Anda di halaman 1dari 7

- Pelajari mengenai pelayaran Hongi

Pelayaran Hongi atau Hongitochten adalah pelayaran yang dilakukan oleh VOC dengan
menggunakan senjata lengkap untuk mengawasi jalannya monopoli perdagangan. Apabila
ditemukan pelanggaran, biasanya para pelanggar akan dikenai hukuman yang disebut
ekstirpasi.
Hukuman ini berupa Pembinasaan tanaman rempah-rempah sementara petani yang
melanggar peraturan monopoli akan disiksa atau dibunuh. Pertama kali dilakukan pada 1625
saat Armada VOC melakukan pelayaran hongi dan memusnahkan beribu-ribu pohon cengkih
milik rakyat Hoamoal.
Tujuan pelayaran Hongi yaitu menjaga keberlangsungan monopoli rempah-rempah oleh
VOC di wilayah kepulauan Maluku dan sekitarnya. Dengan menggunakan kora-kora (perahu
kecil saat itu) milik para raja di Maluku, VOC berkeliling untuk mengawasi, mengejar, dan
menangkap pedagang gelap atau penyelundup yang biasanya berasal dari Jawa, Melayu, dan
Banda. Ekspedisi ini utamanya melakukan pengawasan ke pulau-pulau penghasil cengkeh
dan pala, seperti Pulau Seram, Saparua, dan Buru.
Praktik monopoli dan Pelayaran Hongi semakin lama semakin merajalela hingga membuat
Ambon, Uliase, dan Hoamoal terpuruk.Antara 1634-1656, setidaknya terjadi tiga kali
perlawanan atas kesewenang-wenangan VOC di Kepulauan Maluku. Untuk mengatasi hal
tersebut, pada 1652 VOC membantu pengangkatan kembali Sultan Mandar Syah dari
Ternate. Sebagai gantinya, Sultan Mandar Syah dipaksa menandatangani perjanjian yang
menyatakan bahwa Ternate menerima keinginan VOC agar di kerajaannya tidak
diperdagangkan cengkih, kecuali Ambon.
Untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian ini, VOC setiap tahunnya diizinkan untuk
melakukan Pelayaran Hongi yang terdiri dari kontingen VOC dan Ternate.
PERJANJIAN PELAYARAN HONGI
1. Rakyat dilarang menjual rempah-rempah selain kepada VOC
2. Jumlah tanaman rempah-rempah ditetapkan oleh VOC
3. Tempat penanaman rempah-rempah juga ditetapkan oleh VOC
Pembatasan jumlah tanaman ini perlu dilakukan, sebab apabila produksi cengkih melebihi
yang dibutuhkan pasar, maka harganya akan turun dan keuntungan yang diperoleh VOC
dapat berkurang.

