Anda di halaman 1dari 7

Tugas Catatan Pertemuan 4 : MK Sejarah Pendidikan

Ray Silva 23161028

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA PADA MASA


KOLONIAL

Dosen Pengampu MK Sejarah Pendidikan :

Prof., Dr. Siti Fatimah, M.Pd., M.Hum.

Dr. Ofianto, M.Pd.

Nama Mahasiswa :

Ray Silva 23161028

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2024
Tugas Catatan Pertemuan 4 : MK Sejarah Pendidikan
Ray Silva 23161028

‫ِبْس ِم ِهَّللا الَّرْح َمِن الَّرِح يم‬

A. Latar Belakang pendidikan Masa Kolonial


Kolonialisme adalah upaya untuk dominasi terhadap wilayah bangsa lain dengan
tujuan eksploitatif atau perolehan sumber daya dari bangsa yang dikuasai, demi kepentingan
industrialisasi di negara penjajah (Afandi et al., 2020) . Dimulai dengan penerapan sistem
tanam paksa pada periode 1830-1870, yang mendapat kritik dari berbagai kalangan,
termasuk kritik dari Baron Van Hoevell. Seorang pendeta dan anggota parlemen Belanda,
Baron Van Hoevell, menentang sistem tanam paksa dan berusaha keras di parlemen Belanda
untuk menghapuskan sistem tersebut. Ia juga advokat kesejahteraan dan pendidikan yang
layak tanpa diskriminasi bagi masyarakat pribumi. Pendidikan di bawah pemerintahan
kolonial Belanda pada masa itu tidak didasarkan pada perencanaan menyeluruh, melainkan
berkembang tahap demi tahap, dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, dan politik
Belanda. Awalnya, pendidikan diatur untuk tujuan misi keagamaan, dikenal sebagai Gospel,
dan akhirnya berubah menjadi tujuan mencetak pegawai administrasi yang murah untuk
ditempatkan di pemerintahan kolonial dan gereja.
Pada era kolonial, upaya telah dilakukan untuk mengidentifikasi dan memenuhi
kebutuhan pendidikan bagi golongan bumiputera. Perhatian pemerintah kolonial terhadap
pendidikan golongan bumiputera muncul ketika mereka menyadari perlunya tenaga
pendidik yang terdidik dengan biaya yang terjangkau. Selain mencari tenaga pendidik,
pemerintah juga menyadari kebutuhan akan pekerja dan pegawai terampil. Pemerintah
menyadari bahwa tanpa bantuan penduduk bumiputra yang terdidik, pembangunan ekonomi
di Hindia Belanda tidak akan berjalan lancar. Oleh karena itu, kesempatan pendidikan untuk
golongan bumiputra dibuka, dengan harapan bahwa pelaksanaan tanam paksa dapat
memberikan keuntungan besar dan memperbaiki kondisi ekonomi Kolonial Belanda.
Kehadiran sekolah di Hindia Belanda pada masa itu sangat terbatas, terutama hanya
mencakup pendidikan dasar. Jumlah anak pribumi yang memiliki kemampuan membaca dan
menulis jauh lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang masih buta huruf. Mencapai
pendidikan tinggi menjadi suatu pencapaian yang langka bagi anak-anak bumiputera, dan
jika ada yang berhasil, hal itu seringkali melalui perjalanan yang sulit dan terbatas. Beberapa
Tugas Catatan Pertemuan 4 : MK Sejarah Pendidikan
Ray Silva 23161028

politisi Belanda, seperti De Waal, Van Dedem, Van Kol, Van Den Berg, van Deventer, dan
lainnya, mengungkapkan kritik terhadap pemerintah kolonial. Mereka mendesak agar
pemerintah kolonial melakukan perbaikan dalam berbagai aspek kehidupan di Hindia
Belanda, terutama dalam bidang pendidikan. Perbaikan ini dianggap penting karena
pemerintah kolonial memerlukan individu yang memiliki keterampilan membaca dan
menulis serta penguasaan ilmu pengetahuan.

B. Introduksi Pendidikan Barat ke Indonesia


Inisiatif untuk memperoleh pendidikan dimulai dengan pelaksanaan pendidikan yang
tidak resmi oleh Pemerintah Kolonial. Dalam konteks ini, penyaluran pengetahuan
dilakukan secara individual. Pada masa itu, peserta didik berasal dari kalangan anak-anak
tokoh terkemuka di wilayah setempat, dan lokasi pembelajaran umumnya berada di rumah
residen. Akibatnya, kegiatan pembelajaran dijadwalkan pada siang hari atau setelah kantor
pemerintahan ditutup.
Guru di institusi tersebut merupakan seorang pejabat karesidenan Eropa. Usaha
untuk mengembangkan sistem pendidikan mendapat dukungan positif dari para bupati dan
pejabat pangreh praja, karena mereka menyadari kekurangan pegawai di kantor
pemerintahan. Pada pertengahan abad ke-19, mulai didirikan sekolah-sekolah yang
mengadopsi pendekatan Barat. Kegiatan pendidikan di akhir abad ke-19 diorganisir secara
netral, yang berarti tidak berdasarkan pada keyakinan agama tertentu, sehingga mata
pelajaran agama dihilangkan. Penyisipan bahasa Belanda dalam kurikulum sekolah pada
saat itu dilakukan dengan tujuan menarik minat kalangan pribumi (Ofianto, 2023).

