Anda di halaman 1dari 9

Nama : Andre Adi Putra Sitompul

Gideon Meinal Zai


Tingkat/Jurusan : IVB/Teologi
Mata Kuliah : OIKUMENIKA
Dosen Pengampu : Dr. Janjahaman Damanik

PEMAHAMAN DAN PRAKTIK GERAKAN OIKUMENE OLEH GBKP SERTA


TANTANGAN YANG DIHADAPI

I. Pendahuluan

Usaha-usaha oikumenis telah dijajaki oleh gereja-gereja anggota PGI untuk


terwujudnya gereja Kristen yang esa di Indonesia. Dan nampaknya istilah Oikumene bukan
lagi suatu hal yang asing, bahkan menjadi satu mode dalam suatu kegiatan di antara beberapa
gereja. Jiwa Oikumenis sering diungkapkan dengan mengadakan suatu perayaan hari besar
Kristen, seperti: Paskah dan Natal bersama, dan sebagainya; sehingga ada sebagian orang
mengidentikkan kegiatan secara bersama-sama itulah Oikumene. Segala usaha berupa
pertemuan, konsultasi, rapat dan mengadakan proyek secara bersama-sama itu sudah
menyatakan kesadaran Oikumenis. Dalam hal ini, untuk menuju keesaan tersebut salah satu
yang ambil bagian di dalamnya adalah Gereja Batak Karo Protestan (GBKP). Oleh karena itu
dalam sajian ini kita akan membahas bagaimana GBKP dan Oikumenika serta perananya.
Semoga sajian ini dapat menambah wawasan bagi kita.

II. Pembahasan
II.1. Pengertian Oikumene

Di dalam ilmu Teologi, konsep keesaan dibicarakan dalam terminologi Oikumene.


Kata ini berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu ‘oikos’, yang artinya rumah atau
tempat tinggal, dan ‘menein’, yang berarti mendiami, sehingga secara etimologi oikumene
berarti mendiami rumah atau tempat tinggal secara bersama. Tradisi gereja kemudian
mengembangkan pemaknaan istilah oikumene menjadi “kehidupan dan panggilan bersama
gereja-gereja di dunia melalui sikap dan aktivitas persekutuan pelayanan dan kesaksiannya.”1

Berdasarkan kata oikumene tersebut maka dapat dimaknai gerakan keesaan sebagai
sebuah dinamika gereja Yesus Kristus dalam mewujudkan iman dan panggilannya ditengah-
tengah dunia yang sama. Menurut Dr. J.L. Ch. Abineno, gerakan keesaan mencakup dua hal

1
Chris Hartono, Gerakan Oikuenis di Indonesia, (Yogyakarta: PPIP UKDW, 1984),  1
mendasar, yaitu pertama perwujudan diri gereja Yesus Kristus yang esa di dalam iman dan
tugas panggilannya di dunia, kedua panggilan untuk mempersatukan gereja yang telah
terpisah-pisah oleh perbedaan budaya, bahasa, ajaran, dan organisasi, agar gereja tetap esa di
dalam Yesus Kristus. Denganh hal-hal ini maka gerakan keesaan tidak hanya menekankan
kesatuan lahiriah dan organisatoris, melainkan kesatuan dalam pengakuan bahwa Yesus
Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia serta kesatuan dalam panggilan untuk melayani
dunia ini dengan berlandaskan kasih.2

