Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULAN

A. Latar Belakang
Pada awal kedatangan orang Belanda ke Indonesia adalah untuk
berdagang. Hal inilah yang menjadi factor pendorong dibentuknya Vereenigde
Oost Indische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) atau VOC
yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda yang
memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia.1 Mereka di motifasi
oleh hasrat untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya, sekalipun harus
mengarungi laut yang berbahaya sejauh ribuan kilometer dalam kapal layar kecil
untuk mengambil rempah-rempah dari Indonesia.

Setelah mengerti akan hasil alam yang dimiliki negri ini, keinginan untuk
mengausai nusantara ini semakin besar. Metode kolonialisasi Belanda sangat
sederhana. Mereka mempertahankan raja-raja yang berkuasa dan menjalankan
pemerintahan melalui raja-raja itu akan tetapi menuntut monopoli hak berdagang
dan eksploitasi sumber-sumber alam. Adat istiadat dan kebudayaan asli
dibiarkan tanpa perubahan aristokrasi tradisional digunakan oleh Belanda untuk
memerintah negri ini dengan cara efisien dan murah. Oleh sebab Belanda tidak
mencampuri kehidupan orang Indonesia secara langsung, maka sangat sedikit
yang mereka perbuat untuk pendidikan bangsa. Kecuali usaha menyebarkan
agama mereka di beberapa pulau di bagian timur Indonesia. Kegian pendidikan
pertama yang dilakukan VOC.

Pada permulaan abad ke 16 hampir seabad sebelum kedatangan Belanda,


pedagang portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu
di hasilkan. Biasanya mereka didampingi oleh misionaris yang memasukkan
penduduk kedalam agama Katolik yang paling berhasil tiantara mereka adalah

1
http//sejarah-the-historian.blogspot.com200905hegemoni-voc-di-indonesia.htm

1
Ordo Jesuit di bawah pimpinan Feranciscus Xaverius. Xaverius memandang
pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama. Seminari dibuka
di ternate, kemudian di solor dan pendidikan agama yang lebih tinggi dapat
diperoleh di Goa, India, pusat kekuasaan portugis saat itu.

Sedangkan pendidikan selama penjajahan Belanda dapat dipetakan


kedalam 2 (dua) periode besar yaitu pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische
Compagnie) dan masa pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie). Namun
yang akan kita bahas adalah mengenai bagaimana perkembangan dan system
pendidikan pada masa VOC.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan masalah sebgagai
berikut:
1. Bagaimana perkembangan pendidikan di Indonesia pada masa VOC
(Vereenigde Oost-indische Compagnie)?
2. Bagaimana system dan jenis pendidikan di Indonesia pada masa VOC
(Vereenigde Oost-indische Compagnie)?
3. Apa pengaruh pendidikan VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie),
bagi penduduk Pribumi?
4. Apa nilai-nilai universal yang dapat dipetik dari pendidikan di Indonesia
pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie).
C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui perkembangan pendidikan di Indonesia pada masa


VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie), kemudian untuk mengetahui
system dan jenis pendidikan di Indonesia pada masa VOC (Vereenigde Oost-
indische Compagnie), dan untuk mengetahui pengaruh pendidikan VOC
(Vereenigde Oost-indische Compagnie), bagi penduduk pribumi serta untuk
mengetahui nilai-nilai universal yang dapat dipetik dari pendidikan di Indonesia
pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie).

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Perkembangan pendidikan di Indonesia pada masa VOC (Vereenigde Oost-


indische Compagnie).

Pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie), yang


merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia
dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial. Berbeda
dengan kondisi di negeri Belanda sendiri dimana lembaga pendidikan dikelola
secara bebas oleh organisasi-organisasi keagamaan, maka selama abad ke-17
hingga 18 M, bidang pendidikan di Indonesia harus berada dalam pengawasan
dan kontrol ketat VOC. Jadi, sekalipun penyelenggaraan pendidikan tetap
dilakukan oleh kalangan agama (gereja), tetapi mereka adalah berstatus sebagai
pegawai VOC yang memperoleh tanda kepangkatan dan gaji. Dari sini dapat
dipahami, bahwa pendidikan yang ada ketika itu bercorak keagamaan (Kristen
Protestan). Hal ini juga dikuatkan dari profil para guru di masa ini yang
umumnya juga merangkap sebagai guru agama (Kristen). Dan sebelum bertugas,
mereka juga diwajibkan memiliki lisensi (surat izin) yang diterbitkan oleh VOC
setelah sebelumnya mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh gereja
Reformasi.2

