Anda di halaman 1dari 2

Nama : Apriliani Indah Sari

NIM : 2022084376
Argumentasi Kritis
Dari Pidato Ki Hajar Dewantara dan video pendidikan pada zaman kolonial kita tahu
pada waktu itu ada beberapa bupati yang mendirikan sekolah-sekolah kabupaten, tetapi hanya
untuk mendidik calon-calon pegawai. Kemudian lahir, Reglement voor het Inlands onderwijs.
Lalu didirikan sekolah guru di Sala, yang kemudian pindah ke Magelang, lalu ke Bandung.
Dengan berangsur-angsur dapat didirikan sekolah-sekolah bumiputera, yang hanya mempunyai 3
kelas, sedang gurunya seorang dari Kweekschool, dan lain-lainnya (pembantu) berasal dari
sekolah bumiputera itu juga, sesudah mendapatkan didikan tambahan. Maksud dan tujuan dari
segala usaha itu tetap untuk mendidik calon-calon pegawai negeri dan pembantu-pembantu
perusahaan-perusahaan kepunyaan Belanda. Maksud dan tujuan tersebut tidak berubah, ketika
pemerintah memberi kelonggaran kepada anak-anak Indonesia, untuk memasuki Europeesche
Lagere School, karena yang dibolehkan ialah hanya calon-calon peserta didik dokter Jawa,
peserta didik Hoofden School. Pada saat itu anak-anak hanya belajar menulis, membaca, dan
menghitung saja dan itu juga nantinya diminta untuk membantu orang-orang Belanda.

Pendidikan nasional Indonesia juga tidak lepas dari ajaran Belanda sehingga pelopor
pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara mengakulturasi asas-asas ketamansiswaan. Yaitu
“Asas Tir-con” yang mengajarkan, bahwa di dalam pertukaran kebudayaan dengan dunia luar
harus kontinuitas dengan alam kebudayaannya sendiri, lalu konvergensi dengan kebudayaan-
kebudayaan lain yang ada, dan akhirnya jika kita sudah bersatu dalam alam universal, kita
bersama mewujudkan persatuan dunia dan manusia yang konsentris. Konsentris berarti bertitik
pusat satu dengan alam-alam kebudayaan sedunia, tetapi masih memiliki garis lingkaran sendiri-
sendiri. Sehingga dapat menjadi satu-kesatuan budaya dan bahasa membentuk Bhineka Tunggal
Ika.

Awal pendidikan Belanda bagi anak-anak pribumi Sesudah VOC gulung tikar pada 1799,
Indonesia menjadi daerah jajahan Belanda dengan nama Hindia-Belanda. Usaha-usaha
pendidikan kolonial Belanda yang diajarkan di daerah Maluku tidak dapat meluas ke daerah lain,
maka, pada saat pemerintahan Hindia Belanda mulai dijalankan, pendidikan bagi bangsa
Indonesia belum baik. Pada saat itu, Gubernur Daendels agak memerhatikan nasib bangsa kita. Ia
(1801) telah menyatakan bahwa perlu diselenggarakan pengajaran bagi anak-anak
Jawa(Indonesia) untuk memperkenalkan kepada anak-anak itu tentang kesusilaan, adat istiadat,
dan pengertian agama-agama.92 Akan tetapi, cita-cita Daendels tidak dapat direalisasi,
berhubung tidak adanya anggaran untuk pengajaran bagi bangsa Indonesia. Saat itu penjajahan
Belanda sempat berhenti atau berganti ketika dalam konteks internasional mereka dikalahkan
inggris. Dan Inggris yang sempat menjadikan Indonesia sebagai jajahannya (1811-1816) juga
belum sempat memberikan/ mengusahakan pendidikan. Baru setelah Belanda dpat merebut
Indonesia kembali, keluarlah surat keputusan (koninklijk besluit 1848) yang isinya tentang
penetapan anggaran belanja pengajaran bagi orang-orang Indonesia. Sementara itu 1884 keluar
surat keputusan yang member kesempatan berdirinya sekolah swasta.93 Konteks pendidikan dan
pengajaran ini pada prinsipnya adalah untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendahan di kantor-
kantor pamong praja atau kantor-kantor yang lain. 94 Pada abad ke-18, pendidikan dan
pengajaran diberikan secara perseorangan. Pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 sistem ini
dirubah menjadi sistem klasikal dimana pengajaran diberikan kepada sekelompok anak-anak
pada waktu yang sama dengan bahan pelajaran yang sama.

Anda mungkin juga menyukai