuhan yang sepertinya tidak memenuhi janji-Nya (Kej 15:2); demikianlah salah satu hal
tentang doa dinyatakan, yaitu ujian terhadap iman akan kesetiaan Tuhan. Abraham
kembali menerima penegasan dari Tuhan, dan Abraham memiliki keberanian untuk
menjadi pendoa syafaat bagi umat manusia. Pada akhir pemurnian imannya, Abraham
diminta untuk mengorbankan anaknya yang ia terima dari janji Tuhan, sehingga bapa
orang beriman dijadikan serupa dengan Sang Bapa yang tidak akan menyayangkan
Anak-Nya sendiri untuk menyelamatkan kita. Doa mengembalikan manusia menjadi

Page 2 of 12
gambaran Allah dan membuatnya mengambil bagian dalam kuasa Tuhan
menyelamatkan banyak orang.
Mengambil gambaran Yakub yang bergulat dengan malaikat (Kej 32:22-32), sebelum
menghadapi Esau, kakaknya, tradisi rohani Gereja mengatakan bahwa hal itu
menggambarkan doa sebagai pergulatan iman dan sebagai kemenangan dari
ketekunan.

Sedangkan pada Nabi Musa, kita dapat melihat contoh yang demikian jelas akan doa
syafaat/ pengantaraan yang akan dipenuhi secara sempurna oleh Kristus. Di sini, lagi-
lagi Allah-lah yang membuat inisiatif pertama: Ia- lah yang memanggil Musa dalam
semak yang bernyala. Musa kemudian berdialog dengan Allah, dan untuk menjawab
pertanyaannya-lah Allah kemudian memberitahukan nama-Nya yang tak terpahami.
Allah biasa bicara dengan Musa, muka dengan muka, seperti seorang sahabat. Maka
ciri utama doa Musa adalah doa kontemplatif. Allah bicara sedemikian dengannya
sebab “Musa adalah orang yang sangat rendah hati, lebih dari setiap manusia di bumi”
(lih. Bil 12:3, 7-8). Musa tidak berdoa untuk dirinya sendiri, tetapi untuk umat Allah,
menjadi jembatan antara mereka dengan Allah.

Di zaman Raja Daud dan Salomo, doa umat Allah berkembang di sekitar tempat
kediaman Tuhan, yaitu di hadapan tabut perjanjian dan bait Allah. Raja Daud disebut
sebagai raja yang “berkenan di hati-Nya”(1Sam 13:14). Penyerahannya kepada
kehendak Allah, pujiannya kepada Allah, dan pertobatannya menjadi contoh doa bagi
kita. Kitab Mazmur merupakan doa pertama bagi kaum Yahudi dan bagi umat Kristiani.
Kristuspun mendoakan doa dari kitab Mazmur. Selanjutnya, Raja Salomo, anak Raja
Daud yang akhirnya membangun bait Allah di Yerusalem, juga memimpin doa untuk
mendedikasikan bait tersebut kepada Allah (lih. 1Raj 8). Dalam doanya, Raja Salomo
mengingat janji Tuhan kepada umat-Nya, kehadiran-Nya di tengah umat-Nya, dan
perbuatan-perbuatan- Nya yang ajaib saat menghantar umat keluar dari Mesir. Raja
menjadi pengantara antara bangsa Israel kepada Allah.

Di zaman Nabi Elia, bait Allah menjadi tempat pendidikan doa: ziarah, perayaan dan
kurban, persembahan petang, ukupan, roti kudus, yang semuanya menjadi tanda
kekudusan dan kemuliaan Allah. Allah dikenali sebagai Yang Maha Tinggi namun juga
yang Maha Dekat. Misi Nabi Elia adalah mendidik umat dalam hal iman dan pertobatan.
Dari Nabi Elia, kita belajar beriman akan sabda Tuhan, melalui pengalamannya dengan
janda di Sarfat (lih. 1Raj 17:7-24). Dari kesaksian doa Nabi Elia di hadapan para nabi
Baal, kita ketahui bahwa doa orang benar sangatlah berkuasa dan efektif. Allah
menjawab doa Elia dengan mengirimkan api bagi kurbannya pada saat persembahan
petang hari (lih. 1 Raj 18:20-). Baik Elia dan Musa, keduanya bersembunyi di balik lekuk
batu/ gua hingga kehadiran Allah melewati mereka (1Raj 19:9; Kel 33:19-23). Baru
kemudian di bukit Transfigurasi, Musa dan Elia melihat wajah Allah yang tak

Page 3 of 12
terselubung (lih. Mat 17:1-13), yang mereka cari: terang kemuliaan Allah dalam wajah
Kristus, yang disalibkan dan bangkit. Melalui perjumpaan dengan Allah, para nabi
memperoleh terang dan kekuatan untuk melakukan misi mereka. Doa mereka ialah doa
syafaat yang menunggu intervensi Sang Penyelamat.

