Konstantinopel telah menjadi ibu kota kekaisaran sejak pentahbisannya pada tahun 330 di bawah
kaisar Romawi Konstantinus Agung. Dalam kurun waktu 11 abad berikutnya, kota ini telah dikepung
berkali-kali tetapi hanya pernah direbut sekali sebelumnya, selama Perang Salib Keempat pada 1204.
Tentara Salib kemudian mendirikan negara Latin di sekitar Konstantinopel, sementara Kekaisaran
Bizantium terpecah menjadi negara-negara kecil, seperti Nicea, Epirus dan Trebizond. Mereka
bertempur sebagai sekutu melawan pendirian Latin, tetapi juga berjuang di antara mereka sendiri
untuk takhta Bizantium. Bangsa Nicea akhirnya merebut kembali Konstantinopel dari orang Latin
pada tahun 1261 dan membangun kembali Kekaisaran Bizantium di bawah dinasti Palaiologos.
Setelah itu, kekaisaran ini semakin melemah karena harus terus menangkis serangan berturut-turut
oleh orang Latin, Serbia, Bulgaria, dan Turki Usmani. Baca juga: Perlawanan Terhadap VOC di
Maluku, Makassar, Mataram, dan Banten Jatuhnya Konstantinopel Ketika Mehmed II mewarisi
takhta ayahnya pada 1451, usianya baru 19 tahun. Hal ini membuat pihak Eropa berasumsi bahwa
penguasa muda Turki Usmani tersebut tidak akan mengancam hegemoni Kristen di Balkan dan Laut
Aegea. Bahkan bangsa Eropa sempat merayakan penobatan Mehmed II dan berharap minimnya
pengalaman yang dimilikinya akan menyesatkan Ottoman. Namun siapa sangka, pada 1452,
Mehmed II mulai menjalankan rencananya dengan membangun benteng di Bosphorus, beberapa mil
di utara Konstantinopel. Pada Oktober 1452, Mehmed menempatkan pasukan di Peloponnese untuk
memblokade Thomas dan Demetrios supaya tidak bisa memberi bantuan kepada saudara mereka,
Konstantin XI, dalam serangan yang akan datang. Berbekal persenjataan baru nan canggih, pada 6
April 1453, sebanyak 80.000 pasukan Muslim yang dipimpin Mehmed memulai serangan terhadap
8.000 pasukan Kristen di bawah pimpinan Konstantin XI, kaisar Bizantium ke-57. Pemuda 21 tahun
yang haus keagungan ini pun, berhasil melewati tembok pertahanan kota bersama bala tentaranya
yang sangat besar. Setelah 53 hari dikepung, Konstantinopel akhirnya jatuh pada 29 Mei 1453,
menandai runtuhnya kekuasaan Bizantium dan berakhirnya Abad Pertengahan. Setelah
menaklukkan kota, Mehmed II menjadikan Konstantinopel sebagai ibu kota Ottoman yang baru,
menggantikan Adrianople.
- sangat besar sehingga mengubah peta kekuatan di wilayah Mediterania dan memperjelas
ancaman bagi pemangku kepentingan dan bangsa-bangsa Kristen. Orang-orang Eropa sangat
terkejut dan melihat peristiwa bersejarah ini sebagai bencana bagi peradaban mereka.
Sementara di dunia Kristen, penaklukan ini memengaruhi kehidupan agama, militer,
ekonomi, dan psikologis mereka. Mereka khawatir kerajaan Kristen Eropa lainnya akan
bernasib sama dengan Konstantinopel.
- banyak ilmuwan Yunani dari Konstantinopel yang mengungsi ke Eropa dan menumbuhkan
ilmu pengetahuan di sana.
- Salah satu dampak jatuhnya Konstantinopel ke tangan bangsa Turki bagi bangsa Eropa
adalah terputusnya jalur perdagangan rempah-rempah Asia-Eropa. Sebab, Bangsa Turki
Usmani banyak membuat peraturan yang menyulitkan lalu lintas pelayaran bangsa Eropa,
terutama dalam memperoleh rempah-rempah. Keadaan ini mendorong para pedagang
Eropa mencari jalan lain ke pusat penghasil rempah-rempah di Asia, termasuk Indonesia.
