Anda di halaman 1dari 11

PENDIDIKAN MASA PORTUGIS DAN VOC

Disusun oleh :

Abi Mu’ammar Dzikri (19407141049)

Fitriandini Firdausi N (19407144025)

PRODI ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan di nusantara (Indonesia) telah berlangsung semenjak
zaman batu hingga kerajaan-kerajaan bercorak agama, seperti Hindu-Buddha
dan Islam. Namun, pendidikan kuno ini lantas diperbarui dengan sistem
modern bercorak Eropa yang dibawa para penjelajah samudera di abad 16
hingga 17. Dua di antaranya ialah bangsa Portugis dan Belanda.
Usaha para penjelajah samudera untuk memberi pendidikan kepada
pribumi nusantara pun tak lepas dari segala kepentingan. Mula-mulanya,
kedua penjelajah samudera ini berusaha menerapkan pendidikan berbasis
agama yang dibawakan para misionaris serta zendeling masing-masing.
Agama yang dibawakan ialah Katolik dan Protestan. Baik Portugis maupun
Belanda, keduanya bertujuan untuk mengkristenkan pribumi nusantara pada
masa itu. Selain itu, hal tersebut adalah kedok di mana mereka akhirnya dapat
mengambil kekayaan alam dan manusia yang berlimpah di nusantara.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pendidikan di Indonesia pada masa Portugis?
2. Bagaimana Pendidikan di Indonesia pada masa VOC?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sistem pendidikan di Indonesia pada masa Portugis
2. Untuk mengetahui sistem pendidikan pada masa VOC
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem pendidikan pada masa Portugis


