Pendahuluan
Abad ke-17
Maret 1602 - Belanda berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah dengan membentuk
suatu kongsi dagang bernama VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie).
1603 - VOC telah membangun pusat perdagangan pertama yang tetap di Banten namun tidak
menguntungkan kerena persaingan dengan para pedagang Tionghoa dan Inggris.
Februari 1605 - Armada VOC bersekutu dengan Hitu menyerang kubu pertahanan Portugis di
Ambon dengan imbalan VOC berhak sebagai pembeli tunggal rempah-rempah di Hitu.
1602 - Sir James Lancaster kembali ditunjuk memimpin pelayaran yang armada berisi orang-
orang The East India Company dan tiba di Aceh untuk selanjutnya menuju Banten.
1604 - Pelayaran yang ke-2 maskapai Inggris yang dipimpin oleh Sir Henry Middleton,
maskapai ini berhasil mencapai Ternate, Tidore, Ambon dan Banda. Akan tetapi di wilayah yang
mereka kunjungi ini mendapat perlawanan yang keras dari VOC.
1609 - VOC membuka kantor dagang di Sulawesi Selatan namun niat tersebut dihalangi oleh
raja Gowa. Raja Gowa tersebut melakukan kerjasama dengan pedagang-pedagang Inggris,
Prancis, Denmark, Spanyol dan Portugis.
1610 - Ambon dijadikan pusat VOC, dipimpin seorang-gubernur jendral. Tetapi selama 3 orang
gubernur-jendral, Ambon tidak begitu memuaskan untuk dijadikan markas besar karena jauh dari
jalur-jalur utama perdagangan Asia.
1611 - Inggris berhasil mendirikan kantor dagangnya di bagian Indonesia lainnya, di Sukadana
(Kalimantan barat daya), Makassar, Jayakerta, Jepara, Aceh, Priaman, Jambi.
1618 - Des Banten mengambil keputusan untuk menghadapi Jayakarta dan VOC dengan
memaksa Inggris untuk membantu, dipimpin laksamana Thomas Dale.
1619 - Ketika VOC akan menyerah pada Inggris, secara tiba-tiba muncul tentara Banten
menghalangi maksud Inggris. Karena Banten tidak mau pos VOC di Batavia diisi oleh Inggris.
Akibatnya Thomas Dale melarikan diri dengan kapalnya; Banten menduduki kota Batavia.
12 Mei 1619 - Pihak Belanda mengambil keputusan untuk memberi nama baru Jayakarta
sebagai Batavia.
Mei 1619 - Jan Pieterszoon Coen, seorang Belanda, melakukan pelayaran ke Banten dengan 17
kapal.
30 Mei 1619 - Jan Pieterszoon Coen melakukan penyerangan terhadap Banten, memukul
mundur tentara Banten. Membangun Batavia sebagai pusat militer dan administrasi yang relatif
aman bagi pergudangan dan pertukaran barang-barang, karena dari Batavia mudah mencapai
jalur-jalur perdagangan ke Indonesia bagian timur, timur jauh, dari Eropa.
1619 - Jan Pieterszoon Coen ditunjuk menjadi gubernur-jendral VOC. Dia menggunakan
kekerasan, untuk memperkokoh kekuasaannya dia menghancurkan semua yang merintangi. Dan
menjadikan Batavia sebagai tempat bertemunya kapal-kapal dagang VOC.
1619 - Terjadi migrasi orang Tionghoa ke Batavia. VOC menarik sebanyak mungkin pedagang
Tionghoa yang ada di berbagai pelabuhan seperti Banten, Jambi, Palembang dan Malaka ke
Batavia. Bahkan ada juga yang langsung datang dari Tiongkok. Di sini orang-orang Tionghoa
sudah menjadi suatu bagian penting dari perekonomian di Batavia. Mereka aktif sebagai
pedagang, penggiling tebu, pengusaha toko, dan tukang yang terampil.
1620 - Atas dasar pertimbangan diplomatik di Eropa VOC terpaksa bekerjasama dengan pihak
Inggris dengan memperbolehkan Inggris mendirikan kantor dagang di Ambon.
1620 - Dalam rangka mengatasi masalah penyeludupan di Maluku, VOC melakukan
pembuangan, pengusiran bahkan pembantaian seluruh penduduk Pulau Banda dan berusaha
menggantikannya dengan orang-orang Belanda pendatang dan mempekerjakan tenaga kerja
kaum budak.