Itulah mengapa, jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki telah mendorong bangsa Eropa
datang ke Indonesia. Penjelajahan samudera kemudian menjadi cara bangsa Eropa untuk
mencapai Asia. Bangsa Eropa yang memelopori penjelajahan samudera adalah Portugis dan
Spanyol. Sebab, di antara bangsa-bangsa lain, dua negara ini menghadapi kesulitan ekonomi
paling parah setelah jatuhnya Konstantinopel. Dalam perjalanannya, bangsa Eropa juga
menemukan banyak wilayah baru di berbagai belahan dunia.
Ternate maupun Tidore sebenarnya sama-sama mengajak Portugis untuk bekerjasama. Kedatangan
Spanyol di Maluku membuat Portugis harus segera menentukan pilihan. Portugis menyadari bahwa
mereka wajib memperkuat posisi di kepulauan rempah-rempah itu. Akhirnya, Portugis memilih
bersekutu dengan Ternate. Dengan sendirinya, pilihan itu membawa mereka ke dalam
pertentangan dengan saudara sesama penghuni kawasan Andalusia: Spanyol. Spanyol yang datang
belakangan memilih berdiri di sisi Tidore untuk menghadapi Ternate dan Portugis. Pilihan Portugis
kepada Ternate didasari iming-iming. Kala itu, penguasa Ternate Sultan Bayanullah menjanjikan
monopoli perdagangan rempah-rempah, terutama cengkeh. Sang raja juga mengizinkan Portugis
membangun pos atau kantor di wilayah Ternate. Setelah sekian lama terlibat perang, Ternate
dengan bantuan Portugis ternyata lebih unggul ketimbang koalisi Tidore dan Spanyol. Perseteruan
antara dua bangsa Eropa itu baru benar-benar usai setelah Perjanjian Zaragoza ditandatangani
pada 22 April 1529. Pihak Portugis diwakili oleh Raja John III dan Pihak Spanyol diwakili oleh Kasiar
Charles V
- Perjanjian Saragosa dilakukan dan ditandatangani oleh Portugis dan Spanyol pada 22 April
1529, di kota Saragosa, Spanyol, dan berisikan persetujuan sebagai berikut:
1. Bumi dibagi atas dua pengaruh, yakni Portugis dan Spanyol
2. Wilayah kekuasaan Spanyol dimulai dari Meksiko ke arah barat, sampai kepulauan Filipina.
3. Wilayah kekuasaan Portugis dimulai dari Brazil ke arah timur sampai kepulauan Maluku, dan
daerah di sebelah barat garis Saragosa adalah milik Portugis.
- Perjanjian Saragosa memiliki dampak sebagai berikut:
a. Spanyol meninggalkan Maluku
b. Spanyol memusatkan kegiatan di wilayah Filipina dan tak lagi mengusik Portugis di Maluku
c. Maluku menjadi daerah kekuasaan Portugis sesuai perjanjian Portugis dengan Raja Ternate
yang terdahulu.
6. kebijakan ekstirpasi
Hak Ekstirpasi VOC adalah hak untuk menebang tanaman rempah-rempah khususnya tanaman
cengkih di Maluku. Tujuan Hak Ekstirpasi adalah untuk menjaga kestabilan produksi, agar jumlahnya
tidak berlebihan dan membuat harga rempah-rempah di pasaran merosot. Apabila jumlah panen
terbatas, maka harga rempah-rempah di Eropa akan tetap tinggi dan mendatangkan keuntungan
lebih bagi VOC
Herman Willem Daendels adalah Gubernur Jendral Hindia Belanda yang menjabat pada tahun 1808-
1811. Daendels sebagai Gubernur Jenderal di Indonesia adalah untuk mempertahankan Pulau Jawa
agar tidak jatuh ke tangan Inggris dan memperbaiki keadaan tanah jajahan. Kebijakan Daendels
dalam usaha mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, antara lain :
8. kapitulasi Tuntang
Peristiwa penyerahan Belanda terhadap Inggris atas wilayah Indonesia terjadi pada 18 September
1811. Penyerahan kekuasan Belanda kepada Inggris dituangkan dalam Perjanjian Tuntang. Orang
yang menandatangani Kapitulasi Tuntang adalah Gubernur Jenderal Jan Willem Janssens dari pihak
Belanda dan Jenderal Sir Samuel Auchmuty (wakil Rafles) dari pihak Inggris. Berikut ini isi dari
Perjanjian Tuntang yang disepakati oleh Belanda dan Inggris.
