I. Pendahuluan
II. Pembahasan
II.1. Pengertian Oikumene
Berdasarkan kata oikumene tersebut maka dapat dimaknai gerakan keesaan sebagai
sebuah dinamika gereja Yesus Kristus dalam mewujudkan iman dan panggilannya ditengah-
tengah dunia yang sama. Menurut Dr. J.L. Ch. Abineno, gerakan keesaan mencakup dua hal
1
Chris Hartono, Gerakan Oikuenis di Indonesia, (Yogyakarta: PPIP UKDW, 1984), 1
mendasar, yaitu pertama perwujudan diri gereja Yesus Kristus yang esa di dalam iman dan
tugas panggilannya di dunia, kedua panggilan untuk mempersatukan gereja yang telah
terpisah-pisah oleh perbedaan budaya, bahasa, ajaran, dan organisasi, agar gereja tetap esa di
dalam Yesus Kristus. Denganh hal-hal ini maka gerakan keesaan tidak hanya menekankan
kesatuan lahiriah dan organisatoris, melainkan kesatuan dalam pengakuan bahwa Yesus
Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia serta kesatuan dalam panggilan untuk melayani
dunia ini dengan berlandaskan kasih.2
Dia memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk tidak mengisap candu dan
tidak bermain judi. Dia juga menjelaskan perbedaan misi Kristen dengan kehadiran kolonial
Belanda. Pemerintah Belanda tidak senang dengan penyuluhan yang diberikan Pdt. H.C.
Kruyt tetapi pendeta ini tetap pada pendiriannya. Pemerintah Belanda berkeinginan agar Pdt.
H.C. Kruyt tidak menjelaskan perbedaan Kolonial Belanda dengan misi Kristen, jangan
melarang orang Karo menghisap candu dan jangan bergabung dengan tentara Aceh untuk
melawan Belanda. Kemudian pada tanggal 23 Nopember sampai 3 Desember 1890 Pdt. H.C.
Kruyt pergi meninjau dataran tinggi Karo. Pada tahun 1891 dia meninggalkan tugas
zendeling lalu pergi ke Menado bersama Nicolas Pontoh untuk mencari tenaga pembantu
untuk penginjilan. Kemudian ditemukan tenaga penginjil dan ditempatkan di 5 pos
pelayanan (pada setiap pos pelayanan dibuka rumah sekolah dan poliklinik di samping
pelayanan Firman), yaitu:
Periode ke-dua (1893-1940) disebut sebagai periode pembaptisan orang Karo. Karena
pada tanggal 20 Agustus 1893, dilaksanakan pembaptisan kepada enam orang masyarakat
Karo oleh Pdt. J.K. Wijngaarden, yaitu : Ngurupi bersama anaknya Pengarapen, Nuan
6
MW. Tarigan, http://gbkp-sejarah.blogspot.com/2012/04/sejarah-masuknya-injil-ke-tanah-
karo.html di terbitkan pada hari Jumat, 27 April 2012, di akses pada Jumat, 19 November 2021 pukul 22.35
WIB
7
P. Sinuraya, Cuplikan Sejarah Penginjilan kepada Masyarakat Karo, 4
(akhirnya menjadi Manteri Cacar yang dinamai Bapa Tuah Barus) dan Tala serta dua orang
bersaudara, Tabar dan Sampai.8
Periode ke-tiga (tahun 1940- 1950) ini disebut sebagai periode kemandirian GBKP
karena pada periode ini kepemimpinan GBKP beralih dari orang Belanda kepada orang Karo.
Pada tanggal 18 April 1940 diadakan pesta jubileum 50 tahun penginjilan NZG di Tanah
Karo. Dan tanggal 23 Juli 1941 diadakan Sidang Sinode I GBKP di Sibolangit dan pada saat
itu ditahbiskan Pendeta pertama GBKP yaitu Pdt. Th. Sibero dan Pdt. P. Sitepu. Selain
Pendeta pada saat itu sudah ada 35 orang Guru Agama. Pada Sidang Sinode ini dipilih
pengurus Hoofbestuur (Pengurus Sinode GBKP yang dinamai Moderamen) yang pertama
yang diketuai Pdt. J. van Muylwijk. Tata Gereja pertama memakai bahasa Belanda dibuat
pada Sidang Sinode ini dan diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1942. Dengan demikian
terjadilah peralihan dari pelayanan NZG menjadi pelayanan gereja yang beraliran Calvinis.
