Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Indonesia

Mengapa bangsa Eropa mendatang ke Asia dan Nusantara? Karena untuk mencari rempah-rempah
yang menjadi komoditas perdagangan yang sangat menguntungkan buat bangsa eropa. Bangsa
eropa inign mendapatkan rempah-rempah langsung dari sumbernya di Indonesia tanpa harus
melalui perantara bangsa Arab dan Turki. Mereka juga dapat menekan biaya produksi and
meningkatkan keuntungan mereka. Bangsa Portugis menjadi bangsa eropa pertama yang berhasil
mencapai Indonesia pada tahun 1511 dengan menaklukan Malaka, Pusat perdagangan rempah-
rempah di Asia Tenggara. Bangsa Portugis kemudian membuat perjanjian dengan Kerajaan-kerajaan
di Maluku, seperti Ternate dan Tidore, untuk mendapatkan hak monopoli atas perdagangan rempah-
rempah di wilayah tersebut. Bangsa Portugis juga menyebarkan agama Katolik kepada penduduk
setempat sebagai bagian dari misi mereka. Namun, bangsa Portugis menimbulkan persaingan dan
permusuhan dari bangsa-bangsa Eropa lainnya seperti Spanyol, Belanda, Inggris, dan Prancis.
Bangsa-bangsa ini ingin juga mencari rempah-rempah di Indonesia saat itu dengan mengirimkan
armada-armada mereka untuk menjajah dan mengusir bangsa Portugis. Bangsa Belanda menjadi
bangsa Eropa yang paling berhasil dalam menguasai perdagangan rempah-rempah di Indonesia
dengan mendirikan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) pada tahun 1602. VOC menjadi
Perusahaan dagang terbesar dan terkuat di dunia pada saat itu denagn memiliki hak monopoli, hak
berperang, hak membuat perjanjian, dan ha menjalankan pemerintahan di wilayah-wilayah
jajahannya. Mereka juga mencari kejayaan ataukekuasaan dengan memiliki banyak tanah jajahan.
Bangsa Eropa memiliki anggapan bahwah semakin banyak tanah jajahan yang mereka miliki,
semakin besar pula prestise dan pengaruh mereka di dunia. Bangsa eropa ingin juga menunjukakan
kemampuan dan kemajuan mereka dalam bidang ilmu penghetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
militer kepada bangsa-bangsa lain. Bangsa eropa berlomba-lomba untuk menjelajahi dan
menaklukkan wilayah-wilayah baru di dunia dengan mengklaimanya sebagai milik mereka. Bangsa
eropa juga berusaha memperluas dan mempertahankan kekuasaan mereka dengan mengadakan
perang dan perjanjian dengan bangsa-bangsa lain. Bangsa eropa juga membangun berbagai
banteng, gereja, istana, dan monument sebagai simbol kejayaan dan kekuasaan mereka di tanah
jajaan. Bangsa eropa juga berinteraksi dan beradaptasi dengan budaya dan adat istiadat setempat
dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa bangsa eropa bersikap toleran dan menghormati budaya
setempat, seperti bangsa Portugis dan Spanyol yang menikah dengan penduduk asli dan
mencampurkan budaya mereka. Beberapa bangsa Eropa bersikap eksploitatif dan menindas budaya
setempat, seperti bangsa Belanda dan Inggris yang memaksakan sistem pemerintahan dan hukum
mereka kepada penduduk asli. Beberapa bangsa eropa bersikap indiferen dan terpisah dari budaya
setempat, seperti bangsa Prancis dan Jerman yang hidup dalam komunitas-komunitas tertutup. Yang
terakhir mereka menyebarkan agama Nasrani. baik Katolik maupun Protestan, kepada penduduk
setempat. Bangsa Eropa memiliki misi religius untuk mengkristenkan dunia dengan menganggap
agama-agama lain sebagai sesat dan kafir. Bangsa Eropa juga ingin menyaingi pengaruh Islam yang
sudah berkembang di Indonesia sejak abad ke-13. Bangsa Eropa menggunakan berbagai cara untuk
menyebarkan agama Nasrani di Indonesia, seperti mengirimkan misionaris, mendirikan sekolah-
sekolah, rumah sakit, panti asuhan, gereja-gereja, membangun hubungan persahabatan dengan raja-
raja setempat, memberikan bantuan ekonomi, sosial, atau militer, atau bahkan menggunakan
kekerasan dan paksaan. Bangsa Eropa juga mengadakan perang salib melawan kerajaan-kerajaan
Islam di Indonesia, seperti Aceh, Banten, Mataram, Gowa-Tallo, dan Makassar. Bangsa Eropa
berhasil mengkristenkan sebagian penduduk Indonesia, terutama di wilayah-wilayah yang mereka
kuasai secara langsung atau tidak langsung, seperti Maluku, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur,
Papua, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Flores.
Namun, bangsa Eropa juga menghadapi perlawanan dan penolakan dari sebagian besar penduduk
Indonesia yang tetap mempertahankan agama dan budaya mereka.
Penjelajahan Eropa di Nusantara dimulai ketika bangsa Portugis tiba di wilayah tersebut. Pada tahun
1511, Portugis berhasil menaklukkan Malaka, yang merupakan pusat perdagangan rempah-rempah
yang sangat penting pada waktu itu. Penaklukan ini memungkinkan Portugis untuk mengendalikan
jalur perdagangan rempah-rempah antara Timur Tengah dan Asia Timur. Bangsa Spanyol juga
terlibat dalam eksplorasi dan perdagangan di Nusantara. Mereka mengirim ekspedisi ke wilayah-
wilayah tersebut, tetapi fokus utama mereka adalah di wilayah Amerika Latin. Belanda menjadi
kekuatan utama di Nusantara pada abad ini. Pada tahun 1602, Belanda mendirikan VOC, sebuah
perusahaan dagang yang memiliki monopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah Nusantara.
VOC berhasil mendirikan pangkalan perdagangan yang kuat di berbagai pulau di Nusantara dan
memperluas pengaruhnya melalui penaklukan dan persekutuan dengan kerajaan-kerajaan lokal.
VOC semakin memperluas kekuasaannya di Nusantara dengan mendirikan benteng-benteng dan pos
perdagangan di berbagai wilayah. Mereka terlibat dalam perang dengan kerajaan-kerajaan lokal
yang menentang kekuasaan Belanda. Kekuatan dan pengaruh VOC semakin meluas di Nusantara.
VOC mendominasi perdagangan rempah-rempah di wilayah tersebut dan secara efektif mengontrol
ekonomi dan politik di banyak tempat. Pada abad ini, gerakan perlawanan terhadap penjajah Eropa
semakin meningkat di Nusantara. Berbagai pemimpin lokal seperti Diponegoro di Jawa dan Pangeran
Antasari di Kalimantan memimpin perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda. Perlawanan
terhadap penjajah Eropa terus berlanjut. Pada awal abad ke-20, gerakan nasionalis semakin kuat di
Nusantara. Banyak kelompok dan individu mulai memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan
Eropa. Setelah berakhirnya Perang Dunia II, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada
tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi kemerdekaan ini menjadi awal dari perjuangan panjang untuk
meraih kemerdekaan seutuhnya dari penjajahan Belanda.