- Seluruh Jawa berikut daerah taklukkannya diserahkan kepada Inggris Semua serdadu
Belanda menjadi tawanan perang Inggris
- Semua utang yang terjadi selama pemerintahan Daendels tidak menjadi tanggung jawab
Inggris
- Semua pegawai yang mau bekerjasama dengan Inggris dapat ditempatkan pada kedudukan
semula
- Tentara yang dibina para raja boleh meninggalkan kesatuan atau pulang ke rumah
Dampak Kapitulasi Tuntang
- Sebagai hasil perundingan antara Belanda dan Inggris, wilayah bekas jajahan VOC otomatis
jatuh ke tangan EIC. Dengan taklukknya pertahanan Belanda di Jawa, maka Gubernur
Jenderal Lord Minto membagi bekas daerah VOC menjadi empat gubernemen, yaitu Malaka,
Sumatera Barat, Maluku dan Jawa, yang ditambah Madura, Palembang, Makassar,
Banjarmasin, serta Sunda Kecil.
- Lord Minto kemudian mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai letnan gubernur
jenderal untuk wilayah Jawa dan sekitarnya. Selain Raffles, terdapat dewan penasihat yang
terdiri atas Kolonel R.R. Gillespie, W.J. Cranssen, dan H.W. Muntinghe
9. Perjanjian Tordesilas
akhir abad 15, Portugis dan Spanyol mengirim para pelautnya untuk berlayar menemukan tanah
baru. Spanyol mengirim penjelajah terbaiknya, Christopher Columbus. Columbus berhasil
menemukan benua Amerika. Baru Pada 1493, setelah kabar keberhasilan Columbus tersebar,
pemimpin Kerajaan Spanyol, Ferdinand dan Isabella, meminta Paus untuk mengakui kekuasaan
Spanyol atas 'Dunia Baru' yang mereka temukan. Spanyol juga meminta agar Portugis dan saingan
mereka yang lain dilarang ikut ambil bagian dari benua yang baru ditemukan ini. Isi Perjanjian
Tordesillas Untuk mengakomodasi permintaan ini, Paus Alexander VI yang merupakan keturunan
Spanyol, membagi dunia lewat garis demarkasi. Garis lurus ditarik dari Kutub Utara ke Kutub Selatan
sekitar 100 league (setara 320 mil) dari barat Kepulauan Tanjung Verde. Spanyol diberi hak eksklusif
menguasai tanah di sisi barat garis. Sementara Portugis di sisi timur. Bersepakat di Tordesillas
Keduanya tidak boleh menjajah wilayah yang dipimpin penganut kristen. Raja Portugal John II tidak
puas dengan perjanjian ini. Sebab wilayah Portugis menjadi terbatas. Portugis bahkan hanya
mendapat sedikit wilayah Afrika. Ruang gerak Portugis di laut juga sangat terbatas. Peta dunia yang
diketahui saat itu baru terdiri dari benua Eropa, Amerika, dan Afrika. Bangsa Eropa belum
menemukan posisi benua Asia dari laut. Maka pada 7 Juni 1494, kedua perwakilan kerajaan bertemu
di Tordesillas, wilayah di barat laut Spanyol. Garis demarkasi yang digambar Paus, digeser sekitar 370
league (1.185 mil) ke kiri, ke barat Kepulauan Tanjung Verde. Perubahan kesepakatan ini baru
disetujui Paus Julius II pada 1506. Kerajaan dan kekuasaan lain tak mengakui Perjanjian Tordesillas.
Hanya Portugis dan Spanyol yang mengikuti perjanjian ini.
Ketentuan sistem sewa tanah pada masa pemerintahan Letnan Gubernur Raffles
Pelaksanaan Sistem Sewa Tanah Land Rent System seharusnya mengharuskan pajak dipungut secara
perorangan, tetapi karena kesulitan teknis, kemudian dipungut per desa. Jumlah pungutannya
disesuaikan dengan jenis dan produktivitas tanah. Hasil sawah kelas satu dibebani pajak 50 persen,
kelas dua 40 persen, dan kelas tiga 33 persen. Sementara untuk tegalan kelas satu 40 persen, kelas
dua 33 persen, dan kelas tiga 25 persen. Beban pajak ini tentu saja sangat memberatkan rakyat.
