Anda di halaman 1dari 11

PERKEMBANGAN GEREJA DALAM LEMBAGA

NEDERLANDSCH ZENDELING GENOOTSHCAP (NZG)


DAN RHEINISCHE MISSIONS GESELLSCHAFT (RMG)
ZENDING DAN GEREJA DI INDONESIA

KELOMPOK 10 :
 Yandri Angelica Silaban
 Kristiel Mega Simbolon
Grup/Semester : III-D
Mata Kuliah : Sejarah Gereja
Dosen Pengampu : Tiurma Brasa, M.Pd.K

PRODI PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN KRISTEN
INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI TARUTUNG
2023/2024
PENDAHULUAN
Gereja dan lembaga misi seperti NZG (Nederlandsche Zendings-Genootschap) dan
RMG (Rheinische Missions-Gesellschaft) memiliki peran penting dalam sejarah dan
perkembangan Kristen di Indonesia. Mereka berkontribusi dalam penyebaran agama
Kristen, pendidikan, dan juga pelayanan sosial. NZG, misalnya, didirikan pada tahun
1797 di Belanda dan mulai aktif di Indonesia pada abad ke-19. Sementara itu, RMG
adalah lembaga misi Protestan dari Jerman yang juga aktif di Indonesia pada periode
yang sama. Perkembangan gereja dan lembaga ini tentu sangat dipengaruhi oleh konteks
sosial, politik, dan budaya di Indonesia. Misalnya, perubahan politik dan sosial setelah
kemerdekaan Indonesia tentu berdampak pada aktivitas dan perkembangan mereka.

NZG mengirim misionaris ke berbagai wilayah di Indonesia, mendirikan gereja dan


sekolah, dan berkontribusi dalam peningkatan literasi dan pendidikan umum. NZG juga
terlibat dalam berbagai pelayanan sosial, seperti pembangunan rumah sakit. RMG juga
berperan dalam penyebaran agama Kristen, pendidikan, dan pelayanan sosial. Mereka
mendirikan gereja dan sekolah, dan berkontribusi dalam peningkatan literasi dan
pendidikan umum. Kedua lembaga ini memiliki peran penting dalam sejarah dan
perkembangan gereja di Indonesia. Namun, dampak dan kontribusi mereka mungkin
berbeda-beda di berbagai wilayah, tergantung pada konteks lokal dan sejarahnya.
Dampak dan kontribusi dari NZG dan RMG memang bisa berbeda-beda di setiap
wilayah. Hal ini karena setiap wilayah memiliki konteks sosial, budaya, dan sejarah
yang unik. Misalnya, di beberapa wilayah, NZG dan RMG mungkin lebih fokus pada
pendidikan, mendirikan sekolah-sekolah dan institusi pendidikan lainnya. Di tempat
lain, mereka mungkin lebih banyak berkontribusi dalam bidang pelayanan sosial, seperti
pembangunan rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya. Selain itu, respons
masyarakat lokal terhadap NZG dan RMG juga bisa berbeda-beda. Di beberapa tempat,
mereka mungkin diterima dengan baik dan memiliki dampak yang signifikan dalam
perkembangan komunitas setempat. Di tempat lain, mungkin ada tantangan atau
hambatan yang mempengaruhi sejauh mana mereka bisa berkontribusi. Zending masuk
ke nusantara pada abad ke-17 dibawa oleh bangsa Belanda. Bangsa ini menganut
Kristen Protestan.
Perlu diketahui bahwa, Zending masuk ke nusantara dibawa oleh Verenigde Oost-
Indische Compagnie (VOC), sebuah kongsi dagang swasta bangsa Belanda. Utusan
zending yang masuk ke Nusantara berupa guru Injil dan zieketrooster (penghibur orang
sakit). Guru Injil inilah yang akan melaksanakan pekabaran Injil (PI) dan memelihara
jemaat Kristen (Berkhof, 1986:237). Sebelumnya pada abad 16 sudah ada pekabar Injil
yang masuk ke Nusantara yang dibawa oleh bangsa Portugis dan Spanyol. Pekabaran
Injil ini dilakukan oleh Fransiscuz Xaverius di Malaka, Ambon dan Ternate. Ia
menyebarkan Injil agama Katolik Roma (Wolterbeek,1995:4). Pekabaran Injil agama
Kristen Protestan oleh zending dapat menggeser agama Katolik Roma yang sebelumnya
dibawa oleh bangsa Spanyol dan Perancis. Hal tersebut dapat dilihat bahwa adanya
permusuhan antara bangsa yang menganut agama Katolik Roma yaitu bangsa Spanyol
dan Perancis dengan bangsa yang menganut agama Kristen Protestan yaitu Belanda.
Permusuhan antara bangsa penganut Kristen Protestan dan Katolik Roma senantiasa
terjadi pada masa awal kedatangan bangsa Barat. (Anshory, 2013:23). Permusuhan
tersebut mengakibatkan tidak diizinkan adanya orang yang menganut agama Katolik
Roma. VOC menekan bangsa Portugis dan Spanyol yang akhirnya terdesak dan
meninggalkan Nusantara. Sepeninggal bangsa Portugis dan Spanyol dari nusantara,
jemaat Ambon dan Ternate yang telah menganut Katolik Roma dirawat oleh guru Injil
VOC kemudian menganut agama Kristen Protestan.

RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalahnya dari makalah ini ialah,
1. Apa itu (Nederlandsch Zendeling Genootschap) NZG dan RMG (Rheinische
Missions Gesellschaft) ?
2. bagaimana perkembangan NZG dan RMG zending dan gereja di Indonesia ?

TUJUAN PENULISAN
Sebagaimana kami menuliskan makalah ini yaitu yang berjudul “Perkembangan
Gereja dalam lembaga (Nederlandsch Zendeling Genootschap) NZG dan RMG
(Rheinische Missions Gesellschaft) zending dan gereja di Indonesia”, maka dapaat kita
lihat bahwa yang menjadi tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk
mengetahui kapan dan bagaimana sejarah perkembangan lembaga gereja dan NZG dan
RMG zending itu di Indonesia, sekaligus membantu setiap pembaca menemukan
materi terkait judulnya sekaligus menambah pengetahuan dan wawasan kami terkait
judul ini.

A. Pengertian Lembaga NZG dan RMG


Nederlandsch Zending Genootschap (NZG) atau Serikat Misionaris Negeri Belanda
adalah suatu organisasi yang berkarya dalam bidang pengambaran injil dan penyebar
agama Kristen, berpusat dahulu di kota pelabuhan Rotterdam, Belanda. Organisasi ini
didirikan oleh sejumplah tokoh Pietis dari Nederlandsche Hervormd Kerk (NHK),
seperti J.Th. van der Kemp (1747-1811), J.L. Verster (1745-1814), dan H.J. Krom
(1738-1804)
Pemikiran ini tercermin di dalam tujuan NZG, yaitu melalui pengabaran injil
memperkenalkan Kristus bagi orang-orang awam yang berasal dari peradaban yang
belum dicerahkan.
NZG dan RMG adalah dua lembaga yang paling berpengaruh di Indonesia. NZG
didirikan di Belanda pada tahun 1797, sedangkan RMG didirikan di Jerman pada tahun
1828. NZG dan RMG bekerja sama dengan pemerintah colonial dalam menyabarkan
agama Kristen di Indonesia Belanda Penginjilan dianggap sebagai cara membawa
manusia dari kegelapan ke kehidupan yang lebih terang. Suatu rumusan yang mewakili
pandangan teologi tertentu, tidak tertulis dalam anggaran dasar tersebut. NZG dianggap
sebagai persekutuan dari orang-orang Kristen yang terpanggil dari orang-orang Kristen
yang terpanggil mengabarkan Kristus, berlandaskan Alkitab dan duabelas pasal
pegakuan iman Kristen. Mereka juga bekerjasama dengan para pemimpin masyarakat
setempat untuk membangun jemat-jemaat Kristen. Zending masuk ke Indonesia pada
tahun 1814, pada masa pendudukan Inggris, yang datang dari Belanda dan di dukung
oleh London Missionary Society, memulai aktivitas keagamaan mereka, terutama
ditujukan kepada penduduk lokal. Joseph Kam adalah orang yang diutus pada tahun
1814 ke Ambon dan ia melayani kepulauan Maluku hingga wafatnya pada tahun 1833.
Misi-misi terkemuka lainnya adalah ke pulau-pulau lain di Maluku, Sumatra dan Jawa.
Kondisi untuk membuka daerah misi baru dapat dikatakan menguntungkan pada
akhir tahun 1890-an. Setelah arus keluar pendeta ortodoks ke UZV, sekitar tahun 1864,
orang-orang ortodoks bergabung dengan NZG pada tahun 1970-an dan 1980-an,
menciptakan keinginan untuk membuka daerah-daerah baru. Pada periode tahun 1864
dan 1890, NZG hanya mengirimkan 11 orang, termasuk enam pengkhotbah bantuan.
Salah satunya, Roskes, kembali ke Belanda dan menjadi wakil direktur NZG. Tahun
1890 dianggap sebagai tahun meningkatnya kejayaan lembaga misionaris. Sekolah
Zending mulai mendidik siswa dalam jumlah besar dan ada pembicaraan lagi tentang
perluasan jumlah pos pekabaran Injil. Menurut Neurdenburg, tidak semua orang bisa
ditempatkan di Jawa, dan dengan demikian, pos pekabaran Injil yang baru harus dibuka.
14 April 1890, Pdt. H.C. Kruyt bersama Nicolas Pontoh menginjakkan kakinya di
Tanah Karo (Sumatra Timur, sekarang Sumatera Utara). Kruyt sebelumnya sudah
bertugas di Minahasa, dan kemudian ditugaskan oleh NZG untuk mengemban misi