Bangsa Belanda mulai menetap di wilayah Nusantara pada awal abad ke-17 dan mulai
mengembangkan koloni-koloni perdagangan di sana, yang kemudian berkembang menjadi koloni-
koloni jajahan. Cultuurstelsel adalah sistem ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah kolonial
Belanda di Hindia Belanda (kini Indonesia) pada abad ke-19. Sistem ini diperkenalkan pada tahun
1830 oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch. Cultuurstelsel mewajibkan penduduk pribumi
(penduduk asli) untuk menggunakan sebagian besar tanah mereka untuk menanam komoditas
tertentu seperti kopi, tembakau, teh, dan nila. Hasil panen ini harus dijual kepada pemerintah
Belanda dengan harga yang ditentukan rendah. Sistem ini menguntungkan pemerintah Belanda
karena mereka dapat memonopoli perdagangan hasil-hasil tersebut. Politik Etis adalah kebijakan
yang diperkenalkan oleh pemerintah Belanda pada awal abad ke-20 sebagai tanggapan terhadap
kritik terhadap perlakuan kolonial yang keras terhadap penduduk pribumi. Kebijakan Politik Etis
secara resmi dinyatakan pada tahun 1901 oleh Menteri Kolonial Johannes Benedictus van Heutsz.
Kebijakan ini menekankan perlunya pembaharuan moral dan pendidikan, serta pemberian otonomi
yang lebih besar kepada pribumi. Namun, dalam prakteknya, kebijakan Politik Etis masih tetap
mempertahankan kontrol Belanda atas Indonesia, dan otonomi yang diberikan relatif terbatas.