Pada saat itu GBKP diharapkan menjadi gereja yang mandiri. Pada bulan Juni 1943 pemuda
Karo beramai-ramai menjadi tentara Jepang yang diberi nama Giyugun atau Hei Ho. Jemaat
pada saat itu hidup dalam kekurangan. Masyarakat disuruh tentara Jepang untuk menyembah
Matahari setiap pagi tapi banyak masyarakat yang menolak untuk melakukannya karena
bertentangan dengan iman Kristen.9
Periode kelima (tahun 1970 hingga 2010) disebut sebagai Masa Peningkatan
Pelayanan yang berfokus pada Tri Tugas Gereja. Pada Periode ini Kursus Wanita Karo
(KWK) di Berastagi diresmikan (tanggal 2 Pebruari 1971). Ini menggambarkan bahwa
pendidikan bukan hanya hak kaum pria tetapi juga hak kaum wanita.
Sidang Sinode XXII diadakan di Kabanjahe pada tanggal 23-28 Mei 1971 dan disusun
Tata Gereja yang keenam. GBKP bekerja atas tiga tingkat yaitu :
Pada saat Sidang Sinode ini, GBKP menyatakan dirinya sebagai gereja Presbiterial
Synodal. Pada tahun 1971 jemaat GBKP sudah berjumlah 94.085 jiwa. Pada tanggal 11
Nopember 1972 diadakan pembongkaran kuburan Pdt. J.K. Wijngaarden di pekuburan
Kristen Jalan Pemuda Medan serta kuburan Pdt. J.H. Neumann di jalan Jamin Ginting Km.
4,5 Padang Bulan. Kemudian esok harinya tanggal 12 Nopember dilakukan penguburan
ulang di Sibolangit dan kuburan ini dinamai Tanda Peringatan Pekabaran Injil Pertama ke
Tanah Karo.11
10
MW. Tarigan, http://gbkp-sejarah.blogspot.com/2012/04/sejarah-masuknya-injil-ke-tanah-
karo.html di terbitkan pada hari Jumat, 27 April 2012,
P. Sinuraya, Cuplikan Sejarah Penginjilan kepada Masyarakat Karo, 172.
11
12
Krismas Barus, Hasil Wawancara yang Dilakukan Via Telepon WhatsApp, pada Sabtu, 20
November 2021, 22.00-23.30 WIB
II.3.1. Peranan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Dalam Pergerakan
Oikumene di Tingkat Global (Dunia), Indonesia dan Sumatra Utara13
1. Oikumene Eksternal yaitu keterlibatan gereja dalam persekutuan Dewan gereja dunia,
Dewan gereja Asia, Dewan geraja Indonesia, Dewan gereja Wilayah Sumatra Utara, dan
Dewan Daerah (Kabupaten).
2. Oikumenika Internal yaitu hubungan antar agama-agama berbeda aliran yang ada di
seluruh Indonesia dan hubungan GBKP dengan Pemerintah dan masyarakat.