Kondisi pendidikan di jaman VOC juga tidak melebihi perkembangan


pendidikan di zaman Portugis atau Spanyol. Pendidikan diadakan untuk
memenuhi kebutuhan para pegawai VOC dan keluarganya di samping untuk
memenuhi kebutuhan tenaga kerja murah terlatih dari kalangan penduduk
pribumi. VOC memang mendirikan sekolah-sekolah baru selain mengambil alih
lembaga-lembaga pendidikan yang sebelumnya berstatus milik penguasa
kolonial Portugis atau gereja Katholik Roma. Secara geografis, pusat pendidikan

3
yang dikelola VOC juga relative terbatas di daerah Maluku dan sekitarnya. Di
Sumatera, Jawa dan Sulawesi, VOC memilih untuk tidak melakukan kontak
langsung dengan penduduk, tetapi mempergunakan mediasi para penguasa lokal
pribumi. Jika pun ada, itu hanya berada di pusat konsentrasi pendudukannya
yang ditujukan bagi para pegawai dan keluarganya.3

Karena yang memberikan pengajaran adalah orang-orang dari kalangan


Gereja, maka tidak mengherankan bahwa dasar dari pendidikan VOC adalah
agama Nasranri (Protestan). Hal ini dapat dilihat pada waktu VOC merebut
Maluku dari tangan orang-orang Portugis. Sekolah-sekolah dan Gereja-gereja
Roma-Katholik dan paderi-paderinya diusir. Sebagai gantinya dibuka sekolah-
sekolah dan Gereja Kristen Protestan.

 Jangkauan wilayah pendidikan VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie)


Pada masa VOC mula-mula datang ke Indonesia, mereka menuju langsung
ke daerah-daerah yang menjadi sumber kekayaan bagi pasaran dunia, yaitu
kepulauan Maluku. Dua kesultanan yang berada di wilayah tersebut Ternate dan
Tidore saling bermusuhan dan diperalat oleh orang Portugis dan Spanyol. Baru
pada permualaan abad ke-17 Raja Ternate menanggap VOC sebagai kawan dan
memperbolehkan mendirikan banteng di pulau Ambon .
Setelah orang Portugis yang sementa itu telah berpengaruh di wilayah
tersebut diusir oelh oaring-orang Belanda, maka VOC berkuasa mutlak dan
mulai mengatur perdagangan dan kehidupan masyarakat. Sejak tahun 1605 VOC
meluaskan daerah pengaruhnya kearah utara dari kedudukannya di Pulau
Ambon sampai ke Sulawesi Utara dan kepulauan Sangir Talaud. Dalam bidang
pendidikan VOC.
Dalam bidang pendidikan VOC selain mengambil alih bekas lembaga-
lembaga pendidikan Portugis juga mendirikan sekolah-sekolah baru. Sesuai
dengan pola Portugis yang dalam penguasaannya atas suatu wilayah berusaha

3
httppeziarah.wordpress.com20070205pendidikan-di-zaman-penjajahan-belanda

4
pula mengkristenkan penduduknya, maka VOC meneruskan pula “policy”
tersebut. Bedanya orang Portugis menyebarkan agama Roma-Katholik ,
sedangkan orang Belanda agama Kristen-Protestan. Sekolah-sekolah didirikan
atas dasar pola tersebut.
Di pulau Ambon dan sekitarnya pada tahun 1645 terdapat 33 sekolah dan
1300 murid dan pada tahun 1708 jumlah muridnya meningkat menjadi 3966
jiwa. Pada abad ke-18 VOC meluaskan jangkauan wilayah pendidikannya ke
arah Selatan sejalan dengan perluasan daerah pengaruhnya. Namun demikian
mereka membatasi diri pada bekas daerah kekuasaan orang-oranag Portugis dan
Spanyol yang telah mulai dengan kegiatan dalam bidang Pendidikan. Daerah
pendidikan VOC meluas ke Pulau Timor (1701), Sawu (1756), Kei (1635),
kepulauan Aru (1710), Pulau-pulau Kisar, Wtter, Damar, dan Letti (1700).
Berbeda dengan kepualauan Maluku dan Nusa Tenggara Timur, di
Sumatra, Jawa, dan Sulawesi Selatan, VOC tidak mengadakan kontak langsung
dengan penduduk tetapi melalui Sultan, Raja, stsu penguasa daerah. Dengan
demikian di wilayah tersebut tidak terdapat system pendidikan VOC, kecuali di
tempat kedudukan, di kota pelabuhan, atau banteng yang dijadikan basis.
Penyelenggaraannya juga khusus untuk orang-orang VOC dan pegawai-
pegawainya. Selain itu pengaruh Portugis dan Spanyol tidak pernah masuk di
tiga wilayah tersebut di atas sehingga agama Roma-Katholik tidak terdapat di
kalangan penduduk asli. Sekolah yang pertama didirikan ialah di Jakarta
(Batavia) pada tahun 1617, tahun 1636 sudah menjadi 3 sekolah dan diperluas
terus sehingga pada tahun 1779 jumlah murid di luar Kepualauan Maluku adalah
sebagai berikut:
 Jakarata (Batavia) 639 murid
 Pantai Utara Pulau Jawa 327 murid
 Ujung Pandang (Makasar) 50 murid
 Timor 593 murid
 Pantai Barat Sumatra 37 murid
 Cirebon 6 murid