- Pelajari mengenai VOC termasuk Hak Oktroi dan faktor VOC bubar
VOC, atau Vereenigde Oost-Indische Compagnie, yang dalam Bahasa Inggris dikenal
sebagai Dutch East India Company, adalah sebuah perusahaan dagang yang bersejarah dan
memiliki pengaruh besar dalam perkembangan ekonomi dan politik di Belanda pada abad ke-
17 hingga ke-18.
VOC didirikan pada tahun 1602 oleh pemerintah Belanda dengan tujuan menguasai dan
memperdagangkan rempah- rempah yang berlimpah di wilayah Asia Tenggara, khususnya di
wilayah Indonesia modern. Pada saat itu, rempah-rempah seperti cengkeh, kayu manis, dan
lada sangat berharga dan menjadi komoditas yang sangat dicari di pasar Eropa. VOC
didukung oleh investasi pemerintah Belanda dan memiliki monopoli de facto dalam
perdagangan rempah-rempah di wilayah tersebut.
Awalnya, VOC dikelola oleh 73 orang, kemudian seiring perkembangannya jumlah pengelola
dikurangi menjadi 60 orang. Dari 60 orang ini. Ada 17 orang yang menjadi pengurus pusat
VOC atau dikenal dengan nama de Heeren Zeventien of Majores. Anggota Heeren Zeventien
sendiri terdiri dari delegasi dari setiap bagian VOC yang mencakup Enkhuizen, Amsterdam,
Delft, Hoorn, Middleburg, dan juga Rotterdam.
Salah satu pencapaian terbesar VOC adalah ekspedisi yang dipimpin oleh kapten terkenal
seperti Abel Tasman yang menjelajahi wilayah baru seperti Australia, Selandia Baru, dan
Pulau Tasmania. Ekspedisi ini membantu Belanda memetakan sebagian besar wilayah yang
sekarang kita kenal di Samudera Hindia dan Pasifik.
FAKTOR VOC BUBAR : Meskipun VOC mengalami kesuksesan besar dalam perdagangan
dan eksplorasi, perusahaan ini akhirnya mengalami kemunduran. Pada pertengahan abad ke-
18, VOC menghadapi masalah keuangan serius, akibat terlibat dalam perang dan persaingan
sengit dengan perusahaan dagang lainnya. Pada tahun 1799, VOC resmi dinyatakan bangkrut,
dan kekayaannya diambil alih oleh pemerintah Belanda.
TUJUAN BERDIRINYA VOC :
1. Menguasai perdagangan rempah-rempah
2. Mengamankan kepentingan Belanda
3. Mendukung penjajahan dan eksplorasi
4. Menghasilkan keuntungan ekonomi
5. Menyaingi pedagang-pedagang dari bangsa lain
6. Menjadi Wakil pemerintah Belanda di Hindia Timur untuk menjalankan
pemerintahan
HAK OKTROI :
Hak oktroi VOC adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Kerajaan Belanda untuk
mengeksploitasi maupun menjual produk. Siapapun yang memiliki hak ini dapat memonopoli
teknologi serta komoditas tertentu. Ditambah lagi, hak oktroi memungkinkan pemiliknya
untuk melarang pihak lain memanfaatkan penemuan- penemuan mereka secara komersial.
Baik itu untuk menyimpan, mengimpor, memproduksi, menggunakan, atau yang lainnya.
Kata oktroi sendiri diambil dari bahasa latin “auctorare” yang berarti otorisasi. Jadi, secara
terminologi, hak oktroi bisa diartikan sebagai otorisasi yang diserahkan oleh pihak yang
berwenang kepada pihak lainnya.
ISI HAK OKTROI VOC :
1. Mewakili pemerintah Belanda di Asia secara sah
2. Memonopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah Hindia Timur
3. Mencetak dan mengedarkan mata uang mereka sendiri yang dikenal dengan mata
uang VOC
4. Melakukan perjanjian dengan negara dan kerajaan-kerajaan lain
5. Melakukan perang dengan negara lain termasuk kerajaan-kerajaan yang ada di
Indonesia
6. Mempunyai pasukan dan armada laut untuk keperluan perang
7. Menyatakan perang dengan negara lain dan kerajaan-kerajaan di Indonesia jika
diperlukan
8. Mengumpulkan pungutan wajib dari kerajaan-kerajaan Indonesia pungutan ini dikenal
dengan istilah verplichchaft veleverantie yang mewajibkan kerajaan di Indonesia
membayar pajak hasil bumi kepada Kontingen dan Belanda Selain itu rakyat juga
diharuskan membayar pajak sewa tanah dengan hasil bumi
9. Melaksanakan pemerintahannya sendiri

- Dampak negatif dan positif tanam paksa


Sistem tanam paksa dilaksanakan pada 1847, melalui birokrasi pemerintah.
DAMPAK NEGATIF :
1. Memakan waktu
2. Membutuhkan air yang banyak
3. Penggunaan tanah berkualitas
4. Kebutuhan hewan ternak
5. Timbul kelaparan
DAMPAK POSITIF :
1. Rakyat Indonesia mengenal berbagai teknik menanam jenis-jenis tanaman baru.
2. Meningkatnya jumlah uang yang beredar di pedesaan, sehingga memberikan
rangsangan bagi tumbuhnya perdagangan.
3. Munculnya tenaga kerja yang ahli dalam kegiatan non pertanian yang terkait dengan
perkebunan dan pepabrikan di pedesaan.
4. Penyempurnaan fasilitas yang digunakan dalam proses tanam paksa, seperti jalan,
jembatan, penyempurnaan fasilitas pelabuhan dan pabrik serta gudang untuk hasil
budidaya.

