Anda di halaman 1dari 13

Materi Pendidikan Dasar

Didistribusikan oleh Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

Sistem Pendidikan Indonesia


Gerak maju tiap perubahan dan perkembangan peradaban manusia tidak dapat
dilepaskan dari pengorganisiran cara produksi terus menerus yang dilakukan melalui
serangkaian aktifitas manusia. Perkembangan yang terus berubah dalam tiap fase
perkembangan masyarakat didorong serta oleh kemampuan manusia memahami
dan memetik pelajaran dari setiap aktifitas kehidupan. Proses pengorganisiran
pengalaman adalah wujud perkembangan pengetahuan manusia yang seiring waktu
tumbuh kesadaran akan pentingnnya memahami setiap aktivitas kehidupan.

Perkembangan hubungan produktif masyarakat juga berperan penting dalam


reorganisasi pengetahuan masyarakat dalam membentuk perkembangan-
perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan peradaban manusia memiliki
saling hubungan yang erat terhadap pertumbuhan pengetahuan dan ilmu
pengetahuan masyarakat. Oleh karena itu, perkembangan pendidikan manusia akan
berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya masyarakat. Sejalan dengan itu,
pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan
kebudayaan.

Pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat, tidak terbatas


hanya sebagai penopang perkembangan ilmu pengetahuan, ilmu teknologi, ilmu
sejarah, ilmu sosial dan ilmu ekonomi. Tetapi, syarat pembangunan rohaniah yang
sehat dan kuat adalah antara lain dengan mengembangkan pendidikan kearah yang
memanusiakan.

1. Pendidikan Indonesia Prakolonialisme

Pembahasan mengenai perkembangan pendidikan dimasa sebelum datangnya


kolonialisme dinusantara, perkembangan pendidikan dimulai dari lahirnya beberapa
kerajaan-kerajaan hindu pada abad ke-5 masehi, diantaranya: kerajaain Hindu di
kutai (Kalimantan) dan kerajaan Hindu Tarumanegara di Jawa Barat dengan rajanya
Purnawarma.

Lembaga-lembaga Pendidikan dinusantara telah ada sejak periode permulaan, pada


masa itu pendidikan lekat terkait dengan pendidikan keagamaan. Seorang peziarah
yang bernama I-Ching yang berasal dari cina, ketika singgah dinusantara (Sumatra
pada abad ke-7 masehi) dalam perjalannya menuju India, mendapatkan kuil-kuil
budha dimana terdapat banyak cendikiawan yang megajarkan beragam ilmu dikuil-
kuil tersebut. Dalam catatan I-Ching ada banyak biksu yang berdiam dikuil-kuil
tersebut. Diantara para guru tersebut yang paling terkenal adalah Sakyakirti dan
Dharmapala.
Materi Pendidikan Dasar
Didistribusikan oleh Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

Kerajaan sriwijaya merupakan kerajaan nusantara yang mengalami perkembangan


pesat dalam bidang pendidikan. Bahkan, dalam abad ke-8 kerajaan sriwijaya telah
menjadi Pusat pendidikan dan penyebaran agama budha di Asia Tenggara.
Kemajuan dalam bidang kebudayaan sebagai hasil dari perkembangan tingkat
pendidikan dalam kerajaan Sriwijaya dapat diketahui melalui peninggalan-
peninggalan kerajaan Sriwijaya seperti Stupa, candi atau patung, arca-arca
peninggalan budha.

Sementara pada masa kejayaan kerajaan Majapahit, kehidupan religius telah


memberikan andil yang cukup besar dalam perkembangan peradaban majapahit.
Pendidikan dalam masa kerajaan Majapahit, berbentuk asrama-asrama khusus
untuk melakukan proses pendidikan. sebagai kerajaan Hindu terakhir yang runtuh
pada Abad ke-15, tetapi ilmu pengetahuan yang dikembangankan dalam kerajaan
Majapahit seperti bidang bahasa dan sastra, ilmu pemerintahan, ilmu tatanegara dan
kemiliteran tetap berkembang.

Pada masa hindu-budha, kaum Brahmana inilah yang menyelenggarakan pendidkan


dan melakukan pengajaran. Adapun materi-materi pelajaran yang diberikan ketika
itu antara lain: teologi, bahasa dan sastra, ilmu-ilmu kemasyarakatan, ilmu-ilmu
eksakta seperti ilmu perbintangan, ilmu pasti, perhitungan waktu, seni bangunan,
seni rupa dan lain-lain.

Beberapa karya intelektual yang sempat lahir pada zaman ini antara lain: Arjuna
Wiwaha karya Mpu Kanwa (Kediri, 1019), Bharata Yudha karya Mpu Sedah (Kediri,
1157), Hariwangsa karya Mpu Panuluh (Kediri, 1125), Gatotkacasraya karya Mpu
Panuluh, Smaradhahana karya Mpu Dharmaja (Kediri, 1125), Negara Kertagama
karya Mpu Prapanca (Majapahit, 1331-1389).