5
 Banten 5 murid

2. Sistem dan jenis pendidikan di Indonesia pada masa VOC (Vereenigde


Oost-indische Compagnie)
Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan sebagai
berikut:

a) Pendidikan Dasar

Sistem persekolahan di wilayah kekuasaan VOC didasarkan dan


dilakukan oleh orang-orang dari kalangan agama. Dengan sendirinya sekolah-
sekolah mempunyai cirri-ciri dan corak agama (Kristen) sekolah pertama
yang didirikan di Jakarta pada tahun 1617 menjelma menjadi sekolah
“Betawi” (Batavische School) di tahun 1622 dengan 92 murid Pria dan 45
Wanita, dan pada tahun 1630 berdiri pula Sekolah Warga negara
(Burgerschool). Sekolah-sekolah tersebut bersifat pendidikan dasar dengan
tujuan untuk mendidik budi pekerti . demikian pla dengan sekolah-sekolah
yang ada di wilayah kekuasaan VOC di Indonesia bagian Timur bersifat
pendidikan dasar dan bercorak agama.4

 Kurikulum

Berdasar peraturan tahun 1778, dibagi kedalam 3 kelas berdasar


rankingnya. Kelas 1 (tertinggi) diberi pelajaran membaca, menulis, agama,
menyanyi dan berhitung. Kelas 2 mata pelajarannya tidak termasuk berhitung.
Sedangkan kelas 3 (terendah) materi pelajaran fokus pada alphabet dan
mengeja kata-kata. Proses kenaikan kelas tidak jelas disebutkan, hanya
didasarkan pada kemampuan secara individual. Pendidikan dasar ini berupaya
untuk mendidik para murid-muridnya dengan budi pekerti. Contoh

4
Depdikbud. 1986. Pendidikan Indonesia Dari Jaman ke Jaman. Jakarta: Balai Pustaka

6
pendidikan dasar ini antara lain Batavische school (Sekolah Betawi, berdiri
tahun 1622); Burgerschool (Sekolah Warga-negara, berdiri tahun 1630); dll.5

b) Sekolah Latin

Pada abad ke-17 bahasa Latin merupakan bahasa ilmiah bagi orang
Eropa. Oleh karena itu timbul gagasan untuk mendirikan sekolah Latin di
Jakrta. Sistem persekolahan dimuali dengan cara numpang-tinggal (in de
kost) di rumah pendeta.

Dengan pemberian sejumlah biaya menumpang 12 murid keturunan


Belanda dan Indo pada tahun 1642 mulai diajar bahasa Latin Sesuai
namanya, selain bahasa Belanda dan materi agama, mata pelajaran utamanya
adalah bahasa Latin. Jenis sekolah ini sempat, berkembang sebentar tetapi di
tahun 1651 sudah mulai menyusut sehingga akhirnya ditutup (1656). Pada
tahun 1666 sekolah Latin dibuka kembali namun hanya mampu bertahan
selama 4 tahun, sehingga terpaksa sekolah itu ditutup kembali.

 Kurikulum

c) Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)

Sekolah untuk mendidik calon-calon pendeta, yang didirikan pertama


kali oleh Gubernur Jenderal van Imhoff tahun 1745 di Jakarta.

Sekolah dibagi menjadi 4 kelas secara berjenjang. Kelas 1 belajar membaca,


menulis, bahasa Belanda, Melayu dan Portugis serta materi dasar-dasar
agama. Kelas 2 pelajarannya ditambah bahasa Latin. Kelas 3 ditambah materi
bahasa Yunani dan Yahudi, filsafat, sejarah, arkeologi dan lainnya. Untuk
kelas 4 materinya pendalaman yang diasuh langsung oleh kepala sekolahnya.
Sistem pendidikannya asrama dengan durasi studi 5,5 jam sehari dan Sekolah
ini hanya bertahan selama 10 tahun.