Pertama-tama, Politik Etis memainkan peran dalam meningkatkan kesadaran politik di kalangan
penduduk pribumi. Meskipun tujuan awalnya adalah untuk memperkuat kehadiran kolonial Belanda,
kebijakan ini membantu menyebarkan gagasan-gagasan tentang hak-hak asasi manusia,
pemerintahan yang adil, dan otonomi lokal. Pendidikan yang ditingkatkan, meskipun terbatas pada
kelas menengah ke atas, membuka peluang bagi generasi muda Indonesia untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk memimpin perjuangan kemerdekaan. Kedua,
upaya pemerintah Belanda dalam membangun infrastruktur, seperti jalan, jembatan, dan sistem
irigasi, meskipun bertujuan untuk memperkuat kehadiran kolonial, juga memberikan manfaat bagi
masyarakat dalam meningkatkan konektivitas dan akses ke pasar serta pendidikan. Infrastruktur
yang lebih baik memberikan kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk lebih terlibat dalam
perdagangan dan interaksi sosial, yang pada gilirannya memperkuat solidaritas dan kesatuan
nasional. Ketiga, Politik Etis memberikan akses yang lebih besar terhadap gagasan politik dari luar
wilayah Nusantara. Terlepas dari upaya pemerintah Belanda untuk membatasi akses ini, penyebaran
gagasan-gagasan tentang nasionalisme, kemerdekaan, dan hak asasi manusia dari luar negeri
memperkuat kesadaran nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia. Hal ini mempersiapkan
tanah untuk munculnya pemikiran yang lebih radikal tentang kemerdekaan dan kedaulatan.

Ini dapat disimpulkan bahwa bangsa Eropa, terutama Belanda dan Portugis, datang ke Asia dan
Nusantara untuk mencari rempah-rempah yang merupakan komoditas perdagangan yang sangat
menguntungkan bagi mereka. Mereka ingin mendapatkan rempah-rempah langsung dari sumbernya
di Indonesia tanpa melalui perantara bangsa Arab dan Turki, sehingga dapat menekan biaya produksi
dan meningkatkan keuntungan mereka. Selain itu, bangsa Eropa juga ingin memperluas kekuasaan
mereka, menunjukkan kemajuan teknologi dan kebudayaan mereka, serta menyebarkan agama
Nasrani. Politik Etis menjadi salah satu upaya pemerintah Belanda untuk mengatasi kritik terhadap
perlakuan kolonial yang keras terhadap penduduk pribumi. Meskipun terdapat kritik dan kelemahan,
Politik Etis memiliki beberapa dampak positif, seperti meningkatkan kesadaran politik di kalangan
penduduk pribumi, meningkatkan infrastruktur, dan memberikan akses yang lebih besar terhadap
gagasan politik dari luar wilayah Nusantara. Dalam kehidupan modern, belajar sejarah memiliki
manfaat yang signifikan. Pertama, memahami sejarah membantu kita memahami asal-usul dan
perkembangan masyarakat, budaya, dan institusi kita saat ini. Kedua, pembelajaran sejarah
memberikan wawasan tentang konflik, perubahan, dan inovasi yang telah terjadi di masa lalu,
sehingga kita dapat belajar dari kesalahan dan pencapaian masa lalu. Ketiga, belajar sejarah juga
membantu kita mengembangkan keterampilan analitis, kritis, dan penelitian yang penting dalam
pemahaman dunia kontemporer. Terakhir, memahami sejarah memungkinkan kita menghargai
keragaman budaya, nilai, dan perspektif yang ada di dunia ini, serta memperkuat identitas dan
kesadaran kita sebagai bagian dari masyarakat global yang luas. Oleh karena itu, belajar sejarah
memiliki nilai yang tak ternilai dalam membangun pemahaman yang lebih dalam tentang dunia dan
diri kita sendiri.

Anda mungkin juga menyukai