Anda di halaman 1dari 7

Pendidikan Pada Masa Portugis

Karena berkembangnya perdagangan, pada awal abad ke-16 datanglah Portugis ke Indonesia
yang kemudian disusul bangsa Spanyol. Selain untuk berdagang, mereka juga menyebarkan
agama Nasrani (Khatolik). Waktu orang-orang Portugis datang ke Indonesia, mereka dibarengi
oleh missionaris, yang diberi tugas untuk menyebarkan agama Khatolik di kalangan penduduk
Indonesia. Seorang di antaranya adalah Franciscus Xaverius, yang dianggap sebagai peletak batu
pertama Khatolik di Indonesia. Franciscus Xaverius berpendapat bahwa untuk memperluas
penyebaran agama Khatolik itu perlu sekali didirikan sekolah-sekolah. Pada tahun 1536 didirikan
sebuah seminarie di Ternate, yang merupakan sekolah agama bagi anak-anak orang terkemuka.
Selain pelajaran agama diberikan juga pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Di Solor juga
didirikan semacam seminarie dan mempunyai ±50 orang murid, di sekolah ini juga diajarkan
bahasa Latin. Pada tahun 1546 di Ambon sudah ada tujuh kampung yang penduduknya beragama
Khatolik, ternyata di sana juga diselenggarakan pengajaran untuk rakyat umum. Karena sering
timbul pemberontakan, maka pada akhir abad-16 habislah kekuasaan Portugis di Indonesia. Ini
berarti habis pula riwayat missi Khatolik di Maluku. Missi ini adalah missi negara, artinya para
missionaris mendapat jaminan hidup dari negara. Maka  jatuhnya negara mengakibatkan
hilangnya tenaga missi itu, sehingga usaha-usaha  pendidikan terpaksa harus dihentikan.

Pendidikan Pada Masa Belanda

Dengan berakhirnya kekuasaan Portugis, maka timbullah kekuasaan baru, yakni Belanda.
Belanda semula datang ke Indonesia untuk berdagang. Orang Belanda, yang telah bersatu dalam
badan perdagangan VOC, menganggap perlu menggantikan agama Khatolik yang telah
disebarkan oleh orang Portugis dengan agamanya, yaitu agama Protestan. Untuk keperluan
inilah, maka didirikan sekolah-sekolah, terutama di daerah yang dahulu telah dinasranikan oleh
Portugis dan Spanyol.

Sekolah pertama didirikan VOC di Ambon pada tahun 1607. Pelajaran yang diberikan berupa
membaca, menulis dan sembahyang. Sebagai gurunya maka diangkat orang Belanda, yang
mendapat upah.

Hubungan antara Kompeni dengan rakyat di Pulau Jawa tidak serapat di Maluku. Ini disebabkan
oleh 2 hal:

1. Rakyat di pulau Jawa sedikit sekali menghasilkan rempah-rempah untuk keperluan pasar
dunia. Untuk mendapatkan rempah-rempah itu VOC tidak perlu  berhubungan langsung dengan
rakyat, sudah cukup bila berhubungan dengan kepala-kepala saja.

1. Rakyat di Pulau Jawa tidak terkena pengaruh Portugis. Agama Khatolik tidak masuk ke
pulau Jawa. Jadi tidak ada alasan bagi Kompeni untuk mempengaruhi rakyat di Pulau Jawa.

Karena dua alasan itulah, maka di Pulau Jawa tidak ada susunan persekolahan dan gereja yang
seluas di Maluku. Sekolah pertama di Jakarta didirikan pada tahun 1617. Lima tahun kemudian
sekolah itu mempunyai murid 92 laki-laki dan 45 perempuan. Tujuan dari sekolah ini adalah
menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang cakap, yang kelak dapat dipekerjakan pada 
pemerintahan, administrasi dan gereja. Sampai tahun 1786 dipergunakan bahasa Belanda sebagai
bahasa pengantar.

Dalam abad ke-17 dan 18 pendidikan kejuruan tidak diselenggarakan. Inipun tidak
mengherankan, kerena pengajaran Kompeni mempunyai dasar keagamaan. Pikiran,  bahwa taraf
ekonomi masyarakat dapat dinaikkan oleh pendidikan kejuruan, baru muncul dalam abad ke-19.