Pajak yang dibayarkan diharapkan berupa uang, tetapi jika terpaksa maka boleh dibayar dengan
barang, misalnya beras. Pajak yang dibayar dengan uang diserahkan ke kepala desa untuk kemudian
disetorkan ke kantor residen. Sedangkan pajak yang berupa beras dikirim ke kantor residen
setempat oleh yang bersangkutan atas biaya sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi ulah
pimpinan setempat yang sering memotong penyerahan hasil panen. Kegagalan Sistem Sewa Tanah
Pelaksanaan sistem sewa tanah diharapkan dapat lebih mengembangkan sistem ekonomi di Hindia
Belanda. Namun dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai kendala yang menyebabkan pemerintah
Inggris tidak mendapatkan keuntungan berarti sementara rakyat tetap menderita
Politik Pintu Terbuka adalah sebuah sistem di mana pemerintah memberikan kesempatan seluas-
luasnya bagi pihak swasta untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pada periode ini, tanah dan
tenaga kerja dianggap sebagai milik perorangan (pribadi), tanah rakyat dapat disewakan dan tenaga
kerja dapat dijual. Oleh karena itu, terdapat kebebasan dalam memanfaatkan tanah dan tenaga
kerja. Tujuan Belanda menerapkan Politik Pintu Terbuka adalah untuk meningkatkan taraf
kehidupan rakyat jajahan
- faktor-faktor pendukung yang memungkinkan politik ini dijalankan di Hindia Belanda, yaitu:
a. Jawa menyediakan tenaga buruh yang murah.
b. Banyaknya modal yang tersedia karena keuntungan sistem tanam paksa yang berlebihan.
c. Adanya bank-bank yang menyediakan kredit bagi usaha-usaha pertanian, pertambangan,
dan transportasi.
d. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah
- Akibat yang Ditimbulkan Politik Pintu Terbuka
a. Terjadi perubahan kehidupan masyarakat yang menyangkut meresapnya ekonomi uang,
timbulnya kelas baru, dan tumbuhnya pemukiman baru di daerah sekitar perkebunan,
sehingga kelak berkembang menjadi kota-kota baru.
b. Timbul solidaritas antar etnis bumi putra (penduduk pribumi) sehingga mulai ada embrio
nasionalisme.
c. Meningkatkan peranan bahasa Melayu dan bahasa daerah lain di kalangan penguasa. Rakyat
tetap menderita karena baik Politik Kolonial Konservatif maupun Politik Kolonial Liberal
bertolak dari prinsip yang sama, yaitu mengelola tanah jajahan untuk kepentingan negeri
induk.
d. Kehidupan penduduk merosot tajam.
e. Eksploitasi rakyat secara besar-besaran.pan rakyat jajahan.
2. Bersifat kedaerahan.
8. Adanya latar belakang dan respons perlawanan dari penjajah seperti taktik gencatan senjata
untuk menyusun kembali kekuatan, adu domba, monopoli perdagangan dengan dalih kerja sama,
dan pendirian korps antigerilya seperti Marchausse.
devide et impera atau yang dikenal sebagai politik adu domba dan politik pemecah belah adalah
strategi politik untuk menguasai atau melumpuhkan suatu kelompok, baik dengan pengaruh besar
maupun kecil agar terpecah-belah.
1. Perang Makassar Dalam perang ini, VOC berhasil menaklukkan Kesultanan Gowa dan Kota
Makassar pada 1669 karena dibantu oleh Raja Bone dan Arung Palakka yang tengah berseteru
dengan Sultan Hasanudin.
2. Konflik Kerajaan Mataram Konflik ini membuat posisi VOC sangat diuntungkan, sedangkan posisi
Kerajaan Mataram semakin melemah karena terbagi menjadi empat kerajaan
Latar belakang Demak melakukan perlawanan terhadap Portugis adalah ancaman kedatangan
Portugis dan gangguan Portugis terhadap hubungan dagang antara Demak dan Malaka.