Doa Mazmur menunjukkan doa bagi diri sendiri maupun doa bagi orang lain. Mazmur
menunjukkan doa umat Allah yang berkumpul di saat perayaan-perayaan di Yerusalem
dan setiap hari Sabat di sinagoga. Doa mereka mengingat kejadian-kejadian di masa
lampau yang terus menjangkau sampai ke masa depan, dan bahkan sampai akhir
zaman; mengingat janji Allah yang telah digenapi dan menantikan Mesias yang akan
menggenapinya dengan sempurna. Doa yang didoakan Kristus dan digenapi-Nya ini,
menjadikan Mazmur sebagai doa Gereja. Dalam kitab Mazmur, tercantum Sabda
Tuhan yang menjadi doa manusia. Kitab Mazmur tetap mengajarkan kepada kita
bagaimana kita berdoa. Kitab Mazmur merupakan cerminan perbuatan-perbuatan Allah
yang ajaib yang telah terjadi dalam sejarah umat-Nya, dan juga cerminan dari
pengalaman manusia yang mendaraskan Mazmur itu. Doa Mazmur mempunyai ciri-ciri
tertentu yaitu kesederhanaan dan spontanitas, kerinduan akan Tuhan, pergumulan
orang beriman, yang karena memilih mengasihi Tuhan, kemudian malah berhadapan
dengan para musuhnya dan berbagai cobaan. Namun doa Mazmur juga merupakan
doa orang beriman yang teguh berpengharapan pada Tuhan, berserah kepada segala
kehendak-Nya, dan senantiasa memuji Tuhan. Maka doa Mazmur juga adalah doa
pujian, Hallelu- Yah (Alleluia), puji Tuhan!

Dalam Kegenapan Waktu di Zaman Yesus


Yesus berdoa
Doa dinyatakan sepenuhnya di dalam Yesus, Sang Sabda yang menjelma menjadi
manusia dan yang tinggal di antara kita. Ia mengajarkan kepada kita untuk
menghampiri Allah yang kudus seperti Musa menghampiri semak yang bernyala: untuk
memandang-Nya dalam doa, lalu mendengarkan ajaran-Nya tentang doa, agar kita
mengetahui bagaimana Ia mendengarkan doa kita. Semasa hidup-Nya di dunia,
Yesuspun berdoa dengan bahasa manusia, mengikuti tradisi doa bangsanya, di
sinagoga dan di bait Allah. Kitab Suci mencatat, bahwa Yesus berdoa sebelum saat-
saat krusial dalam misi-Nya: sebelum kesaksian Bapa tentang-Nya saat Baptisan dan
Transfigurasi, sebelum memilih keduabelas rasul-Nya, sebelum pengakuan Petrus
bahwa diri-Nya adalah Mesias, dan doa agar iman Petrus itu tidak goyah, dan akhirnya,
sebelum Kisah Sengsara-Nya dan bahkan sebelum Ia menyerahkan nyawa-Nya untuk
menggenapi rencana keselamatan Allah Bapa bagi umat manusia.

Sebagaimana para murid Yesus belajar tentang doa dari Yesus, kitapun belajar dari
Yesus untuk berdoa kepada Allah Bapa. Yaitu dengan memandang, merenungkan, dan
mendengarkan Dia. Dalam banyak kesempatan, Yesus menarik diri dan berdoa

Page 4 of 12
kepada Bapa-Nya dalam keheningan, di tempat tersembunyi, pada malam hari.
Yesus membawa semua umat manusia dalam doa-doa-Nya. Ia selalu memulai doa-Nya
dengan ucapan syukur. Seluruh doa-Nya mencerminkan kelekatan penuh cinta
antara Hati-Nya dengan misteri kehendak Bapa-Nya. Dua contoh doa yang
diucapkan Yesus di hadapan orang banyak adalah doa ketika Yesus mensyukuri bahwa
misteri Kerajaan Allah dinyatakan kepada orang-orang kecil (lih. Mat 11:25-27), dan
ketika Yesus berdoa sebelum membangkitkan Lazarus dari kematian (Yoh 11:41-42).
Kedua doa ini dimulai dengan ucapan syukur. Yesus selalu dekat dengan Bapa-Nya,
maka sebelum meminta sesuatu kepada-Nya, Yesus sudah menyerahkan Diri-Nya
kepada Bapa. Ia yakin bahwa doa-Nya didengarkan. Dengan demikian Yesus
mengajarkan, bahwa Sang Pemberi lebih berharga daripada pemberian itu sendiri.