Dengan dua pendekatan ini GBKP merespon gerakan oikumene yaitu membentuk
Biro oikumene di GBKP. Tujuan dari Biro ini adalah khusus untuk menangani bidang
oikumene khususnya dalam keterlibatan GBKP sebagai salah satu pendukung oikumene
dunia, dan adapun tugas bidang Biro oikumene ialah merespon hal-hal untuk dunia
yaitu berurusan yang bergerak menangani bidang Oikumene termasuk tugas sebagai anggota
oikumene dunia yaitu menerima surat undangan tingkat global dan untuk menghadiri
undangan tersebut dan keterlibatan GBKP dalam PGI yaitu menjalin hubungan baik dengan
pemerintah dan daerah misalnya, GBKP ikut serta menghormati hari-hari besar keagamaan
lainnya seperti hari raya Idul Fitri, hari raya Imlek dan lain-lain dengan membuat spanduk-
spanduk yang bertemakan GBKP juga ikut menghormati agama-agama lain. Dalam
mensukseskan program oikumene GBKP ikut serta dalam hal pembayaran iuran baik dalam
tingkat Dunia, Asia dan Pusat. Keterlibatan GBKP dalam merespon gerakan oikumene
juga terlihat ketika terpilihnya GBKP sebagai tuan rumah World Couencil Center (WCC)
pada tahun 2012, dan salah satu sebagai anggota Unaited Evangelical Mission (UEM) di
dunia. Keikutsertaan GBKP dalam oikumeneterlihat dalam terjalinnya hubungan kerja sama
yang baik antara Jerman dan GBKP yaitu menerima tenaga foluntir dari Jerman yang
bertugas dalam pelayanan di Yayasan panti asuhan Kristen GBKP Alfa Omega. Adapun
pelayanan yang dilakukan foluntir Jerman di Yayasan panti asuhan Kristen GBKP Alfa
13
Krismas Barus, Hasil Wawancara yang Dilakukan Via Telepon WhatsApp,
Omega adalah menangani orang tua (Lansia) dan menangani orang-orang yang memiliki
keterbelakangan mental. Sebaliknya GBKP tidak hanya menerima foluntir dari Jerman,
melainkan juga mengirim pemuda GBKP ke Jerman sebagai foluntir dan juga menangani
lansia, keterbelakangan mental di Jerman. Kerja sama ini juga di pengaruhi oleh GBKP yang
bekerja di Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia yaitu yang bergerak dalam Marturia yaitu
pelayanan dalam bidang Pemberdayaan Anak.
Dalam PGI, GBKP terlibat salah satunya sebagai pendukung program dan juga
terlibat di dalam program tersebut. Sebagai contohnya yaitu Diakonia seperti bantuan kepada
gempa bumi dan Tsunami di Mentawai dan Nias, tidak hanya membantu dalam hal materi
tetapi juga mengutus anak Singuda (Pemuda/Pemudi GBKP) untuk memberi bantuan kepada
orang-orang yang terkena bencana gempa bumi di Nias maupun Mentawai. Bukan hanya
dalam hal itu, GBKP juga terlibat dalam diadakanya Pekan Iman Anak dan Remaja yang
dilakukan selama satu (1) minggu dengan istilah Camp. Pada saat itu juga GBKP sebagai
Tuan Rumah tahun 2013 lalu, kegiatan ini juga bekerja sama dengan Pembinaan Pelayanan
Anak Seluruh Indonesia.
1. Masalah budaya orang karo misalnya dalam perayaan natal oikumene di tanah karo
jikalau panitia dalam perayaan natal atau paskah tidak ada diikutsertakan orang-orang karo
maka perayaan natal atau paskah tersebut tidak akan dihadiri orang-orang karo sekitar /tidak
ambil bagian dalam acara tersebut. Artinya di sini orang-orang suku karo masih eksklusif.
14
Krismas Barus, Hasil Wawancara yang Dilakukan Via Telepon WhatsApp,
2. Jikalau perayaan natal atau paskah tersebut dipanitiai oleh aliran-aliran Kharismatik/
Pentakosta maka orang-orang yang di sekitar daerah tersebut tidak menghadiri acara tersebut.
Artinya alur kebersamaan masih belum terlihat.
3. Setiap gereja yang diunjuk dalam melakukan perayaan sebagai tuan rumah masalah
yang paling besar yaitu dalam masalah dana. Artinya dalam melancarkan setiap kegiatan
hanya berada dalam kepanitiaan.
Krismas Barus, Hasil Wawancara yang Dilakukan Via Telepon WhatsApp, pada Sabtu, 20
November 2021, 22.00-23.30 WIB