II.2. Sejarah Singkat GBKP

Periode pertama (1890-1893) disebut sebagai periode Firman Tuhan disebarkan di


bumi Karo. Pada tanggal 16 Nopember 1888, anggota parlemen Belanda JT. Kremer, yang
kemudian menjabat menteri, telah menganjurkan Kristenisasi orang Batak Karo. Lalu
Cremer, bersama zendeling Kreemer dari Jawa Timur mendatangi direksi dari beberapa
perusahaan perkebunan yang berhasil diajak agar menyumbangkan dana kepada pihak
NZG,3 untuk pelaksanaan penginjilan tersebut. Pada bulan Nopember 1889 ditandatangani
suatu perjanjian antara pihak NZG dengan suatu panitia Zending Batak Karo di Amsterdam
(yang mewakili perusahaan), lalu diutuslah H.C. Kruyt ke Tanah Karo. 4 Pada tanggal 18
April 1890 Pendeta H.C. Kruyt bersama Nicolas Pontoh tiba di Belawan, dan melanjutkan
perjalanan ke Medan. Mereka menginap beberapa malam di Medan untuk mengadakan
persiapan seperlunya. Mereka mengadakan pendekatan terhadap para penguasa di daerah ini,
seperti tuan Residen W.J.M. Michielson dan Tuan Carel Westenberg, kontelir khusus untuk
orang Batak. Setelah meninjau lokasi di beberapa desa di sepanjang kaki Bukit Barisan maka
Pdt. H.C. Kruyt menetapkan desa Buluhawar menjadi pos penginjilannya, karena desa ini
berada pada jalur lalu lintas dari dan ke dataran Tinggi Karo. Desa ini menjadi desa
persinggahan para pedagang yang disebutperlanja sira.  Pada saat itu barang dagangan
diangkut dengan pikulan melalui jalan setapak mendaki dan menuruni gunung dan lembah
serta menyeberangi sungai-sungai. Perjalanan ini sangat melelahkan, karena itu mereka butuh
persinggahan.5 Pada tanggal 1 Juli 1890, Pdt. H.C. Kruyt menetap tinggal di Buluhawar atas
bantuan pengulu Buluhawar (penduduk desa Buluhawar sekitar 200 jiwa). Dia tinggal di
rumah yang sederhana. Dalam catatan harian Pdt. H.C. Kruyt rumah tersebut berada di antara
2 rumah dan tidak jauh dari kampung. Rumah tersebut disewa 16 dollar dubbeltje = 
2
J.L. Ch. Abineno, Oikuene dan gerakan Oikuene. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984), 10.
3
F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta : BPK-GM, 2006), 300
4
SC Graaf van Randwijck, Oegstgeest,(Jakarta : BPK-GM, 1989), 561
5
P. Sinuraya, Cuplikan Sejarah Penginjilan kepada Masyarakat Karo, (Medan: Berkat Jaya, 2002), 4
336 cent per bulan. Dia belajar bahasa Karo dan budaya Karo, dia memakai ikat kepala
(erbulang), memakai kain sarung tenunan khas Karo (eruis), memakai selendang (cabin), ikut
bergotong royong (aron), juga merawat orang-orang sakit. Ada sekitar 41 orang yang dia
rawat, misalnya ada yang keracunan darah dan ada yang sakit borok. Dia mengunjungi orang-
orang sakit dan memberinya obat. Bayarannya biasanya berbentuk ayam, beras, dan lain-
lain.6

Dia memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk tidak mengisap candu dan
tidak bermain judi. Dia juga menjelaskan perbedaan misi Kristen dengan kehadiran kolonial
Belanda. Pemerintah Belanda tidak senang dengan penyuluhan yang diberikan Pdt. H.C.
Kruyt tetapi pendeta ini tetap pada pendiriannya. Pemerintah Belanda berkeinginan agar Pdt.
H.C. Kruyt tidak menjelaskan perbedaan Kolonial Belanda dengan misi Kristen, jangan
melarang orang Karo menghisap candu dan jangan bergabung dengan tentara Aceh untuk
melawan Belanda. Kemudian pada tanggal 23 Nopember sampai 3 Desember 1890 Pdt. H.C.
Kruyt pergi meninjau dataran tinggi Karo. Pada tahun 1891 dia meninggalkan tugas
zendeling lalu pergi ke Menado bersama Nicolas Pontoh untuk mencari tenaga pembantu
untuk penginjilan.  Kemudian ditemukan tenaga penginjil dan ditempatkan di 5 pos
pelayanan (pada setiap pos pelayanan dibuka rumah sekolah dan poliklinik di samping
pelayanan Firman),  yaitu:  

1. Guru Injil Benyamin Wenas di desa Salabulan.

2. Guru Injil Johan Pinotoan di desa Sibolangit.

3. Guru Injil Richard Tampenawas di desa Pernengenen.

4. Guru Injil Hendrik Pesik di desa Tanjung Beringin.

5. Pdt. H.C. Kruyt dan Nicolas Pontoh di desa Buluhawar.7

Periode ke-dua (1893-1940) disebut sebagai periode pembaptisan orang Karo. Karena
pada tanggal 20 Agustus 1893, dilaksanakan pembaptisan kepada enam orang masyarakat
Karo oleh Pdt. J.K. Wijngaarden, yaitu : Ngurupi bersama anaknya Pengarapen, Nuan

