Anda di halaman 1dari 2

Nama : Syahrut Tohiroh

Rombel : IPS 5
Tugas : Argumen kritis tentang gerakan transformasi KHD
Perjalanan pendidikan Indonesia, pada masa penjajahan VOC pendidikan semata-mata hanya
untuk menunjang kebutuhan usaha atau perdagangan yang dilakukan VOC dan pendidikan
yang diberikan hanya seperlunya saja seperti baca, tulis, dan hitung. Pada masa Hindia
Belanda, dibuat aturan terkait pemeliharaan pengajaran akan tetapi tidak pernah dilakukan,
peraturan tersebut seakan-akan menunjukkan bahwa pendidikan hanya untuk bangsa Eropa.
Pada tahun 1854, bupati mendirikan sekolah-sekolah kabupaten namun pendidikan diberikan
hanya untuk menyiapkan atau mendidik calon pegawai saja, berangsur-angsur kemudian dapat
didirikan sebuah sekolah ‘Bumi Putera’ yang terdiri dari tiga kelas. Namun tetap tujuan
pendidikan semata-mata adalah ujian untuk pegawai negeri.
Pada tahun 1920 yaitu zaman etik dan kebangkitan Nasional. Pada masa ini, pejuang-pejuang
pendidikan seperti RA Kartini dan dokter Wahidin sudah berusaha mewujudkan cita-cita
pendidikan yang berkebudayaan, namun pendidikan di Indonesia masih terpaku pada sistem
pendidikan Hindia Belanda yang intelektualistik, individual, dan materialistic dan sulit
dihilangkan.
Pada tahun 1922 yaitu zaman bangkitnya jiwa merdeka, pada masa ini didirikanlah ‘Taman
Siswa di Yogyakarta’, dimana ini menjadi gerbang emas yang dapat mewujudkan cita-cita
pendidikan pengajaran untuk merdeka dan kebebasan kebudayaan bangsa. Hal ini dapat
dilakukan karena pendidikan dibiayai sendiri tanpa bantuan subsidi dari Hindia Belanda.
Pada masa Hindia belanda pendidikan diberikan khusus kepada keturunan Hindia Belanda dan
warga pribumi selektif atau yang dipilih, warga pribumi selektif ini diberikan pendidikan
sebagai bentuk persiapan tenaga kerja untuk kepentingan Belanda. Karenanya Ki Hadjar
Dewantara tidak setuju akan hal itu, menurutnya pendidikan merupakan kodrat semua anak.
Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah pendidikan yang memerdekakan dengan
tujuannya adalah kemerdekaan.
Ki Hadjar Dewantara mencita-citakan pendidikan yang mengutamakan kebudayaan daripada
intelektualisme semata. Untuk mencapai cita-cita pendidikan ini Ki Hadjar Dewantara
mendirikan ‘Taman siswa’ yang memiliki visi misi tercermin pada konsep Tri Pusat pendidikan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan yaitu pendidikan keluarga, pendidikan dalam alam
perguruan, dan pendidikan dalam alam pemuda atau masyarakat. Selain itu ada tiga konsep
belajar yang disampaikan Ki Hadjar Dewantara untuk memasukkan kebudayaan dalam diri
anak dan memasukkan diri anak ke dalam kebudayaan sejak dini yaitu konsep belajar Tri no,
Nonton, Niteni, dan Nirokke. Dan ada konsep Ki Hadjar Dewantara pada sistem Among, yang
mana setiap pamong sebagi pemimpin dalam proses pendidikan diwajibkan bersikap ing ngarsa
sung Tuladha, ing madya mangun karsa, dan tutwuri handayani. Dalam mengutamakan
kebudayaan Ki Hadjar Dewantara menerapkan sistem among untuk menyokong kodrat alam
anak-anak didik bukan perintah paksaan tetapi dengan tuntunan agar berkembang hidup lahir
dan batin anak menurut kodratnya sendiri.
Referensi:
Pidato sambutan ki hajar Dewantara. Dewan senat Universitas Gadjah Mada, 7 November 1956
Tarigan, Mardinal, dkk. (2022). Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Perkembangan
Pendidikan di Indonesia. Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Vol. 3 no 1, 149-159.
https://ummaspul.e-journal.id/MGR/article/download/3922/1439. (diakses pada tanggal 30
September 2023)

Anda mungkin juga menyukai