Anda di halaman 1dari 3

Perkembangan Gereja di Indonesia

Sejarah Gereja Indonesia adalah kisah tentang aktifitas misionaris (misi) dan respon
orang-orang di Nusantara  terhadap panggilan Yesus Kristus melalui pemberitaan Injil
oleh para misionaris (Nestorian di Barus, Gereja Katolik dari Eropa, zending dari
Belanda, dan Negara-negara lain), yang bermisi ke Nusantara pada abad ke 7 – 19.
1. Gereja Indonesia

Sejarah gereja di Indonesia sebenarnya bermula hanya beberapa ratus tahun setelah
gereja para rasul di Yerusalem. Jauh sebelum pekabar Injil Barat (Portugis dan
Belanda) memberitakan Injil di Indonesia, beberapa ahli sejarah mencatat bahwa
selama periode 645-1500 di Nusantara sudah ada agama Kristen, yakni di kota
Pancur, Sumatera Barat. Agama itu diperkenalkan kepada bangsa kita oleh para
misionaris (orang-orang yang diutus untuk mengabarkan Injil) dari Gereja Chaldea
Timur yang membina jemaat-jemaatnya di seluruh Asia Tenggara. Namun, agama
Kristen yang ada di Pancur ini tampaknya tidak berkembang. Karena itu,
perkembangan gereja di Indonesia sempat terhenti, dan baru muncul kembali setelah
kedatangan Portugis dan Belanda ke Indonesia.

A. Zaman Kekuasaan Portugis

Sejak tahun 1350 orang-orang Portugis sudah mencari jalan ke Asia Timur untuk
mencari rempah-rempah. Bersamaan dengan itu agama Kristen juga
disebarluaskan, terutama didorong oleh negara. Selain oleh negara, penyebaran
agama Kristen juga dilakukan oleh ordo-ordo (serikat keagamaan dalam Gereja
Katolik Roma), misalnya Serikat Yesus (Yesuit), Dominikan, dan Fransiskan.
Ketika itu, muncul gerakan “misi”, yaitu kegiatan menyebarkan Injil dan
mendirikan jemaat-jemaat yang dilakukan oleh Gereja Katolik. Salah satu anggota
Ordo Yesuit yang menjadi misionaris terkenal adalah Fransiskus Xaverius (1506-
1552). Sebagai misionaris ia pernah berkarya di Maluku dan membaptis ribuan
orang di wilayah itu. Selain Xaverius, ada juga para misionaris lainnya yang saat
itu menyebarkan injil. Ketika itu Injil bukan hanya disebarkan di Maluku,
melainkan juga ke Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur, bahkan ke Jawa
Timur dan Kalimantan Selatan. Kira-kira tahun 1600 orang-orang Belanda
mengambil alih wilayah Indonesia dari Portugis. Dengan demikian, pekabaran
Injil beralih kepada orang-orang Belanda.

1
B. Zaman Kekuasaan Belanda
Pada tahun 1602 sebuah badan bernama Verenigde Oost Indische Compagnie
(VOC) atau Serikat Dagang Belanda di Hindia Timur terbentuk. Pemerintah
Belana menyerahkan wewenang penuh kepada badan ini untuk menguasai dan
memerintah wilayah jajahannya di Asia termasuk Indonesia. Selain menangani
tugas pemerintahan, VOC juga menangani pekabaran Injil. Dalam praktiknya
VOC kurang memperhatikan pekabaran Injil sehingga perkembangan gereja
lamban dan pertabahan jumlah anggota jemaat sangat sedikit. Di Amerika dan
Eropa muncul gerakan Revivalisme dan Pietisme. Kedua gerakan ini kemudian
ikut mendorong pembentukan berbagai lembaga zending (badan penyelenggara
pekabaran Injil yang dilakukan gereja-gereja Protestan) untuk mengabarkan Injil
dan mendirikan jemaat di berbagai tempat. Dengan demikian, tugas mengabarkan
Injil bukan hanya dilakukan negara, melainkan juga zending bahkan oleh orang-
orang tertentu secara pribadi. Beberapa waktu kemudian hasil pekerjaan mereka
melahirkan beraneka ragam gereja Indonesia, antara lain GPI, HKBP, GBKP,
GMI, GKE, GKP, GKJW, dan beberapa gereja pentakostal. Pertanyaan kita
adalah mengapa ada begitu banyak gereja? Untuk enjawab pertanyaan ini kita
dapat melihat beberapa alasan.

