Anda di halaman 1dari 29

TEOLOGI

KRISTEN
INDONESIA
Kelompok 5 Pengantar Teologi
KELOMPOK 5
1. Rachel L.T. Kumaseh
2. Fabio Van Nistelrooy Hormati
3. Sintiya Losung
4. Marcelino Lucky Koloay Walansendouw
5. Leony Thresa Eklesia Lengkey
6. Abrian Benedik Geral Paat
7. Ramoy Vicky Polii
8. Jordan Marentek
Sejarah Teologi Kristen
di Indonesia
Di Indonesia, agama Kristen menjadi agama terbesar kedua setelah islam dari segi jumlah pemeluknya.
Sedangkan secara keseluruhan di dunia, agama Kristen merupakan agama terbesar di dunia dengan penganut
mencapai 2 miliar orang dari seluruh berbagai Negara di belahan bumi.
Mayoritas pemeluk agama Kristen adalah orang-orang dari Negara barat seperti Eropa dan Amerika. Sedangkan
sisanya tersebar di seluruh Negara, bahkan di negara-negara yang mayoritas muslim pun biasanya terdapat
pemeluk agama Kristen.
Awal masuknya kristen di indonesa Pada abad XVI saat bangsa Portugis dan kemudian bangsa Belanda datang
ke Indonesia. Yang pertama datang ke wilayah Nusantara ini adalah armada dagang Portugis yang sebelumnya
telah merintis jalan melalui Tanjung Harapan. Kemudian, kedatangan Portugis itu disusul oleh armada dagang
Belanda.
Armada Portugis yang pertama dipimpin oleh Alfonso D’ Albuquerque dan tiba di Maluku serta mulai
mengadakan pendekatan dengan penduduk asli. Dalam perjalanannya itu ikut serta imam-imam Katolik yang
kemudian menyebarkan agama Katolik. Armada Belanda datang kira-kira pada awal abad XVII setelah sekian
lama bangsa Portugis berada di Indonesia.
Kedua bangsa inilah yang memperkenalkan agama Kristen, yaitu Kristen Katolik dan Kristen Protestan di
Indonesia. Pada dasarnya kedua agama tersebut sama, karena keduanya memiliki kitab suci yang disebut Al-
kitab yang terdiri dari perjanjian Lama dan Perjanjian Baru atau Injil. Akan tetapi keduanya mempunyai sejarah
yang agak berbeda.
Penyebaran Agama
Kristen Katolik
Agama Kristen Katolik disebarkan pertama kali di Indonesia oleh imam-imam Katolik.
Agama ini diperkenalkan kepada penduduk asli dengan cara damai dengan penuh cinta
kasih. Seorang imam yang terkenal pada waktu itu adalah Fransiscus Xaverius, yang telah
banyak memberikan waktu dan tenaganya bagi pekerjaan misi di Indonesia.
Misi Katolik ini bekerja tidak hanya di Maluku, tetapi juga di Flores, Timor Timur,
Kepulauan Kei, Pulau Jawa, yaitu di sekitar Muntilan, Malang, dan Jakarta, serta pulau-
pulau lain di Indonesia.
Selain mengajarkan agam, misi Katolik juga membangun sekolah-sekolah dan rumah
sakit yang tersebar di seluruh Indonesia. Karya misi Katolik ini tidak hanya terbatas pada
orang yang beragama Katolik saja, tetapi bagi semua orang, apapun agama atau
kepercayaannya.
Pusat agama Katolik di seluruh dunia terletak di Vatican, suatu wilayah di negara Roma,
Italia. Pimpinannya disebut Paus. Pimpinan gereja Katolik di Indonesia disebut Majelis
Agung Wali Gereja Indonesia (MAWI). MAWI sering melakukan pendekatan antara
kelompok-kelompok agama Kristen Katolik dengan kelompok agama lain yang ada di
Indonesia.
Bangsa Belanda memperkenalkan
agama Kristen Protestan untuk
Pertama Kali di Indonesia
Mula-mula penyebaran itu di arahkan kepada orang yang berada di sekitar tempat perdagangan
rempah-rempah, umumnya di Maluku dan kemudian meluas ke segala pelosok di tanah air.