Dengan bertambah meluasnya pendidikan di Indonesia pada abad ke-20, timbullah golongan
baru dalam masyarakat di Indonesia, yaitu golongan cerdik  pandai yang mendapat pendidikan
Barat, tapi tidak mendapat tempat maupun  perlakuan yang sewajarnya dalam masyarakat
kolonial. Pendidikan menimbulkan keinsyafan nasional dan keinsyafan bernegara. Dengan alat
dan senjata yang dipelajarinya dari Barat sendiri, yaitu organisasi rakyat cara modern, lengkap
dengan susunan pengurus pusat dan cabang di daerah-daerah. Pergerakan ini dicetuskan kaum
cerdik pandai, sebagian besar keturunan kaum bangsawan. Partai maupun pergerakan -
pergerakan yang timbul sesudah tahun 1908 ada yang  berdasarkan agama seperti Sarekat Islam,
ada yang berdasarkan sosial seperti Muhammadiyah, ada pula yang berazaskan kebangsaan,
seperti Indische Partij, yang  pertama sekali merumuskan semboyan Indie los van Nederland
yang diambil alih PNI dan diterjemahkan menjadi “Indonesia Merdeka” (1928).

Pendidikan Pada Masa Jepang

Zaman penjajahan Jepang berlangsung pendek (7 Maret 1942 –  17 Agustus 1945). Karena
Indonesia dikuasai Jepang di masa perang, segala usaha Jepang ditujukan untuk perang. Murid-
murid disuruh bergotong-royong mengumpulkan batu, kerikil dan pasir untuk pertahanan.
Pekarangan sekolah ditanami dengan ubi dan sayur-mayur untuk bahan makanan. Murid disuruh
menanam pohon jarak untuk menambah minyak untuk kepentingan perang. Yang terpenting bagi
kita di zaman Jepang ialah dengan kerobohan kekuasaan Belanda diikuti pula tumbangnya sistem
pendidikan kolonial yang pincang. Karena  pemerintahan militer Jepang menginternir banyak
orang Belanda, maka sekolah-sekolah untuk anak Belanda dan Indonesia kalangan atas ikut
lenyap. Tinggal susunan sekolah yang semata-mata untuk anak-anak Indonesia saja. Sekolah
rendah seperti Sekolah Desa 3 tahun, Sekolah Sambungan 2 tahun, ELS, HIS, HCS yang masing-
masing 7 tahun, Schakel School 5 tahun, dan MULO dihapus semua. Yang ada hanya Sekolah
Rakyat (Kokomin Gakko) yang memberikan pendidikan selama 6 tahun, sekolah menengah yang
dibuka ialah Cu Gakko (laki-laki) dan Zyu Gakko (perempuan) yang lama pendidikannya selama
3 tahun. Selain sekolah menengah,  banyak pula didirikan sekolah kejuruan, yang terbanyak ialah
sekolah guru. Jepang menganggap sekolah guru penting sekali, karena sekolah itu yang akan
menyiapkan tenaga dalam jumlah yang besar untuk memompakan dan mempropagandakan
semangat Jepang kepada anak didik.

Pendidikan Pada Masa Kemerdekaan


Upaya pemerintahan Indonesia di bidang pendidikan awal kemerdekaan ialah mengangkat tokoh
pendidik yang telah berjasa pada masa kolonial seperti Ki Hadjar Dewantara, Moh. Syafe’i dari
INS, Mr. Suwandi yang mengganti ejaan bahasa Indonesia yang disusun sebelumnya oleh Van
Phuysen.

Pengaruh masuknya ideologi kiri di dunia pendidikan ditandai melalui pengangkatan Menteri PP
dan K. Prof. Dr. Priyono dari partai Kiri Murba.

Pendidikan Pada Masa Orde Baru

Pemerintahan Orde Baru dengan tokoh-tokoh teknokrat dalam pucuk pimpinan  pemerintahan
melancarkan usaha pembangunan terencana dalam Pelita I sampai Pelita II, III dan seterusnya.
Dalam Pelita I inilah pendidikan dapat diperkembangkan menurut satu rencana yang sesuai
dengan keuangan negara. Keuangan negara agak membengkak waktu harga minyak mentah
meloncat dari harga $3 menjadi $12 per barrel. Hal ini memungkinkan didirikannya SD Inpres
(Instruksi Presiden) mengangkat guru-guru dan mencetak buku  pelajaran. Sebagai hasil Pelita I
dalam bidang pendidikan telah ditatar lebih dari 10.000 orang guru. Telah dibagikan lebih dari
63,5 juta buku SD kelas I, telah dibangun 6000  buah gedung SD, telah diangkat 57.740 orang
guru terutama guru SD, serta dibangun 5 Proyek Pusat Latihan Teknik yaitu di Jakarta, Bandung,
Surabaya, Medan dan Ujung Pandang.