Yesus juga menunjukkan betapa dalamnya doa seorang Anak kepada Bapa-Nya, tidak
saja dengan perkataan “Ya Bapa, …. bukan kehendak-Ku melainkan kehendak-Mulah
yang terjadi” (Luk 22:42), namun juga dalam ketujuh perkataan terakhir-Nya di kayu
salib. Doa dan pemberian Diri-Nya menjadi satu dan menyatakan betapa dalam dan tak
terbatasnya penyerahan Diri-Nya kepada Allah Bapa. Semua pergumulan, permohonan
dan doa syafaat umat manusia di sepanjang zaman terangkum dalam seruan doa Sang
Sabda yang menjadi manusia dan yang menyerahkan nyawa-Nya di kayu salib ini. Dan
Allah menerima semuanya dan menjawabnya dengan membangkitkan Putera-Nya dari
kematian.[20]

Yesus mengajar kita berdoa


Dengan Yesus berdoa, Ia mengajar kita bagaimana harus berdoa. Sejak khotbah-Nya
di bukit dan seterusnya, Yesus mengajarkan pentingnya pertobatan hati, yaitu berdamai
dengan sesama sebelum mengajukan persembahan kepada Tuhan, mencintai musuh,
berdoa bagi mereka yang menganiaya kita, berdoa di tempat tersembunyi, tidak
mengatakan kata-kata kosong, memberi pengampunan kepada mereka yang bersalah
kepada kita, kemurnian hati dan mencari Kerajaan Allah di atas segala sesuatu. Maka
awal dari sikap doa yang baik adalah pertobatan hati untuk memperoleh hati yang
murni. Hanya dengan pertobatan inilah, hati kita belajar untuk berdoa dengan iman.
Iman yang dimaksud di sini adalah melekat kepada Tuhan seperti seorang anak
melekat kepada bapanya. Maka iman lebih daripada sekedar perasaan ataupun
pengertian. Kita dapat memperoleh keeratan sedemikian dengan Allah, karena Kristus
telah membuka jalannya untuk kita. Kristus sendiri adalah pintu dan jalannya kepada
Bapa. Seperti halnya Kristus berdoa dengan didahului oleh ucapan syukur, demikianlah
kitapun mengawali doa kita dengan ucapan syukur sebelum menerima berkat-
berkat-Nya. Kristus mengajarkan kepada kita agar memiliki keberanian sebagai
seorang anak, yang meminta dengan penuh iman kepada bapanya. Yesus berkata,
“Apapun yang kamu minta dalam doa, percayalah bahwa kamu telah menerimanya dan
kamu akan menerimanya.” (Mrk 11:24). Ini adalah doa dengan iman yang tidak ragu-

Page 5 of 12
ragu. Segala hal mungkin terjadi bagi orang yang percaya. Selain itu, doa atas dasar
iman, tidak saja merupakan doa yang menyerukan, “Tuhan, Tuhan,” tetapi doa yang
menyerahkan segenap hati kita kepada kehendak Allah Bapa. Selain itu, Yesus
mengundang kita untuk terus berjaga-jaga. Dalam doa kita berjaga-jaga, menaruh
perhatian kepada-Nya, yang hadir di dalam diri kita. Kita mengenang saat-saat
ketika dahulu Ia pernah hadir di dunia dalam kerendahan sebagai seorang hamba, dan
kita mengharapkan kedatangan- Nya kembali dalam kemuliaan-Nya. Doa bagi kita
adalah perjuangan, dan hanya dengan kesetiaan kita untuk terus berjaga dalam doa,
kita dapat terhindar dari jatuh ke dalam pencobaan.

