Anda di halaman 1dari 5

Menentukan Hari Terbentuknya Jemaat Kota Kupang

Pdt. Ebenhaizer Nuban Timo

Pendahuluan
Akhir-akhir ini banyak jemaat GMIT merasakan adanya kebutuhan untuk
membukukan sejarah dan aktivitas pelayaan jemaat-jemaat lokal. Dalam periode 5 tahun ada
4 buku sejarah jemaat GMIT yang sudah diluncurkan. 1 Empat buku lainnya sedang dalam
proses. Urgensi penulisan sejarah itu, seperti yang disampaikan oleh masing-masing majelis
jemaat adalah untuk melacak dan menemukan hari lahir dari jemaat, serta peran tokoh-tokoh
lokal, non-klerus dalam pekerjaan perintisan dan pengembangan jemaat.
Ini satu niat yang mulia karena dua alasan. Pertama, cerita keberadaan jemaat-jemaat
atau gereja di satu tempat umumnya bercorak strukturalis dan hirarkis. Berdirinya jemaat di
satu tempat diceritakan dari sudut pandang pendeta (orang-orang dalam struktur) dan lebih
merupakan perencanaan yang berasal dari orang-orang yang menduduki hirarki
kepemimpinan dalam organisasi bergereja. Peran tokoh lokal, orang di luar struktur dan
anggota jemaat biasanya hanya dijadikan sebagai pelengkap penderita. Ini memperkuat kesan
bahwa kaum awam adalah pasif dan acuh tak acuh terhadap pembentukan iman dan karakter
masyarakat.
Kedua, minimnya informasi tentang awal mula keberadaan jemaat di lingkungan
domisili mereka membuat ekspresi sukacita dan syukur terasa hambar. Senyum kegembiraan
saat merayakan hari ulang tahun jemaat terkesan kaku dan lesu, karena senyumnya adalah
barang import, senyum tempelan. Betapa tidak, umumnya jemaat-jemaat GMIT menetapkan
hari lahir jemaat di tanggal 31 Oktober, hari di mana Marthen Luther menempelkan 95 dalil
menentang praktek penjualan surat penghapusan siksa di pintu gereja Wittenberg. Akibatnya
sangat menyedihkan. Terjadi pengosongan pengetahuan anggota jemaat terhadap karya-karya
perintisan tokoh-tokoh awam, pengabaian potensi budaya, pergumulan lokal dan sumber-
sumber alami dan insani yang tersedia di lingkungan sekitarnya. Jemaat-jemaat kita lebih
mendengar karya orang luar, diindoktrinasi dengan pengetahuan, pola hidup, ajaran dan
keyakinan yang asing bagi konteks dan budaya mereka. Secara tidak sadar kita sedang
memelihara dan menyuburkan nilai-nilai kolonialisme, termasuk juga dalam kehidupan
bergereja. Kita menjadi kebarat-baratan (di agama tetangga menjadi kearab-araban).
Tekad Jemaat GMIT Kota Kupang membukukan cerita keberadaan mereka patut
diberi apresiasi. Memang terdapat kesulitan melacak tanggal berdirinya JKK mengingat
pelaku-pelaku sejarah 400 tahun yang lalu sudah tidak ada lagi. Jadi kalau GMIT JKK
merayakan hari ulang tahun jemaat di tanggal 31 Oktober bukanlah sebuah kecerobohan. Itu
lebih bencana sejarah karena banyak dokumen JKK yang hancur saat invasi Jepang (1942-
1945).
Tapi toh perlu disebutkan bahwa penetapan hari ulang tahun yang merujuk pada
peristiwa internasional, seperti 31 Oktober juga bersifat menganbang. Ada lebih bijak kalau
dicarikan hari dan tangga respons terhadap injil dari anggota jemaat itu. Wujud dari respons
itu bisa berupa adanya penyerahan hidup dari satu dua orang lokal kepada Kristus yang
ditandai dengan pelaksanaan sakramen baptisan atau jemaat di satu tempat berkumpul untuk
mengadakan ibadah bersama, bisa juga moment peletakan batu pertama dari pekerjaan
pembangunan fisik gedung kebaktian.