Pendidikan Pada Masa Reformasi

Pada era pemerintahan Habibie yang masih menggunakan kurikulum 1994 yang disempurnakan
pada masa pemerintahan Gus Dur. Pada masa pemerintahan Megawati terjadi beberapa
perubahan tatanan pendidikan, antara lain:

1. Diubahnya kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2000 dan akhirnya disempurnakan


menjadi kurikulum 2002 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang merupakan kurikulum yang
berorientasi pada pengembangan 3 aspek utama, antara lain aspek afektif, kognitif dan
psikomotorik.

1. Pada 8 Juli 2003 disahkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan  Nasional
yang memberikan dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan
prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung HAM.

Kemudian setelah Megawati turun dari jabatannya dan digantikan Susilo Bambang Yudhoyono,
UU No. 20/2003 masih tetap berlaku, namun pada masa SBY juga ditetapkan UU RI No.
14/2005 tentang Guru dan Dosen. Penetapan UU tersebut disusul dengan  pergantian kurikulum
KBK menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum ini  berasaskan pada PP No. 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. KTSP merupakan kurikum operasional yang
disusun dan dilaksanakan masing-masing satuan  pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan
pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan serta silabus
(BSNP, 2006: 2). Tujuan pendidikan KTSP :

1. Untuk pendidikan dasar, di antaranya meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,


kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.

1. Untuk pendidikan menengah, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,


akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

1. Untuk pendidikan menengah kejuruan, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,


kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Keragaman Suku Bangsa dan Budaya

 
Keanekaragaman Suku Bangsa di Indonesia
Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang majemuk atau heterogen.Bangsa kita
mempunyai beraneka ragam suku bangsa, budaya, agama, dan adatistiadat (tradisi).
Semua itu tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakatIndonesia. Misalnya
dalam upacara adat, rumah adat, baju adat, nyanyian dan tariandaerah, alat musik, dan
makanan khas. Tentu, kawanmu ada yang berasal dari sukuyang sama denganmu. Ada
pula yang berbeda suku denganmu.Mengapa kita mempunyai suku bangsa yang
beraneka ragam? Pada awalnyanenek moyang kita berasal dari kelompok suku yang
berbeda. Kelompok-kelompoktersebut adalah kelompok Austro-Melanesoid.
Persebarannya dari
 Australia
 – Irian
 
 – Kai
 –Seram
 – Sulawesi
 – Timor
 – Sumatra Utara
 – Aceh
 –
 Kedah
 –
 Pahang
 –
 
Malaysia
. Kelompok yang lain adalah kelompok Mongoloid. Persebarannya melaluidua rute.
Rute pertama,
Jepang
 –
 Taiwan
 –
 Filipina
 –
 Sangir
 –
 Sulawesi.
Rutekedua,
 Asia Tenggara
 –
 Sulawesi Utara
 –
 Halmahera
 –
 Maluku Selatan
.
Nama-nama suku bangsa di Indonesia.
 Provinsi Suku Bangsa1
Nanggroe Aceh Darussalam Aceh
 
Gayo, Alas, Tamiang, Singkil
 2
Sumatra Utara Batak, Nias, Melayu, Toba, Karo, Simalungun
3
Sumatra Barat Mentawai, Minangkabau, Tanjung Kato,Panyali, Caniago, Sikumbang, Gusci
4.
Riau Melayu, Sakai, Talang Mamak, Bunoi
5.
Jambi Melayu, Kubu, Kerinci, Batin, Bajau
6
Sumatra Selatan Palembang, Komering, Ogan, Pasemah,Rawas, Rejang, Ranau, Kubu
7
Bengkulu Rejang Lebong, Enggano, Serawi, Pasemah
8
Lampung Pubian, Tulang Bawang, Semendo,pasemah, Abung
9
Kepulauan Riau Melayu, Siak, Sakai
10
Bangka Belitung Melayu, Tionghoa
11
Kalimantan Barat Melayu, Dayak, Punau, Ngaju, Mbaluh
12
Kalimantan Tengah Dayak, Ngaju, Kapuas
13
Kalimantan Timur Dayak, Kutai, Kayan, Punan, Bugis, Murut
14
Kalimantan Selatan Melayu, Banjar, Dayak, Balangan
15
Sulawesi Utara Minahasa, Bolaang Mongondow, SangirTalaud
16
Gorontalo Gorontalo
17
Sulawesi Tengah Kaili, Tomini, Kulawi, Pamona, Balatar,Dampelas
18
Sulawesi Tenggara Tolaki, Buton, Muna, Wolio, Bugis
19
Sulawesi Selatan Bugis, Makassar, Toraja, Mandar
20
Sulawesi Barat Mandar, Bugis, Mamasa, mamuju
21
Maluku Ambon, Kei, Tanimbar, Seram, Alifuru, Buru

Anda mungkin juga menyukai