St. Lukas mengemukakan tiga perumpamaan tentang doa: 1) “sahabat yang


mengganggu” (lih. Luk 11:5-13), untuk mengajarkan agar kita tidak bosan mengetuk
pintu, memohon kepada Allah. Ia akan memberikan apa yang kita perlukan, terutama
Roh Kudus yang mengandung semua karunia; 2) “janda yang mengganggu” (lih. Luk
18:1-8), untuk mengajarkan agar kita berdoa tanpa henti, dengan kesabaran iman; 3)
“orang farisi dan pemungut cukai”, untuk menekankan pentingnya sikap kerendahan
hati dalam doa.“Tuhan, kasihanilah kami, orang berdosa”. Gereja menjadikan
permohonan ini sebagai doanya, “Kyrie eleison!”

Akhirnya, ketika mempercayakan misteri doa kepada para murid-Nya, Yesus


menyatakan kepada mereka dan kepada kita agar dalam doa, kita “meminta dalam
nama-Nya.” Untuk itu dibutuhkan iman, dan iman kepada Yesus ini mengarahkan kita
untuk mengenal Bapa. Iman ini membuahkan kasih, yang berarti melakukan segala
perintah-Nya, dan tinggal bersama Yesus di dalam Bapa, yang di dalam Yesus telah
begitu mengasihi kita. Dengan kesatuan kita dengan Allah ini, maka segala
permohonan kita akan didengarkan oleh-Nya. Juga, jika kita menyatukan doa-doa kita
dengan doa Yesus, maka Allah Bapa akan menganugerahkan kepada kita, “Seorang
Penolong yang lain, yang akan menyertai kita selamanya, yaitu Roh Kebenaran” (Yoh
14:16-17). Dalam Roh Kebenaran, yaitu Roh Kudus, doa kita adalah persekutuan kasih
dengan Allah Bapa dan Putera, dan karena itu apa yang kita minta akan dikabulkan
Tuhan.

Tradisi Doa
Doa tidak bisa dibatasi hanya sebagai pencurahan dorongan hati yang terjadi secara
spontan. Agar kita dapat berdoa, kita harus mempunyai keinginan untuk berdoa. Tidak
cukup kita mengetahui apa yang diajarkan dalam Kitab Suci tentang doa, tetapi kita
harus juga belajar untuk berdoa. Melalui Tradisi Gereja dalam Gereja, Roh Kudus
mengajarkan kepada kita bagaimana kita harus berdoa. Tradisi doa Kristiani adalah
salah satu cara di mana tradisi iman terbentuk dan berkembang, khususnya melalui
permenungan dan pembelajaran orang-orang beriman yang meresapkan di dalam hati
mereka, segala kejadian dan perkataan rencana keselamatan Allah. Melalui

Page 6 of 12
pemahaman mereka yang mendalam tentang kenyataan rohani yang mereka alami, kita
dibawa masuk lebih dalam ke dalam misteri doa.

Sumber Doa
Roh Kudus adalah air hidup yang memancar sampai ke hidup yang kekal, dalam hati
orang yang berdoa. Roh Kudus mengajarkan kepada kita bahwa Kristuslah Sumber air
hidup ini. Dalam kehidupan Kristiani terdapat berbagai mata air di mana Kristus
menantikan kita, untuk memuaskan dahaga kita dengan Roh Kudus. Mata air doa itu
adalah: 1) Sabda Allah, 2) liturgi Gereja, 3) kebajikan iman, harap dan kasih; 4) dalam
kejadian-kejadian setiap hari.

Sabda Allah
Gereja secara khusus mendorong semua umatnya untuk sering membaca Kitab Suci
agar sampai pada pengenalan akan Yesus Kristus, yang mengatasi segala
pengetahuan. Gereja mengingatkan kita agar doa selalu menyertai pembacaan Kitab
Suci, supaya terjadi dialog antara Allah dan kita manusia. Sebab kita berbicara kepada
Tuhan ketika berdoa, sedangkan kita mendengarkan Dia, saat membaca Sabda-Nya.
Para penulis rohani, berdasarkan Mat 7:7 mengatakan, beginilah sikap hati yang
menimba kekuatan dari sabda Allah dalam doa: “Carilah, dengan membaca, maka
kamu akan menemukannya dengan meditasi; ketuklah dalam doa batin, maka itu akan
dibukakan bagimu dengan kontemplasi.” Beberapa cara untuk berdoa dengan Sabda
Allah, adalah dengan membaca dan merenungkan bacaan liturgis (bacaan Misa
Kudus), lectio divina, dan mendaraskan Mazmur.