Pada tahun 1512, Portugis mencoba menjalin kerjasama perdagangan dengan kerajaan-kerajaan
lainnya di Indonesia. Salah satunya adalah dengan Kerajaan Pajajaran di Jawa Barat. Pada tahun
1522 disepakati perjanjian perdagangan antara Portugis dan Pajajaran. Dalam perjanjian tersebut
disepakati dua hal. Pertama, Pajajaran berjanji memberikan 1000 karung lada kepada Portugis. Lalu
yang kedua, Portugis diperbolehkan membangun benteng pertahanan di Sunda Kelapa untuk
membantu Pajajaran menghadapi Kesultanan Demak yang sedang meluaskan pengaruhnya di Pulau
Jawa. Kesultanan Demak menganggap kalau Portugis hendak memperluas pengaruhnya di Pulau
Jawa. Tujuan utama menghalangi Kerjasama antara portugis dan pajajaran.
Perang Diponegoro terjadi karena Belanda dengan sengaja menanam patok-patok untuk membuat
jalan di atas makam leluhur Pangeran Diponegoro. Hal itulah yang membuat kemarahan Pangeran
Diponegoro memuncak, dan menyatakan sikap perang dengan mengganti patok yang dipasang
Belanda dengan tombak
Belanda berdalih menguasai Tapanuli untuk melindungi para pendeta Kristen yang menyebarkan
agama di Tapanuli. Karena pemerintah Belanda berusaha mewujudkan Pax Netherlandica dengan
berlindung di balik kegiatan zending yang mengembangkan agama Kristen. Perang meletus setelah
Belanda menempatkan pasukannya di Tarutung dengan dalih melindungi penyebar agama Kristen
yang tergabung dalam Rhijnsnhezending, dengan tokoh penyebarnya Nommensen (orang Jerman).
Perlawanan ini dilatar belakangi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah VOC dianggap
mengganggu cita-cita Sultan Agung untuk mempersatukan Pulau Jawa di bawah Kesultanan
Mataram.
Perang Padri adalah sebuah peristiwa sejarah yang melibatkan kelompok ulama yang disebut Kaum
Padri dengan Kaum Adat di kawasan Kerajaan Pagaruyung dan sekitarnya. Perang Padri diketahui
terjadi di Sumatera Barat, tepatnya di wilayah Kerajaan Pagaruyung pada tahun 1803-1838. Semula
Perang Padri adalah perang saudara yang kemudian berakhir menjadi perang melawan
pemerintahan pemerintah kolonial Belanda. Salah satu tokoh dari peristiwa Perang Padri yang
terkenal adalah Tuanku Imam Bonjol.
Pembentukan Pax Neerlandica dilatarbelakangi oleh keinginan pemerintah kolonial agar wilayah
jajahannya tidak diduduki oleh bangsa Barat lainnya. Terlebih lagi setelah dibukanya Terusan Suez,
yang mempersingkat jalur pelayaran antara Asia dan Eropa. Langkah ini menunjukkan bahwa
Belanda mengalami perubahan orientasi politik, yang awalnya hanya melakukan monopoli
perdagangan di daerah jajahannya menjadi negara yang melakukan politik ekspansi. Sedangkan
tujuan Pax Neerlandica adalah untuk menciptakan stabilitas politik dan keamanan kekuasaan
penjajah setelah dilakukan penaklukan, perjanjian damai, dan persetujuan kerjasama. Selain itu,
Belanda ingin mengubah sistem administrasi tradisional di Nusantara menjadi sistem administrasi
modern dengan cara mengubah sistem pemimpin pribumi ke sistem birokrasi kolonial. Dengan
begitu, Belanda dapat mengambil posisi penting dalam pemerintahan, sementara orang-orang
pribumi hanya dijadikan pegawai. Belanda mulai melaksanakan sistem administrasi modern dengan
menggantikan posisi penting pemerintah daerah ke tangan pemerintah kolonial. Caranya dengan
mengangkat dan menggaji pegawai yang menduduki jabatan struktur birokrasi. Dalam sistem ini,
jabatan tertinggi yang bisa dipegang oleh masyarakat pribumi adalah bupati. Untuk mewujudkan Pax
Neerlandica, Belanda juga melakukan ekspansi militer besar-besaran ke daerah yang berlum
dikuasainya, salah satunya adalah Aceh, yang kemudian memicu Perang Aceh. Pada 1904, Aceh
berhasil ditaklukkan setelah peperangan yang cukup lama dan menghabiskan banyak biaya.