Pendeta-pendeta Protestan yang datang yang datang dari Negeri Belanda pada umumnya bekerja
untuk bangsa Belanda, tetapi kemudian mereka juga mengajarkannya kepada penduduk asli.
Dalam penyiaran ini pemerintah penjajahan sangat membatasi pekerjaan pengabaran agama
kepada penduduk asli, karena takut mengganggu perdagangan yang mereka laksanakan.
Namun, penyebaran agama tidak dapat dan tidak boleh disamakan dengan kepentingan dagang.
Oleh karena itu, meskipun terdapat hambatan dari pemerintah penjajah, agama Kristen Protestan
berkembang terus.
Selain dari bangsa Belanda pendeta dari Jerman, Amerika dan Swiss juga bekerja di Indonesia.
Pada umumnya mereka bekerja di pelabuhan, seperti Kalimantan, tanah Batak dan Irian Jaya.
Karena para pendeta tidak datang hanya dari satu wilayah, umat Kristen Protestan itu terdiri dari
berbagai gereja.
Nama gereja-gereja itu disesuaikan dengan nama wilayah tempat gereja-gereja itu semula
didirikan. Misalnya Gereja Jawa, Gereja Protestan Maluku, Gereja Kalimantan, Huria Kristen Batak
Protestan, dan Gereja Kristen Sulawesi Selatan.
Sejarah Pertumbuhan
Masyarakat Kristen di
Indonesia
Salah satu perkembangan penting abad ke-19 adalah pertumbuhan masyarakat Kristen di beberapa tempat di
kepulauan Indonesia. Sebenarnya sudah sejak abad ke-16 agama Kristen telah masuk ke Indonesia, hal ini bisa anda
baca di artikel sejarah: Proses masuknya Kristen ke Indonesia. malahan ada berita bahwa pada awal abad ke-14
beberapa anggota ordo Fransiskan telah singgah si Sumatra, Jawa, dan Kalimantan dalam perjalanannya ke negeri Cina
dan dalam perjalanan pulang.
Berita ini menyebutkan bahwa pada kunjungan tersebut sejumlah penduduk Indonesia telah dibaptiskan. Akan tetapi
apa yang terjadi sesudahnya tentang masyarakat Kristen yang pertama ini kita tidak mempunyai data-data lebih lanjut.
Kita juga tidak mengetahui apakah agama Kristen menurut aliran-aliran yang telah diperkembangkan di daerah Timur
Tengah (seperti Nestorianisme, Manichaeanisme, dan sebagainya) yang sudah tersebar sampai ke pantai barat India dan
ke negeri Cina pernah masuk ke Indonesia.
Agama Kristen yang dikenal di Indonesia adalah dalam bentuk seperti yang telah berkembang di Eropa Barat. Data-data
yang pasti mengenai penyebarannya baru muncul pada abad ke-16, yakni bersama dengan datangnya Portugis ke
Indonesia.
Setelah menduduki kota Malaka pada tahun 1511, orang Portugis berusaha pula untuk menyebarkan agamanya di
daerah ini. Pendorong utama dalam usaha ini adalah Franciscus Xaverius yang pada tahun 1546-1547 bekerja di Ambon,
Ternate, dan Halmahera. Di pulau-pulau Maluku lainnya para misionaris berhasil pula mendapat penganut, demikian
pula di Sulawesi Selatan.
Namun demikian, perkembangan kemudian tidak memenuhi harapan Portugis. Pertentangan yang dihadapinya dari
para penguasa pribumi setempat merupakan faktor penting, di samping itu, pembaptisan secara massal tanpa diikuti
dengan pengajaran agama yang lebih mendalam oleh misionaris yang sangat kecil jumlahnya tidak memungkinkan
perkembangan yang pesat.