1623 - VOC melanggar kerjasama dengan Inggris, Belanda membunuh 12 agen perdagangan
Inggris, 10 orang Inggris, 10 orang Jepang; 1 orang Portugis dipotong kepalanya.
1630 - Belanda telah mencapai banyak kemajuan dalam meletakkan dasar-dasar militer untuk
mendapatkan hegemoni perniagaan laut di Indonesia.
1637 - VOC yang telah beberapa lama di Maluku tidak mampu memaksakan monopoli atas
produksi pala, bunga pala, dan yang terpenting, cengkeh. Penyeludupan cengkeh semakin
berkembang, muncul banyak komplotan-komplotan yang anti dengan VOC. Gubernur-Jendral
Antonio van Diemen melancarkan serangan terhadap para penyeludup dan pasukan-pasukan
Ternate di Hoamoal.
1638 - Van Diemen kembali ke Maluku dan berusaha membuat persetujuan dengan raja Ternate
dimana VOC bersedia mengakui kedaulatan raja Ternate atas Seram, Hitu serta menggaji raja
sebesar 4.000 real/tahun dengan imbalan bahwa penyeludupan cengkeh akan dihentikan dan
VOC diberi kekuasaan de facto atas Maluku. Akan tetapi persetujuan ini gagal.
1643 - Arnold de Vlaming mengambil kesempatan kekalahan Ternate dengan memaksa raja
Ternate Mandarsyah ke Batavia dan menandatangani perjanjian yang melarang penanaman
pohon cengkeh di semua wilayah kecuali Ambon atau daerah lain yang dikuasai VOC. Hal ini
disebabkan pada masa itu Ambon mampu menghasilkan cengkeh melebihi kebutuhan untuk
konsumsi dunia.
1656 - Seluruh penduduk Ambon yang tersisa dibuang. Semua tanaman rempah-rempah di
Hoamoal dimusnahkan dan akibatnya daerah tersebut tidak didiami manusia kecuali jika
ekspedisi Hongi (armada tempur) melintasi wilayah itu untuk mencari pohon-pohon cengkeh liar
yang harus dimusnahkan.
1660 - Armada VOC yang terdiri dari 30 kapal menyerang Gowa, menghancurkan kapal-kapal
Portugis.
Agustus-Desember 1660 - Sultan Hasanuddin, raja Gowa dipaksa menerima persetujuan
perdamaian dengan VOC, namun persetujuan ini tidak berhasil mengakhiri permusuhan.
18 November 1667 - Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani perjanjian Bongaya, akan
tetapi Hasanuddin kembali mengobarkan pertempuran.
April 1668 dan Juni 1669 - VOC melakukan serangan besar-besaran terhadap Goa dan setelah
pertempuran ini perjanjian Bongaya benar-benar dilakukan.
1669 - Kondisi keadaan Nusantara bagian timur bertambah kacau, kehidupan ekonomi dan
administrasi tidak terkendalikan lagi.
1670 - VOC telah berhasil melakukan konsolidasi kedudukannya di Indonesia Timur. Pihak
Belanda masih tetap menghadapi pemberontakan-pemberontakan tetapi kekuatannya tidak begitu
besar.
1670 - VOC menebangi tanaman rempah-rempah yang tidak dapat diawasi, Hoamoal tidak
dihuni lagi, orang Bugis dan Makassar meninggalkan kampung halamannya. Banyak orang-
orang Eropa dan sekutu-sekutu yang tewas, semata-mata guna mencapai tujuan VOC untuk
memonopoli rempah-rempah.
1674 - Pulau Jawa dalam keadaan yang memprihatinkan, kelaparan merajalela, berjangkit wabah
penyakit, gunung merapi meletus, gempa bumi, gerhana bulan, dan hujan yang tidak turun pada
musimnya.
1680 - Di Jawa Barat, kerajaan Banten pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa mengalami masa
kejayaannya, Banten memiliki suatu armada yang dibangun menurut model Eropa. Kapal-
kapalnya berlayar memakai surat jalan menyelenggarakan perdagangan yang aktif di Nusantara.