Gubernur Jenderal Johannes Benedictus van Heutsz dan Snouck Hurgronje, yang sama-sama pernah
ditugaskan di Aceh, berusaha mendidik orang Indonesia agar berperilaku seperti Belanda. Misalnya
dari cara berpakaian, berbicara, berpikir, dan bahkan bernama Belanda pula. Selain itu, untuk
mengamankan Indonesia dari incaran bangsa asing, Belanda melakukan sejumlah perjanjian dengan
beberapa negara. Salah satunya adalah perjanjian dengan bangsa Portugis, yang berkaitan dengan
perbatasan antara Timor Barat dan Timor Timur. Dampak Pax Neerlandica membuat kedaulatan
kerajaan-kerajaan di Nusantara kehilangan kedaulatannya. Dengan adanya Pax Neerlandica,
Kepulauan Indonesia yang dulunya terpisah-pisah dipersatukan di bawah satuan wilayah
administratif pemerintahan kolonial. Dampak positifnya adalah dibangunnya jalan dan jalur kereta
api untuk memudahkan mobilisasi penduduk. Hal ini juga berdampak pada semakin meningkatnya
mobilitas karena hubungan satu daerah dengan daerah lainnya semakin tinggi. Kota-kota yang
menjadi pusat administrasi dan ekonomi serta pendidikan mulai menyerap penduduk di sekitarnya.
23. pengaruh kolonialisme bidang pendidikan, politik, peradilan, dan arsitektur hingga saat ini
- PENDIDIKAN
a. Munculnya golongan-golongan terpelajar di Indonesia.
b. Bangsa Indonesia bisa membaca dan menulis sehingga dapat menjadi tenaga–tenaga
kerja di perusahaan Belanda.
c. Bangsa Indonesia menjadi tahu perkembangan yang terjadi di dunia luar
- POLITIK
a. Para Bupati dijadikan pegawai negeri dan digaji, Bupati dijadikan alat kekuasaan
pemerintah kolonial. Hukum yang dulu menggunakan hukum adat diubah menggunakan
sistem hukum barat modern.
b. Hukum yang dulu menggunakan hukum adat diubah menggunakan sistem
hukum barat modern.
pergerakan nasional adalah sebuah gerakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia yang
memiliki tujuan organisasi untuk memperbaiki nasib atau keadaan rakyat Indonesia yang sama-sama
ingin memperoleh kemerdekaan nasional. Latar belakang terbentuknya pergerakan nasional ini
adalah karena adanya kesadaran penderitaan dan kesengsaraan bersama yang selama ini menimpa
banyak masyarakat Indonesia selama penjajahan.
awal pergerakan nasional karena pada masa tersebut perjuangan yang dilakukan rakyat masuk
dalam kategori bervisi nasional. Pergerakan yang dilakukan untuk menentang kaum penjajah
sebelum tahun ini, masih bersifat kedaerahan. Kemudian di 1908 lahir organisasi modern dengan
cita-cita nasional. Istilah pergerakan nasional juga digunakan untuk melukiskan proses perjuangan
bangsa Indonesia dalam fase mempertahankan kemerdekaan. Pergerakan masa ini untuk
membendung hasrat kaum koloni yang ingin kembali merebut kekuasaan Indonesia.
Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) merupakan organisasi yang bergerak di bidang perdagangan
dengan belandaskan ajaran Islam. SDI didirikan pada tahun 1911 oleh K.H. Samanhudi di Solo karena
adanya keinginan untuk memajukan kepentingan ekonomi para pedagang Islam di Indonesia agar
mampu bersaing dengan pedagang Tionghoa. Pada saat itu, para pedagang keturunan Tionghoa
telah lebih dulu maju usahanya dibandingkan milik pribumi.
Indische Partij didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung, oleh Ernest Douwes Dekker, dr.
Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Suwardi Suryaningrat. Partai ini menjadi organisasi orang-orang
pribumi dan campuran di Hindia-Belanda. Indische Partij merupakan organisasi pergerakan
kebangsaan yang bertujuan untuk membangun patriotisme bagi semua golongan rakyat Hindia
Belanda terhadap tanah air. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat berbagai bentuk usaha yang
dilakukan oleh Indische Partij, yaitu: memberantas kebencian antar agama, meningkatkan pengaruh
pro Hindia di pemerintahan, memperjuangkan hak orang Hindia, dan memberantas kesombongan
sosial.
tanggal 30 April 1926 di Jakarta diselenggarakan “Kerapatan Besar Pemuda”, yang kemudian
terkenal dengan nama “Kongres Pemuda I”. Kongres Pemuda I ini dihadiri oleh wakil organisasi
pemuda Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond,
Studerenden Minahasaers, kemudian Jong Bataks Bond dan Pemuda Kaum Theosofi juga ikut dalam
kerapatan besar. Pengundang dari Kongres Pemuda I ini ialah suatu panitia yang terdiri dari
pengurus organisasi pemuda, dan kongres ini dipimpin oleh Mohammad Tabrani. Tujuan Kongres
Pemuda I ialah mencari jalan membina perkumpulan pemuda yang tunggal.
terbentuknya Gerwani ini untuk berfokus pada isu-isu perempuan dalam nasionalisme. Salah satu isu
perempuan yang mereka perjuangkan adalah mendorong perubahan Undang-Undang Perkawinan
yang dianggap tidak adil bagi para wanita. Gerwani juga secara aktif memberikan penyuluhan
tentang hak-hak perempuan dalam perkawinan. Susunan pengurus Gerwani disepakati dalam
kongres di Semarang pada 3-6 Juni 1950, yaitu Tris Metty sebagai ketua, Umi Sardjono sebagai Ketua
II, dan ketua III SK Trimurti
- Salah satu tujuan berdirinya Gerwani adalah untuk menjadikan semua wanita menjadi orang
yang mandiri dan memiliki semangat untuk bekerja keras. Gerwani sangat menolak
tanggapan bahwa wanita hanya berfungsi sebagai pengikut suami dalam setiap tindakannya.
- Supaya tujuan Gerwani tersebut dapat tercapai, Gerwani kemudian memberikan pendidikan
dan penyuluhan kepada para wanita mengenai hak-hak perempuan.
Akhir Gerakan Memasuki tahun 1960-an, organisasi Gerwani dikabarkan memiliki keterkaitan
dengan Partai Komunis Indonesia. Keterlibatan Gerwani dengan PKI semakin terlihat dalam peristiwa
di Lubang Buaya. Pada 1 Oktober 1965, tampak sejumlah anggota Gerwani hadir di sana. Gerwani
dituduh telah melakukan aksi pembunuhan brutal kepada para jenderal, salah satunya adalah
dengan memutilasi mereka. Oleh sebab itu, ketika Soeharto naik sebagai presiden, ia melarang
adanya organisasi Gerwani. Baca juga: Sejarah Bambu Runcing, Senjata Perjuangan Kemerdekaan
Indonesia Kontroversi Tuduhan yang dilemparkan kepada anggota Gerwani dituliskan dalam koran
Berita Yudha dari Angkatan Bersenjata. Dalam koran tersebut juga disebutkan bahwa nama pelaku
anggota Gerwani tersebut yaitu Jamilah dan Fainah. Namun, Fainah dengan tegas mengatakan
bahwa yang sebenarnya terjadi saat itu ialah ia dipaksa menari di hadapan para jenderal sebelum
peristiwa pembunuhan terjadi. Selain itu, berdasarkan hasil visum, tidak ditemukan adanya tanda-
tanda bahwa para jenderal tewas karena dimutilasi seperti yang dituduhkan kepada anggota
Gerwani. Justru hasil visum memperlihatkan bahwa para jenderal meninggal akibat luka tembak.
Kenangan mitos keterkaitan Gerwani dalam Lubang Buaya kemudian diwujudkan dalam bentuk
Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya di Jakarta Timur.
organisasi non-kooperatif biasa disebut juga dengan organisasi radikal. Masa perjuangan radikal
merupakan periode ketika organisasi pergerakan nasional semakin berani menunjukkan tujuannya,
yaitu untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada masa ini, organisasi pergerakan juga menolak
bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda. Hal ini dikarenakan Belanda tidak akan pernah
memberi sinyal mengenai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, sehingga bagi mereka perjuangan
tersebut akan sia-sia saja.