Dengan bertambahnya populasi penduduk dan peningkatan standar pendidikan


yang dipegang oleh kaum Brahmana, secara berlahan muncullah sistem birokrasi,
yang tersusunn atas: hierarki abdi kerajaan, bangsawan dan tuan tanah, di masa
kerajaan Hindu-Budha

2. Pendidikan Era Penjajahan kolonialisme dan Jepang

a. Masa Kolonial Belanda

Kedatangan Kolonial dinusantara pada tingkat pertama adalah hendak berdagang


dengan mendapatkan keuntungan. Didorong oleh perkembangan kekuatan-
kekuatan produksi kapitalisme yang luas dan deras menuntut wilayah yang luas,
padat/kompak secara politik, sehingga dibutuhkan tempat berpijak untuk berdagang
Materi Pendidikan Dasar
Didistribusikan oleh Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

agar dapat memberbesar dan melakukan stabilisasi, dengan melakukan tindakan


penguasaan yang akhirnya berbentuk penjajahan.

Dalam tahun 1900an, Stabilisasi perekonomian Kolonial yang semakin


terkonsentrasi dinusantara, membutuhkan tenaga kerja yang terampil dan perluasan
kelas pegawai pemerintah seiring dengan meluasnya penetrasi ekonomi kolonial
Belanda ditahun 1900-1940an.

Pendidikan selama masa kolonialisme belanda terjadi dalam dua periode besar,
yaitu masa VOC dan masa pemerintahan hindia belanda (Nederlands indie).
Pendidikan dinusantara pada fase VOC , tidak lepas dari kepentingan komersialisasi
VOC sebagai kongsi dagang. Pembangunan pendidikanpun hanya diarahkan pada
penciptaan tenaga kerja terampil dikalangan kaum bumi putra dengan upah yang
sangat rendah, untuk dipekerjakan pada perusahaan-perusahaan dagang VOC.
Secara beriringan, penjajahan kolonialisme semakin menyengsarakan kaum bumi
putra. Sehingga, perkembangan pendidikan dimasa ini tidak mengalami
perkembangan yang signifikan. Kecuali usaha menyebarkan agama mereka
(Kolonialisme) dibeberapa pulau dibagian timur Indonesia.

Setelah VOC mengalami keruntuhan pada tahun 1816, pendidikan masa VOC tidak
mengalami perkembangan dan berkecenderungan gagal, maka dimasa pemerintan
yang baru dengan ide-idenya yang beraliran Aufklarung yang berkeyakinan bahwa
pendidikan dapat dijadikan alat untuk mencapai ekonomi sosial. Pada 1808,
Deandels memerintahkan kepada bupati-bupati dijawa mendirikan sekolah atas
usaha dan biaya sendiri. Sekolah pertama di Indonesia dididirikan pada tahun 1818
(ELS; Europeesche Lagere School), yang peruntukan pendiriannya untuk anak-
anak Belanda.
Pada tahun 1819-1823, Gubernur Jendral Belanda Van der Capellen menganjurkan
pendidikan rakyat untuk menyediakan sekolah bagi penduduk untuk membaca dan
menulis, tetapi usaha ini tidak berhasil akibat terjadinya penghematan karena
adanya kesulitan keuangan yang dihadapi Belanda sebagai akibat perang
dipenegoro (1825-1830) serta peperangan Belanda-Belgia (1830-1839) yang mahal
dan memakan banyak korban.
Kesulitan keuangan ini menyebabkan raja belanda untuk meninggalkan prinsip-
prinsip liberal dan menerima rencana yang dianjurkan Van den Bosch, bekas
Gubernur di Guyana, jajahan Belanda di Amerika selatan, memanfaatkan pekerjaan
budak menjadi dasar eksploitasi Kolonial. Ia membawa ide penggunaan kerja
paksa(rodi) sebagai cara yang ampuh untuk memperoleh cara usaha maksimal,
yang kemudian terkenal dengan cultuur stelsel atau tanam paksa yang memaksa
penduduk untuk menghasilkan tanaman yang diperlukan dipasaran Eropa.
Van den Bosch mengerti, bahwa untuk memperbaiki stesel pembangunan ekonomi
bagi belanda dibutuhkan tenaga-tenaga ahli yang banyak. Setelah tahun 1848
dikeluarkan peraturan-peraturan yang menunjukan pemerintah lambat laun
menerima tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia
sebagai hasil perdebatan diparlemen Belanda dan mencerminkan sikap Liberal yang
Materi Pendidikan Dasar
Didistribusikan oleh Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