Penyebaran agama Kristen
dihentikan
Kedatangan orang Belanda musuh Portugis dan Spanyol pada waktu itu menghentikan usaha-usaha
Portugis tersebut. Seperti diketahui, perang antara Belanda dan Spanyol (1568-1648) tidak hanya
merupakan perang kemerdekaan Belanda, tetapi juga merupakan perang agama antara Belanda yang
beragama Potestan dan Spanyol yang beragama Katolik.
Jadi, pada awal abad ke-17 usaha Portugis untuk menyebarkan agama Kristen dihentikan oleh Belanda.
Hanya di daerah yang dikuasai Spanyol (sejak 1605), yakni di Maluku Utara, Sulawesi Utara dan Kepulauan
Sangir, misisonaris Kastolik masih dapat bekerja terus. Akan tetapi daerah-daerah ini lambat laun jatuh
pula ke tangan Belanda, dan pada tahun 1677 pulau Siau (kepulauan Sangir) sebagai wilayah terakhir pun
harus ditinggalkan oleh orang-orang Spanyol.
Suatu pengecualian adalah daerah Nusatenggara Timur. Di bagian timur Flores, pulau Solor dan pulau-
pulau kecil sekitarnya kekuasaan Portugis dapat bertahan sampai tahun 1859, sehingga dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa agama Katolik telah ada selama lebih dari empat abad.
Masyarakat Kristen yang mendiami wilayah yang telah dikuasai oleh VOC dimasukkan dalam gereja
Protestan. Akan tetapi, walaupun ada pegawai Kompeni yang berusaha untuk memperluas agama Kristen
di wilayah kekuasannya, pada umumnya perhatian VOC hanya ditujukan kepada usaha perdagangan saja.
Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa sampai abad ke-19 agama Kristen di Indonesia tidak mengalami
pertumbuhan juga di wilayah Portugis dalam periode yang sama para misionaris tidak menunjukkan
kegiatan besar.
Masuknya Nederlandsch
Zendeling Genootschap
Keadaan berubah dalam abad ke-19, ketiga orang penginjil pertama tiba di Maluku. Mereka dikirim oleh
Nederlandsch Zendelingsgenootschap (NZG) suatu perkumpulan Portestan yang khusus didirikan untuk
usaha-usaha penyebaran agama. Kegiatan mereka ditujukan terutama kepada pendidikan anak-anak
pribumi. Dengan demikian banyak sekolah yang didirikannya, dan untuk memperoleh guru-guru yang terlatih.
Zending masuk ke Indonesia pada tahun 1814, pada masa pendudukan Inggris, yang datang dari Belanda dan
di dukung oleh London Missionary Society, memulai aktivitas keagamaan mereka, terutama ditujukan kepada
penduduk lokal. Joseph Kam adalah orang yang diutus pada tahun 1814 ke Ambon dan ia melayani kepulauan
Maluku hingga wafatnya pada tahun 1833.Misi-misi terkemuka lainnya adalah ke pulau-pulau lain di Maluku,
Sumatra dan Jawa
Kondisi untuk membuka daerah misi baru dapat dikatakan menguntungkan pada akhir tahun 1890-an.
Setelah arus keluar pendeta ortodoks ke UZV, sekitar tahun 1864, orang-orang ortodoks bergabung dengan
NZG pada tahun 1970-an dan 1980-an, menciptakan keinginan untuk membuka daerah-daerah baru. Pada
periode tahun 1864 dan 1890, NZG hanya mengirimkan 11 orang, termasuk enam pengkhotbah bantuan. Salah
satunya, Roskes, kembali ke Belanda dan menjadi wakil direktur NZG. Tahun 1890 dianggap sebagai tahun
meningkatnya kejayaan lembaga misionaris. Sekolah Zending mulai mendidik siswa dalam jumlah besar dan
ada pembicaraan lagi tentang perluasan jumlah pos pekabaran Injil. Menurut Neurdenburg, tidak semua
orang bisa ditempatkan di Jawa, dan dengan demikian, pos pekabaran Injil yang baru harus dibuka.[2]
14 April 1890, Pdt. H.C. Kruyt bersama Nicolas Pontoh menginjakkan kakinya di Tanah Karo (Sumatra Timur,
sekarang Sumatra Utara). Kruyt sebelumnya sudah bertugas di Minahasa, dan kemudian ditugaskan oleh NZG
untuk mengemban misi untuk mengkristenkan Suku Karo.