Liturgi Gereja
Dalam liturgi Gereja, misi Kristus dan Roh Kudus menyatakan, menghadirkan dan
menyampaikan misteri keselamatan yang terus berlangsung dalam hati orang yang
berdoa. Hati yang berdoa ini, seumpama sebuah altar. Maka setiap doa orang beriman,
meskipun diucapkan di tempat tersembunyi, adalah doa Gereja: sebuah persekutuan
dengan Allah Tritunggal Mahakudus.

Selain liturgi Ekaristi, Gereja melalui Konsili Vatikan II menganjurkan kita untuk
mengambil bagian dalam doa Liturgi Harian (The Liturgy of the Hour) yang merupakan
doa Gereja. Doa yang dianjurkan adalah doa pagi (Lauds) dan doa sore (Vespers),
terutama bagi mereka yang terpanggil untuk turut berkarya dalam karya kerasulan.
[42]
Doa ini juga dikenal dengan sebutan doa brevier.

Kebajikan Teologis
Kita masuk dalam doa seperti halnya masuk dalam liturgi, melalui pintu yang
sempit, yaitu iman. Kita mencari dan mendambakan wajah Tuhan, kita rindu

Page 7 of 12
mendengarkan Sabda-Nya. Namun dalam doa, bukan hanya kita yang berusaha, tetapi
Roh Kudus juga membimbing kita, dan mengajarkan kepada kita untuk berdoa dalam
pengharapan. Baik doa Gereja maupun doa pribadi, menumbuhkan pengharapan
dalam hati kita. Dan pengharapan kita ini tidak akan mengecewakan kita, sebab kasih
Allah telah dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah diberikan kepada
kita (Rm 5:5), yaitu saat kita dibaptis. Doa yang dibentuk dari kehidupan liturgis,
menarik kita ke dalam kasih, di mana kita dikasihi Kristus, dan dimampukan untuk
membalas kasih-Nya. Maka kasih adalah mata air doa, dan kalau kita menimba
daripadanya, kita akan mencapai puncak doa. Berikut ini adalah doa St. Yohanes
Vianney:
“Aku mengasihiMu, O Tuhanku, dan keinginanku satu-satunya adalah agar aku
mengasihiMu sampai nafasku yang terakhir dalam hidupku. Aku mengasihi-Mu,
O Tuhanku yang terkasih, dan aku lebih baik mati dalam keadaan mengasihi
Engkau, daripada hidup tanpa mengasihi Engkau. Aku mengasihi Engkau,
Tuhan dan rahmat satu-satunya yang kumohon adalah agar aku mengasihi-Mu
dalam kekekalan. Allahku, kalau lidahku tidak dapat berkata-kata setiap saat,
bahwa aku mengasihi Engkau, Aku mau supaya hatiku mengulanginya kepada-
Mu di setiap tarikan nafasku.”
Doa-doa yang kita ucapkan itu pada dasarnya harus memiliki struktur – isi – bentuk –
seturut ajaran teologi Gereja. Maka setiap umat beriman tidak punya “kuasa” untuk
mengarang atau menciptakan sendiri suatu doa di luar ajaran resmi Gereja.
Berikut ini akan ditampilkan struktur, isi, dan bentuk doa seturut tradisi yang sudah
hidup berabad-abad.

1. Menyapa Allah [Anaklesis]


Doa Gereja selalu dimulai dengan menyapa Allah dalam berkat dan penyembahan.
Berkat merupakan dasar komunikasi antara Allah dan manusia. Dalam berkat Allah
mencurahkan anugerah-Nya dan diterima oleh manusia yang bersatu melalui sapaan
timbal-balik. Doa yang memberkati adalah jawaban manusia atas anugerah-anugerah
Allah. Karena Allah memberkati, maka hati manusia dapat memuja Dia sebagai sumber
segala berkat. Sementara penyembahan adalah sikap pertama manusia yang
mengakui diri sebagai makhluk ciptaan Allah di hadapan Pencipta-Nya. Kita
memuliakan kebesaran Allah yang menciptakan kita, dan kuasa penyelamatan-Nya
yang membebaskan kita dari semua hal yang jahat.

2. Mengenangkan Karya Allah [Anamnesis]


Setelah menyapa Allah karena berkat-Nya, kemudian kita mengenangkan karya Allah
dengan pujian. Dalam pujian secara langsung kita mengakui Allah dan mengagumkan
diri Allah sendiri. Kita memberikan hormat kepada Allah, bukan hanya karena misteri
karya-karya-Nya, melainkan karena Allah ada. Melalui pujian kita ikut mengambil
bagian dalam karya Allah dan mencintai Allah dalam iman, sebelum kita memandang

Page 8 of 12
Allah dalam kemuliaan-Nya. Melalui pujian, Roh Allah bersatu dengan roh kita, dan
bersaksi bahwa kita adalah anak-anak Allah (Rm 8:16). Roh Allah memberi kesaksian
tentang Kristus, dan di dalam Kristus kita menjadi anak-anak Allah dan melalui Kristus
kita memuliakan Bapa.