5
http// Khairuddinhsb’s Weblog.mht

7
 Kurikulum

d) Academie der Marine (Akademi Pelayanan)

Berdiri tahun 1743, dimaksudkan untuk mendidik calon perwira


pelayaran dengan lama studi 6 tahun. Materi pelajarannya meliputi
matematika, bahasa Latin, bahasa ketimuran (Melayu, Malabar dan Persia),
navigasi, menulis, menggambar, agama, keterampilan naik kuda, anggar, dan
dansa. Tetapi iapun akhirnya ditutup tahun 1755.

e) Sekolah Cina

Bagi penduduk Pribumi yang beragama Islam, pendidikan bukanlah


merupakan masalah karena di mana-mana terdapat sekolah-sekolah agama
yang disamping mengajarkan pelajaran agama juga memberikan “ilmu-ilmu”
lainnya. Untuk pegawai VOC dan Pribumi pemeluk agama Kristen
pemerintah Kompeni telah emngaturnya. Tinggal penduduk keturunan Cina
yang belum mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Hal ini
menjadikan pemikiran dari penguasa Kompeni, sehingga akhirnya di tahun
1737 didirikan untuk keturunan Cina yang miskin, tetapi sempat vakum
karena peristiwa de Chineezenmoord (pembunuhan Cina) tahun 1740.
selanjutnya, sekolah ini berdiri kembali secara swadaya dari masyarakat
keturunan Cina sekitar tahun 1753 dan 1787. VOC sebenarnya tidak langsung
menangani pendidikan bagi golongan keturunan Cina, tetapi diserahkan pada
masyarakat Cina sendiri melalui lembaga swasta.

Pendidikan dan pengajaran menurut ukuran standar umum yang


berlaku, sebenarnya tidak pernah dipikirkan oleh penguasa VOC. Baru pada
akhir abad ke-18 setelah keadaan komersial dan financial perusahaan

8
menurun, tokoh-tokoh Kompeni mulai memperhatikan bidang pendidikan
daerah kekuasaannya.6

 Kurikulum

VOC tidak banyak ikut campur dalam urusan kurikulum dalam


sekolah Cina yang diselanggarakan oleh pihak swasta dari kalangan
masyarakat Cina sendiri. Bahkan mengenai kegiatan keagamaan orang-
orang Cina, VOC sama sekali tidak campur atangan .

3. Pengaruh pendidikan VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) bagi


penduduk pribumi.

Dengan dibangunnya sekolah-sekolah di daerah koloni oleh VOC itu


artinya penduduk Pribumi bisa menyaksikan bagaimana sekolah itu didirikan,
dan suasana yang terjadi. Namun hanya sebatas itulah bagi penduduk pribumi
bisa menyaksikan sekolah-sekolah Belanda itu berdiri, namun mereka tidak bisa
merasakan bagaimana rasanya memperoleh pendidikan di sekolah-sekolah
tersebut. Ada beberapa penduduk Pribumi yang bisa merasakan pendidikan di
sekolah-sekolah Belanda tersebut, namun itu hanya sebagai syarat bagi mereka
untuk bekerja dengan VOC. Maka pendidikan VOC ini bisa dikatakan
penyebarannya cukup luas namun tidak mendalam, karena pengaruhnya hanya
kecil saja, dan tidak memberikan pengaruh pandangan pendidikan yang luas
bagi masyarakat.

Seperti yang kita ketahui bahwa di Kepulauan Maluku dan Nusa


Tenggara Timur sudah mulai terdapat beberapa sekolah yang berdiri sebagai
kelanjutan dari sekolah-sekolah Portugis, berbeda halnya dengan di Sumatera,
Jawa, dan Sulawesi Selatan, VOC tidak mengadakan kontak langsung dengan
penduduk tetapi melalui Sultan, Raja, atau penguasa daerah. Dengan demikian

6
Depdikbud. 1986. Pendidikan Indonesia Dari Jaman ke Jaman. Jakarta: Balai Pustaka

9
wilayah tersebut tidak terdapat system pendidikan VOC, kecuali di tempat
kedudukan, di kota pelabuhan, atau banteng-benteng yang dijadikan basis-basis.7

Begitu pula halnya pendidikan yang ada di Nusa Tenggara Barat,


tepatnya di pulau Sumbawa, VOC memiliki hubungan baik dengan kerajaan-
kerajaan di wilayah tersebut. Sehingga penyebaran agama Nasrani dan
pendidikanpun tidak terlalu diperhatikan karena menghormati para penduduk
yang beragama Islam dan sudah memiliki model pendidikan sendiri. Sehingga
sekolah tidak diadakan apalagi untuk anak Neagri, karena hamper seluruh
lapisan penduduk di bawah pimpinan agama (Tuan Guru) maka mereka tidak
menerima pengaruh dari barat dan pendidikan Barat belum terpikirkan, karena
hubungan yang terjadi pun masih terbatas hubungan dagang dan politik.8