untuk mengkristenkan Suku Karo. Penugasan Kruyt cenderung bersifat politis untuk
menjinakkan Suku Karo yang sedang melakukan perlawanan kepada pihak Belanda
dengan melakukan pembakaran terhadap bangsal/gudang perusahaan-perusahaan
Eropah di Sumatra Timur. Menyadari hal tersebut, Kruyt kemudia memilih berhenti dan
kembali ke Belanda dan menjadi penulis hingga akhir hidupnya. NZG kemudian
mengirim Pdt. J.K. Wijngaarden yang sebelumnya bertugas di Pulau Sewu untuk
menggantikan tugas yang ditinggalkan Kruyt. Namun beliau meninggal dunia saat
bertugas akibat terserang malaria, sehingga tugasnya sementara dilanjutkan oleh istrinya
Dina Wijgaarden hingga penggantinya Pdt. M. Joustra tiba.
Tanggal 14 April 1890 kemudian diperingati sebagai hari Sehna Berita Meriah Man
Kalak Karo atau hari "Sampainya Injil kepada orang Karo". Dan 9 tahun kemudian (24
Desember 1899) bangunan gereja pertama kali bagi Suku Karo berdiri dan ditahbiskan
oleh Pdt. Meint Joustra di Buluhawar yang dikenal dengan Karo Kerk atau Gereja Karo.
Tahun 1941, Belanda takluk oleh Nazi Jerman di Perang Dunia, mengakibatkan semua
aset di tanah jajahan Belanda diambil alih oleh Jerman, tidak terkecuali lahan zending.
Sehingga Zending Karo sebutan untuk kegiatan penginjilan Tanah Karo yang dikelola
oleh NZG diambilalih oleh Rheinische Missionsgesellschaft yang sebelumnya sudah
menggarap zending di Tanah Batak/Tapanuli. Di Poso, Sulawesi Tengah, pembaptisan
kepala suku dilakukan oleh Philip Heinrich Christoph Hofman pada hari Natal tahun
1909. Zending juga dilakukan terhadap daerah-daerah yang telah memeluk agama
Katolik.
Pendidikan merupakan elemen kunci dalam pelayanan NZG, baik di Keresidenan
Timor maupun di tempat-tempat lainnya di mana ia bekerja. Bagi NZG, pendidikan
merupakan jembatan yang menghubungkan antara kekristenan dan masyarakat lokal
non-Kristen. Oleh karena itu, NZG tidak memisahkan antara pekabaran Injil dan
pendidikan, keduanya adalah satu adanya. Pekabaran Injil tidak mungkin dilakukan
tanpa pendidikan dan pendidikan dilakukan dengan tujuan agar Injil dapat diberitakan.
Dalam laporan NZG tahun 1825 disebutkan demikian: “kami menilai bahwa tidak ada
cara yang lebih baik untuk menyebarkan kekristenan selain dari pada pendidikan di
sekolah”. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Reint Le Bruijn – misionaris NZG
yang pertama di Kepresidenan Timor - dalam suratnya tertanggal 27 Oktober 1825. Ia
menyebut demikian: “pendidikan di sekolah merupakan cara pertama dan terpenting
untuk memperluas doktrin kekristenan”. Dengan demikian, jelaslah bahwa dasar dan
tujuan dari pendidikan NZG adalah kekristenan.
Menarik untuk dicatat, sekalipun tujuan dari pendidikan NZG adalah perpindahan
orang-orang lokal kepada Kekristenan, namun NZG tidak menjalankannya secara paksa.
NZG ingin agar perpindahan ke dalam kekristenan dilakukan dengan motivasi yang
murni, yakni karena percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juru Selamat.
Itulah sebabnya pada sejumlah sekolah terdapat anakanak yang menganut kepercayaan
tradisional, Kong Hu-Cu, dan Hindu, yang tetap memeluk kepercayaan mereka setelah
menempuh pendidikan di sekolah NZG. Dalam laporan Umum Sekolah-sekolah di
Hindia-Belanda tahun 1855, disebutkan bahwa jumlah murid pada Sekolah Melayu di
Kupang adalah sebanyak 101 orang. Tiga puluh di antaranya beragama Kong Hu-Cu
dan dua belas beragama Hindu. Dalam laporan yang sama juga disebutkan bahwa pada
sekolah di Oelio terdapat sembilan murid yang memeluk agama Hindu. Hal ini
menunjukkan bahwa penyebaran kekristenan yang dilakukan NZG melalui sekolah
tidak ditempuh dengan cara paksaan.