Tolok Ukur Penentuan Hari Pembentukan Jemaat

1
Keempat buku itu adalah: 1. Sejarah GMIT Adang Kalabahi. 2. Sejarah GMIT Imanuel Kefamnanu. 3. Sejarah GMIT
Ebenhaezer Oeba. 4. Sejarah Yayasan TLM – GMIT.
1
Sekurang-kurangnya ada 4 tolok ukur yang biasa dipakai untuk menentukan tanggal
pembentukan sebuah jemaat Kristen. Tolok ukur pertama, sudah menjadi kesepakatan umum
bahwa hari lahir gereja adalah peristiwa Pentakosta pertama di Yerusalem. Pada peristiwa itu
3000 orang yang bersujud di bawah kaki Yesus untuk menerima sakramen baptisan kudus
(Kis. 2:41). Tolok ukur pertama yang umum dipakai gereja menentukan hari lahirnya sebuah
jemaat di satu tempat adalah pelaksanaan sakramen baptisan pertama kali di tempat tersebut.
Tolak ukur ini menempati prioritas pertama.
Tolak ukur kedua yang menjadi pilihan, kalau terdapat kesulitan menentukan tanggal
pelayanan sakramen baptisan, adalah tanggal pelaksanaan kebaktian raya pertama kali di satu
tempat. Baptisan sebagai perbuatan sakramental memang belum diadakan kepada penduduk
di tempat itu, tetapi sudah ada hati dan hidup yang diberikan sebagai tempat Allah berdiam
dan memerintah. Gereja Protestan Indonesia memilih moment ini sebagai penetapan hari
berdirinya Gereja Protestan di Indonesia, yakni 27 Februari 1605. Pada hari itu, untuk
pertama kali orang-orang kristen di Ambon berkumpul mengadakan sebuah kebaktian raya.
Ibadah peletakan batu pertama pembangunan gedung kebaktian jemaat juga sering
dijadikan tolak ukur penetapan hari lahirnya jemaat. Momen ini berada di urutan ketiga
penentuan tanggal lahir satu jemaat. Barulah diurutan keempat pilihan jatuh pada pengakuan
organisatoris yang dikeluarkan oleh pimpinan di level tertinggi dari satu lembaga gerejawi.
Tiga tolak ukur pertama menempati prioritas pertama karena mempertimbangkan dimensi
teologis dari gereja, yakni gereja bukan gedung, gereja bukan menara, gereja bukan
organisasi, tetapi gereja adalah orang-orang yang bersekutu, bersaksi, melayani, beribadah
dan menata-layani.

