Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH GERAKAN OIKUMENE DI INDONESIA

HINGGA TERBENTUKNYA
DEWAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA

A. Pendahuluan

Beberapa ajakan dari PGI (dulunya DGI) pada bulan oikumene 2013 yang telah berusia
63 tahun adalah:
1. Terus-menerus tanpa mengenal lelah makin memperkuat persekutuan di dalam wadah PGI dan
sekaligus memperluas tekad kebersamaan dengan berbagai aliran dan denominasi untuk pada
akhirnya mewujud dalam Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.
2. Terus berkomitmen, bertekad dan melakukan aksi dalam upaya mewujudkan perdamaian dan
keadilan bagi keutuhan ciptaan. Gereja-gereja diminta untuk memberikan sumbangan-
sumbangan nyata bagi kehidupan masyarakat yang penuh damai tanpa kekerasan, hidup dalam
damai sejahtera dengan siapa saja tanpa memandang perbedaan yang ada.
3. Tak jemu-jemu untuk menyuarakan keadilan, penegakan hukum dan keberpihakan kepada
pelestarian alam. Keadilan bagi gereja haruslah meliputi perjuangan untuk keadilan ekonomi,
hak asasi manusia dan keadilan lingkungan.
4. Berpartisipasi secara penuh dalam gerakan kebersamaan Celebration of Unity yang akan
diselenggarakan Mei 2013, sebagai komitmen bersama bagi keutuhan Tubuh Kristus di
Indonesia.
a. Dari seruan PGI tersebut di atas, nyata bahwa PGI memiliki pergumulan dan sekaligus telah
melewati banyak pergumulan dalam mewujudkan dirinya sebagai pembawa damai sejahtera,
ketenangan dan ketenteraman di mana dia berada, b. dengan harapan utama keesaan gereja
makin terwujud.
B. Latar Belakang Pendirian DGI Dari Kondisi Nasional dan Internasional

Beberapa usaha di Indonesia yang bertujuan untuk menyatukan gereja-gereja di Indonesia


sebelum tahun 1925 antara lain: Yesaya 32:17 3 Ini berdasarkan laporan Muller-Kruger yang
mencoba memaparkan beberapa usaha yang dilaksanakan untuk menyatukan kekristenan yang
bercorak Protestan sebelum tahun 1925, yaitu sbb:
1. Pembentukan LAI di Jakarta tahun 1814, (secara resmi tanggal 9 Februari). Suatu badan
ekumenis karena menggabungkan dan melayani semua pihak dari gereja-gereja dan
badan-badan pekabaran Injil yang beraneka warna.
2. Pembukaan pusat pendidikan yang diberi nama Seminari Depok, tahun 1878, yang
bertujuan: supaya selekas mungkin sejumlah penginjil dapat dididik untuk dipekerjakan
di daerah-daerah pekabaran Injil.
3. Penerbitan majalah bulanan tahun 1855 oleh Ds. King (Majalah Bulanan Pembangunan)
yang memungkinkan pertukaran pemikiran di antara para pekabar Injil.
4. Pendirian Perhimpunan Para Pekabar Injil di Indonesia (Nederlands Indische Zendings
Bond) tahun Pembentukan Perwakilan Pekabaran Injil (Zendingconsulaat) di Jakarta,
tahun Christian de Jonge menuliskan bahwa Lembaga ini memang bukan wadah
ekumenis karena tidak bertujuan untuk membentuk gereja yang esa, namun orang-orang
di dalamnya mendukung usaha memajukan gerakan ekumenis gereja.
5. Tiap tahun , ada tiga peristiwa atau usaha yang penting dalam lahirnya gerakan ekumenis,
yaitu: a.. Pekerjaan Dr. C. L. van Doorn yang diutus oleh Nederlandse Christen Studenten
Vereniging (NSCV, Persatuan Mahasiswa Kristen Nederland) untuk melayani di
kalangan mahasiswa, pelajar dan muda/i pada umumnya. b. Tahun 1926, ia menetap di
Kebon Sirih. c. Di tahun ini juga dibentuk Christelijke Studenten Vereniging (CSV,
Perhimpunan Mahasiswa Kristen).