3. Memohon kepada Allah [Epiklesis]


Kita percaya bahwa karya Allah itu berlangsung terus-menerus dalam hidup kita, maka
pada bagian ini kita memohon kepada Allah, memanggil Roh Allah agar bekerja bagi
kita saat ini. Maka dalam permohonan ini terungkap kesadaran akan hubungan kita
yang intim dengan Allah. Kita adalah makhluk ciptaan, sebab itu diri kita tidak punya
asal-usul sendiri, tidak bertuan atas keberadaan diri sendiri dan diri kita bukanlah yang
menjadi tujuan yang terakhir. Allah adalah asal-mula dan arah dan tujuan hidup kita.
Namun diri kita yang berdosa ini selalu berpaling dari Allah dan kehendak-Nya itu.
Maka permohonan merupakan langkah kita berbalik kepada Allah untuk meminta
pengampunan Allah, itulah permohonan kita yang utama. Memohon pengampunan
Allah ini bisa kita temukan misalnya dalam doa pemungut cukai: “Ya Allah, kasihanilah
aku orang berdosa ini” (Luk 18:13). Kerendahan hati yang penuh kepercayaan ini,
menempatkan kembali kita dalam terang persekutuan dengan Bapa dan Putera-Nya
Yesus Kristus, dan akhirnya persekutuan antara manusia (1Yoh 1:7-2:2), apapun yang
kita minta akan memperoleh dari-Nya (1 Yoh 3:22).

Kemudian Yesus mengajarkan bahwa pusat permohonan kita ialah kerinduan akan
Allah dan pencarian Kerajaan Allah (Mat 6:10.33; Luk 11:213). Maka pertama-tama kita
memohon datangnya Kerajaan Allah dan kemudian memohon segala sesuatu yang kita
butuhkan untuk menerima-Nya dan untuk turut bekerja demi kedatangannya.
Keikutsertaan dalam perutusan Kristus dan Roh Kudus adalah perutusan kita sebagai
pokok permohonan umat apostolik (Kis 6:6; 13:3). Dengan demikian setiap orang yang
dibaptis ikut bekerja demi datangnya Kerajaan Allah. Dengan cara ini setiap kita
mengambil bagian dalam cinta kasih Allah yang menyelamatkan, dengan mendoakan
setiap kebutuhan sebagai pokok permohonan. Namun setiap pendoa “tidak
memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga” (Filipi 2:4),
bahkan ia berdoa bagi mereka yang berbuat jahat terhadapnya (1 Yoh 2:1; 1 Tim 2:5-
8). Sebagai murid Yesus kita harus saling mendoakan dengan tekun (Kis 7:60; Luk
23:28.34) supaya ikut ambil bagian dalam pelayanan Injil (Ef 6:18-20; Kol 4:3-4; 1 Tes
5:25).

4. Konklusi Trinitaris [Doksologi]


Bagian penutup dari doa kita berisikan pujian kepada Allah Bapa dengan pengantaraan
Yesus Kristus Putera-Nya, dan dalam persatuan dengan Roh Kudus, dengan
persetujuan umat: “Amin.” Seharusnya kita selalu mengakhiri atau menutup doa-doa
kita dengan rumusan konklusi trinitaris yang tepat seturut kebenaran iman seperti itu.

Page 9 of 12
Terdapat dua rumusan untuk mengakhiri suatu doa yang diarahkan atau ditujukan
kepada Allah Bapa. Rumusan pertama, doa diakhiri dengan ucapan: “….Dengan
pengantaraan Yesus Kristus, Putera-Mu, Tuhan kami, yang bersama Dikau dalam
persatuan dengan Roh Kudus hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang
segala masa,” umat menanggapi dengan menyerukan: “Amin.”
Rumusan kedua, doa yang diakhiri dengan ucapan: “….Sebab Dialah Tuhan,
Pengantara kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus hidup dan
berkuasa, Allah, kini dan sepanjang masa,” lalu umat menyetujui dangan menyerukan:
“Amin.” Dan ada pula rumusan untuk mengakhiri doa yang diarahkan atau dialamatkan
kepada Yesus Kristus, Putera Allah. Rumusannya adalah: “….Sebab Engkaulah Tuhan,
pengantara kami, yang bersama dengan Bapa, dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan
berkuasa, Allah, kini dan sepanjang masa,” umat menyetujui dengan menyerukan:
“Amin.”

Kitab Suci dan Hidup Doa


Kitab Suci: Istilah ini merupakan terjemahan dari kata Bahasa Latin, dari kata “Sacra”
artinya suci atau kudus, dan “Scriptura”, artinya tulisan. Dengan demikian, Sacra
Scriptura berarti tulisan suci. Kitab suci diakui sebagai tulisan atau buku suci karena
berasal dari Allah dan berisikan hal-ikhwal yang berkaitan dengan Allah.

Alkitab. Istilah Alkitab berasal dari bahasa Arab, dari kata Al – Kitab. Al adalah kata
bahasa Arab yang berarti “indah” atau “hebat”. Kitab suci diakui sebagai kitab yang
indah atau kitab yang hebat, karena berisikan wejangan dan nasihat untuk hidup dan
ditulis dalam banyak buku. Karena itu, Alkitab tidak hanya merupakan satu buku tetapi
juga merupakan kumpulan buku atau tulisan (Biblia dalam bahasa Yunani (jamak) dan
Latin (tunggal). Alkitab berisikan 46 tulisan dari Perjanjian Lama dan 27 tulisan dari
Perjanjian Baru. Seluruhnya berjumlah 73 tulisan.
Perjanjian. Kitab suci juga diartikan sebagai Kitab Perjanjian. Dalam Bahasa Yunani
disebut “diatheke”. Awalnya diatheke diterjemahakan sebagai wasiat yang diberikan
Allah kepada manusia. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, diatheke lebih
diartikan sebagai “perjanjian”. Disebut perjanjian, karena dalam Kitab suci, kita
menemukan perjanjian atau kesepakatan timbal balik antara Allah dan manusia.

Injil. Kitab suci juga sering diartikan sebagai Kitab Injil (Kabar Gembira). Kata injil
berasal dari bahasa Yunani, dari kata “euangelion”, artinya kabar baik atau kabar
gembira. Kata euangelion berasal dari kata kerja bahasa Yunani, “euangelisesthai”,
artinya “mewartakan kabar baik” atau “memberitakan kabar gembira”. Dengan
demikian, Injil berarti kabar baik atau kabar gembira tentang keselamatan yang telah
menjadi nyata dalam diri Yesus Kristus.

Page 10 of 12
Kitab suci dan keluarga Katolik sesungguh memiliki korelasi yang sangat erat. Kualitas
kekatolikan keluarga Katolik sangat ditentukan oleh seberapa jauh nilai-nilai kitab suci
diselami dan dihayati oleh keluarga dalam kehidupan setiap hari. Bila sebuah keluarga
Katolik tidak pernah membaca dan menghayati nilai-nilai injili dalam kehidupannya
maka ia tidak menjadi keluarga Katolik dalam arti yang sesungguhnya.

Kitab suci memang menjadi begitu penting bagi kehidupan keluarga kristen. Kurang
lebih ada beberapa tesis yang mendukung pernyataan ini. Kitab Suci adalah Sabda
Allah dalam bahasa manusia. Kitab suci adalah sabda Allah, kabar gembira Allah, yang
mesti didengar dan dialami oleh keluraga Katolik agar cinta Allah itu bisa menjadi
kenyataan dalam keluarga.
Kitab Suci adalah surat Cinta Allah kepada keluarga-keluarga Katolik. Kitab suci adalah
tanda ungkapan cinta Allah kepada keluarga-keluarga Katolik. Cinta Allah itu ibarat
seorang pacar yang menuliskan surat cinta kepada wanita pujaan hatinya. Tetapi,
tentunya ungkapan cinta Allah adalah tulus, tanpa batas, tanpa syarat, dan tidak
bersifaf gombal sebagaimana yang biasa anak muda jaman sekarang lakukan kepada
para wanita belahan jiwanya.
Kitab Suci adalah Terang Kehidupan keluarga Katolik. Sebagai terang kehidupan, kitab
suci ibarat “api” yang senantiasa memberikan cahaya bagi keluarga agar bisa melewati
lorong-lorang gelap kehidupan. Kitab suci dalam hal ini menjadi semacam panduan
normatif-religius untuk mengarahkan pola tingkah laku keluarga Katolik, yakni tingkah
laku yang dikehendaki Allah dan sesuai dengan teladan Yesus Kristus.

Kitab Suci adalah Sabda Tuhan, perkataan dan perbuatan Yesus sahabat anak-anak.
Kitab suci berisi sabda Tuhan dan perbuatan-perbuatan Yesus yang bisa dijadikan
sebagai ajaran iman bagi anak-anak. Dengan membacakan atau menceritakan kisah-
kisah yang tertulis dalam kitab suci kepada anak-anak, anak-anak akan lebih mengenal
iman katolik dan meneladani dan mengikuti perintah Yesus yang adalah sahabat anak-
anak.

Anak-anak sesungguhnya senantiasa belajar dari kehidupannya. Bila ia dibesarkan


dalam keluarga yang senantiasa membaca kitab suci maka ia akan berlaku demikian
untuk seumur hidupnya. Sebaliknya, jika anak-anak tidak dibiasakan sejakkecil untuk
bergelut dengan kitab suci maka sampai menjadi seorang dewasa, anak-anak
akantetap berlaku demikian. Mereka melihat kitab suci sebagai sesuatu yang asing dan
aneh untuk dibaca.

Cara Berdoa dalam Terang Kitab Suci


Seperti yang dikatakan di atas bahwa salah satu sumber doa adalah kitab suci. Dengan
demikian sabda memang mempunyai kuasa dan berdaya. Karena firman Allah maka

Page 11 of 12
terdapat 3 cara sederhana untuk bisa melakukan doa dengan atau dalam terang kitab
suci.

Cara pertama adalah cara kontemplasi. Doa kontemplasi adalah satu dari beragam
jenis cara berdoa yang menjadi kekayaan tradisi spiritual Gereja Katolik. St. Ignatius
dalam Latihan Rohani-nya memberi tempat khusus pada cara doa ini dan ajakan untuk
berkontemplasi muncul di seluruh bagian dari pokok-pokok Latihan Rohani. Namun, St.
Ignatius bukanlah satu-satunya orang dari Abad Pertengahan yang mengajarkan cara
doa satu ini: ada St. Fransiskus dari Sales, St. Teresia dari Avilla, St. Fransiskus dari
Asisi, St. Antonius dari Padua. Bahkan bukan hanya milik Gereja Katolik. Tapi apa itu
doa kontemplasi?

Dari namanya, kontemplasi (Latin: contemplari – kata kerja) berarti memandang,


mengamat-amati, atau menatap. Kontemplasi lantas pertama-tama berkaitan dengan
penglihatan. Dalam kaitan arti khususnya dengan cara berdoa, kata kontemplasi punya
makna lebih dalam lagi: ‘melihat dengan mata batin’ dan ‘pencurahan per-hati-an pada
apa yang dipandang’. Maka berdoa kontemplasi berarti kita berjumpa dengan Tuhan
lewat daya imajinasi kita, lewat penglihatan batin kita. Dalam prakteknya, doa
kontemplasi biasanya dibuat dengan mengambil satu teks kisah Kitab Suci tertentu.
Kita membayangkan peristiwanya, detil tempat dan situasinya, serta hadir dalam kisah
itu.

Cara kedua adalah meditasi. Inti meditasi adalah permenungan mendalam mengenai
peristiwa alkitabiah. Meditasi mengembalikan kembali pesan dan sabda Tuhan serta
memberikan makna dari pesan atau sabda yang dimaksud. Meditasi menunjukan kerja
aktif pikiran dan perasaan mengenai peristiwa tertentu dalam kitab suci secara konkret,
detail dan hidup. Dengan demikian, pendoa diharapkan bisa memahami apa makna
sebuah peristiwa dan bertanya apa yang sebaiknya dapat dilakukan.

Cara ketiga adalah konsiderasi. Konsiderasi adalah pendoa menimbang-nimbang untuk


memahami keadaan dan makna. Dengan kata lain, pendoa mencari teks kitab suci,
peristiwa, atau peristiwa yang mungkin berbicara untuk hidup konkret pendoa. Doa
konsiderasi biasanya lebih aktif karena pendoa mencari, menimbang, menilai
kebenaran dari ucapan atau pesan atau peristiwa dalam kitab suci. Doa konsiderasi
biasanya lebih aktif dibandingkan dengan meditasi dan kontemplasi.

Page 12 of 12

Anda mungkin juga menyukai