C. Sistem Pendidikan Kolonial: Jenis dan Tingkatan Pendidikan yang Disediakan


Sistem pendidikan yang didirikan pada masa kolonial secara tidak langsung
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pemerintah kolonial. Dalam implementasi
pendidikannya, terjadi segregasi berdasarkan kasta, kelas sosial, dan ras atau etnis.
Sehingga, terdapat perbedaan dalam kegiatan pembelajaran antara satu kasta dengan kasta
lainnya. Pada waktu itu, orang Belanda dianggap sebagai kasta teratas, diikuti oleh orang
Arab, India, dan Cina sebagai kaum pedagang yang berada di kasta tengah, sementara kasta
Tugas Catatan Pertemuan 4 : MK Sejarah Pendidikan
Ray Silva 23161028

terbawah dihuni oleh kaum pribumi. Jenis-jenis sekolah yang didirikan pada periode ini
mencakup:
1. Sekolah yang menggunakan Bahasa Melayu, bahasa Indonesia dan juga menggunakan
bahasa daerah sebagai bahasa pengantar.
2. Sekolah yang menggunakan Bahasa pengantarnya yaitu Bahasa Belanda.

Pada awal tahun 1850, didirikan Sekolah Kelas I (dikenal sebagai eerste klasse) yang
khususnya ditujukan untuk anak-anak dalam lingkungan Pamong Praja atau pegawai Belanda
di Kerisidenan. Hingga mendekati akhir abad ke-19, juga didirikan Sekolah Kelas II (tweede
klasse) yang ditujukan untuk anak-anak golongan bawah atau masyarakat umum yang tinggal
di kota-kota atau kabupaten. Pada tahun 1900, tiga sekolah pamong praja diubah menjadi
sekolah-sekolah resmi dengan tujuan menghasilkan pegawai pemerintahan untuk kepentingan
Belanda dan diberi nama OSVIA (Opleiding scholen voor Inlandsche Ambtenaren). Masa
pendidikan di OSVIA berlangsung selama lima tahun dengan Bahasa Belanda sebagai bahasa
pengantar dan terbuka bagi semua orang Indonesia. Akhirnya, nama sekolah tersebut diubah
menjadi STOVIA (Schooltot Opleiding van Inlandsche Artsen), mencerminkan pergeseran
fokus ke pendidikan kedokteran Jawa (Hivaria Cahyanti, 2019).

D. Guru pada Masa Kolonial


Pada tahun 1871, pemerintah mengeluarkan peraturan yang menetapkan bahwa pendirian
sekolah dasar untuk bumiputera harus didahului oleh penyediaan tenaga pendidik atau guru.
Sebagai hasil dari peraturan tersebut, jumlah Kweekschool atau sekolah guru diperbanyak.
Namun, dalam perkembangannya, Kweekschool mengalami pasang surut, dan beberapa di
antaranya terpaksa ditutup karena kendala keuangan yang buruk. Kweekschool yang mengalami
penutupan mencakup Kweekschool di daerah Tapanuli (1874), Magelang dan Tondano (1885),
Padang Sidempuan (1891), Banjarmasin (1893), dan Makassar (1895). Mayoritas murid
Kweekschool berasal dari keluarga priayi rendah, keluarga pegawai rendah, keluarga pedagang,
dan keluarga mantra atau guru. Pada awal abad ke-20, berbagai sekolah guru yang ada meliputi:
1. Sekolah Guru Normaalschool memiliki masa pendidikan selama 4 tahun dan juga menerima
lulusan dari Sekolah Vervolg atau Sekolah Kelas II. Guru yang lulus dari Normaalschool
akan mengajar di sekolah kelas dua dengan penghasilan sekitar 30-45 gulden per bulan.
Tugas Catatan Pertemuan 4 : MK Sejarah Pendidikan
Ray Silva 23161028

2. Hogere Kweekschool (HKS) adalah sekolah guru dengan masa belajar selama 3 tahun. Guru
lulusan dari Hogere Kweekschool biasanya akan mendapatkan gaji sekitar 70-250 gulden per
bulan.
3. Hollands Inlandsche Kweekschool (HIK) adalah sekolah guru yang menggantikan Hogere
Kweekschool (HKS) dengan masa pendidikan selama 6 tahun. Seperti guru lulusan Hogere
Kweekschool, guru yang berasal dari Hollands Inlandsche Kweekschool juga akan
mendapatkan gaji sekitar 70-250 gulden per bulan.
4. Hollands Chinese Kweekschool (HCK) adalah sekolah guru Cina yang setara dengan
Hollands Inlandsche Kweekschool (HIK) (Umi Latifa & Sumarno, 2016).
5. Guru yang lulus dari Kursus Hoofdakte akan menerima gaji sekitar 130 gulden per bulan.