- Dampak Budaya dan sosial bangsa Eropa terhadap Indonesia


BUDAYA :
1. Kosakata bahasa
2. Musik
3. Seni tari
4. Pakaian
5. Arsitektur
6. Cara berpikir
SOSIAL :
Munculnya masyarakat yang menganut agama katolik dan kristen protestan. Kedatangan
portugis. Kedatangan Portugis yang membawa semangat 3G (memperoleh kekayaan (gold)
dan menyebarkan agama (gospel), tujuan penting lainnya adalah untuk memperoleh

Kejayaan (glory)) memengaruhi Penyebaran agama Kristen dan Katolik di Indonesia. Salah
satu penyebar agama Katolik di Indonesia yang terkenal adalah Fransiscus Xaverius, seorang
misionaris dari Portugis, di Maluku pada tahun 1546-1547. Di samping penyebaran agama
Katolik, agama Kristen Protestan juga turut tersebar di Indonesia.

- Dampak Pendidikan (Munculnya sekolah yang dikelola bangsa Indonesia)


Budi Utomo, merupakan organisasi modern pertama di Indonesia yang didirikan oleh dokter
Sutomo dan Dr Wahidin pada tanggal 20 Mei 1908organisasi ini bersifat sosial ekonomi
kebudayaan dan bersifat tidak politik.
SEMBOYAN : “biar lambat asal selamat daripada hidup sebentar mati tanpa bekas”
berdasarkan pada filsafat “tumbuhnya pohon beringin”
- Pelajari Mengenai Penyimpangan politik Etis
Tumbuhnya ruh kebangsaan Indonesia pada penduduk nusantara tidak terlepas dari kebijakan
pemerintah Belanda yaitu Politik Etis (Etische Politiek). Politik Etis atau Politik Balas Budi
adalah pemikiran progresif yang menyatakan pemerintah Belanda mempunyai kewajiban
moral menyejahterakan penduduk Hindia Belanda (Indonesia) sebab telah memberikan
kemakmuran bagi masyarakat dan kerajaan Belanda.Politik kolonial memasuki era Politik
Etis yang dipimpin oleh Menteri Jajahan Alexander WF Idenburg yang kemudian menjadi
Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1909-1916). Dengan simbol baru yaitu “kemajuan”
Pembangunan infrastruktur mulai diperhatikan dengan adanya jalur kereta api Jawa-Madura.
Kemajuan di Batavia dilambangkan adanya trem listrik.
Kebijakan Politik Etis dituangkan dalam program Trias van Deventer yang meliputi:
1. Irigasi (pengairan) yaitu pembangunan dan prasarana pengairan.
2. Imigrasi yaitu mengajak penduduk untuk transmigrasi.
3. Edukasi yaitu membangun sarana pendidikan dan pengajaran
PENYIMPANGAN :
1. Irigasi lebih banyak dibangun untuk mengakhiri perkebunan swasta Belanda
2. Edukasi lebih banyak ditunjukkan untuk mendapatkan tenaga terampil yang murah
3. Sekolah yang dibuka umumnya hanya bisa dinikmati oleh anak-anak pegawai negeri
dan orang kaya
4. Imigrasi lebih ditunjukkan ke daerah-daerah yang menjadi perkembangan perkebunan
swasta seperti wilayah Deli, Sumatera Timur
5. Pemindahan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi
DAMPAK :
Positif : Pendidikan
Politik etis memunculkan elite baru di kalangan masyarakat pribumi yang menyadari harga
dirinya elit baru ini kemudian mendirikan perkumpulan seperti Budi Utomo, Sarekat Islam
dan Indische Partij