6
MW. Tarigan, http://gbkp-sejarah.blogspot.com/2012/04/sejarah-masuknya-injil-ke-tanah-
karo.html di terbitkan pada hari Jumat, 27 April 2012, di akses pada Jumat, 19 November 2021 pukul 22.35
WIB
7
P. Sinuraya, Cuplikan Sejarah Penginjilan kepada Masyarakat Karo, 4
(akhirnya menjadi Manteri Cacar yang dinamai Bapa Tuah Barus) dan Tala serta dua orang
bersaudara, Tabar dan Sampai.8

Periode ke-tiga (tahun 1940- 1950) ini disebut sebagai periode kemandirian GBKP
karena pada periode ini kepemimpinan GBKP beralih dari orang Belanda kepada orang Karo.
Pada tanggal 18 April 1940 diadakan pesta jubileum 50 tahun penginjilan NZG di Tanah
Karo. Dan tanggal 23 Juli 1941 diadakan Sidang Sinode I GBKP di Sibolangit dan pada saat
itu ditahbiskan Pendeta pertama GBKP yaitu Pdt. Th. Sibero dan Pdt. P. Sitepu. Selain
Pendeta pada saat itu sudah ada 35 orang Guru Agama.  Pada  Sidang Sinode ini dipilih
pengurus Hoofbestuur (Pengurus Sinode GBKP yang dinamai Moderamen) yang pertama
yang diketuai Pdt. J. van Muylwijk. Tata Gereja pertama memakai bahasa Belanda dibuat
pada Sidang Sinode ini dan diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1942. Dengan demikian
terjadilah peralihan dari pelayanan NZG menjadi pelayanan gereja yang beraliran Calvinis.
Pada saat itu GBKP diharapkan menjadi gereja yang mandiri. Pada bulan Juni 1943 pemuda
Karo beramai-ramai menjadi tentara Jepang yang diberi nama Giyugun atau Hei Ho. Jemaat
pada saat itu hidup dalam kekurangan. Masyarakat disuruh tentara Jepang untuk menyembah
Matahari setiap pagi tapi banyak masyarakat yang menolak untuk melakukannya karena
bertentangan dengan iman Kristen.9

Periode ke-empat (1950-1970) disebut sebagai periode pembangunan kembali GBKP.


Pada tanggal 4-5 April 1950 diadakan Sidang Sinode GBKP IV di Kabanjahe dan dalam
sidang ini dibahas supaya GBKP mendirikan Sekolah Guru Agama, lalu dibicarakan
pengambilalihan rumah Sakit Zending, Sidang Sinode memutuskan untuk ikut Sidang Raya
DGI 21-28 Mei 1950.Pada bulan September 1953 Anggapen Ginting Suka diutus untuk
mengikuti pendidikan Theologia di Sekolah Tinggi Teologia Jakarta. Ini menunjukkan bahwa
GBKP mulai mempersiapkan tenaga pendeta melalui jalur pendidikan teologia. Selain itu
pengurus pelayanan kaum ibu (Moria) dibentuk pada tanggal 16 Oktober 1957. Tahun 1960
dibuat aturan tentang tata cara pengangkatan Diaken dan tugas-tugas Diaken yeng lebih
banyak kepada tugas pelayanan. Kemudian untuk mempersiapkan pemuda-pemudi gereja
dalam hal beriman kepada Tuhan disusunlah buku pedoman Katekisasi. Pada periode ini juga
disusun Tata Ibadah GBKP. Demikian juga untuk meningkatkan ekonomi jemaat dibangun
proyek sapi Gelora Kasih Patumbak yang dilaksanakan pada tahun 1965 tetapi gagal karena
8
MW. Tarigan, http://gbkp-sejarah.blogspot.com/2012/04/sejarah-masuknya-injil-ke-tanah-
karo.html di terbitkan pada hari Jumat, 27 April 2012, di akses pada Jumat, 19 November 2021 pukul 22.35
WIB
9
P. Sinuraya, Cuplikan Sejarah Penginjilan kepada Masyarakat Karo, 98-103
kurang perencanaan. Pada tahun 1965 banyak diadakan baptisan massal karena masyarakat
Karo takut dituduh mengikut PKI.10

Periode kelima (tahun 1970 hingga 2010) disebut sebagai Masa Peningkatan
Pelayanan yang berfokus pada Tri Tugas Gereja. Pada Periode ini Kursus Wanita Karo
(KWK) di Berastagi diresmikan (tanggal 2 Pebruari 1971). Ini menggambarkan bahwa
pendidikan bukan hanya hak kaum pria tetapi juga hak kaum wanita.