Atas bantuan pihak Inggris, Denmark, Tiongkok orang-orang Banten dapat berdagang dengan
Persia, India, Siam, Vietnam, Tiongkok, Filipina dan Jepang. Banten merupakan penghasil lada
yang sangat kaya.
1680 - VOC pada dasarnya hanya terbatas menguasai dataran-dataran rendah tertentu saja di
Jawa. daerah pegunungan seringkali tidak berhasil dikuasai dan daerah ini dijadikan tempat
persembunyian pemberontak. Tidak dapat dihindarkan lagi pemberontakan-pemberontakan
mengakibatkan kesulitan dan menguras dana VOC.
1682 - Pasukan VOC dipimpin Francois Tack dan Isaac de Saint Martin berlayar menuju Banten
guna menguasai perdagangan di Banten. VOC merebut dan memonopoli perdagangan lada di
Banten. Orang-orang Eropa yang merupakan saingan VOC diusir. Orang-orang Inggris
mengundurkan diri ke Bengkulu dan Sumatera Selatan satu-satunya pos mereka yang masih ada
di Indonesia.
1683-1710 - VOC mengalami masalah keuangan yang sangat berat di wilayah Asia selama
kurun waktu tersebut. Di antara 23 kantornya hanya tiga (Jepang, Surat dan Persia) yang mampu
memberikan keuntungan; sembilan menunjukkan kerugian setiap tahun termasuk Ambon,
Banda, Ternate, Makassar, Banten, Cirebon dan wilayah pesisir Jawa. VOC banyak
mengeluarkan biaya-biaya yang sangat tinggi akibat pemberontakan di samping pengeluaran
pribadi VOC yang tidak efesien, kebejatan moral, korupsi yang merajalela. VOC juga menuntut
semakin banyak kepada rakyat Jawa, yang mengakibatkan pemberontakan yang terus berlanjut
dan pengeluaran VOC bertambah tinggi.
1684 - Gubernur-Jendral Speelman meninggal. Terbongkarlah korupsi dan penyalah gunaan
kekuasaan. Konon Speelman memerintah tanpa menghiraukan nasihat Dewan Hindia dan banyak
melakukan pembayaran dengan uang VOC yang pada dasarnya tidak pernah ada untuk pekerjaan
yang tidak pernah dilakukan. Selama masa kekuasaan Speelmen jumlah penjualan tekstil
menurun 90%, monopoli candu tidak efektif. Speelman juga banyak melakukan penggelapan
uang negara dan pada 1685 semua penunggalan Speelman disita negara.
8 Februari 1686 - Dengan tipu muslihat Surapati berhasil membunuh Franois Tack dalam suatu
pertempuran. Tack tewas dengan dua puluh luka di tubuhnya.
1690 - Belanda berusaha membalas kekalahan yang dialami Tack tetapi gagal karena Surapati
menguasai teknik-teknik militer Eropa dengan baik.
Abad ke-18
1702 - Jumlah kekuatan serdadu militer Belanda yang berkebangsaan Eropa hanya tinggal
sedikit. Administrasi VOC kacau balau
1706 - Surapati terbunuh di Bangil.
1721 - VOC mengumumkan apa yang dinamakan komplotan orang-orang Islam yang
bermaksud melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Eropa di Batavia dan juga orang-
orang Tionghoa.
1722 - Perlakuan terhadap orang-orang Tionghoa bertambah kejam dan korup. Walaupun
demikian jumlah orang Tionghoa bertambah dengan pesat. VOC melakukan sistem kuota untuk
membatasi imigrasi, tetapi kapten-kapten kapal Tionghoa mampu menghindarinya dengan
bantuan dari pejabat VOC yang korupsi. Kebanyakan orang-orang Tionghoa pendatang yang
tidak memperoleh pekerjaan sebagian besar mereka bergabung menjadi gerombolan-gerombolan
penjahat di sekitar Batavia.
1727 - Posisi ekonomi orang Tionghoa makin penting di satu pihak dan sering terjadinya
kejahatan oleh orang Tionghoa, menimbulkan perasaan tidak senang terhadap orang Tionghoa.
Rasa tidak senang menjadi semakin tebal di kalangan warga bebas, kolonis-kolonis Belanda
yang tidak dapat menandingi orang Tionghoa. Timbullah kemudian rasa permusuhan dan sikap
rasialis terhadap orang Tionghoa.