Tempatnya sekaligus merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang dilayaninya
dari berbagai latar belakang (termasuk suku dan daerah). Pada waktu ini juga Federasi Wanita
Kristen (Christen Jonge Vrouwen Federatie) terbentuk di Kebon Sirih pada tahun 1928/1929
dengan bantuan dari CJVF di Belanda. Federasi ini kemudian diterima sebagai anggota Wordls
Young Womens Christian Federation (Federasi Wanita Kristen se Dunia).
Sampai masa perang, CJVF ini sudah bekerja di seluruh Indonesia, dan terdiri dari
wanita-wanita dan pemudi-pemudi dari berbagai gereja, suku dan daerah terpencil. Ketika
perang usai, federasi ini yang berpusat di Batavia, hanya tinggal 2 anggota lagi (Ny. Mulia dan
Nn. Fransz). Dari segi tenaga dan dana mereka tidak bisa mengurus federasi ini. Semangat
perjuangan mereka membuat didirikannya PWKI ini lagi di Yogyakarta sesudah proklamasi
kemerdekaan, dan dinyatakan pula bahwa hanya WNI yang boleh menjadi anggota PWKI.
Pada waktu ini juga Sekolah Teologia Tinggi yang didirikan tahun 1934 memainkan
peran untuk mendidik kader pribumi untuk gereja dan bakal gereja juga menjadi tempat
pertemuan orang dengan berbagai latar belakang, dan dengan harapan ketika mereka menjadi
pemimpin di gereja masingmasing tetap dipengaruhi oleh studi mereka (jiwa ekumenis).
Usaha-usaha ini memberikan warna bagi terciptanya DGI karena mahasiswa yang terlibat dalam
CSV konferensi se-asia WSCF di Citeurup menjadi pengalaman yang mendorong beberapa dari
mereka untuk terlibat dalam gerakan ekumenis yang mulai timbul di Indonesia Konferensi IMC-
III di Tambaram pada tahun 1938, yang dihadiri oleh Sembilan orang Indonesia, salah satunya
adalah Dr. T. S. Gunung Mulia.
Para tokohtokoh ini dengan gigih mendukung pendirian DGI. Selain hal tersebut di atas,
Konferensi Pekabaran Injil Sedunia di Edinburgh 1910 juga memainkan peran dalam pendirian
DGI. Konferensi Edinburgh ini bisa dikatakan titik mula lahirnya gerakan Oikumene
Internasional. Walaupun sebenarnya Gerakan Oikumene sudah dirintis pada zaman Reformasi
bahkan sebelumnya, di mana gereja-gereja di Eropa mulai mengadakan pendekatan untuk
mewujudkan kesatuannya.
Tetapi jika diselidiki lebih jauh, sebenarnya sebelum konferensi Edinburgh 1910,
pergerakan Oikumene baru dirintis oleh beberapa negara dan belum dalam kategori
Internasional. Pada konferensi Edinburgh baru dapat dikatakan Internasional, karena terdiri dari
berbagai negara di dunia dan diikuti oleh utusan, dan 17 wakil dari Asia.. Proses Pembentukan
DGI Pertemuan yang diprakarsai oleh GPI, GKJW, Gereja Kristus dan GKI Jabar, yang
dilaksanakan pada 12 Januari 1939, di Batavia, juga dihadiri oleh ke Sembilan tokoh yang
menghadiri DGD-III di Tambaran, diputuskan untuk membentuk suatu National Christian
Council.
Panitia perancang anggaran dasar dewan ditunjuk, dan diketuai oleh Van Randwijck.
Pertemuan dari panitia ini berlangsung juga telah menghadiri konferensi sebelumnya yang
dilaksanakan pada tahun 1928 di Yerusalem. Pada tanggal 4 Oktober 1939 di Batavia menjelang
sinode Am GPI (24-30 Okotber). Jabatan ketua kemudian dipercayakan kepada Dr. T. S. G.
Mulia; Van Randwijck menjadi sekretarisbendahara; dengan anggota: beberapa peserta IMC-III
di Tambaran dan tokoh-tokoh zending.
Rencana pendirian DGI yang dikehedaki pertengahan tahun 1940 tidak terlaksana.
Pada pertemuan ketiga, 25 Oktober 1941, ada perbedaan pendapat tentang Anggaran Dasar
antara wakil-wakil zending dan wakil-wakil gereja menyangkut azas dewan yang hendak
dibentuk. Ditambah lagi dengan PD-II, rencana ini tidak terwujud sama sekali.