Sidang Sinode XXII diadakan di Kabanjahe pada tanggal 23-28 Mei 1971 dan disusun
Tata Gereja yang keenam. GBKP bekerja atas tiga tingkat yaitu :

1.        Jemaat yang dipimpin oleh Majelis Jemaat

2.        Klasis yang dipimpin oleh Badan Pekerja Klasis

3.        Sinode yang dipimpin oleh Moderamen

Pada saat Sidang Sinode ini, GBKP menyatakan dirinya sebagai gereja Presbiterial
Synodal. Pada tahun 1971 jemaat GBKP sudah berjumlah 94.085 jiwa. Pada tanggal 11
Nopember 1972 diadakan pembongkaran kuburan Pdt. J.K. Wijngaarden di pekuburan
Kristen Jalan Pemuda Medan serta kuburan Pdt. J.H. Neumann di jalan Jamin Ginting Km.
4,5 Padang Bulan. Kemudian esok harinya tanggal 12 Nopember dilakukan penguburan
ulang di Sibolangit dan kuburan ini dinamai Tanda Peringatan Pekabaran Injil Pertama ke
Tanah Karo.11

II.3. Pengertian Oikumene menurut Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)12

Pengertian Oikumene menurut Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) yaitu sebuah


upaya gerakan kebersamaan gereja-gereja Kristen untuk menuju kesatuan. Dan GBKP adalah
salah satu anggota persekutuan gereja-gereja di Indonesia dan sekaligus pendiri Persekutuan
Gereja Indonesia (PGI) pada tahun 1950, dan pada saat itu  gereja-gereja Kristen pendiri PGI
berjumlah 29 gereja misalnya Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Gereja Kristen
Protestan Simalungun (GKPS), Benua Niha Kriso Protestan (BNKP), Gereja Kristen
Protestan Indonesia (GKPI), Huria Kristen Indonesia (HKI) dan lain-lain.

10
MW. Tarigan, http://gbkp-sejarah.blogspot.com/2012/04/sejarah-masuknya-injil-ke-tanah-
karo.html di terbitkan pada hari Jumat, 27 April 2012,
P. Sinuraya, Cuplikan Sejarah Penginjilan kepada Masyarakat Karo, 172.
11

12
Krismas Barus, Hasil Wawancara yang Dilakukan Via Telepon WhatsApp, pada Sabtu, 20
November 2021, 22.00-23.30 WIB
II.3.1. Peranan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Dalam Pergerakan
Oikumene di Tingkat Global (Dunia), Indonesia dan Sumatra Utara13

Sejauh perkembangan berdirinya Oikumene, Peranan Gereja Batak Karo Protestan


(GBKP)  juga melibatkan diri dalam pergerakan oikumene di tingkat Global (Dunia),
Indonesia (pusat), Sumatra Utara (wilayah)  dan di dalam tata gereja GBKP (daerah).
Dalam  Pergerakan Oikumene di Tingkat Global (Dunia), Indonesia (Pusat), Sumatra Utara
dan juga tingkat daerah, peranan GBKP mempunyai pemahaman hidup dalam
oikumene  yaitu sebagai berikut:

1.      Oikumene Eksternal yaitu keterlibatan gereja dalam persekutuan Dewan gereja dunia,
Dewan gereja Asia, Dewan geraja Indonesia, Dewan gereja Wilayah Sumatra Utara, dan
Dewan Daerah (Kabupaten).

2.      Oikumenika Internal yaitu hubungan antar agama-agama berbeda aliran yang ada di
seluruh Indonesia dan hubungan GBKP dengan Pemerintah dan masyarakat.