1727 - Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan peraturan bahwa semua orang Tionghoa
yang telah tinggal 10 sampai 12 tahun di Batavia dan belum memiliki surat izin akan
dikembalikan ke Tiongkok.
1729 - Pemerintah kolonial memberikan kesempatan selama 6 bulan kepada orang Tionghoa
untuk mengajukan permohonan izin tinggal di Batavia dengan membayar 2 ringgit.
1730 - Dikeluarkan larangan bagi orang Tionghoa untuk membuka tempat penginapan, tempat
pemadatan candu dan warung baik di dalam maupun di luar kota.
1736 - Pemerintah kolonial mengadakan pendaftaran bagi semua orang Tionghoa yang tidak
memiliki surat izin tinggal.
1740 - Terdapat 2.500 rumah orang Tionghoa di dalam tembok Batavia sedangkan jumlah orang
Tionghoa di kota dan daerah sekitarnya diperkirakan 15.000 jiwa. Jumlah ini setidak-tidaknya
merupakan 17% dari keseluruhan penduduk di daerah terebut. Ada kemungkinan bahwa orang-
orang Tionghoa sebenarnya merupakan unsur penduduk yang lebih besar jumlahnya. Ada pula
orang-orang Tionghoa di kota-kota pelabuhan Jawa dan Kartasura walaupun jumlahnya hanya
sedikit.
1740 - Terjadi penangkapan terhadap orang Tionghoa, tidak kurang 1.000 orang Tionghoa
dipenjarakan. Orang Tionghoa menjadi gelisah lebih-lebih setelah sering terjadi penangkapan,
penyiksaan, dan perampasan hak milik Tionghoa.
4 Februari 1740 - Segerombolan orang Tionghoa melakukan pemberontakan dan penyerbuan
pos penjagaan untuk membebaskan bangsanya yang ditahan.
Juni 1740 - Kompeni Belanda mengeluarkan lagi peraturan bahwa semua orang Tionghoa yang
tidak memiliki izin tinggal akan ditangkapdan diangkut ke Sailan. Peraturan ini dilaksanakan
dengan sewenang-wenang.
September 1740 - Tersiar berita bahwa segerombolan orang Tionghoa di daerah pedesaan sekitar
Batavia bergerak mendekati pintu gerbang Batavia. Mr. Cornelis di Tangerang dan de Qual di
Bekasi, memerintahkan memperkuat pos-pos penjagaan.
7 Oktober 1740 - Pasukan bantuan yang dikirim ke Tangerang oleh pemerintah kolonial
diserang oleh gerombolan Tionghoa, sebagian besar dari pasukan tersebut tewas.
Oktober 1740 - Berdasarkan bukti yang didapatkan VOC menarik kesimpulan bahwa orang-
orang Tionghoa sedang merencanakan sebuah pemberontakan.
8 Oktober 1740 - Kompeni Belanda mengeluarkan maklumat, antara lain perintah menyerahkan
senjata kepada kompeni. Jam malam diadakan.
9 Oktober 1740 - Dimulainya pembunuhan terhadap orang Tionghoa secara besar-besaran. Yang
banyak melakukan pembunuhan ini adalah orang-orang Eropa dan para budak. Dan pada
akhirnya ada sekitar 10.000 orang Tionghoa yang tewas. Perkampungan orang Tionghoa dibakar
selama beberapa hari. Kekerasan ini berhenti setelah orang Tionghoa memberikan uang premi
kepada serdadu-serdadu VOC guna melakukan tugasnya yang rutin.
10 Oktober 1740 - Pertahanan kompeni Belanda di Tangerang diserang oleh sekitar 3.000 orang
pemberontak Tionghoa.
Mei 1741 - Orang-orang Tionghoa yang berhasil lolos dari pembantaian di Batavia melarikan
diri ke arah timur menyusur sepanjang daerah pesisir. Mereka melakukan perebutan pos di
Juwana. Markas besar VOC dikepung dan pos-pos lainnya terancam.
Juli 1741 - Pos VOC di Rembang dihancurkan oleh orang-orang Tionghoa yang membantai
seluruh personel VOC.
Juli 1741 - Prajurit raja yang berada di Kartasura menyerang pos garnisun VOC. Komandan
VOC Kapten Johannes van Velsen dan beberapa serdadu lainnya tewas. Serdadu yang selamat
ditawari pilihan beralih ke agama Islam atau mati dan banyak yang memilih pindah agama.