Menentukan Tanggal Terbentuknya JKK

Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang datang ke Kupang. Tapi tujuan utamanya
bukan untuk penyebaran agama. Tahun 1614 Belanda, bangsa Eropa kedua datang ke
Kupang. Selain berhasil mengusir Portugis dari Kupang, Belanda lewat VOC melakukan juga
pekerjaan perawatan rohani bagi pegawai-pegawainya di komplek benteng. Benih jemaat
Protestan yang disebar dan disiram di kompleks Benteng Concordia tahun 1614 melalui
perawatan yang intensif dari para pendeta, juga ketekunan anggota jemaat untuk menjalani
bimbingan dan pimpinan menghasilkan sebuah jemaat yang saat ini bernama Jemaat Kota
Kupang. Kalau dihitung dari tahun 1614 maka usia jemaat Kota Kupang saat ini adalah 407
tahun.
Salah satu agenda yang hendak diwujudkan jemaat-jemaat melalui program penulisan
sejarah keberadaan dan geliat pelayanan adalah untuk mengetahui persisnya hari lahir dari
jemaat itu. Setelah berusi 407 tahun, pas empat abad barulah Jemaat Kota Kupang mencoba
melihat ke belakang untuk mencari tanggal, bulan dan tahun kelahirannya. Ini tentu sebuah
pekerjaan yang rumit. Bukan hanya karena faktor jarak waktu yang begitu panjang. Hal yang
tidak kalah penting adalah banyak dokumen sejarah dan hikayat pelayanan Jemaat Kota
Kupang yang dimusnahkan atau hilang pada masa pendudukan Jepang.
Ketika diberi kepercayaan untuk menulis sejarah Jemaat Kota Kupang, terungkap
juga kerinduan untuk mencari data-data perlu dalam menetapkan hari lahirnya Jemaat Kota
Kupang. Penulis sudah menunjukkan banyak data dan informasi. Kalau dan informasi yang
bisa dipakai untuk mewujudkan kerinduan itu, menurut hemat penulis, beberapa penanggalan
ini bisa dipertimbangkan.
Pertama, pasca merebut Benteng Portugis di Kupang, Pieter Booth segera menulis
surat kepada Majelis Indie tentang perlunya kehadiran seorang pendeta Protestan di Kupang
untuk merawat kehidupan rohani para pegawai VOC – mayoritas orang Belanda – yang
2
berada di dalam benteng. Surat itu ditulis tanggal 1 Januari 1614. Selain pertimbangan
adanya orang-orang Protestan di Kupang yang mayoritas adalah pegawai VOC Booth juga
menjadikan kesediaan raja Kupang untuk menjadi orang kristen sebagai pertimbangan
perlunya seorang pendeta di Kupang. Dalam surat berikutnya di bulan Maret 1614 Booth
langsung menyebutkan nama Ds. Mattias van den Broek untuk ditempatkan di Kupang.
Kedua, di tanggal 1 Mei 1614 Pieter Booth menerima surat dari penguasa Solor,
Andriaan van de Velde. Surat itu menginformasikan bahwa argumentasi yang dibangun
Booth berhasil meyakinkan para petinggi di Majelis Indie untuk membatalkan rencana
pengiriman pulang Ds. Matthias van den Broek ke negeri Belanda. Majelis Indie juga
menerima permintaan Booth agar Ds. Matthias van den Broek ditempatkan di Kupang. Jadi
per tanggal 1 Mei 1614 telah ada kepastian. Ds. van den Broek menjadi pendeta pertama
untuk melayani jemaat protestan pertama yang ada di Kupang.
Ketiga, menurut laporan Crijn Raemborch, oppercoopman di Solor kepada Majelis
Indie tertanggal 3 Agustus 1614 disebutkan bahwa Ds. Matthias van den Broek sudah
melakukan pendekatan personal dengan raja Kupang. Dalam percakapan itu si raja
menyatakan kesediaan untuk menerima baptisan dan akan berusaha untuk mewujudkan hal
itu. Memang tidak ada informasi lanjutan kapan skramen baptisan diterima raja Kupang. Tapi
toh sudah ada pengakuan dari sang raja kepada Ds. van den Broek.
Ini tiga penanggalan yang bisa dijadikan pijakan untuk menetapkan hari berdirinya
Jemaat Protestan di Kupang yang adalah benih dari Jemaat Kota Kupang saat ini. Sebagai
argumen penguatan penulis merujuk pada dua tanggal: 1 Mei 1614 dan 3 Agustus 1614.
Majelis Jemaat Kota Kupang bisa mempertimbangkan salah satu sebagai hari lahir dan
berdirinya jemaat Protestan di Kupang. Opsi 1 Mei 1614 memiliki kelemahan signifikan,
yakni kerinduan akan keberadaan seorang pendeta di Kupang adalah dari orang Eropa.
Penduduk asli atau orang lokal sama sekali belum mendengarkan berita keselamatan (Injil).
Opsi 3 Agustus 1614 sebagai hari berdirinya Jemaat Kota Kupang adalah lebih
rasional dan juga konvesional. Pendasaran rasionalnya adalah sang pendeta Protestan sudah
ada di Kupang. Aktivitasnya tidak hanya terbatas dalam benteng, sebagaimana yang menjadi
ketentuan dari VOC. Sang pendeta bertindak lebih, yakni beraktivitas di luar benteng,
berjumpa dengan penduduk lokal dalam rangka pewartaan Injil. Salah satu buktinya ia
bertemu dan berbicara dengan raja Kupang. Pendasaran konfesionalnya adalah ada respons
dari penduduk lokal di luar benteng terhadap pewartaan Injil dari sang pendeta. Respons itu
diungkapkan secara personal oleh raja Kupang. Ia menyatakan kesediaan untuk dibaptis.
Sudah ada dua opsi. Tanggal 1 Mei 1614 bisa dijadikan pilihan hari lahir Jemaat Kota
Kupang. Tapi pilihan itu mengandaikan bahwa jemaat prostan itu baru berstatus jemaat
Protestan di Kupang. Penduduk lokal terabaikan. Kalau 3 Agustus 1614 menjadi pilihan
maka yang berdiri itu bukan lagi jemaat Protestan di Kupang, tetapi Jemaat Protestan dari
orang-orang Kupang.