- Perlawanan terhadap bangsa barat *Perlawanan Banten dan Puputan Jagaraga*


LATAR BELAKANG PERLAWANAN BANTEN :
1. Adanya keinginan VOC untuk memonopoli perdagangan di kawasan pesisir Jawa
2. Adanya blokade dan gangguan yang dilakukan VOC terhadap kapal dagang dari Cina
dan Maluku yang akan menuju Banten
VOC melakukan Devide at impera atau politik adu domba untuk mengambil alih daerah
Banten VOC memanfaatkan putra mahkota bernama Sultan Haji untuk mendapatkan
kelemahan Sultan Ageng Tirtayasa. VOC melihat Ambisi Sultan Haji untuk memimpin
Banten sehingga VOC mengasuh Sultan Haji untuk merebut kekuasaan dari ayahnya. Agar
mendapat bantuan VOC Sultan Haji membuat perjanjian dengan VOC untuk menyingkirkan
ayahnya dari Kesultanan Banten hal ini dilakukan Sultan Haji karena dirinya takut bahwa
tahta kerajaan akan dilimpahkan kepada Pangeran Purbaya selaku saudara laki-lakinya.
PERLAWANAN BANTEN :
Pada tahun 1681 istana surosowan berhasil direbut Sultan Haji dan VOC dan Sultan Ageng
Tirtayasa pindah ke daerah Tirtayasa untuk mendirikan Keraton baru. Di Istana baru tersebut,
Sultan Agung Trtayasa mengumpukan bekal dan kekuatan untuk merebut kembali Istana
Surosowan. Pasukan Sultan Ageng mampu mendesak pasukan Sultan Haji dalam
penyerangan tahun 1682, sehingga Sultan Haji meminta bantuan VOC.
LATAR BELAKANG PUPUTAN JAGARAGA :
Perang Puputan Jagaraga yang juga disebut Perang Bali II ini terjadi pada 1848 hingga 1849.
Perang ini dilakukan oleh Patih Jelantik bersama dengan rakyat Buleleng, Bali.
Puputan Jagaraga disebabkan oleh ketidaktaatan Raja Buleleng, I Gusti Ngurah Made
Karangasem dan Maha Patih I Gusti Ketut Jelantik pada perjanjian damai kekalahan perang
Buleleng pada 1846.
ISI PERJANJIAN DAMAI :
1. Kedua kerajaan harus mengakui Raja Belanda sebagai tuannya serta berada di bawah
kekuasaan Gubernemen.
2. Tidak diperbolehkan membuat perjanjian dengan bangsa kulit putih lainnya.
3. Penghapusan peraturan Tawan Karang. Tawan Karang adalah hak raja-raja Bali untuk
merampas kapal yang karam di perairannya.
4. Harus membayar biaya perang sebesar 300 ribu Gulden. Raja Buleleng harus
membayar 2/3 dari biaya perang. Sedangkan Raja Karangasem membayar 1/3 biaya
yang harus dilunasi dalam jangka waktu 10 tahun.
ALASAN DIPINDAHKANNYA KERAJAAN BULELENG KE DESA JAGARAGA :
1. Letaknya yang berada di bukit dan banyak jurang, memudahkan mereka untuk
melakukan serangan mendadak.
2. Hanya ada satu jalan penghubung, yakni melalui Desa Sangsit. Hal ini memudahkan
mereka untuk mengintai musuh yang hendak menyerang.
3. Jarak antara Jagaraga serta Pabean tergolong pendek sehingga mereka mudah
mengawasi gerak gerik pasukan Belanda.
4. Istri dari I Gusti Ketut Jelantik berasal dari Desa Jagaraga.
Beberapa kali, I Gusti Ketut Jelantik merampok kapal milik Belanda di Pelabuhan Pabean
serta memboikot bahan makanan para serdadu Belanda.
Pada 8 Juni 1848, Belanda menyerang Pelabuhan Sangsit menggunakan 22 kapal perang
dengan meriam. Aksi ini turut diikuti dengan aksi serangan balik dari I Gusti Ketut Jelantik
beserta pasukannya.
Tewasnya 250 serdadu Belanda menandai kekalahan mereka pada Perang Jagaraga pertama.
Semangat patriotisme yang tinggi dari pasukan Jagaraga serta ketidaktahuan tentang medan
perang menjadi faktor penyebab utama kekalahan Belanda.
Pada April 1849, Pemerintah Hindia Belanda di Batavia menyusun strategi dan melakukan
persiapan untuk perang kedua di Jagaraga.
14 April 1849, Belanda mendarat di Pelabuhan Pabean dan Sangsit. Mereka bersiap untuk
melakukan aksi serangan di Jagaraga.

Anda mungkin juga menyukai