Dengan dua pendekatan ini GBKP merespon gerakan oikumene yaitu membentuk
Biro oikumene di GBKP. Tujuan dari Biro ini adalah khusus untuk menangani bidang
oikumene khususnya dalam keterlibatan GBKP sebagai salah satu pendukung oikumene
dunia, dan adapun tugas bidang Biro oikumene ialah merespon hal-hal untuk dunia
yaitu  berurusan yang bergerak menangani bidang Oikumene termasuk tugas sebagai anggota
oikumene dunia yaitu menerima surat undangan tingkat global dan untuk menghadiri
undangan tersebut dan keterlibatan GBKP dalam PGI yaitu menjalin hubungan baik  dengan
pemerintah dan daerah misalnya, GBKP ikut serta menghormati hari-hari besar keagamaan
lainnya seperti hari raya Idul Fitri, hari raya Imlek dan lain-lain dengan membuat spanduk-
spanduk yang bertemakan GBKP juga ikut menghormati agama-agama lain.  Dalam
mensukseskan program oikumene GBKP ikut serta dalam hal pembayaran iuran baik dalam
tingkat Dunia, Asia dan Pusat. Keterlibatan GBKP dalam merespon gerakan oikumene
juga   terlihat ketika terpilihnya GBKP sebagai tuan rumah World Couencil Center (WCC)
pada tahun 2012, dan salah satu sebagai anggota Unaited Evangelical Mission (UEM) di
dunia. Keikutsertaan GBKP dalam oikumeneterlihat dalam terjalinnya hubungan kerja sama
yang baik antara Jerman dan GBKP yaitu menerima tenaga foluntir dari Jerman yang
bertugas dalam pelayanan di Yayasan panti asuhan Kristen GBKP Alfa Omega. Adapun
pelayanan yang dilakukan foluntir Jerman di Yayasan panti asuhan Kristen GBKP Alfa

13
Krismas Barus, Hasil Wawancara yang Dilakukan Via Telepon WhatsApp,
Omega adalah menangani orang tua (Lansia) dan menangani orang-orang yang memiliki
keterbelakangan mental. Sebaliknya GBKP tidak hanya menerima foluntir dari Jerman,
melainkan juga mengirim pemuda GBKP ke Jerman sebagai foluntir dan juga menangani
lansia, keterbelakangan mental di Jerman. Kerja sama ini juga di pengaruhi oleh GBKP yang
bekerja di Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia yaitu yang bergerak dalam Marturia yaitu
pelayanan dalam bidang Pemberdayaan Anak.

Dalam PGI, GBKP terlibat salah satunya sebagai pendukung program dan juga
terlibat di dalam program tersebut. Sebagai contohnya yaitu Diakonia seperti bantuan kepada
gempa bumi dan Tsunami di Mentawai dan Nias, tidak hanya membantu dalam hal materi
tetapi juga mengutus anak Singuda (Pemuda/Pemudi GBKP) untuk memberi bantuan kepada
orang-orang yang terkena bencana gempa bumi di Nias maupun Mentawai. Bukan hanya
dalam hal itu, GBKP juga terlibat dalam diadakanya Pekan Iman Anak dan Remaja yang
dilakukan selama satu (1) minggu dengan istilah Camp. Pada saat itu juga GBKP sebagai
Tuan Rumah tahun 2013 lalu, kegiatan ini juga bekerja sama dengan Pembinaan Pelayanan
Anak Seluruh Indonesia.

Dalam tingkat daerah GBKP juga mengaku adanya


oikumene misalnya  mengadakan Paskah dan Natal serta mengadakan pembentukan
kelompok-kelompok kerja yang bergerak dalam pertanian. Khususnya kegiatan ini dilakukan
kaum bapa di GBKP, kelompok kerja sama ini juga tidak menutup diri hanya anggota-
onggota GBKP, namun berbagai gereja juga datang termasuk agama Islam juga datang
terlibat dalam kegiatan tersebut. Kegiatan ini biasannya juga disebut paskah Aron.

II.3.2. Tantangan Eksternal dan Internal yang Menghambat Oikumenika


di GBKP14

Tantangan eksternal dan internal yang menghambat oikumenika di GBKP juga


dipengaruhi beberapa alasan, sebagai berikut:

1.      Masalah budaya orang karo misalnya dalam perayaan natal oikumene di tanah karo
jikalau panitia dalam perayaan natal atau paskah tidak ada diikutsertakan orang-orang karo
maka perayaan natal atau paskah tersebut tidak akan dihadiri orang-orang karo sekitar /tidak
ambil bagian dalam acara tersebut. Artinya di sini orang-orang suku karo masih eksklusif.