lebih menguntungkan tehadap rakyat Indonesia. Terbongkarnya penyalahgunaan


system tanam paksa merupakan factor dalam perubahan pandangan. Peraturan
pemerintah tahun 1854 mengimtruksikan Gubernur Jendral untuk mendirikan
sekolah dalam tiap kabupaten bagi pendidikan anak pribumi. Peraturan tahun 1863
mewajibkan Gubernur Jendral untuk mengusahakan terciptanya situasi yang
memungkinkan penduduk bumi putera pada umumnya menikmati pendidikan.
Sistem tanam paksa dihapuskan tehun 1870 dan digantikan dengan undang-undang
Agraria 1870. Pada tahun itu di Indonesia timbul masalah baru dengan adanya
undang-undang Agraria dari De Waal, yang memberi kebebasan pada pengusaha-
pengusaha pertanian partikelir. Usaha-usaha perekonomian makin maju,
masyarakat  lebih banyak lagi membutuhkan pegawai. Sekolah-sekolah  yang ada
dianggap belum cukup memenuhi kebutuhan. Itulah sebabnya maka usaha
mencetak calon-calon pegawai makin dipergiat lagi. Kini tugas departemen adalah
memelihara sekolah-sekolah yang ada dengan lebih baik dan mempergiat usaha-
usaha perluasan sekolah-sekolah baru.
Pada tahun 1893 timbullah differensiasi pengajaran bumi putera. Hal ini disebabkan:
1. Hasil sekolah-sekolah bumi putra kurang memuaskan pemerintah kolonial.
Hal ini terutama sekali desebabkan karena isi rencana pelaksanaannya terlalu
padat.
2. Dikalangan pemerintah mulai timbul perhatian pada rakyat jelata. Mereka
insyaf bahwa yang harus mendapat pengajaran itu bukan hanya lapisan atas
saja.
3. Adanya kenyataan bahwa masyarakat Indonesia mempunyai kedua
kebutuhan dilapangan pendidikan yaitu lapisan atas dan lapisa bawah.
Untuk mengatur dasar-dasar baru bagi pengajaran bumi putra, keluarlah indisch
staatsblad 1893 nomor 125 yang membagi sekolah bumi putra menjadi dua bagian:
(pertama). Sekolah-sekolah kelas I untuk anak-anak priyai dan kaum terkemuka.
Dengan masa pendidikan 5 tahun, menggunakan bahasa melayu/daerah sebagai
pengantar dan tujuan dari pendidikan kelas satu ini adalah untuk memenuhi
kebutuhan pegawai pemerintah, perdagangan dan perusahaan. (kedua) sekolah
kelas II untuk untuk rakyat jelata, masa pendidikan 3 tahun yang bertujuan
memenuhi pengajaran rakyat umum.
Jenis-jenis sekolah yang didirikan dalan fase kolonialisme di indonesia:
a. Sekolah dasar
1. ELS (Europeesche Lagere School) didirikan pada tahun 1818 dan merupakan
sekolah pertama yang didirikan dibatavia.
2. Sekolah Kelas Dua (De Scholen der Eerste Klase), merupakan hasil
reorganisasi pendidikan dasar 1892, sekolah kelas satu pada tahun 1908
berubah menjadi HCS (Holandsch Chineesche School) dan HIS ( Holandsch
Inlandsche School ) 1914.
3. Sekolah Raja (Hoofden School) 1865 (Tondano) , 1878 (Bandung). Pada
tahun 1900 berubah menjadi STOVIA (Opleiding School voor Inlandsche
Ambtenaren) yang ditingkatkan menjadi sekolah menengah MOSVIA
4. Sekolah Desa (Volkschool) didirikan pada tahun 1907 atas inisiatif para
Bupati dan Residen
5. Sekolah Lanjutan (Vervolgschool ) th 1914 bagi lulusan sekolah desa
6. Sekolah Peralihan (Schakel School) pada tahun 1921, merupakan jembatan
masuk MULO dari sekolah desa.
Materi Pendidikan Dasar
Didistribusikan oleh Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

b. Sekolah Lanjutan Menengah


1. Sekolah peertukangan Swasta (Ambachts School) tahun 1856 di Betawi
2. Sekolah Militer Pemerintah (Pupillen Korps) tahun 1854 di Kedungbongo
3. Sekolah Guru (Kweekschool) . 1851 di Surakarta dan tahun 1875 dipindahkan
ke Magelang , 1856 (Bukittinggi - Fort de Kock), 1864 (Tapanuli – Tanah
Batu), 1873 (Tondano) , 1874 (Ambon), 1875 (Probolinggo dan Banjarmasin),
1876 (Makasar) dan 1879 (Padang Sodempuan), sebagai antisipasi
pembukaan sekolah dasar bagi bumi putra.
4. Sekolah Dokter “ Jawa “(Inlandsch Geneeskundige) th 1875 , 1902 menjadi
STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Artsen), 1913 menjadi NIAS
(Nederlandsch- Indische Artisen School) dan 1927 menjadi Sekolah Tinggi
Kedokteran (Geneeskundige Hoogeschool).
5. Sekolah Dasar yang diperluas - MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs)
tahun 1914
6. Sekolah Menengah Umum – AMS (Algemeene Middelbare School) tahun
1915.
7. Sekolah Tinggi Warga Negara - HBS (Hogere Burger School) 1860
8. Pendidikan Kejuruan (Vakonderwijs) : Sekolah Pertukangan (Ambachts
Leergang dan Ambachts School) , Sekolah Pertanian (Landbouw School –
1903) sementara Sekolah Pertanian Menengah Atas (Midelbaar Landbouw
School) baru dibuka th 1911 , Sekolah Teknik (Technisch School - 1906),
Sekolah Dagang Menengah (Midelbaar Handels School – 1935), Sekolah
Kepandaian Putri (Lagere Nijverheid School Voor Meisjes- 1918), Sekolah
Van Deventer, Sekolah Guru TK (Frobel Onderwijs).

c. Pendidikan Tinggi
1. Sekolah Tinggi Kedokteran (GHS-1927) menerima lulusan HBS (Hogere
Burger School) dan AMS (Algemeene Middelbare School), STOVIA
(Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren) dan lulusan NIAS
(Nederlandsch- Indische Artisen School).
2. Sekolah Tinggi Hukum (Rechts Hoge School – 1924), berawal dari
Sekolah Hukum (Rechts Hoge School – 1924)
3. Sekalah Tinggi Teknik (Technisch Hoge School - 1920)
Diperlukannya suatu pijakan yang kuat bagi kolonialisme Belanda dalam
mengorganisasikan keuntungan dari negara jajahan, berimbas pada politik
pendidikan kolonial yang sesuaikan dengan watak politik Belanda pada masa itu.
Berhubungan dengan ini, watak dan praktek pendidikan kolonial dapat dilihat dalam
beberapa cirri seperti:
1. Sistem Dualisme; Dalam system dualisme diadakan garis pemisahan antara
system pendidikan untuk golongan Eropa dan system pendidikan unutk golongan
bumi putra. Jadi disini diadakan garis pemisah sesuai dengan politik Kolonial
yang membedakan antara bumi putra dan pihak penjajah.
2. System Korkondasi; Sistem ini berarti bahwa pendidikan didaerah penjajahan
disesuaikan dengan pendidikan yang terdapat di Belanda. System ini
diasumsikan bahwa dengan System yang berkondasi dengan system yang ada
di negeri Belanda, maka mutu pendidikan terjamin setingkat pendidikan di
Negara Belanda.
Materi Pendidikan Dasar
Didistribusikan oleh Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

3. Sentralisasi pendidikan; Kebijakan pendidikan dizaman kolonial diurus oleh


departemen pengajaran. Departemen ini yang mengatur segala sesuatu
mengeani pendidikan dengan perwakilannya yang terdapat dipropinsi-propinsi
Besar.
4. Menghambat gerakan nasional; Pendidikan pada masa itu sangat selektif
karena bukan diperuntukan untuk masyarakat pribumi putra untuk mendapatkan
pendidikan dengan seluas-luasnya atau pendidikan yang lebih tinggi. Didalam
kurikulum pendidikan kolonial pada waktu itu, misalnya sangat dipentingkan
penguasaan bahasa belanda dan hal-hal mengenai negeri belanda. Misalnya
dalam pengajaran ilmu bumi, anak-anak bumi putra harus menghapal kota-kota
kecil yang ada di negeri Belanda.
5. Tidak adanya perencanaan pendidikan yang sistematis; Perkembangan
pendidikan merupakan rangkaian kompromi antara usaha pemerintah untuk
memberikan pendidikan minimal bagi pribumi dan tuntutan yang terus menerus
dari pihak Indonesia untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan orang
Belanda.

b. Masa Fasisme Jepang


Negara fasisme Jepang yang berhasil menaklukan pemerintahan Belanda di
Indonesia pada tahun 1942, didorong oleh semangat membentuk Asia Timur Raya
dengan konsep kemakmuran bersama Asia Raya. Dalam konteks perang dunia
yang menuntut militer yang kuat, maka pengelolaan pendidikan di Indonesia oleh
Jepang sangat dipengaruhi oleh tujuan memdukung kemenangan militer jepang
dalam perang pasifik.
Atas kekalahan Belanda oleh Jepang, jepang kemudian menutup semua sekolah
berbahasa Belanda dan mulai menerapkan beberapa kebijakan tentang pendidikan,
diantarnya: (1). Dijadikannya bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar
pendidikan menggantikan bahasa Belanda (2). Adanya integrasi sistim pendidikan
dengan dihapuskannya sistim pendidikan berdasarkan kelas sosial diera penjajahan
Belanda.
Setelah mengalami kegagalan membangunan pendidikan di Mancuria dan Cina
yang menggunakan konsep atau sistim Nipponize (Jepang-isasi) dan konsep
pendidikan triple Movement di Indonesia, maka Pembangunan pendidikan yang
dilakukan di Indonesia banyak melibatkan tokoh-tokoh pribumi seperti Soekarno, Ki
Hajar Dewantara dan K.H. Mas Mansur pada Maret 1943 dan mencocokan format
kurikulum pendidikan serta mengakomodasi kurikulum berorientasi lokal, Setahun
kemudian pendidikan yang dibangun Jepang inipun mengalami kegagalan, sehingga
Jepang, pada masa akhir kedudukannya mencoba kembali untuk menerapkan sistim
Nipponize. Hal ini, ditandai dengan dikerahkannya Sendenbu (propogandis Jepang)
untuk menanamkan idiologi yang diharapkan dapat menghancurkan semangat
persatuan bangsa Indonesia.

Sistem pendidikan Indonesia zaman Jepang:


1. Pendidikan dasar (kokumin Gakko/sekolah rakyat). Sekolah Rakyat (SR)
merupakan konversi nama dari sekolah dasar kelas I ELS (Europeesche Lagere
School) dan sekolah Kelas II (De Scholen der Eerste Klase) pada masa
Penjajahan Belanda.
Materi Pendidikan Dasar
Didistribusikan oleh Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

2. Pendidikan lanjutan terdiri dari Shoto Chu Gakko (sekolah menengah pertama)
dan Koto Chu Gakko (sekolah menengah tinngi)
3. Pendidikan kejuruan. Mencakup seklah lanjutan bersifat vokasional antara lain
dalam bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan,teknik dan pertanian.
Selain mencocokan kurikulum pendidikan yang bermuatan lokal, materi pokok
seperti Indoktrinasi ideology Hakko Ichiu, Nippon Seisyin (latihan kemiliteran dan
semangat Jepang), bahasa dan adat istiadat Jepang merupakan bagian dari proses
pendidikan dan pelatihan terhadap guru-guru dalam sekolah-sekolah yang didirikan
Jepang.
3. Pendidikan Dimasa Orde Lama; Soekarno
Tentara jepang yang semakin terdesak didalam perang Asia Raya, menyebabkan
jatuhnya kabinet Tojo pada tanggal 17 Juli 1944, kemudian digantikan oleh kabinet
PM. Koiso. Dalam kondisi keterdesakan Jepan inilah, PM. Koiso mengeluarkan janji
kemerdekaan bagi Indonesia. Terjadinya Kekosongan kekuasaan setelah Jepang
takluk kalah kapada sekutu dimanfaatkan untuk memproklamirkan kemerdekaan
Indonesia pada tangaal 17 Agustus 1945.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 hasil proklamasi, menjelaskan bahwa
salah satu tujuan dan tugas mendirikan Republik Indonesia adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Sistem pemerintahan berganti, berganti pula ideologi/cita-cita negaranya. Pada
masa pemerintahan Soekarno, skenario yang pertama kali dilakukan oleh Soekarno
dan kabinetnya adalah bagaimana mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Semenjak proklamasi 17 agustus 1945, sekolah-sekolah yang telah dibangun pada
masa pendudukan Jepang dilanjutkan dengan serba kekurangan. Namun demikian,
dasar-dasar pendidikan nasional telah disempurnakan dan disesuaikan dengan
kebutuhan bangsa Indonesia. Masa revolusi pendidikan nasional mulai meletakkan
dasar-dasarnya.

Pada masa revolusi sangat terasa serba terbatas, tetapi bangsa kita dapat
melaksanakan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD
1945. Kita dapat merumuskan Undang-Undang Pendidikan No. 4/1950 junto no. 12/
1954. Kita dapat membangun sistem pendidikan yang tidak kalah mutunya.

Pendidikan memang tidak bisa terlepas dari tujuan negara atau pemerintah. Pada
masa kepemimpinan bung Karno, pemerintahannya menginginkan pembentukan
masyarakat sosialis Indonesia. Untuk itu, tujuan pendidikan disesuaikan dengan
tujuan negara. Walau bagaimanapun, hal ini dianggap penting karena dengan
adanya penyesuaian tujuan pendidikan dengan tujuan pemerintah atau negara,
maka menjadi jelaslah arah pelaksanaan pendidikan pada suatu negara.

Para pengajar, pelajar melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya walaupun


serba terbatas. Dengan segala keterbatasan itu memupuk pemimpin-pemimpin
nasional yang dapat mengatasi masa pancaroba seperti rongrongan terhadap
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika dibandingkan dengan sekarang, yaitu
tidak ada kejelasan tujuan pendidikan yang dilaksanakan dan cenderung diwarnai
arus menyambut globalisasi serta mengesampingkan akar kebudayaan bangsa,
maka diperlukan pembahasan mengenai salah satu pendidikan yang pernah
Materi Pendidikan Dasar
Didistribusikan oleh Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

dilaksanakan oleh bangsa Indonesia, yang sesuai dengan tujuan negara, yaitu
pendidikan sosialisme Indonesia oleh pemerintahan Ir. Soekarno (1961-1966).
Menteri pendidikan pertama Ki Hajar Dewantara beberapa bulan sesudah
proklamasi kemerdekaan mengeluarkan Instruksi Umum, yang isinya : menyerukan
kepada para guru supaya membuang sistem pendidikan kolonial dan
mengutamakan patriotisme. Selain itu,anak yang berumur 8 tahun diwajibkan
memperoleh pendidikan Sekolah Dasar.

Pelaksanaan wajib belajar menghadapi berbagai masalah, Jumlah sekolah dan guru
belum memadai apalagi wajib belajar itu akan dilaksanakan. Jumlah guru yang
dididik masih sangat terbatas, selain lulusan sekolah-sekolah guru Zaman kolonial.
Pada Orde Lama sudah mulai diadakan ujian-ujian negara yang terpusat dengan
system yang serba ketat tetapi tetap jujur dan mempertahankan kualitas. Hal ini
didukung karena jumlah sekolah belum begitu banyak dan guru-guru yang ditempa
pada zaman kolonial.

Pada zaman itu siswa dan guru dituntut disiplin tinggi. Guru belum berorientasi
kepada yang material tetapi kepada yang ideal. Citra guru sebagai pahlawan tanpa
tanda jasa yang diciptakaan era Orde Baru sebenarnya telah dikembangkan pada
Orde Lama. Kebijakan yang diambil pada Orde Lama dalam bidang pendidikan
tinggi yaitu mendirikan universitas di setiap provinsi.

Kebijakan ini bertujuan untuk lebih memberikan kesempatan memperoleh


pendidikan tinggi. Pada waktu itu pendidikan tinggi yang bermutu terdapat di Pulau
Jawa seperti UI, IPB, ITB, Gajah Mada, dan UNAIR. Pendidikan sosialisme
Indonesia yang dijalankan oleh pemerintah, ditingkatan kebijakan, sampai
penerapannya dilingkungan pendidikan formal, SMP, SMA, dan perguruan tinggi,
merupakan salah satu cara mensejalankan tujuan pendidikan dengan tujuan negara.
Pemerintah membuat suatu kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut, dan
lahirlah mata pelajaran Ilmu Kewargaan Negara atau Civics yang diajarkan di tingkat
SMP dan SMA.

Indonesia di era Soekarno, merupakan negara yang syarat dengan cita-cita


sosialisme. Cita-cita sosialisme ini termasuk juga dalam bidang pendidikan. Statuta
Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1951 sangat tegas menyatakan bahwa
tujuanUGM adalah menyokong sosialisme pendidikan. Namun pada tahun 1992, di
bawah kekuasaan Orde Baru, statuta ini diganti dengan banyak perubahan pada
isinya di mana salah satu perubahannya adalah menghilangkan pasal mengenai
tujuan menyokong sosialisme pendidikan Indonesia.