November 1741 - Pakubuwana II mengirim pasukan artileri ke Semarang. Pasukan prajurit-
prajurit tersebut bersatu dengan orang Tionghoa melakukan pengepungan terhadap pos VOC.
Pos VOC di Semarang ini dikepung oleh kira-kira 20.000 orang Jawa dan 3.500 orang Tionghoa
dengan 30 pucuk meriam. Orang Jawa dan Tionghoa bersatu melawan kompeni Belanda.
Desember 1741-awal 1742 - VOC merebut kembali daerah-daerah lain yang terancam serangan.
13 Februari 1755 - VOC menandatangani Perjanjian Giyanti. Isinya VOC mengakui
Mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwana I, penguasa separuh wilayah Jawa Tengah.
September 1789 - Belanda mendengar desas-desus bahwa raja Jawa akan melakukan
pembunuhan terhadap orang-orang Eropa, sehingga mengutus seorang residen yang bernama
Andries Hartsick dengan memakai pakaian Jawa menghadiri pertemuan rahasia di Istana Jawa.
1 Januari 1800 - VOC secara resmi dibubarkan, didirikan Dewan untuk urusan jajahan Asia.
Belanda kalah perang dan dikuasai Perancis. Wilayah-wilayah yang dimiliki Belanda menjadi
milik Perancis.
Pengaruh Westernisasi sangat terlihat bagi kalangan bangsawan dan birokrat kolonial,
sedangkan bagi sebagian besar rakyat Indonesia masih tetap menjalankan dengan cara lama
(feodal-tradisional).
C. Runtuhnya VOC
Sejak tahun 1780-an terjadi peningkatan biaya dan menurunnya hasil penjualan, yang
menyebabkan kerugian perusahaan dagang tersebut. Hal ini disebabkan oleh korupsi, kolusi dan
nepotisme yang dilakukan oleh para pegawai VOC di Asia Tenggara, dari pejabat rendah hingga
pejabat tinggi, termasuk para residen. Misalnya beberapa residen Belanda memaksa rakyat untuk
menyerahkan hasil produksi kepada mereka dengan harga yang sangat rendah, dan kemudian
dijual lagi kepada VOC melalui kenalan atau kerabatnya yang menjadi pejabat VOC dengan
harga yang sangat tinggi.
Karena korupsi, lemahnya pengawasan administrasi dan kemudian konflik dengan
pemerintah Belanda sehubungan dengan makin berkurangnya keuntungan yang ditransfer ke
Belanda karena dikorupsi oleh para pegawai VOC di berbagai wilayah, maka kontrak VOC yang
jatuh tempo pada 31 Desember 1979 tidak diperpanjang lagi dan secara resmi dibubarkan tahun
1799. Setelah dibubarkan, plesetan VOC menjadi Vergaan Onder Corruptie (Hancur karena
korupsi).
Setelah VOC dibubarkan, daerah-daerah yang telah menjadi kekuasaan VOC, diambil
alih –termasuk utang VOC sebesar 134 juta gulden- oleh Pemerintah Belanda, sehingga dengan
demikian politik kolonial resmi ditangani sendiri oleh Pemerintah Belanda. Yang menjalankan
politik imperialisme secara sistematis, dengan tujuan menguasai seluruh wilayah, yang kemudian
dijadikan sebagai daerah otonomi yang dinamakan India-Belanda ( Nederlands-Indie ) di bawah
pimpinan seorang Gubernur Jenderal.
Gubernur Jenderal VOC terakhir, Pieter Gerardus van Overstraten (1797 – 1799),
menjadi Gubernur Jenderal Pemerintah India-Belanda pertama (1800 – 1801).
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
1. Bidang Ekonomi
a) Komersialisme yang terjadi di Indonesia awalnya disebabkan karena Kemerosotan VOC,
kekosongan kas negara Belanda .Untuk mengatasinya diberlakukanlah tanam paksa dibawah
pimpinan Van den Bosh pada 1830-1870.
b) Tanah rakyat yang awalnya milik pribadi diambil dan dikuasai oleh pemerintah Belanda untuk
dijadikan sebagai lahan tanam paksa. Akibatnya Tanah rakyat dieksploitasi.
c) Sistem ekonomi liberal, dimana Indonesia dijadikan sebagai tempat untuk menanamkan modal
mereka. Pada masa Liberalisme, komersialisme terhadap bangsa Indonesia tampak dengan
Indonesia dijadikan tempat untuk mencari bahan mentah untuk kepentingan Industri orang-orang
Eropa.