Unsur / faktor lain yang membuat gereja-gereja di Indonesia susah bersatu menurut Pilon ada
dua hal , yaitu:
1. Gereja-gereja di Indonesia umumnya adalah gereja-gereja daerah.
2. Adanya perpecahan dan kurangnya koordinasi gereja-gereja Belanda yang mengabarkan Injil
di Indonesia. T. B. Simatupang, sebagaimana dikutip ulang oleh Christian de Jonde, menegaskan
bahwa pengalaman gereja pada masa Jepang juga mempengaruhi gerakan ekumenis. Jepang
berusaha menggabungkan gereja-gereja di Indonesia dalam organisasi-oraganisi persatuan.
Di bawah pimpinan Pdt. Shirato, GPM, GKR, Bala Keselamatan, Gereja Adven dan
Pentakosta terpaksa bergabung dalam Pergabungan Gereja-gereja Masehi di Ambon-Syu.
Di Minahasa, dewan serupa dibentuk dan GMIM mempercayakan kepada Pdt. Rumambi dan
Pdt. Luntungan untuk memimpin di bawah pengawasan Jepang. Pdt. Myahira, ditunjuk sebagai
pemimpin Persatuan Kristen Celebes di Makasar. Namun, menurut Holtrop yang dikutip ulang
oleh Hartono, dikutip ulang oleh Christian de Jonge, badan ini tidak begitu berfungsi, karena
pendeta-pendeta Jepang
Menurut T. B. Simatupang faktor yang memicu pembentukan DGI adalah: Doa Yesus
dalam Alkitab (baca Yoh.17:21) dan Pengakuan Iman; Jiwa Nasionalisme menjelang dan
sesudah PD-II; Pengalam pemuda Kristen dalam Christelijke Studentenvereniging (CSV,
Perhimpunan-perhimpunan Mahasiswa Kristen) dan pada Sekolah Teologia Tinggi (sekarang:
Sekolah Tinggi Teologia) di Jakarta.
Pengalaman pada masa Jepang; dan Pengaruh gerakan oikumenis dari luar (IMC, WSCF,
DGD) dan pengaruh dari tokoh-tokoh pekabaran injil. tidak hanya melaksanakan perintah atasan
mereka, tetapi juga sungguh-sungguh membantu gereja-gereja di Indonesia yang kehilangan
dukungan dari Barat dan sekaligus mau menyadarkan orang-orang Kristen di Indonesia bahwa
agama Kristen bukan hanya urusan Barat tapi juga urusan orang Asia.
Akibat dari hasil kemerdekaan pada 1945 dalam gereja-gereja yang ada di Indonesia
adalah mencari orientasi / cara kerja baru 16. Sesudah PD-II, badan pengurus GPI, gereja-gereja
Gereformeerd, Zendingconsulaat dan organisasi sekolahsekolah Kristen mendirikan panitia
darurat untuk membenahi dan menolong gerejagereja yang menderita karena PD-II.
Konferensi zending di Batavia, pada tanggal Agustus 1946 memutuskan untuk menetukan
kebijaksanaan-kebjaksanaan di masa depan. konferensi atas prakarsa Zending consulat yang
membahas: tempat dan tugas misi dan para misionari dalam NKRI dan rencana pendirian badan
ekumene.
Dan satu hal yang perlu dilakukan adalah memberikan bentuk kepada dewan-dewan
gereja dan pekabaran injil yang direncanakan sebelum perang. Dalam konferensi ini, M. de Niet
mengusulkan pendirian Balai Kristen untuk gereja-gereja dalam dan luar negeri yang
menjalankan evangelisasi di NKRI 19. Kesimpulan dari konferensi ini antara lain:
1. Ekumene di antara gereja-gereja di Indonesia sebelum PD II harus dilanjutkan dan diperluas.
2. Tujuan kerja sama ekumene ini adalah pembentukan suatu gereja yang esa di Indonesia.
3. Dewan gereja-gereja di Indonesia dimaksudkan sebagai badan kerja sama gerejagereja di
Indonesia dan gereja-gereja luar negeri yang mengirim zendingnya ke Indonesia.
Karena situasi politik mempersulit pertemuan dewan gereja-gereja di Indonesia dan
badan pekabaran Injil Nasional, maka dianjurkan agar gereja dan bakal gereja-gereja di wilayah
tertentu membentuk dewan regional untuk melakukan dan mendukung tugas bersama
Pembentukan DGI Pada tanggal 22 Mei 1946 didirikan Dewan Permusyawaratan Gereja-gereja
di Indonesia (DGP) dengan beranggotakan 6 gereja.