B. Pendirian Gereja oleh Nederlandsch Zending Genootschap (NZG)


dan RMG (Rheinische Missions-Gesellschaft) di Indonesia
NZG (Nederlandsch Zendeling Genootschap) dan RMG (Rheinische Missions-
Gesellschaft) mengirim misionaris ke berbagai wilayah di Indonesia untuk mendirikan
gereja. Mereka bekerja sama dengan komunitas lokal untuk membangun gereja dan
memperkenalkan ajaran Kristen. Dalam banyak kasus, gereja-gereja ini menjadi pusat
komunitas dan berperan penting dalam kehidupan sosial dan spiritual masyarakat
setempat. Dalam usaha penyebaran agama ini, badan-badan itu membangun gereja dan
juga sekolah. Kroeskamp, pengarang buku asal Belanda, melihat bahwa usaha itu
sebagai cara“to restore the old Christian communities to their former glory (untuk
mengembalikan komunitas Kristen lama ke kejayaan mereka sebelumnya)” Meskipun
pendirian sekolah terlebih dahulu dilakukan oleh pemerintah Kolonial Belanda yang
kemudian diikuti oleh badan zending. Batakmission, Di Tanah Batak, upaya penyebaran
Kristen ini dikenal dengan sebutan Batakmission yang dilakukan oleh badan Zending
RMG. Ini terbentuk oleh pertemuan dua zendeling RMG, Klammer dan Betz yang
sebelumnya bertugas di Kalimantan dan dua zendeling dari Ermelo, Van Asselt dan
Heine, berkumpul di Sipirok pada 7 Oktober 1861. Tanggal itu kemudian diperingati
sebagai hari lahir Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) atau gereja Kristen Protestan
dari Batak Toba. Setelah Zending berhasil melakukan Pekabaran Injil di Tanah Batak,
para
Zending memperluas misi mereka. Salah satu wilayah yang dimaksud adalah di Pulau
Nias. Sebelum Pekabaran Injil di Pulau Nias yang dilakukan RMG dari Jerman, terlebih
dahulu sejak tahun 1832, telah hadir Misionaris Perancis (Gereja Roma Katolik dari
Mission Etrangers de Paris) di Gunungsitoli, yang bernama Pastor Vallon (Maret 1832).
Beliau tinggal di Kampung Lasara, tetapi pada bulan Juni 1832, beliau meningggal
dunia diduga karena diracun oleh orang Nias. Beberapa hari kemudian datang lagi
temannya yang bernama Pastor Berard. Namun dalam beberapa hari saja, beliau
mengalami nasib yang tragis. Beliau juga diduga meninggal karena diracun. Kemudian
tahun 1854, datang Pastor Caspar de Heselle (Misionaris Belanda). Ia tinggal di
Sogawugawu dan tak beberapa lama ia meninggal dan dikuburkan di Lewato Zikoli
(lewato zikoli artinya pekuburanorang asing) di Gunungsitoli (di kaki Hilihati, tanggal
31 Agustus 1854). Mission Etrangers telah berusaha mengutus orang lain ke sana,
tetapi pemerintah Belanda
yang pada waktu itu baru saja mengambil alih pemerintahan dari tangan Inggris, tidak
memberi izin kepada mereka untuk masuk ke Nias. Sehingga saat itu misionaris dari
Perancis ini tidak berhasil melakukan Pekabaran Injil di Pulau Nias (Ziliwu,2013:30).
Kegagalan Pekabaran Injil yang dilakukan Misionaris dari Perancis tidak
menyurutkan semangat Misionaris Rheinische Mission Gesellchaft (RMG) Jerman
dalam melakukan Pekabaran Injil di Nias. Pekabaran injil ini diprakasai oleh Ludwig
Ernt Denninger misionaris dari Jerman. Beliau berhasil mengabarkan Injil di pulau
Nias. Beliau pada awalnya merupakan misionaris yang telah diutus oleh RMG ke
Kalimantan. Namun, akibat keterlibatan Belanda dalam perang saudara di Kalimantan
pada tahun 1859, menyebabkan beberapa orang asing yang berkulit putih telah menjadi
korban pembunuhan. Dari sebelas Zending RMG, sembilan orang menjadi korban
pembunuhan dan hanya dua orang yang masih selamat keluar dari daerah itu dan tiba di
Padang pada tahun itu juga. Salah satu misionaris yang selamat dari peristiwa
pembunuhan tersebut adalah Ludwig Ernt Denninger. Ketika Denninger tiba di Padang,
ia berkenalan dengan orang-orang suku Nias (Harefa,2007:2). Perkenalannya dengan
orang-orang Nias tersebut, membuatnya tertarik untuk melakukan Pekabaran Injil di
Nias, sehingga pada
tanggal 27 September 1865 Ludwig Ernt Denninger tiba di Nias tepatnya di
Gunungsitoli.
Kehadiran Denniger disusul oleh beberapa misionaris lainnya seperti Wilhem
Kodding (Februari 1866), August Mohri (1867-1869). Namun kemudian, August Mohri
ditugaskan untuk melayani pekabaran injil di Tanah Batak (Ziliwu,2013:32). Sebagai
pengganti August Mohri, RMG mengutus para Zending ke Nias yaitu J.W. Thomas
(1873-1900), Kramer (1873-1908), Dr. W.H. Sundermann.(1876-1902), dan Johann
Adam Fehr (1882-1913). Kedatangan Misionaris dari Jerman tersebut menyebabkan
ritus agama asli ditinggalkan oleh orang Nias. Agama suku di Nias sendiri dikenal
dengan nama molohe adu artinya penyembah patung (Lase,1997:23). Selama 25 tahun
pertama (1865-1890), usaha Pekabaran Injil di Nias tetap terbatas pada daerah
kekuasaan Belanda di sekitar Gunungsitoli di pantai Timur. Pada tahun 1882 para
Zending RMG mendirikan sekolah pendidikan guru Agama di Gunungsitoli. Para
lulusan dari sekolah tersebutlah yang menjadi faktor keberhasilaan Pekabaran Injil di
Nias. Keberhasilan tersebut disebabkan Pekabaran Injil dilakukan dengan menggunakan
bahasa Nias, sehingga masyarakat Nias mampu menerima Injil tersebut. Hal ini terbukti
dari jumlah jemaat semakin meningkat yaitu pada tahun 1940 tercatat 135.000 orang
telah menjadi jemaat Kristen. Kejadian ini diawali oleh adanya suatu gerakan rohani
(gerakan kebangunan) pada tahun 1916 di Humene 15 km jauhnya dari Gunungsitoli.
Perjamuan kudus akhir tahun 1915 mengakibatkan sejumlah orang Kristen yang hatinya
mencari kesungguhan keselamatan. Yang paling penting dari peristiwa itu ialah
perkembangan keinginan mereka untuk menyebarkan kesaksian Kristen
(kruger,1959:203-204).
Gerakan kebangunan rohani tersebut menyebabkan perpecahan dalam jemaat gereja
Protestan di Nias. Perpecahan jemaat gereja tersebut mendorong para Zending mulai
memikirkan kemandirian gereja di Nias. Kemandirian gereja tersebut ditandai dengan
kelahiran Gereja yang dinamakan Banua Niha Keriso Protestan (BNKP) pada tahun
1936.