E. Embrio Tokoh-tokoh Pendidikan Nasional

Nama Peran

Raden Ajeng Kartini Membangun fasilitas pendidikan tanpa memandang tingkat atau
(1879-1904) derajat seseorang.

Raden Dewi Sartika Inisiatif penyelenggaraan sekolah perempuan pribumi pertama di


(1884-1947) Indonesia.

Rohanna Kudus Mendirikan sekolah perempuan dan memberikan pengajaran


(1884-1969) membaca dan menulis kepada gadis-gadis di kampungnya.

Ki Hajar Dewantara Didirikan Perguruan Nasional Taman Siswa dan beliau


(1889-1959) menciptakan semboyan Tut Wuri Handayani yang berarti
seorang guru harus memberikan dorongan dari belakang.

Mohammad Syafei Seorang pendiri Indonesische Nederlansche School (INS) yang


1899-1969 sekarang ada di Kayu Tanam Sumatera Barat

K.H.Ahmad Dahlan Pendidikan ini lebih menekankan pencapaian manusia yang


(1884-1923) beridentitas sebagai Muslim, memiliki akhlak yang baik,
keterampilan yang handal, keyakinan pada diri sendiri, serta
Tugas Catatan Pertemuan 4 : MK Sejarah Pendidikan
Ray Silva 23161028

memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan negara.

.H.Hasyim Asy'ari Aktif di bidang sosial kemasyarakatan, namun sangat


(1871-1947) memperhatikan isu-isu pendidikan.

F. Hubungan pendidikan kolonial dengan pendidikan sekarang


Sistem pendidikan saat ini menunjukkan kemiripan dengan sistem pendidikan yang
diterapkan pada masa penjajahan Belanda. Sebagai contoh, terdapat kesamaan dengan
sistem dualisme yang diterapkan oleh Belanda pada masa tersebut, yang mirip dengan
sistem Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SRBI) saat ini. Sistem SRBI menekankan
penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar karena dianggap sebagai bahasa
internasional yang sesuai dengan gaya pendidikan Barat. Penggunaan bahasa Inggris sebagai
bahasa pengantar ini umumnya terlihat pada sekolah-sekolah bertaraf internasional di
Indonesia. Ketidaksesuaian dan ketidaksistematikan perencanaan pendidikan di Indonesia
saat ini juga mencerminkan beberapa aspek dari pendidikan pada masa penjajahan Belanda.
Hal ini terlihat dari seringnya pergantian kurikulum pendidikan dengan alasan perbaikan dan
peningkatan layanan. Namun, pelaksanaan kurikulum seringkali dianggap tidak sesuai
bahkan gagal, yang akhirnya memicu penggantian kembali. Perubahan kurikulum yang
sering dan cepat ini mencerminkan kurangnya perencanaan yang sistematik dalam
pendidikan kita. Perlu dicatat bahwa, jika dilihat dari sisi positif, pendidikan Barat
(Belanda) juga memainkan peran penting dalam membentuk pejuang-pejuang yang pada
akhirnya berhasil mencapai kemerdekaan Indonesia. (Lukman Asha, n.d.)

Referensi :

Afandi, A. N., Swastika, A. I., & Evendi, E. Y. (2020). PENDIDIKAN PADA MASA PEMERINTAH KOLONIAL DI
HINDIA BELANDA TAHUN 1900-1930. Jurnal Artefak, 7(1), 21. https://doi.org/10.25157/ja.v7i1.3038

Hivaria Cahyanti. (2019). PERKEMBANGAN SEKOLAH KEDOKTERAN STOVIA DI BATAVIA


1902-1927. Jurnal Prodi Ilmu Sejarah, 4(1).

Lukman Asha. (n.d.). Pengembangan Sekolah Bertaraf Internasional . Penerbit Buku Literasiologi .
Tugas Catatan Pertemuan 4 : MK Sejarah Pendidikan
Ray Silva 23161028

Ofianto. (2023). Dinamika Pendidikan Indonesia: Historical Perspective. CV. Duta Media
Publishing.

Umi Latifa, & Sumarno. (2016). PERKEMBANGAN PENDIDIKAN MODERN DI


YOGYAKARTA MASA KOLONIAL BELANDA PADA TAHUN 1900-1942. AVATARA, e-
Journal Pendidikan Sejarah , 4(3).

Anda mungkin juga menyukai