DGP ini mengadakan konferensi dengan wakil dari gereja gereja Belanda di Jakarta, yang
menghasilkan Kwitang Accoord (Kesepakatan Kwitang, Mei 1947), yang mengatur hubungan
ekumenis antara gereja-gereja Belanda dan gereja-gereja Jawa. 21 Pada Maret 1947 juga
diadakan konferensi di Malino (dekat Makasar) oleh gereja-gereja dan pekabaran Injil untuk
Indonesia bagian Timur. Konferensi ini menghasilkan Majelis Usaha Bersama Gereja-gereja
Keristen (MUBGK) dengan pusat di Makasar.
Tujuan akhir MUBGK ini adalah pembentukan DGI. Pada 28 Oktober 2 November 1949,
diadakan konferensi ke-2 yang membahas rencana pembentukan DGI. Sekretaris MUBGK,
Pdt. Rumambi, tahun 1948, dipilih jadi sekretari GPI, dan pindah ke Jakarta. Di Jakarta, Pdt.
Rumambi melanjutkan usaha pembentukan DGI. Selain itu usaha lain, berdasarkan laporan
Hartono yang dikutip oleh Christian de Jonge, pembentukan perhimpunan gerejagereja lain juga
terjadi, seperti:
Dewan Gereja-gereja Kristen Tionghoa (1948) dan Majelis Kristen di Medan (1949).
Pada Januari 1948, Pdt. Rumambi menulis nota kepada panitia yang menyiapkan pembentukan
Majelis Gereja-gereja di Indonesia yang berisi beberapa usulan bagaimana pembentukan dewan
dengan menggunakan pengalaman keikutsertaanya dalam beberapa sidang (IMC di Whitby,
tahun 1947; konferensi pemuda di Oslo, tahun 1947).
Pada tahun 1949, diusahakan pendirian DGI sebelum Konferensi East Asia Christian
Conference di Bangkok, namun tidak tercapai karena: keadaan-suasana di Indonesia belum
memberi kesempatan untuk melancarkan niat itu. Ternyata bahwa pada Konperensi Gereja-
gereja di Indonesia yang pertama itu, belumlah dapat diteruskan langkah kepada pembentukan
resmi dari pada Dewan Gereja-gereja di Indonesia... sesudah... gereja-gereja... beroleh
kesempatan untuk mempelajari hasil-hasil... Konferensi Persiapan ini, supaya pada konperensi
yang akan diadakan kira-kira pada waktu Pantekosta 1950, Dewan Gereja-gereja di Indonesia
dengan resmi dapat di dirikan.
Jadi, bisa dikatakan, kegagalan pembentukan DGI sebelum diadakannya konferensi di
Bangkok, sesuai dengan harapan Rumambi, dikarenakan:
1. Keadaan gereja masa pasca-kemerdekaan yang belum stabil.
2. Gereja-gereja otonom di tiap daerah yang belum mau menerima tujuan dewan yang dibentuk.
3. Agenda konferensi yang belum matang dan jelas. Namun, usaha itu tidak berhenti,
sebagaimana dikatakan Rumambi, pada tanggal 6-11 November 1949, diadakan konferensi
Persiapan Dewan Gereja-gereja di Indonesia, yang dihadiri oleh 19 utusan mewakili 28 gereja di
seluruh Indonesia.
Hasil dari konferensi ini adalah, ditetapkannya kepastian pembentukan DGI pada bulan
Mei. Seluruh persiapan pun dimatangkan. Dan akhirnya, dalam konferensi yang dilaksanakan
bulan Mei ini, membuahkan hasil. dari gereja di Indonesia bagian Timur, 3 dari Sumatera,
1 dari Kalimantan, dan 11 dari Jawa. Cooley menambahkan bahwa, ada dua gereja non-pribumi
yang menghadiri konferensi ini, yaitu: Gereja Methodis dan Gereja-gereja Gereformeerde;
penasehatnya ada 21 orang, yakni: 14 orang Indonesia dan 7 orang Belanda, dan ada 9 orang
peninjau.
Jadi semua ada 49 orang (termasuk 12 orang Barat). Ada 22 gereja yang hadir pada
konferensi ini, antara lain: HKBP; Gereja Batak Karo Protestan; Gereja Methodis Sumatera;
Banua Niha Keriso Protestan; Huria Kristen Indonesia; Gereja Toraja; Gereja Dayak Evangelis;
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat; Gereja Protestan Indonesia; Gereja-gereja
Gereformeerd; Geredja Pasundan; Patunggilan Pasamuan Kristen sekitar Muria; Gereja Kristen
Jawa Tengah; Geredja Kristen Djawa Tengah Utara; Tionghoa Kie Tok Kauw Hwee/Khoe Hwee
Djawa Barat; Gereja Kristus; Djakarta Chi Hui; Geredja Kristen Tionghoa Djawa Tengah;
Tionghoa Kie Tok Kauw Hwee /Khoe Hwee Djawa Timur; Geredja Kristen Protestan Bali;
Geredja Kristen Sumba ;Gereja Kristen Maluku.
Ketua Umum PGI adalah Pdt. Dr. A.A. Yewangoe dari Gereja Kristen Sumba dan
Sekretaris Umum adalah Pdt. Dr. Gomar Gultom, M.Th dari Huria Kristen Batak Protestan
(HKBP) periode Saat ini terdapat 89 sinode gereja, yaitu: Huria Kristen Batak Protestan
(HKBP), Banua Niha Keriso Protestan (BNKP), Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), Gereja
Bala Keselamatan (GBK)/ The Salvation Army (TSA), Gereja Methodis Indonesia (GMI),
Gereja Kalimantan Evangelis (GKE), Gereja Masehi Injili di Sangihe Talaud (GMIST), Gereja
Masehi Injili di Minahasa (GMIM), Gereja Masehi Injili Bolaang Mongondow (GMIBM),
Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST), Gereja Toraja, Gereja Kristen Rejang (GKR), Gereja
Kristen di Sumatera Bagian Selatan (GKSBS), Gereja Toraja Mamasa, Gereja Kristen Sulawesi
Selatan (GKSS), Gereja Protestan di Sulawesi Tenggara (GEPSULTRA), Gereja Masehi Injili
Halmahera (GMIH), Gereja Protestan Maluku (GPM), Gereja Kristen Injili di Tanah Papua,
Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT). Gereja Kristen Sumba (GKS), Gereja Kristen protestan
bali (GKPB), Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW), Gereja Kristen Indonesia (GKI), Gereja
Kristen Jawa (GKJ), Gereja Kristen Pasundan (GKP), Gereja Kristus, Gereja Protestan di
Indonesia bagian Barat (GPIB), Gereja Protestan di Indonesia (GPI), Gereja Isa Almasih (GIA),
Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI), Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS), Gereja
Kristen Pemancar Injil (GKPI), Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS), Gereja Pantekosta Pusat
Surabaya (GPPS), Huria Kristen Indonesia (HKI), Gereja Kristen Luwuk Banggai (GKLB),
Gereja Kristus Tuhan (GKT), Gereja Protestan Indonesia di Donggala (GPID), Gereja Punguan
Kristen Batak (GPKB), Gereja Protestan Indonesia di Gorontalo (GPIG), Gereja Kristen Jawa
Tengah Utara (GKJTU). Pada tanggal 8 Mei 1950, DGI terbentuk. DGI bertujuan untuk
pembentukan gereja Kristen yang esa di Indonesia. Yang menjadi masalah bukan keesaan, tapi
bentuknya. Bentuk ini sering dikiaskan dengan: bentuk jeruk (federasi 29 ) atau mangga (keesaan
total).

Kesimpulan

Faktor yang menyebabkan didirikannya DGI dari dalam negeri Indonesia sendiri
(khususnya dari kekristenan) dan ada juga dari luar negeri. Dan juga terlihat bahwa DGI sampai
terbentuk menjadi lembaga yang disahkan dan diakui, dan yang sekarang terdiri dari berbagai
anggota gereja, telah melewati Kalimantan Barat (GKKB), Gereja Gerakan Pantekosta (GGP),
Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI), Gereja Protestan Indonesia di Buol Toli-Toli
(GPIBT), Gereja Kristen Protestan Mentawai (GKPM), Gereja Kristen Indonesia Sumatera
Utara, Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA), Gereja Protestan Minahasa (KGPM), Gereja
Mission Batak (GMB), Angowuloa Masehi Indonesia Nias (Gereja AMIN), Gereja Kristen
Anugerah (GKA), Gereja Protestan Indonesia di Luwu (GPIL), Gereja Kebangunan Kalam Allah
(GKKA), Gereja Kristen Kalam Kudus (GKKK), Orahua Niha Keriso Protestan (ONKP), Gereja
Kristen di Sumatera Bagian Selatan (GKSBS), Gereja Kristen Kalimantan Barat (GKKB), Igreja
Protestante iha Tmor Lorosa'e, Badan Pekerja Harian Gereja Bethel Indonesia (GBI), Gereja
Kristen Injili Indonesia (GKII), Gereja Masehi Injili Indonesia (GEMINDO), Gereja Kristen
Injili di Indonesia (GEKISIA), Gereja Kristen Luther Indonesia (GKLI), Gereja Protestan
Persekutuan (GPP), Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI), Gereja Tuhan di Indonesia (GTdI),
Gereja Kristen Sulawesi Selatan (GKSS), Gereja Kristen Perjanjian Baru, Angowuloa Fa Awosa
Kho Yesus (AFY), Gereja Rehoboth, Gereja Protestan Indonesia di Papua, Gereja Kristen
Protestan Pak Pak Dairi (GKPPD), Gereja Keesaan Injili Indonesia (GEKINDO), Gereja Masehi
Protestan Umum (GMPU), Gereja Protestan di Sulawesi Selatan (GPSS), Gereja Kristen
Oikoumene di Indonesia (GKO), Gereja Sahabat Indonesia (GSI), Gereja Pusat Pantekosta
Indonesia (GPPI), Gereja Utusan Pantekosta di Indonesia (GUPDI), Gereja Protestan Indonesia
Banggai Kepulauan (GPIBK), Gereja Masehi Injili di Talaud (GERMITA), Gereja Kristen
Abdiel(GKA), Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI), Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah
(GSSJA), Gereja Kristus Yesus (GKY), Gereja Kristen Protestan Injili Indonesia (GKPII),
Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII), Gereja Protestan Soteria di Indonesia (GPSI), Gereja
Kristen Sangkakala Indonesia, Kerukunan Gereja Masehi Protestan Indonesia (KGMPI) dan
Gereja Bethel Tabernakel (GBT).
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi Anggota PGI:
1. Mempunyai Tata gereja sendiri memberitakan Firman Allah dan melayani sakramen sesuai
dengan kesaksian Alkitab.
2. Mempunyai Anggota Dewasa yang sudah dibaptis/sidi sekurang-kurangnya orang.
3. Menunjukkan kerjasama yang baik dengan gereja-gereja tetangganya, terutama gereja
anggota PGI.
4. Menyatakan persetujuannya secara tertulis terhadap Dokumen Keesaan Gereja serta
kesediaannya untuk melaksanakan semua hal dan kewajibannya sebagai gereja anggota
dengan bersungguh-sungguh.
5. Menyatakan kesediaan mencantumkan "ANGGOTA PGI" di belakang nama gereja yang
bersangkutan. Tokoh penting DGI dari BNKP adalah: Yupiter Gulö.

Sumber:
Diakses pada hari Rabu, tanggal 29 Mei 2013, pukul WIB. 29 Federasi adalah gabungan
beberapa perhimpunan yang bekerja sama dan seakan-akan merupakan satu badan, tetapi tetap
berdiri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cooley, Frank L., Bagaimana Terbentuknya D.G.I. Majalah Peninjau, Jakarta: LPS DGI,
tahun II, Nomor 4
2. Jonge, Christian de, Menuju Keesaan Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, Kirchberger,
Georg,
3. Gerakan Ekumene: Suatu Pendahuluan, Flores: Ledalero, cet., I
4. P. K. Pilon, Oikumenika: Bagian Sejarah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1972)
5. Christian de Jonge, Menuju Keesaan Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006),
hlm. 83.
6. Frank L. Cooley, Bagaimana Terbentuknya D.G.I. Majalah Peninjau (Jakarta: LPS DGI,
tahun II, Nomor 4, 1975), hlm.303.
7. P. K. Pilon, Oikumenika: Bagian Sejarah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1972),
8. Christian de Jonge, Menuju Keesaan Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006),
hlm. 83.
9. Georg Kirchberger, Gerakan Ekumene: Suatu Pendahuluan (Flores: Ledalero,
cet., I, 2010), hlm. 90.

Anda mungkin juga menyukai