a. Ketika pekabaran Injil masuk ke Indonesia terjadi perjumpaan antara kebudayaan


Barat (Belanda, Jerman, Swiss, dan Amerika) dengan berbagai macam
kebudayaan setempat dimana Injil itu dikabarkan. Unsur-unsur kebudayaan Barat
turut mempengaruhi gereja setempat, yang menjadi hasil penginjilannya.

b. Lembaga zending dan pekabaran Injil yang secara pribadi berkarya di Indonesia
sangat beragam. Selain badan zending, kita mengenal tokoh-tokoh yang sangat
giat dalam pekabaran Injil, misalnya Coolen (1770-1863) dan Emde (1774-1859)
di Jawa Timur. Ludwig I. Nommensen dari Jerman, yang mengabarkan Injil di
Tanah Batak, dan Joseph Kam, yang dikenal sebagai Rasul Maluku.

c. Sesudah zaman kekuasaan Belanda (zaman kemerdekaan) beberapa gereja baru


terbentuk sebagai hasil pecahan dari beberapa gereja besar yang menjadi
induknya. Penyebabnya antara lain adalah menguatnya ikatan kesukuan, etnis,
kedaerahan, dan sebagainya di dalam kehidupan bergereja warga-warga jemaat.

2
2. Gerakan Menjaga Keesaan Gereja

Meskipun beragam, gereja-gereja itu sebenarnya merupakan gereja yang esa dan
Kristus adalah Kepalanya (1 Kor. 12:12-31). Semangat untuk menjaga keesaan gereja
ini muncul dalam beberapa konferensi yang dihadiri perwakilan gereja-gereja sedunia.
Pada tahun 1910 diselenggarakan konferensi misi pertama di Edinburgh yang
menghasilkan pembentukan Dewan Misi se-Dunia.

Semangat keesaan gereja-gereja sedunia juga mendorong keesaan gereja-gereja di


Indonesia. Semangat tersebut kemudian terwujud dalam pembentukan Dewan Gereja-
gereja di Indonesia (DGI) pada tanggal 25 Mei 1950. Tujuannya adalah menciptakan
Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia (GKYE). Upaya untuk menjaga persatuan itu
terus dibangun sampai akhirnya pada Sidang Raya X di Ambon (tahun 1984), yang
menghasilkan Lima Dokumen Keesaan Gereja, dan DGI diubah namanya menjadi
PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia). 5 Dokumen Keesaan Gereja itu adalah:

a. Pokok-pokok Tugas Panggilan Bersama (PTPB).

b. Pengakuan Bersama Iman Kristen (PBIK).

c. Piagam Saling Menerima dan Saling Mengakui (PSMSM).

d. Tata Dasar Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia.

e. Menuju Kemandirian Teologi, Daya, dan Dana.

Perkembangan Gereja di Indonesia sejak tahun 1950 sampai dengan masa kini juga
dapat dilihat dari perjumpaan gereja Indonesia dengan pergumulan politik, dan sikap
gereja di tengah masyarakat yang menganut agama lain. Ini penting disinggung
karena gereja Indonesia yang bertumbuh adalah Gereja Indonesia yang akan
berinteraksi dengan banyak pergumulan di Indonesia.

Kesimpulan :
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan gereja di Indonesia
sangat membaik, walaupun sebelumnya banyak mengalami kesulitan yang dilalui di
masa yang lalu. Tetapi pada zaman sekarang ini, dapat dilihat dari kenyataannya,
bahwa gereja-gereja sudah berdiri sendiri dan berkembang dimana-mana, baik di
perkotaan maupun di perdesaan.

Anda mungkin juga menyukai