Awal abad ke-16, seabad sebelum datangnya orang-orang Belanda,
Bangsa Portugis yang terlebih dulu datang mempunyai cita-cita untuk
menguasai perniagaan dan perdagangan Timur-Barat dengan cara menemukan
jalan laut untuk mencapai dunia Timur serta berkuasa di bandar-bandar dan
daerah-daerah yang berada di wilayah yang strategis guna dijadikan sebagai
mata rantai perniagaan. Di samping tujuannya datang untuk mencari kejayaan
(glorious) dan kekayaan (gold), mereka juga bertujuan untuk menyebarkan
ajaran agama Katolik (gospel). Para penjelajah dan pedagang Portugis
menetap di wilayah timur Indonesia, tempat rempah-rempah yang memiliki
nilai jual tinggi berada. Uniknya, mereka turut didampingi oleh para
misionaris yang bertugaskan menebar dakwah ke nusantara sebagai usaha
gospel.
Seusai menduduki Malaka pada 1511 dan Maluku pada 1512, langkah
pertama yang dikerjakan ialah menjadikan pribumi sebagai penganut agama
Katolik Roma. Tugas ini pada mulanya dilakukan oleh padri-padri dari “ordo
Fransiskan”. Ordo ini bertugas membaptis pribumi menjadi penganut agama
Katolik Roma, kemudian memberikan pendidikan kepada mereka. Peranan
para missionaris dari “Ordo Fransiskan” kemudian terdesak oleh kaum “Ordo
Yesuit” (salah satu ordo padri Katolik) dibawah pimpinan Fransiscus Xaverius
(1506-1552) yang kemudian menjadi peletak dasar dari Katolik se Indonesia.
Antonio Galvano, seorang penguasa di Maluku pada tahun 1536
mendirikan sebuah sekolah seminari yang diperuntukkan kepada anak-anak
para pemuka pribumi (bangsawan). Selain pelajaran agama, anak-anak juga
diberikan pengajaran mengenai membaca, menulis, serta berhitung. Bahasa
Portugis dan bahasa daerah menjadi bahasa pengantar yang digunakan di
sekolah. Sekolah ini dibangun di pulau Solor dengan jumlah siswa sebanyak
50 orang, diketahui bahwa bahasa latin diajarkan pada pribumi ternyata dapat
mengikuti pelajaran dan ingin menlanjutkan serta meneruskan pembelajaran
ke Goa, yang menjadi kekuatan Portugis di Asia. Pada tahun 1547, Fransiscus
Xaverius dari Ternate untuk pergi ke Goa guna membina pemuda-pemuda
Maluku yang memiliki tujuan melanjutkan pendidikan ke Goa.
Penyebaran agama Katolik dan penyelenggaraan pendidikan di
Maluku tidak banyak mengalami perubahan atau kemajuan yang pesat hal itu
disebabkan karena hubungan bangsa Portugis dengan Sultan Ternate yang
kurang harmonis, juga karena mereka harus berperang melawan bangsa
Spanyol kemudian Inggris. Pada akhirnya Belanda lah yang berhasil
menghalau bangsa Portugis dari wilayah Indonesia Timur dan kemudian
mengambil alih segala kepemilikan beserta lembaga pendidikan milik bangsa
Portugis. Tetapi sebagian penduduk masih tetap memeluk Katolik Roma
hingga saat ini.
Daerah Penyebaran Pengaruh Portugis yaitu :
a. Maluku
Pada tahun 1525 orang-orang portugis melakukan kontak hubungan
dengan penduduk Hitu akan tetapi mereka terpaksa pindah kesemenanjung
Leitimor  di tempat itulah orang-orang Portugis ini mendirikan benteng
yang selanjutnya menjadi kota Ambon sekarang, bersamaan dengan itu
mereka memperluas penanaman pohon cengkeh sampai kepualuan Leiser.
Pada tahun 1536 penguasa portugis untuk Maluku adalah Antonio
Galvano berhasil mendirikan sekolah Seminari untuk anak-anak para
pembuka pribumi di Ternate yang merupakan sekolah agama Katolik bagi-
anak-anak mereka dan sekolah yang sejenis kemudian didirikan di pulau
Solor dengan jumlah murid sebanyak 50 orang, murid-murid yang berasal
dari golongan pribumi dan ternyata mampu mengikuti pelajaran dengan
baik dan berkeinginan melanjutka pendidikannya ke Goa (India). Pada
tahun 1546 di Ambon sudah banyak pemeluk agama Katolik selain
pelajaran agama yang di berikan pelajaran seperti membaca,menulis dan
berhitung juga di berikan dengan  tambahan bahasa latin.
b. Sumatera Selatan
Pada saat bangsa Inggris menguasai Bengkulu, sempat misi
Kristenisasi yang berada di bawah zending kristen dapat memasuki daerah
Tanjung Sakti di bawah asuhan seorang pastur Katolik dan juga
membangun sebuah sekolahan desa (volkschool) dan voorvolkschool di
simpang tiga Tanjung Sakti kemudian dibuka juga sebuah sekolah
pertanian yang dikenal dengan nama sekolah mingguan.
Penyebaran agama Katolik dengan cara memergunakan sarana
pendidikan yang setingkat dengan pendidikan pada akhir abad ke-19 hanya
terbatas di daerah Tanjung Sakti saja, hal tersebut disebabkan oleh daerah
yang luas sehingga susah untuk dijangkau dan setelah runtuhnya
kesultanan Palembang yang terjadi pada tahun 1848-1868, Belanda
berhasil menguasai daerah Sumatera Selatan dan juga berhasil mengambil
alih segala kepemilikan milik gereja beserta lembaga pendidikannya.
Ciri-ciri pendidikan pada masa Portugis :
Seorang penguasa dari portugis di Maluku bernama Antonio Galvano
mendirikan sebuah sekolahan Seminari untuk anak-anak pemuka pribumi.
Pendidikan yang dilangsungkan bersifat klasikal dan berlangsung biasanya
pada hari Minggu. Adapun sekolahan mengajarkan beberapa pelajaran
seperti :
1. Membaca
2. Menulis
3. Berhitung; dan
4. Agama
Metode yang di pergunakan berupa:

1. Ceramah
2. Menghafalkan; dan
3. Mengkaji ulang pelajaran

B. Sistem pendidikan pada masa VOC


Kegiatan pendidikan yang dilakukan VOC dipusatkan di bagian timur
Indonesia di mana agama Katolik telah berakar jauh sebelum Belanda datang,
Ambon, pusat administrasi VOC pada masa awal. Pada tahun 1607 didirikan
sekolah pertama di Ambon untuk anak-anak Indonesia, karena pada saat itu
belum ada anak Belanda. Tujuan utama rupanya untuk melenyapkan agama
Katolik dengan menyebarkan agama penggantinya, Protestan. Jumlah sekolah
cepat bertambah. Pada tahun 1632 telah ada 16 sekolah di Ambon, di tahun
1645 meningkat menjadi 33 buah dengan 1300 murid.
Sekolah pertama di Jakarta dibuka pada tahun 1603 untuk mendidik
anak Belanda dan Jawa agar menjadi pekerja yang kompeten pada VOC. Pada
tahun 1636 jumlahnya menjadi 3 buah dan pada tahun 1706 telah ada 34 guru
dan 4873 murid. Semua sekolah di suatu wilayah berada di bawah
pengawasan pendeta. Guru-guru diangkat oleh Gereja Reformasi di
Amsterdam. Sebelum dikirim ke tanah jajahan mereka mula-mula diuji
tentang kemampuannya membaca dan menyanyikan lagu-lagu gerejani.
Kebanyakan di antara mereka belum mempunyai pengalaman apa pun dalam
hal mengajar.
Bahasa pengantar di sekolah mejadi masalah yang rumit dalam dunia
pendidikan. Guru pertama di sekolah pertama yang ada di Ambon, yang ingin
menjadikan tanah jajahan sungguhan koloni Belanda yang berbahasa Belanda
seperti yang diinginkan oleh atasannya, yaitu bahasa Belanda sebagai bahasa
pengantar di sekolah. Ia mengalami kegagalan dan guru berikutnya
menggunakan bahasa melayu, bukan untuk menyesuaikan dengan kondisi
lingkungan setempat, melainkan karena bahasa Belanda terlampau sulit bagi
anak yang kurang cerdas. Orang Belanda dan pribumi menerima pelajaran
yang sama dengan menggunakan bahasa Melayu pada tahun 1760.
Pada tahun 1780 kembali dilandaskan penggunaan bahasa Belanda
sebagai bahasa pengantar di sekolah. Pada tahun 1786 peraturan tersebut
dicabut, kemudian bahasa Melayu dan Portugis digunakan kembali semata-
mata karena orang tua dan anak tidak begitu memahami Bahasa Belanda.
Bahasa Belanda banyak kehilangan fungsinya setelah kitab injil
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu pada tahun 1733. Akan tetapi setelah
diadakan ujian pegawai pada tahun 1864 yang di mana ujian tersebut menjadi
syarat bagi pengangkatan pegawai pemerintah, maka bahasa Belanda
mengalami pelonjakan. Yang diujikan di antaranya yaitu bahasa Belanda guna
memeroleh ijazah.
Jenis Pendidikan pada masa VOC sebagai berikut :
1. Pendidikan Dasar
Berdasarkan peraturan tahun 1778, pendidikan dasar dibagi 3 kelas
berdasarkan rankingnya. Kelas 1 (tertinggi) diberi pelajaran membaca,
menulis, agama, menyanyi dan berhitung. Kelas 2 mata pelajarannya tidak
termasuk berhitung. Sedangkan kelas 3 (terendah) materi pelajaran fokus
pada alphabet dan mengeja kata-kata. Proses kenaikan kelas tidak jelas
disebutkan, hanya didasarkan pada kemampuan secara individual.
Pendidikan dasar ini berupaya untuk mendidik para murid-muridnya
dengan budi pekerti. Contoh pendidikan dasar ini antara lain
Batavischeschool (Sekolah Betawi, berdiri tahun 1622), Burgerschool
(Sekolah Warga-negara, berdiri tahun 1630).
2. Sekolah Latin
Pada abad ke 17 Bahasa Latin merupakan bahasa ilmiah bagi orang
Eropa, oleh karena itu timbul gagasan untuk mendirikan sekolah Latin di
Jakarta. Sistem persekolahan dimulai dengan cara menumpang tempat
tinggal (in de kost) di rumah seorang pendeta. Dengan pemberian
sejumlah biaya menumpang 12 murid keturunan Belanda dan Indo, pada
tahun 1642 mulai diajarkan Bahasa Latin. Jenis sekolah ini hanya
berkembang sebentar, tetapi di tahun 1651 sudah mulai menyusut
sehingga akhirnya ditutup pada tahun 1656. Pada tahun 1666 sekolah
latin dibuka kembali tetapi hanya mampu bertahan selama empat tahun,
sehingga akhirnya sekolah latin ditutup kembali.
3. Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)
Sekolah ini didirikan pertama kali oleh Gubernur Jenderal van Imhoff
tahun 1745 di Jakarta dengan tujuan mendidik calon-calon pendeta.
Sekolah dibagi menjadi 4 kelas secara berjenjang. Kelas 1 belajar
membaca, menulis, Bahasa Belanda, Melayu dan Portugis serta materi
dasar-dasar agama. Kelas 2 pelajarannya ditambah Bahasa Latin. Kelas 3
ditambah materi Bahasa Yunani dan Yahudi, filsafat, sejarah, arkeologi
dan lainnya. Untuk kelas 4 materinya pendalaman yang diasuh langsung
oleh kepala sekolahnya. Sistem pendidikannya asrama dengan durasi studi
5,5 jam sehari dan Sekolah ini hanya bertahan selama 10 tahun.
4. Academie der Marine (Akademi Pelayaran)
Berdiri pada tahun 1743. Tujuannya untuk mendidik calon perwira
pelayaran dengan lama studi 6 tahun. Materi pelajarannya meliputi
matematika, bahasa Latin, bahasa ketimuran (Melayu, Malabar dan
Persia), navigasi, menulis, menggambar, agama, keterampilan naik kuda,
anggar, dan dansa. Nemun, akademi tersebut ditutup pada tahun 1755
dengan alasan bahwa lulusannya sedikit sehingga biaya operasionalnya
menjadi mahal.
5. Sekolah Cina
Pada tahun 1737 didirikan sekolah untuk keturunan Cina yang miskin,
tetapi sempat vakum karena peristiwa de Chineezenmoord (pembunuhan
Cina) tahun 1740. Selanjutnya, sekolah ini berdiri kembali secara swadaya
dari masyarakat keturunan Cina sekitar tahun 1753 dan 1787.