2. Bidang Sosial
a. Penggolongan Sosial merupakan pembedaan anggota masyarakat, golongan secara horizontal
atas dasar perbedaan ras, jenis kelamin, agama, profesi, dsb.
b. Stratifikasi Sosial merupakan struktur sosial atau susunan masyarakat yang dibedakan ke dalam
lapisan-lapisan secara bertingkat.
c. Mobilitas sosial merupakan gerakan masyarakat atau perpindahan penduduk atau masyarakat
dari satu daerah ke daerah lain.
dang Budaya
a. Pengaruh Westernisasi bagi bangsa Indonesia yaitu Penggunaan bahas Belanda dalam pergaulan
sehari-hari di kalangan rakyat Indonesia. Dan gaya berpakaian rakyat Indonesia meniru cara
berpakaian model barat, tampak dengan dikenalnya rok, jas, dasi, topi,dsb.
b) Sistem pendidikan masih bersifat tradisional yang hanya bisa dinikmati oleh beberapa orang dan
biasanya kangan elite tertentu dalam masyarakat. Dan berkembangnya politik etis menyebabkan
berdirinya sekolah-sekolah untuk kaum pribumi. Tujuan didirikan sekolah-sekolah tersebut
awalnya untuk mendidik calon-calon birokrat pemerintah bangsa Indonesia.
c) Pendidikan yang diperoleh masyarakat Indonesia mampu menyadarkan mereka mengenai
kondisi bangsa Indonesia akibat penjajahan dan apa yang seharusnya dilakukan oleh rakyat. Dan
Masyarakat Indonesia mayoritas memeluk agama Islam, kegiatan keagamaan dikontrol dan
dibatasi oleh pemerintah kolonial.
2. Saran
Kita sebagai generasi penerus bangsa, harus meneruskan perjuangan para pahlawan
yang telah gugur dengan menjaga Indonesia ini, agar tidak terjajah lagi. Dan berusaha untuk
menjunjung tinggi nama baik bangsa dan berusaha mewujudkan tercapainya cita-cita negara kita,
negara Indonesia tercinta.
Daftar Pustaka
http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/06/pemanasan-global-global-warming.html
http://mustaqimzone.wordpress.com/2010/02/07/perubahan-ekonomi-sosial-dan-budaya-masyarakat-
indonesia-sebagai-dampak-kekuasaan-bangsa-bangsa-eropa-di-indonesia/
http://rinahistory.blog.friendster.com/2009/03/perubahan-ekonomi-sosial-dan-budaya-masyarakat-
indonesia-sebagai-dampak-kekuasaan-bangsa-bangsa-eropa-di-indonesia/
http://rinamenoreh.blogspot.com/2010/02/runtuhnya-voc-penjajahan-pemerintah.html
http://www.indonesiaindonesia.com/f/2380-indonesia-era-voc/
Mengakhiri
Nama Foto Memulai Jabatan Keterangan
Jabatan
10. Cornelis van der 19 April 1645 7 Oktober 1645: Sementara menggantikan
Lijn 10 Oktober 1646 1650 Antonio van Diemen yang meninggal
(resmi) dunia.
40. John Fendall 11 Maret 1816 15 Agustus Pada masa pemerintahannya terjadi
1816 pengambilalihan kembali kekuasaan
atas wilayah Hindia Belanda antara
Kerajaan Inggris dengan Kerajaan
Belanda, yang diwakili oleh dirinya
(sebagai wakil dari Kerajaan Inggris)
kepada G.A.G.Ph. van der Capellen
(sebagai wakil dari Kerajaan
Belanda).
71. Louis Joseph 29 Oktober 1948 18 Mei 1949 Sebagai Komisaris Tinggi atau dalam
Maria Beel bahasa Belanda: "Hoge
Commissaris".
72. A.H.J. Lovink 19 Mei 1949 27 Sebagai Komisaris Tinggi atau dalam
Desember bahasa Belanda: "Hoge
1949 Commissaris".
Masa kekuasaan Jepang (1942-1945)