14
Krismas Barus, Hasil Wawancara yang Dilakukan Via Telepon WhatsApp,
2.      Jikalau perayaan natal atau paskah tersebut dipanitiai oleh aliran-aliran Kharismatik/
Pentakosta maka orang-orang yang di sekitar daerah tersebut tidak menghadiri acara tersebut.
Artinya alur kebersamaan masih belum terlihat.

3.      Setiap gereja yang diunjuk dalam melakukan perayaan  sebagai tuan rumah masalah
yang paling besar yaitu dalam masalah dana. Artinya dalam melancarkan setiap kegiatan
hanya berada dalam kepanitiaan.

II.3.3. Program-program GBKP Dalam Rangka Gerakan Oikumene15

Adapun rangka peningkatan gerakan oikumene maka perlu dilakukan program-


program sebagai berikut:

1. Membuat surat penggembalaan tentang oikumene dan bagaimana menyikapi aliran-aliran


kharismatik.
2. Mengadakan kegiatan oikumene di masing-masing wilayah pelayanan (runggun, klasis
dan sinode).
3. Perayaan hari besar gerejawi.
4. Seminar tentang oikumene bagi warga jemaat dan pelayan khusus.
5. Kerjasama oikumene dalam hal pertukaran informasi, pertukaran tenaga dan warga gereja
serta peningkatan sumber daya manusia dengan gereja-gereja yang ada di dalam dan di
luar negeri.
6. Memberi bantuan bagi gereja-gereja yang membutuhkan baik dari segi dana dan daya.
7. Mengadakan kerjasama oikumene kemasyarakatan (persaudaraan semua manusia) di
masing masing wilayah pelayanan (runggun, klasis dan sinode) melalui dialog antar
agama dan antar kepercayaan dalam semua aspek kehidupan dan kerjasama antar agama
melalui proyek kemanusiaan seperti bencana alam, menyikapi penyakit sosial (judi,
pelacuran dan lain-lain).
II.3.4. Biro Oikumene GBKP Priode 2020-2025
III. Kesimpulan

Oikumene menurut Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) yaitu sebuah  upaya


gerakan kebersamaan gereja-gereja Kristen untuk menuju kesatuan. Oikumene dalam GBKP
di dalam tata gereja GBKP ada dua pemahaman yaitu Oikumene Eksternal yaitu keterlibatan
gereja dalam persekutuan Dewan gereja dunia, Dewan gereja Asia, Dewan geraja Indonesia,
Dewan gereja Wilayah Sumatra Utara, dan Dewan Daerah (Kabupaten). Oikumenika Internal
15
Krismas Barus, Hasil Wawancara yang Dilakukan Via Telepon WhatsApp,
yaitu hubungan antar agama-agama berbeda aliran yang ada di seluruh Indonesia dan
hubungan GBKP dengan Pemerintah dan masyarakat. Di dalam PGI, GBKP terlibat salah
satunya sebagai pendukung program dan terlibat dalam program-program baik tingkat
Dunia, Asia, Indonesia, Wilayah Medan dan tingkat Daerah. Namun, dalam melakukan
oikumene Eksternal dan Internal GBKP tidak terlepas dari tantangan. Namun GBKP tidak
hanya terkungkung dalam tantangan Oikumene. Untuk memerangi tantangan tersebut GBKP
selalu membuat program dalam melansungkan berartinya hidup beroikumene.

IV. Daftar Pustaka


Sumber buku
Abineno, J.L. Ch. Oikuene dan gerakan Oikuene, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984.
Hartono, Chris. Gerakan Oikuenis di Indonesia, Yogyakarta: PPIP UKDW, 1984.
Randwijck, SC Graaf van. Oegstgeest, Jakarta: BPK-GM, 1989.
Sinuraya, P. Cuplikan Sejarah Penginjilan kepada Masyarakat Karo, Medan: Berkat Jaya,
2002.
Wellem, F.D. Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2006.
Sumber Internet
Tarigan, MW. http://gbkp-sejarah.blogspot.com/2012/04/sejarah-masuknya-injil-ke-tanah-
karo.html di terbitkan pada hari Jumat, 27 April 2012.
Sumber Wawancara

Krismas Barus, Hasil Wawancara yang Dilakukan Via Telepon WhatsApp, pada Sabtu, 20
November 2021, 22.00-23.30 WIB

Anda mungkin juga menyukai