Akhir abad ke-18, setelah VOC bangkrut, kekuasaan Hindia Belanda


diambil alih oleh Kerajaan Belanda secara langsung. Pada masa ini,
perhatian mulai diberikan kepada dunia pendidikan agar lebih maju dari
sebelumnya. Sekolah-sekolah VOC menerapkan kurikulum yang erat
kaitannya dengan gereja. Menurut peraturan sekolah tahun 1643, guru
mempunyai tugas yaitu memupuk rasa takut terhadap Tuhan, mengajarkan
dasar-dasar agama kristen, mengajar anak berdo'a, bernyanyi, pergi
beribadah ke gereja, patuh pada orang tua, penguasa, serta guru-guru.

Ciri-ciri Pendidikan pada masa VOC :


1. Sekolah-sekolah didirikan untuk melenyapkan agama katolik dan
menyebarkan agama protestan.
2. Pendidikan di batavia digalakkan untuk menyiapkan tenaga kerja yang
kompeten bagi VOC.
3. Semua sekolah pada satu wilayah berada di bawah pengawasan gereja.
4. Kurikulumnya mengacu pada gereja.
5. Pembelajarannya dilaksanakan secara individu dan belum menerapkan
pembelajaran klasikal
BAB III

PENUTUP

Setelah bangsa Portugis berhasil menguasai Malaka pada permulaan abad ke-
16, wilayah Indonesia bagian timur seperti Pulau Ternate, Tidore, dan Ambon
menjadi tujuan orang-orang Portugis guna mencari sumber rempah-rempah. Dalam
gerakan ini selalu diikuti oleh missinaries Roma Khatolik. Sistem pendidikan yang
terjadi pada masa portugis ini kebanyakan mengajarkan mengenai agama yang
menjadi misi bangsa portugis yakni penyebaran agama katholik. Namun selain agama
dalam pendidikan di jaman portugis ini juga mengajarkan mengenai membaca,
menulis, dan berhitung. Pendidikan pada masa VOC lebih diutamakan dalam
penyebaran agama Protestan, sedangkan ajaran Katholik disebarkan sebelum masa
VOC, yaitu pada masa Portugis. Alasan orang Belanda mendirikan sekolah bagi
anak-anak Indonesia yaitu untuk mendidik anak Belanda dan Jawa agar menjadi
pekerja yang kompeten pada VOC.
DAFTAR PUSTAKA

Khairuddin. (2008). Pendidikan di Zaman Belanda.


http://khairuddinhsb.blog.plasa.com/2008/07/21/pendidikan-di-zaman-
belanda/. Diakses pada Tanggal 1 September 2021 pukul 14.40 WIB.

Kutoyo, S dan Sri Soetjiatingsih. (1981). Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Timur.
Jakarta: Balai Pustaka.

Makmur, Djohan. dkk. (1993). Sejarah Pendidikan di Indonesia Zaman Penjajahan.


Jakarta: CV. Manggala Bhakti.

Nasution, S. (2001). Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Sumarsono Mestoko. (1986). Pendidikan di Indonesia dari Jaman ke Jaman. Jakarta:


Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai