Anda di halaman 1dari 2

Gerakan transformasi Ki Hadjar Dewantara dalam perkembangan pendidikan

sebelum dan sesudah kemerdekaan

Pendidikan Zaman Belanda di Indonesia tidak memperhatikan soal pendidikan


kebudayaan hanya pengajaran yang intelektualitas serta materialistis. Sistem tersebut
merupakan sistem pendidikan Barat. Pada zaman beralihnya V.O.C menjadi
pemerintah Hindia Belanda (HB), pendidikan dan pengajaran diserahkan kepada para
pendeta Kristen. Kemudian ada instruksi yang menegaskan bahwa kepada pihak
rakyat hendaknya diberi pengajaran membaca, menulis dan berhitung, akan tetapi
hanya seperlunya saja dengan tujuan memperbesar keuntungan
perusahaan-perusahaannya sendiri. Beberapa bupati menginisiasi pendirian
sekolah-sekolah kabupaten tetapi hanya untuk mendidik calon-calon pegawai.
Lahirlah sekolah-sekolah bumiputera yang hanya mempunyai 3 kelas. Rakyat hanya
diberikan pengajaran membaca, menulis, dan berhitung seperlunya dan hanya
mendidik orang-orang pembantu dalam mendukung usaha dagang mereka. Struktur
pemerintah Hindia Belanda juga memberikan kelonggaran kepada para calon mudir
dokter Jawa untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Hal ini memperlihatkan
bahwa pemerintah Belanda semata-mata mementingkan pendidikan calon-calon
pegawai negeri.
Ki Hadjar Dewantara sewaktu kecil mendapat pendidikan formal pertama kali
pada tahun 1896. Ki Hadjar Dewantara melihat ketimpangan pendidikan yang dialami
oleh rakyat kecil sehingga mendorong beliau berusaha memperjuangkan rakyat agar
dapat mengenyam pendidikan. Bagi Ki Hadjar Dewantara, pendidikan merupakan hak
setiap manusia dan juga bekal bagi masa depan. Ki Hadjar Dewantara pada tahun1908
mengikuti organisasi Budi Utomo dimana dengan mengikuti organisasi tersebut
beliau berharap bahwa Indonesia dapat bebas dari cengkraman pemerintah kolonial
Hindia Belanda. Kemudian pada tahun 1912 beliau bersama Dokter Wahidin
Sudirohusodo dan Edward Douwes Dekker mendirikan organisasi Indische parties.
Alasan Ki Hadjar Dewantara ingin memajukan pendidikan bangsa Indonesia pada saat
itu. Pada tahun 1922 beliau mendirikan perguruan taman siswa di mana proses
pembelajaran taman siswa, materi pelajaran ditambah pendidikan kebangsaan dan
budi pekerti. Anak-anak dari semua kalangan bisa bersekolah di Taman Siswa.
Perguruan ini memiliki semboyan ing ngarsa sung tuladha (dimuka memberi contoh),
ing madya mangun karsa (di tengah membangun cita-cita), tut wuri handayani
(mengikuti dan mendukungnya).
Setelah Indonesia merdeka, Presiden Soekarno mengangkat Ki Hadjar sebagai
Menteri Pendidikan pertama. Semboyan Tut Wuri Handayani pun hingga kini tetap
dipakai dalam dunia pendidikan Indonesia. Sampai saat ini pun pemikiran dari Ki
Hadjar Dewantara sangat relevan dengan tujuan pendidikan saat ini yaitu mencakup 4
dimensi tujuan jasmani, akal, rohani, dan sosial sehingga atas pemikiran beliau yang
memperjuangkan pendidikan bangsa Indonesia maka tanggal lahir beliau yaitu 2 Mei
dijadikan Hari Pendidikan Nasional.
Referensi:
https://www.youtube.com/watch?v=M90E2vT7zF4&t=4s

https://www.youtube.com/watch?v=oFwnLlwOkDs

Pidato Sambutan Ki Hadjar Dewantara. Dewan Senat Universitas Gadjah Mada, 7


November 1956.
Mudana, I Gusti Agung Made Gede Mudana (2019). Membangun Karakter dalam
Perspektif Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantar. Jurnal Filsafat Indonesia,
2 (2): 75-81. https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JFI/article/view/21285

Ainia, Dela Khoirul (2020). Merdeka Belajar dalam Pandangan Ki Hadjar Dewantara
dan Relevansinya bagi Pengembangan Pendidikan Karakter. Jurnal Filsafat
Indonesia, 3 (3): 95-101.
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JFI/article/view/24525

Anda mungkin juga menyukai