C. Penyebaran Agama Kristen oleh Gereja dan Lembaga NZG dan


RMG
Apabila kita mempelajari sejarah penyebaran Agama Kristen di dunia secara umum,
dan Indonesia secara khusus, maka akan terlihat bahwa pekabaran Injil selalu
berhubungan erat dengan pelayanan pendidikan. Bahkan dapat dikatakan bahwa
pendidikan adalah salah satu instrumen yang digunakan para misionaris untuk
menghubungkan orang-orang non Kristen dengan Injil. Dalam konteks Indonesia,
hampir semua lembaga misi yang bekerja selalu memberikan perhatian terhadap
pelayanan pendidikan di wilayah kerja mereka masing-masing. Di Sumatra Utara
misalnya, Rheinische Missiongesellschaft (RMG) secara konsisten menunjukkan
komitmennya terhadap kemajuan pendidikan. Hal yang sama juga diperlihatkan De
Gereformeerde Zendings Bond (GZB) di tanah Toraja.
Fakta-fakta historis ini sekali lagi menegaskan betapa terkait dan terjalinnya
pelayanan pendidikan dengan pekerjaan pekabaran Injil. Pola yang sama juga dilakukan
oleh Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) ketika bekerja di Keresidenan
Timor.1 Sebagai lembaga misi, NZG memberikan perhatian penuh terhadap pelayanan
pendidikan di wilayah ini. Oleh karena itu, bagi NZG pelayanan pendidikan dan
pekabaran Injil merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan dalam pola
kerjanya, NZG sering kali terlebih dahulu mendirikan sekolah ketimbang membentuk
Jemaat. Sekarang pertanyaan-pertanyaan yang muncul adalah: bagaimanakah kondisi
pendidikan di Keresidenan Timor pada masa NZG berlangsung? Materi-materi apa saja
yang diajarkan? Seperti apa peran para guru? Apa dampak pendidikan bagi masyarakat
secara luas? Terhadap pertanyaan-pertanyaan di tersebut belum terdapat suatu kajian
yang memadai. Jikalau pun ada, maka kajian yang diberikan sangatlah kurang
komprehensif. Frederiek Djara Wellem misalnya, hanya mengkaji pendidikan di
Keresidenan Timor pada masa NZG secara kronologis.
NZG dan RMG memiliki keyakinan bahwa agama Kristen adalah agama yang paling
benar dan dapat membawa keselamatan bagi manusia. Mereka bersemangat untuk
menyebarkan agama Kristen kepada masyarakat pribumi. NZG dan RMG percaya
bahwa agama Kristen dapat membawa perubahan positif bagi masyarakat pribumi.
Mereka yakin bahwa agama Kristen dapat mengajarkan nilai-nilai moral dan spiritual
yang dapat membuat masyarakat pribumi menjadi lebih baik. Salah satu contoh
keberhasilan NZG dalam menyebarkan agama Kristen adalah dengan mendirikan
lembaga-lembaga sosial yang memberikan bantuan kepada masyarakat pribumi.
Lembaga-lembaga sosial ini memberikan bantuan dalam bidang kesehatan, pendidikan,
dan ekonomi. Hal ini membuat masyarakat pribumi merasakan manfaat dari agama
Kristen.

Kesimpulan
NZG (Nederlandsch Zendeling Genootschap) dan RMG (Rheinische Missions-
Gesellschaft) mengirim misionaris ke berbagai wilayah di Indonesia untuk mendirikan
gereja. NZG, misalnya, didirikan pada tahun 1797 di Belanda dan mulai aktif di
Indonesia pada abad ke-19. Sementara itu, RMG adalah lembaga misi Protestan dari
Jerman yang juga aktif di Indonesia pada periode yang sama. Perkembangan gereja dan
lembaga ini tentu sangat dipengaruhi oleh konteks sosial, politik, dan budaya di
Indonesia. Misalnya, perubahan politik dan sosial setelah kemerdekaan Indonesia tentu
berdampak pada aktivitas dan perkembangan mereka. NZG dianggap sebagai
persekutuan dari orang-orang Kristen yang terpanggil dari orang-orang Kristen yang
terpanggil mengabarkan Kristus, berlandaskan Alkitab dan duabelas pasal pegakuan
iman Kristen. Dampak dan kontribusi dari NZG dan RMG memang bisa berbeda-beda
di setiap wilayah. Hal ini karena setiap wilayah memiliki konteks sosial, budaya, dan
sejarah yang unik.

Anda mungkin juga menyukai