Indonesia pada era tersebut sangat mendukung pendidikan sebagai satu alat
akselarasi masyarakat menuju masyarakat adil dan makmur sesuai cita-cita UUD
1945. Indonesia bahkan mampu mengekspor guru ke Negara tetangga,
menyekolahkan ribuan mahasiswa ke luar negeri, dan menyebarkan mahasiswa-
mahasiswa ke seluruh penjuru negeri untuk mengatasi buta huruf. Tahun 1960-an
terjadi peningkatan luar biasa perguruan-perguruan tinggi yang sekaligus berarti
peningkatan jumlah mahasiswa dan pelajar di seluruh negeri. Tenaga-tenaga
Materi Pendidikan Dasar
Didistribusikan oleh Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

pengajar diupah dengan layak, bahkan menjadi primadona pekerjaan bagi rakyat.
Jargon “study, work, rifle” atau “belajar, berkarya, dan senjata” merupakan satu
jargon yang juga dipakai oleh beberapa organisasi mahasiswa dan pelajar pada era
tersebut.

Semangat antikolonialisme setelah lepas dari kolonialisme Belanda dan Jepang


dijawantahkan dengan semangat membangun sosialisme, termasuk dalam hal
pendidikan. Tidak ada halangan ekonomis yang merintangi seseorang untuk belajar
di perguruan tinggi atau sekolah. Diskriminasi dianggap sebagai tindakan kolonialis
(seperti dilakukan kolonial Belanda).

Masa soekarno adalah orde di mana semua orang merasa sejajar, tanpa dibedakan
warna kulit, keturunan, agama, dan sebagainya. Begitu juga dalam dunia
pendidikan. Orde Lama berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat, yang
berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesame warga
negara termasuk dalam bidang pendidikan. Inilah amanat UUD 1945 yang
menyebutkan salah satu cita-cita pembangunan nasional adalah mencerdaskan
bangsa. Di dalam kampus muncul kebebasan akademis yang luar biasa, ditandai
dengan fragmentasi politik yang begitu hebat di kalangan mahasiswa. Mahasiswa
bebas beroroganisasi sesuai dengan pilihan atau keinginannya. Inilah salah satu era
keemasan bagi gagasan dan ilmu pengetahuan di Indonesia.

Kebijakan pendidikan saat itu dilakukan secara sentralistik, kebijakan pendidikan di


masa itu diarahkan kepada proses indoktrinasi dan menolak segala unsur budaya
yang datangnya dari luar. Dengan demikian pendidikan bukan untuk kebutuhan
pasar melainkan untuk orientasi pembangunan manusia Indonesia. Pendidikan pada
masa ini diarahkan untuk memenuhi kemandirian ekonomi Indonesia. Dimana-mana
mulai dibuka lembaga-lembaga pendidikan baru (tentunya selain sekolah
peninggalan Belanda) dari sekolah dasar sampai sekolah tinggi sebagai sarana
peningkatan kualitas pengetahuan rakyat. Semangat diskriminatif di dalam sekolah
formal mulai dikikis. Anak-anak dari kalangan buruh dan tani mulai bisa menikmati
dan mengenyam bangku pendidikan.

Pada era Soekarno terjadi kemajuan sumber daya manusia, yang mana dapat kita
lihat dari banyaknya tenaga terdidik Indonesia yang digunakan sebagai tenaga
pendidik di negara lain. Selain itu juga semakin banyaknya para siswa dari negara
lain yang datang bersekolah diIndonesia.

Secara yuridis, pemikiran tentang pendidikan nasional dapat dilacak dalam undang-
undang nomor 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran
disekolah (lembaran Negara tahun 1950 nomor 550), yang pelaksanaannya
ditegaskandalam UU no.12 th.1954, tentang pernyataan berlakunya UU no.4 th.1950
tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia
(lembaran Negaratahun 1954 nomor 38. Tambahan lembaran Negara nomor
550).Tujuan dan dasar pendidikan pada orde Lama dapat dilihat pada pasal 3 dan
4.Pasal 3: “Tujuan pendidikan dan pengajaran adalah membentuk manusia
susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta
Materi Pendidikan Dasar
Didistribusikan oleh Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakatdan dan tanah air ”Pasal


4:“ Pendidikan dan pengajaran berdasar atas asas-asas yang termaktub dalam
Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan kebangsaan
Indonesia”. Setelah bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, bangsa
Indonesiapun menunjukan kepeduliannya terhadap pendidikan. Hal itu terbukti
dengan menempatkan usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai
tujuan nasional bangsa Indonesia. Sebagaimana tertulis dalam pembukaan Undang-
undang Dasar 1945.

Pada tahun 1965, Pendidikan Nasional telah memiliki pondasi atau identitasnya,
yaitu Pancasila, ketika terkait dengan fungsinya sebagai transformasi sosial. Namun
jauh sebelum penegasannya, pendidikan sebagai transformasi sosial sendiri
sebenarnya dimulai pada tahun 1959, ketika Soekarno memberikan penegasan
mengenai ideologi bangsa yang berdasarkan budaya dan pengalaman sejarah
bangsa Indonesia, dan kemudian menempatkan pendidikan untuk mewujudkan
ideologi bangsa.

Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, kurikulum harus mencerminkan


kepada falsafah sebagai pandangan hidup suatu bangsa, karena ke arah mana dan
bagaimana bentuk kehidupan bangsa itu kelak, banyak ditentukan dan
tergambarkan dalam kurikulum pendidikan bangsa.

Kemudian setelah Indonesia merdeka, terjadi dua kali perubahan kurikulum, yang
pertama dilakukan dengan dikeluarkannya rencana pelajaran tahun 1947 yang
menggantikan seluruh sistem pendidikan kolonial, kemudian pada tahun 1952
kurikulum ini mengalami penyempurnaan. Perubahan kedua terjadi dengan
dikeluarkannya rencana pendidikan tahun 1964.

4. Pendidikan Dimasa Orde Baru; Soeharto

Sebagaimana sistim politik pada era itu, maka menajeman pendidikan dilakukan
secara sentralistik. Sekolah-sekolah sebagai pelaksana pendidikan tidak memiliki
kewenangan yang memadai untuk ikut serta menyusun rumusan pendidikan
nasional. Semua kebijakan pendidikan ditentukan oleh pemerintan pusat. Sejalan
dengan pemerintahan Orde Baru yang otoriter, masalah pendidikan digunakan
sebagai kendaraan politik bagi pemerintahan soerharto untuk melakukan
indoktrinisasi kepada rakyat.

Kebijakan pendidikan pada masa Orde Baru diarahkan pada penyeragaman.


Pendidikan di masa ini diarahkan kepada uniformalitas atau keseragaman didalam
berpikir dan bertindak. Pakaian seragam, wadah-wadah tunggal dari organisasi
sosial masyarakat, semuanya diarahkan kepada terbentuknya masyarakat yang
homogen. Pada masa ini tidak ada tempat bagi perbedaan pendapat, sehingga
melahirkan disiplin semu dan melahirkan masyarakat peniru. Pada masa ini
pertumbuhan ekonomi yang dijadikan panglima. Pembangunan tidak berakar pada
ekonomi rakyat dan sumber daya domestik, melainkan bergantung pada hutang luar
negeri sehingga melahirkan sistem yang tidak peka terhadap daya saing dan tidak
Materi Pendidikan Dasar
Didistribusikan oleh Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

produktif. Berbagai layanan publik tidak mempunyai akuntabilitas sosial oleh karena
masyarakat tidak diikut sertakan di dalam manajemennya. Bentuk pembangunan
pada saat itu mengingkari kebhinekaan serta semakin mempertajam bentuk
primordialisme.

Penerapan pendidikan tidak diarahkan lagi pada peningkatan kualitas melainkan


pada target kuantitas. Rezim berganti, ideologi dan politik pendidikan pun berganti.
Awalnya perubahan ideologi dan politik ini belum berubah tajam, sampai suatu hari
terjadi krisis minyak dunia pada awal 1980-an, yang membuat negara mengetatkan
anggaran. Ketergantungan pada ekspor minyak seketika mendatangkan malapetaka
karena harga minyak turun drastis di kala hutang luar negeri juga jatuh tempo.
Anggaran untuk publik diketatkan termasuk di bidang pendidikan. Seketika rakyat
masuk dalam sistem pendidikan pasar yang memperbesar ketimpangan si kaya dan
si miskin.

Gaji guru tidak lagi mampu mendukung kebutuhan minimal untuk mengajar dengan
tekun dan baik. Ekstensifikasi pendidikan berjalan lambat karena keterbatasan
anggaran. Para penguasa terlalu banyak mencampuri dan “mengarahkan“ sistem
pendidikan ini, sehingga apa yang disebut filsafat pendidikan nyaris tidak
terefleksikan dalam setiap tindakan pendidikan maupun pembelajaran. Sistem
pendidikan, ataupun mungkin lebih sempit dari itu : sistem persekolahan terlalu
banyak digunakan sebagai transmisi sosial membangun kehidupan bersama dan
menomor duakan kebhinekaan. Konvergensi dan kesamaan tujuan pembangunan.
Dengan demikian membangun manusia Indonesia seutuhnya sebenarnya telah
direduksikan dalam tindak pendidikan. Demikian pula tujuan pendidikan juga
mengacu pada tujuan pembangunan bangsa dan negara yang menuntut
konvergensi perilaku, bahkan hal-hal yang original,lateral dan baru dianggap
mengganggu keselarasan dan kesesuaian corak kehidupan hari ini. Ini berarti,
bahwa sistem pendidikan bersifat status quo karena kemungkinan mengadakan
inovasi dan bertindak kreatif, menuntut divergensi berfikir dan originalitas yang
kurang diperhatikan karena suasana belajar sifatnya uniform.

Disamping itu lebih diprioritaskan stabilitas dan keseragaman kontinuitas. Akhirnya


kembali pemerintah meletakkan lembaga pendidikan sebagai bagian dari birokrasi
negara yang mengalami pengetatan aturan. Rektor ditunjuk Menteri, Kepala SMA,
SMP ditunjuk Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kotamadya dan Kecamatan
untuk Kepala SD. Hal ini untuk mencegah berujungnya dinamika kaum muda pada
pengkritisan kebijakan orde baru yang otoriter serta hanya menyejahterakan
segelintir rakyat Indonesia di masa itu.

Kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus 1978 memang membuat lahirnya ribuan


peneliti dari kampus-kampus. Namun sebuah kenyataan juga jika jumlah
pengangguran meningkat tajam di tahun 1980-an. Tetapi sekali lagi, kebijakan orde
baru yang menempatkan lembaga pendidikan di bawah birokrasi negara yang ketat
melahirkan generasi yang gagal. Kegagalan kegagalan pendidikan melahirkan
Ketidakpuasanpada rakyat, karena akses terhadap pendidikan yang makin
berkurang. Sekolah dan perguruan tinggi swasta menggejala karena keterbatasan
Materi Pendidikan Dasar
Didistribusikan oleh Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

pemerintah untuk menyediakan sekolah-sekolah baru. Ekstensifikasi pasar ini


kemudian diimbangi oleh Orde Baru dengan proses indoktrinasi. Peng-asastunggal-
an ideology.

Rezim Orde Baru yang otoriter telah melahirkan sistem pendidikan yang tidak
mampu melakukan pemberdayaan masyarakat secara efektif. Walaupun secara
kuantitatif rezim ini memang telah mampu menunjukkan prestasi yang cukup baik di
bidang pendidikan. Namun keberhasilan kuantitatif ini, belum terlihat pemberdayaan
masyarakat secara luas, sebagai cermin dari keberhasilan suatu sistem pendidikan,
dan tidak pernah terjadi. "Mengapa demikian? Karena Orde Baru, setelah lima tahun
pertama berkuasa, secara sistematis telah menyiapkan skenario pemerintahan yang
memiliki visi dan misi utama untuk melestarikan kekuasaan dengan berbagai cara
dan metode. Akibatnya, sistem pendidikan kemudian dijadikan sebagai salah satu
instrumen untuk menciptakan safety net (jaring pengaman) bagi pelestarian
kekuasaan.

Pendidikan produk Orde Baru belum bisa diharapkan untuk membangun dan
memberdayakan masyarakat, karena pendidikan yang berjalan pada masa Orde
Baru dan produknya dapat dirasakan sekarang ini, sebatas pada sosialisasi nilai
dengan pola hafalan, dan kreativitas dipasung.

Sistem pendidikan nasional sangat erat kaitannya dengan kehidupan politik bangsa
pada saat itu. Maka selama Orde Baru telah tercipta suatu kehidupan bangsa yang
tidak sesuai dengan cita-cita UUD 1945. Pemerintah Orde Baru yang represif telah
menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang tertekan, tidak kritis, bertindak dan
berpikir dalam acuan suatu struktur kekuasaan yang hanya mengabdi kepada
kepentingan sekelompok kecil rakyat Indonesia.

5. Pendidikan Dalam Era Reformasi Sekarang Ini.

Dalam sistem pendidikan sekarang, berkembanglah ideologi pasar sebagai


konsekuensi dari kebijakan sistem pemerintahan Indonesia yang berpihak pada
kapitalisme global. Pendidikan direndahkan posisinya sebagai alat elevasi sosial
untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Ilmu direndahkan menjadi deretan
angka-angka indeks prestasi (IP). Akses masuk ke lembaga-lembaga pendidikan
semakin terbatas karena formasi sosial tidak memungkinkan warga masyarakat
kebanyakan (miskin) menginjak bangku sekolah yang lebih tinggi.

Kebijakan neoliberalisme sebagai ideologi negara dalam praktek pemerintah,


berimplikasi pada semua lini kehidupan bangsa Indonesia, termaksud dunia
pendidikan. pemaksaan penerapan hukum Ekonomi neoliberalisme pada dunia
pendidikan, berdampak pada liberalisasi pendidikan. Pendidikan tidak lagi
ditempatkan sebagai alat membangun kepribadian bangsa. Era Neoliberalisme
seperti sekarang ini, menjadikan Pendidikan sebagai komoditi bisnis. Tentu saja
pihak pemilik modal yang mendapatkan keuntungan yang begitu besar dari sistem
pedidikan Indonesia sekarang ini.
Materi Pendidikan Dasar
Didistribusikan oleh Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

Pada tahun 1998, terjadi perubahan status Peguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi
Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Upaya pengalihan ini dilakukan untuk
mengurangi beban Finansial negara dan menyerahkan sektor pendidikan dalam
arena pasar. Sebagai konsekwensi dari liberalisasi pendidikan, negara melepaskan
tanggung jawabnya dalam membiayai pendidikan. hal ini, mendorong lembaga-
lembaga pendidikan melakukan pengalangan biaya operasional pendidikan. Lepas
tangan pemerintah dalam dunia pendidikan mengkibatkan biaya pendidikan drastis
melonjak naik.

Kebijakan pendidikan yang mahal ini memang sangat merisaukan karena akan
mengubur impian mobilitas kelas sosial bawah untuk memperbaiki kelas sosialnya.
Melalui sistem ini, maka yang bisa diserap dalam lingkungan pendidikan adalah
mereka yang memiliki kemampuan financial yang cukup. Lembaga-lembaga
pendidikan kian menjadi lembaga elit bahkan menjadi kekuatan yang menghadang
arus mobilitas kelas bawah untuk mengakses pendidikan.

Tingkat keberhasilan dan kualitas pendidikan diukur pada tingkat peneriman lulusan
tiap tahun dipasar tenaga kerja. Ketika ini menjadi ukuran keberhasilan pendidikan
maka kurikulum pendidikan juga akan turut disesuaikan dengan kebutuhan pasar
tenaga kerja.

Anda mungkin juga menyukai