Masa perjuangan radikal merupakan periode ketika organisasi pergerakan nasional semakin berani
menunjukkan tujuannya, yaitu untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada masa ini, organisasi
pergerakan juga menolak bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda. Organisasi-organisasi
yang termasuk ke dalam organisasi radikal, antara lain:
Partai Nasional Indonesia (PNI) adalah nama yang digunakan oleh beberapa partai politik Indonesia
sejak tahun 1927 sampai tahun 2000-an. PNI pertama kali didirikan oleh Soekarno pada 4 Juli 1927 di
Bandung. Partai Nasional Indonesia sendiri menjadi partai politik tertua yang diketuai oleh Tjipto
Mangoenkoesoemo, Sartono, Iskak Tjokroadisurjo, dan Sunaryo. 29 Desember 1929, Soekarno dan
tiga kawannya—Maskoen Sumadiredja, Gatot Mangkoepraja, dan Soepriadinata—ditangkap
penguasa kolonial. Soekarno dan partainya, PNI (Partai Nasional Indonesia), dituding sedang
mempersiapkan sebuah pemberontakan. pada tahun 1930, Sartono—yang sementara menjabat
Ketua—membubarkan partai berlambang banteng tersebut. Pembubaran partai ini menuai polemik.
Bung Hatta, salah seorang anggota PNI yang baru pulang menimbah ilmu di negeri Belanda, tidak
setuju dengan keputusan pembubaran itu.
Bagi Bung Hatta, tindakan pembubaran itu sama saja dengan “harakiri” dalam perjuangan. Belum
lagi, ada kesan pimpinan PNI kala itu sangat takut direpresi dan ditindas oleh penguasa kolonial.
Padahal, bagi Hatta, apa yang diderita PNI belum sebanding dengan penderitaan yang dirasakan
oleh PKI tahun 1926/27.
Bung Hatta—bersama Bung Sjahrir—mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI). Sering juga
disebut PNI-baru. Sebagian besar anggota PNI baru berasal dari ‘golongan merdeka, yaitu para
aktivis studieclub. Sedangkan sebagian pimpinan PNI, termasuk Sartono, mendirikan partai lain
bernama Partai Indonesia (Partindo). Ketidaksetujuan Hatta tentang pembubaran PNI menciptakan
polemik baru: perdebatan lebih mendalam soal organisasi perjuangan atau Partai. Hatta pun mulai
menggugat konsep kepartaian PNI mengenai garis-massa. Bagi Hatta, partai tidak bisa mengejar
kuantitas (jumlah) semata, melainkan kualitas. “Partai tak seharusnya tidak bergantung pada agitasi,
tapi pada pencarian kader yang kuat,” kata Bung Hatta.
Pasca berakhirnya periode radikal, mulai muncul pemikiran baru di kalangan kaum pergerakan
nasional Indonesia bahwa gerakan radikal sulit untuk dilakukan. Hasilnya pun tidaklah sebaik yang
diharapkan. Banyak tokoh pergerakan yang ditangkap dan diasingkan berkali-kali, sehingga
mematikan perjuangan bangsa Indonesia. Oleh karena itulah, terjadi pergantian strategi perjuangan
untuk lebih menahan diri dengan tidak radikal lagi dalam gerakan-gerakannya. Tujuannya agar
kelangsungan organisasi politik dan tokoh-tokohnya dapat terjamin hingga tujuan kemerdekaan
Indonesia tercapai.
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah alat mobilisasi politik dan sekaligus sebagai
penyejahtera umat. Dari pendidikan akan dihasilkan kepemimpinan anak bangsa yang akan
memimpin rakyat dan mengajaknya memperoleh pendidikan yang merata bagi seluruh rakyat
Indonesia. Gagasan mendirikan sekolah Taman Siswa di Yogyakarta pada 3 Juli 1922 berasal dari
sarasehan (diskusi) tiap hari Selasa-Kliwon. Peserta diskusi sangat prihatin terhadap keadaan
pendidikan kolonial. Sistem pendidikan kolonial yang materialistik, individualistik, dan intelektualistik
diperlukan lawan tanding, yaitu pendidikan yang humanis dan populis, yang memayu hayuning
bawana (memelihara kedamaian dunia). taman Siswa masih menjadi penggerak sekolah swasta di
Indonesia dengan swadaya, swausaha, dan swakelola. Semangat kebangsaan, kerakyatan dan
keluhuran pekerti menjadi pegangan budaya Timur tetap terpancarkan dari Taman Siswa.