Dengan demikian kita telah paham bahwa memang pendidikan hanyalah


merupakan factor pendukung dalam pencapaian usaha dagang VOC, karena itu
pulalah masalah pendidikan di daerah luar pulau Jawa kurang mendapat
perhatian mereka. Terbukti pada tahun 1779 murid-murid VOC di pantai barat
Pulau Sumatra hanya sebanyak 37 orang saja. Sesudah itu tidak ada berita lagi
mengenai pendidikan VOC di Sumatera Barat. Dengan bukti tersebut kita bisa
benar-benar paham bahwa pendidikan VOC tidak begitu berpengaruh di
Indonesia dan beda halnya dengan pendidikan masa Hindia Belanda abad ke-19.

4. Nilai-nilai universal dari pendidikan di Indonesia pada masa VOC (Vereenigde


Oost-indische Compagnie).

 Nilai Semangat

7
Depdikbud. 1986. Pendidikan Indonesia Dari Jaman ke Jaman. Jakarta: Balai Pustaka
8
Depdikbud. 1984. Sejarah Pendidikan Daerah Nusa Tenggara Barat. Direktorat Sejarah dan Nilai-nilai
Tradisional

10
BAB III

KESIMPULAN

Sejarah pendidikan yang melaksanakan sistem pengajaran dengan wujud


lembaganya yang lebih dikenal dengan sekolah, sebenarnya sudah dimulai pada
permulaan abad ke-16, yaitu dengan kedatangan bangsa Portugis di Indonesia, yang
kemudian disusul oleh Bangsa Spanyol.

Kekuasaan Portugis dan Spanyol tidak bertahan lama karena telah disusul oleh
kekuatan colonial baru yakni colonial Belanda. Pada tahap awal Indonesia dikuasai oleh
Vereenigde Oost Indische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) atau
VOC. Dengan demikian dimulailah kekuasaan yang baru tersebut dengan segala
pengaruhnya di dalam aspek kehidupan penduduk Pribumi.

Pengaruh tersebut yang bisa kita lihat di antaranya adalah di dalam bidang
pendidikan. Oleh sebab itu pendidikan selama penjajahan Belanda dapat dipetakan
kedalam 2 (dua) periode besar yaitu pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische
Compagnie) dan masa pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie).

Pendidikan pada masa VOC ini para misionaris yang menjalankan misi
pendidikan harus mengikuti aturan dari pemerintah. Mereka boleh memberikan
pengajaran namun dalam koridor pengawasan pemerintah. Pendidikan pada awalnya

11
hanyalah diberikan kepada keluaraga para pegawai VOC, dan juga penduduk pribumi
yang bakal menjadi calon pekerja. Penduduk Pribumi tersebut diberikan pendidikan
agar bisa melaksanakan perintah dari majikannya yang diantaranya membutuhkan
keahlian khusus dan harus melalui proses belajar.

Tugas utama VOC hanyalah dalam usaha dagang, masalah pendidikan daerah
luar pulau Jawa kurang mendapat perhatian mereka. Tercatat pada tahun 1779 murid-
murid VOC di pantai barat pulau Sumatera hanya sebanyak 37 orang saja.1). Sesudah
itu tidak ada berita lagi mengenai pendidikan VOC itu di Sumatera Barat.
Tiga puluh tujuh orang murid yang terdapat pada tahun 1779 di pantai Barat
Sumatera menunjukkan kurangnya perhatian mereka terhadap bidang pendidikan,
karena jauh sebelumnya mereka juga berkuasa di daerah ini. Selama satu abad berkuasa
di daerah itu hanya mempunyai murid sebanyak 37 orang, merupakan suatu pekerjaan
yang sebetulnya dihadapi tidak dengan sungguh-sungguh dan memang pokok perhatian
VOC pada waktu itu hanya kepada perdagangan.
Adat istiadat dan kebudayaan asli dibiarkan tanpa perubahan aristokrasi
tradisional digunakan oleh Belanda untuk memerintah negri ini dengan cara efisien dan
murah. Oleh sebab Belanda tidak mencampuri kehidupan orang Indonesia secara
langsung, maka sangat sedikit yang mereka perbuat untuk pendidikan bangsa. Kecuali
usaha menyebarkan agama mereka di beberapa pulau di bagian timur Indonesia.
Kegiatan pendidikan pertama yang dilakukan VOC.

12

Anda mungkin juga menyukai