Penugasan Kruyt cenderung bersifat politis untuk menjinakkan Suku Karo yang sedang melakukan
perlawanan kepada pihak Belanda dengan melakukan pembakaran terhadap bangsal/gudang perusahaan-
perusahaan Eropah di Sumatra Timur. Menyadari hal tersebut, Kruyt kemudia memilih berhenti dan kembali
ke Belanda dan menjadi penulis hingga akhir hidupnya.
NZG kemudia mengirim Pdt. J.K. Wijngaarden yang sebelumnya bertugas di Pulau Sewu untuk menggantikan
tugas yang ditinggalkan Kruyt. Namun beliau meninggal dunia saat bertugas akibat terserang malaria,
sehingga tugasnya sementara dilanjutkan oleh istrinya Dina Wijgaarden hingga penggantinya Pdt. M. Joustra
tiba.
Tanggal 14 April 1890 kemudian diperingati sebagai hari Sehna Berita Meriah Man Kalak Karo atau hari
"Sampainya Injil kepada orang Karo". Dan 9 tahun kemudian (24 Desember 1899) bangunan gereja pertama
kali bagi Suku Karo berdiri dan ditahbiskan oleh Pdt. Meint Joustra di Buluhawar yang dikenal dengan Karo
Kerk atau Gereja Karo.
Tahun 1941, Belanda takluk oleh Nazi Jerman di Perang Dunia, mengakibatkan semua aset di tanah jajahan
Belanda diambil alih oleh Jerman, tidak terkecuali lahan zending. Sehingga Zending Karo sebutan untuk
kegiatan penginjilan Tanah Karo yang dikelola oleh NZG diambilalih oleh Rheinische Missionsgesellschaft
yang sebelumnya sudah menggarap zending di Tanah Batak/Tapanuli.
Di Poso, Sulawesi Tengah, pembaptisan kepala suku dilakukan oleh Philip Heinrich Christoph Hofman pada
hari Natal tahun 1909. Zending juga dilakukan terhadap daerah-daerah yang telah memeluk agama Katolik.
Aliran Kristen di
Indonesia
Pada umumnya gereja-gereja Kristen di Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga aliran utama, yaitu:
Gereja Katolik Roma dengan sistem episkopal di bawah kepemimpinan PausGereja-gereja Protestan yang
merupakan hasil dari Reformasi Protestan yang diprakarsai oleh Martin Luther dan Yohanes KalvinGereja Ortodoks
dengan sistem episkopalnya
Khusus untuk gereja-gereja dari aliran ritual Pentakosta kadang-kadang digolongkan terpisah dari kelompok
gereja-gereja Protestan karena perbedaan ritual dan pengakuan iman, meskipun dari sejarahnya gereja Pentakosta
muncul dari denominasi-denominasi ajaran Protestan.
Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks di Indonesia tidak terbagi-bagi menurut denominasi sebagai mana halnya yang
ada pada gereja-gereja Protestan/Pentakosta. Karena gereja Protestan dan aliran Pentakosta terbagi-bagi menjadi
unsur gereja yang lebih kecil maka gereja-gereja Kristen Protestan (termasuk Pentakosta) memiliki banyak cabang
bahkan di setiap daerahnya. Gereja-gereja tersebut dapat diklasifikasikan menurut ajaran teologi, kelompok etnis,
bahasa pengantar, atau gabungan dari ketiganya.
Aliran-aliran teologi Kristen di lingkungan Gereja Protestan dipelopori para tokoh Gerakan Reformasi yang dikenal
luas: Martin Luther, Johanes Calvin, dan Ulrich Zwingli. Selain kesamaan sudut pandang, ada juga perbedaan
teologi/ajaran ketiga reformator itu. Dr. Martin Luther, misalnya terkenal dengan slogannya: sola fide (hanya karena
iman), sola gratia (hanya karena belas kasihan/anugerah), sola scriptura (hanya karena Kitab Suci Alkitab). Ada juga
buku yang memuat teologi/ajaran Dr. Martin Luther secara lebih luas dan dalam, salah-satu bukunya
“Katekhismus”. Begitu juga Calvin dan Zwingli dengan kekhasan teologi/ajaran-nya masing-masing. Masing-masing
pun memiliki kitab atau surat yang paling disukai dalam Alkitab. Dr. Martin Luther, misalnya, sangat mengagumi
Surat Roma.
Kemudian ketiga aliran teologi/ajaran itu berkembang. Perkembangan itu ditandai dengan munculnya teologi/ajaran
baru yang bersumber dari ketiga teologi/ajaran di atas. Bahkan muncul teologi/ajaran yang dianggap merupakan
“kritik” terhadap teologi/ajaran itu – yang menyebabkan munculnya berbagai aliran teologi/ajaran yang agak berbeda.
Sebagai contoh: Anabaptis/Baptis, Masehi Advent Hari Ketujuh, Methodist, Pantekosta, Gerakan Pentakosta dan
sebagainya. Mengapa begitu banyak aliran/ajaran yang muncul? Ada dugaan kuat bahwa aliran-aliran itu muncul antara
lain diakibatkan oleh penafsiran terhadap Alkitab secara eisegese (bukan eksegese) dan juga dilatarbelakangi
ketidakpuasan atau ketidaksukaan terhadap teologi/ajaran Gereja sebelumnya.
Perpecahan yang terjadi di tubuh Gereja Protestan (Gereja Reformasi) bukan semata-mata ‘kritik’ terhadap
teologi/ajaran Gereja Protestan itu tetapi memang kebanyakan muncul menjadi aliran -aliran baru karena eisegese
tersebut, seperti misalnya soal baptisan (dari caranya, dari orang yang dibaptis apakah anak-anak sudah boleh dibaptis
padahal mereka belum mengerti soal baptis, atau dari wujudnya baptisan air dan bapisan roh). Begitu juga soal
perjamuan kudus, baik ritual mau pun substansinya. Di situlah letak masalahnya.Yang paling marak terjadi 5(lima)
dekade yang lalu adalah munculnya Gerakan Pentakosta Baru yang notabene juga karena penafsiran eisegetis tentang
“kuasa Roh” dan “bahasa roh”. Selanjutnya dari sana muncul gerakan yang mereka klaim sebagai Gerakan Karismatik.
Jadilah teologi/ajaran Gereja Protestan menjadi amat beragam dengan aliran masing-masing yang berbeda-beda pula.
Hampir semua mereka membentuk Sinode Gereja yang mengelompok dalam berbagai denominasi dan “sekte”.
Baru-baru ini muncul sekte baru, mengklaim diri Gereja Protestan/Kristen yang mewajibkan warganya mesti mengerti
ketiga bahasa Alkitab, yaitu Ibrani, Yunani dan Aram. Mereka pun beribadah menggunakan bahasa itu dan mereka mesti
beribadah di rumah-rumah anggotanya dengan bergiliran. Mereka pada umumnya berpendidikan tinggi/akademis.
Berbeda jauh dari aliran yang sebelumnya muncul yang menyalahkan pengindonesiaan dari beberapa kisah dalam
Alkitab. Nama Allah dalam Alkitab (Debata dalam Bibel) pun dipersoalkan.
Ciri-ciri Khas Utama Kristen dan
Gereja Protestan
Ciri-ciri Khas Utama Kristen dan Gereja Protestan sebagaimana diketahui bahwa ciri-khas utama Kristen
adalah: 1) beriman percaya kepada dan dibaptis didalam nama Allah Bapa, Putera-Nya Tuhan Yesus Kristus
dan Roh Kudus;
2) berdasarkan Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (Alkitabiah);
3) berpusat kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan, Allah dan Juruselamat (Christocentris);
4) sikap dan perilakunya seturut dengan kasih agape (agapis). Tentu tidaklah dapat disebut/ digolongkan
sebagai Kristen bilamana, misalnya, berdasarkan Alkitab “plus” atau Alkitab “minus”, dan/atau bilamana ada
tokoh lain “sebesar” atau “lebih besar” daripada Tuhan Yesus yang dipuja-puji dan disembah, dan/atau
bilamana ajarannya tidak merupakan penampakan dan perwujudan kasih agape itu.
Persekutuan Gereja-Gereja di
Indonesia
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) adalah organisasi persekutuan gereja Kristen Protestan di Indonesia. Persekutuan
ini didirikan pada 25 Mei 1950 di Jakarta dengan nama Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI)[1] sebagai perwujudan dari
kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah. Oleh
karena itu, PGI menyatakan bahwa tujuan pembentukannya adalah "Mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia
Pada tanggal 6-13 November 1949 diadakan: ‘Konferensi Persiapan Dewan Gereja-Gereja di Indonesia.” Seperti diketahui
sebelum Perang Dunia II telah diupayakan mendirikan suatu Dewan yang membawahi pekerjaan Zending; namun karena
pecahnya PD II maksud tersebut diundur. Setelah PD II berdirilah tiga buah Dewan Daerah, yaitu: “Dewan Permusyawaratan
Gereja-Gereja di Indonesia, berpusat di Yogyakarta (Mei 1946) ; “Majelis Usaha bersama Gereja-Gereja di Indonesia bagian
Timur”, berpusat di Makasar (9 Maret 1947) dan “Majelis Gereja-Gereja bagian Sumatra” (awal tahun 1949), di Medan.
Ketiga dewan daerah ini didirikan dengan maksud membentuk satu Dewan Gereja-Gereja di Indonesia, yang melingkupi ketiga
dewan tersebut. Pada tanggal 21-28 Mei 1950 diadakan Konferensi Pembentukan Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI),
bertempat di Sekolah Theologia Tinggi (sekarang Sekolah Tinggi Teologi Jakarta).
Manifes
Pembentukan DGI
Salah satu agenda dalam konferensi tersebut adalah pembahasan tentang Anggaran Dasar DGI. Pada tanggal 25 Mei
1950, Anggaran Dasar DGI disetujui oleh peserta konferensi dan tanggal tersebut ditetapkan sebagai tanggal berdirinya
Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI) dalam sebuah naskah “Manifes Pembentoekan DGI”:
Naskah versi EYD:
"Kami anggota-anggota Konferensi Pembentukan Dewan Gereja-Gereja di Indonesia, mengumumkan dengan ini, bahwa
sekarang Dewan gereja-gereja di Indonesia telah didirikan, sebagai tempat permusyawaratan dan usaha bersama dari
Gereja-Gereja di Indonesia, seperti termaktub dalam Anggaran Dasar Dewan gereja-gereja di Indonesia, yang sudah
ditetapkan oleh Sidang pada tanggal 25 Mei 1950. Kami percaya, bahwa dewan Gereja-Gereja di Indonesia adalah
karunia Allah bagi kami di Indonesia sebagai suatu tanda keesaan Kristen yang benar menuju pada pembentukan satu
Gereja di Indonesia menurut amanat Yesus Kristus, Tuhan dan Kepala Gereja, kepada umat-Nya, untuk kemuliaan nama
Tuhan dalam dunia ini".
Demikianlah DGI telah menjadi wadah berhimpun Gereja-Gereja di Indonesia. Anggotanya pun semakin bertambah dari
waktu ke waktu. Dengan makin berkembangnya jumlah anggota, maka makin menunjukkan semangat kebersamaan
untuk menyatu dalam gerakan oikoumene di Indonesia. Dalam wadah PGI, gereja-gereja di Indonesia yang memiliki
keragaman latar belakang teologis, denominasi, suku, ras, tradisi budaya dan tradisi gerejawi, tidak lagi dilihat dalam
kerangka perbedaan yang memisahkan, melainkan diterima sebagai harta yang berharga dalam memperkaya
kehidupan gereja-gereja sebagai Tubuh Kristus. Seiring dengan perkembangan dan semangat kebersamaan itu pulalah
yang turut mendasari perubahan nama “Dewan Gereja-Gereja di Indonesia” menjadi “Persekutuan Gereja-Gereja di
Indonesia” sebagaimana diputuskan pada Sidang Raya X di Ambon tahun 1984. Perubahan nama itu terjadi atas
pertimbangan: “bahwa persekutuan lebih bersifat gerejawi dibanding dengan perkataan dewan, sebab dewan lebih
mengesankan kepelbagaian dalam kebersamaan antara gereja-gereja anggota, sedangkan persekutuan lebih
menunjukkan keterikatan lahir-batin antara gereja-gereja dalam proses menuju keesaan".
Dengan demikian, pergantian nama itu mengandung perubahan makna. Persekutuan merupakan
istilah Alkitab yang menyentuh segi eksistensial, internal dan spiritual dari kebersamaan umat Kristiani
yang satu. Sesuai dengan pengakuan PGI bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia
serta Kepala Gereja, sumber Kebenaran dan Hidup, yang menghimpun dan menumbuhkan gereja
sesuai dengan Firman Allah, maka sejak berdirinya PGI, gereja-gereja berkomitmen untuk menyatakan
satu gereja yang esa di Indonesia. Keesaan itu ditunjukkan melalui kebersamaan dalam kesaksian dan
pelayanan, persekutuan, saling menolong dan membantu. Oleh karena itu PGI tidaklah bermaksud
untuk menyeragamkan gereja-gereja di Indonesia, dan PGI juga bukanlah hendak menjadi suatu super
church yang mendominasi gereja-gereja anggota, melainkan keesaan yang dimaksud adalah keesaan
dalam tindakan, artinya keesaan yang makin lama makin bertumbuh dan berkembang ketika
melakukan kegiatan-kegiatan bersama dalam visi dan misi bersama.
Sampai pada tahun 2009, PGI telah menghimpun 88 gereja anggota dan lebih dari 15 juta anggota
jemaat yang tersebar dari Merauke – Sabang dan dari Rote – Talaud. Keanggotaan PGI mewakili 80
persen umat Kristen di Indonesia. Dengan lambang “oikoumene” gereja-gereja anggota PGI optimistis
berkarya dan melayani di Indonesia dan dunia. Di samping merekatkan hubungan di antara gereja-
gereja anggotanya, PGI juga terpanggil untuk bekerjasama dan membangun kemitraan dengan gereja-
gereja dan lembaga oikoumene lainnya, dan antaragama, baik tingkat nasional maupun internasional.
Hubungan kemitraan ini dimaksudkan untuk menciptakan kerukunan umat beragama serta
kesejahteraan manusia di Indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya.
Keanggotaan PGI

1. Sinode Gereja-Gereja Anggota PGI 2. PGI Wilayah


Saat ini terdapat 95 sinode gereja (yang Saat ini terdapat 27 Majelis Pekerja
terus bertambah) Harian (Cabang) PGI Wilayah. Selain
menjadi wadah nasional Gereja-
Gereja di Indonesia, PGI juga
menjadi anggota Dewan Gereja-
Gereja Asia (CCA) dan Dewan
Gereja-Gereja Sedunia (WCC).
Berikut adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi Anggota PGI:
Mempunyai Tata gereja sendiri memberitakan Firman Allah dan melayani
sakramen sesuai dengan kesaksian Alkitab.
Mempunyai Anggota Dewasa yang sudah dibaptis/sidi sekurang-kurangnya
2.000 orang.
Menunjukkan kerjasama yang baik dengan gereja-gereja tetangganya,
terutama gereja anggota PGI.
Menyatakan persetujuannya secara tertulis terhadap Dokumen Keesaan
Gereja serta kesediaannya untuk melaksanakan semua hal dan kewajibannya
sebagai gereja anggota dengan bersungguh-sungguh.
Menyatakan kesediaan mencantumkan "ANGGOTA PGI" di belakang nama
gereja yang bersangkutan.
Bentuk Keesaan
GPI
GPI telah memekarkan diri dalam beberapa gereja bagian, tetapi gereja-gereja itu terus memelihara
keesaannya. Keesaan itu diwujudkan melalui:
Sidang-sidang gerejawi yang dilakukan satu kali setahun dan satu kali lima tahun untuk evaluasi
dan penyusunan program kerja yang bersifat ekumenis.
Dokumen keesaan yang diterima dan diberlakukan dalam pergaulan ekumenis antara GBM ini yaitu:
Pemahaman Iman GPI, Kepejabatan, dan Peribadahan.
Komitmen bersama bahwa GBM-GPI sebagai gereja saudara tidak boleh mendirikan gerejanya
dalam wilayah gereja yang lain. Dengan komitmen ini maka apabila warga jemaat dari satu GBM
yang karena tugas, berpindah ke satu wilayah lain di mana GBM yang lainnya sudah ada maka
mereka dianjurkan untuk masuk dalam GBM itu.
Memiliki akar tradisi ajaran gereja yang sama termasuk sakramen, yaitu baptisan dan perjamuan
kudus.
Dengan demikian maka GPI adalah wujud keesaan dari gereja-gereja bagiannya yang tersebar di
seluruh Indonesia, bukan super church. Di samping keesaan itu, GPI juga mengakui kepelbagaiaan
dan kekhususan dari setiap GBM, sebab setiap GBM memiliki kekhasannya sendiri dalam
pelayanannnya, sesuai dengan bentuk keesaan GPI yakni: Kepelbagaian dalam keesaan. Artinya di
dalam gereja (GPI) yang satu itu terdapat kepelbagaian.
Kesimpulan
Kekristenan adalah agama terbesar kedua di Indonesia, setelah Islam. Indonesia juga memiliki penduduk
Kristen terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Filipina, penduduk Protestan terbesar di Asia Tenggara,
dan penduduk Kristen terbesar keempat di Asia setelah Filipina, Cina dan India. 28,6 juta orang Kristen di
Indonesia merupakan 10,72% dari populasi negara itu pada tahun 2018, dengan 7,60% Protestan (20,25
juta) dan 3,12% Katolik (8,33 juta). Beberapa provinsi di Indonesia mayoritas beragama Kristen (Protestan
atau Katolik). Ini adalah agama terbesar kedua setelah Islam. Menurut sensus 2010, semua denominasi
Kristen berjumlah sekitar 10%, atau sekitar 23 juta. Pemerintah Indonesia secara resmi mengakui dua
aliran utama agama Kristen di Indonesia, yaitu Protestan dan Gereja Katolik. Protestan membentuk sekitar
70% dari semua orang Kristen di Indonesia, dan Katolik merupakan 30% dari semua orang Kristen di
indonesia. belakangan ini, laju pertumbuhan dan penyebaran agama Kristen telah meningkat, terutama di
kalangan minoritas Tionghoa.
dan Wilayah-wilayah tradisional Kristen di Indonesia terkonsentrasi di Tanah Batak, Taneh Karo, Nias,
Mentawai, pedalaman Kalimantan, Minahasa, Sangir, Poso, Toraja, Mamasa, Nusa Tenggara Timur,
Kepulauan Maluku dan Papua.
Daftar
Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Persekutuan_Gereja-Gereja_di_Indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/Istimewa:Sumber_buku/978-9-02-392155-4
Noort, Gerrit (2006). De weg van magie tot geloof: Leven en werk van Albert C. Kruyt (1869-1949),
zendeling-leraar in Midden-Celebes, Indonesië. Utrecht: Universitas Utrecht. ISBN 978-9-02-
392155-4.
"Joseph Kam | e-MISI". Misi.sabda.org. Diakses tanggal 2015-05-07.
^ Noort 2006, hlm. 30.
https://www.pinhome.id/blog/pertumbuhan-masyarakat-kristen-di-indonesia/
https://www.pinhome.id/blog/masuknya-kristen-ke-indonesia/
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Gereja_di_Indonesia

Anda mungkin juga menyukai