Menandai Perayaan 408 Tahun JKK

Upaya menemukan hari terbentuknya JKK merupakan sebuah kebahagiaan yang patut
disyukuri. Syukuran itu tidak cukup hanya dengan ibadah. Selama 408 tahun keberadaannya
JKK ikut membangun kultur, bukan hanya moral dan spiritual penduduk Kota Kupang.
Karena itu perayaan 408 tahun JKK perlu dikemas sebagai sebuah even sejarah, budaya,
sekaligus even wisata. Aspek sejarah, budaya dan wisata makin mendesak mengingat
pemerintah Kota Kupang telah mempercantik kompleks Kota Lama Kupang. Ada bahaya
kalau aspek budayanya tidak ditampilkan, maka generasi muda saat ini dan yang akan datang
benar-benar melupakan sejarah keberadaan Kota Kupang yang di dalamnya terdapat JKK.
3
Berikut ini beberapa pokok pikiran yang didiskusikan dalam Tim Penulisan Sejarah
JKK untuk Majelis Jemaat pertimbangkan dalam menyongsong 408 tahun JKK di tanggal 3
Agustus 2022.
Pertama, kegiatan napak tilas sejarah. Di Kota Lama Kupang terdapat beberapa
artefak sejarah peninggalan masa lalu uang berhubungan erat dengan JKK. Artefak-artefak
itu adalah: Jembatan Selam dan Jembatan Tugu (Jembatan De Kokok), Benteng Concordia,
Kompleks Pemakaman Eropa di mana terdapat lebih dari 11 pendeta Jemaat KK jaman VOC
dimakamkan, Tangga 40, Rumah wakil residen Kupang, Kampung Fontein, Fatufeto,
Bonipoi dan Kampung Cina. Tidak kalah penting adalah Gedung Kebaktian JKK yang sudah
berusia 135 tahun. Dalam mensyukuri 408 tahun JKK baiknya diadakan kegiatan ziarah
sejarah, atau perjalanan kunjungan ke situs-situs artefak budaya dan sejarah itu.
Beberapa pemuda JKK perlu dibekali dengan hikayat keberadaan tiap-tiap artefak
budaya itu. Mereka bertugas sebagai pemandu wisata ziarah sejarah JKK. Di tiap titik artefak
dua orang pemandu bersiaga untuk menjelaskan kepada rombongan peziarah yang datang
untuk melihat situs-situs itu. Maksudnya supaya generasi masa kini terinformasi mengenai
hikayat dari keberadaan bangunan atau artefak-artefak tadi. Kegiatan itu bisa berlangsung
satu minggu dan menjadi even tahunan yang dimulai tahun 2022. Promosi perlu diadakan ke
publik. Dari para para pelancong yang datang dipunggut biaya per orang Rp. 2.000 di tiap
titik artefak. Income dari kegiatan itu dibagi dua: 50% ke jemaat, 50% ke para pemandu
wisata.
Kedua, Pada Hari-H ulang tahun JKK, 3 Agustus JKK melalukan ibadah syukur Ultah
408 di Pantai Teddy’s Bar. Usai ibadah, diadakan bazar makanan lokal. Rayon-rayon JKK
secara masal diminta menyajikan makanan dan minuman lokal: ubis dan pisang rebus, teh
dan kopi. Lokasinya di depan Kantor Bupati Lama, di halaman depan Gedung Kebaktian
Jemaat Kota Kupang, di Terminal Lama Kota Kupang dan di kompleks Pekuburan
Misionaris Eropa. Sambil UPP Perempuan dan Kaum Bapa melayani para peminat makanan
lokal, UPP Pemuda dan Anak-Anak bergantian menyanyikan lagu-lagu gerejawi maupun
lagu-lagu daerah NTT. Kita jadikan taggal 3 Agustus sebagai hari penuh sukacita dengan
menghadirkan parade makanan lokal, lagu-lagu dan derah dan nyanyian-nyanyian gerejawi.
Income dari kegiatan ini bisa dipakai oleh rayon-rayon untuk bantuan diakonia biaya studi
bagi anak-anak dari keluarga miskin dalam rayonnya. Ijin dari pemerintah kota perlu
secepatnya diajukan.
Ketiga, Majelis JKK perlu melakukan langkah cepat merebut peluang sekaligus
piornir untuk berdialog dengan pemerintah Kota Kupang agar mendapatkan hak kelola
komplek Kota Lama selama 1 bulan, yakni tiap bulan Agustus untuk menjadikan kompleks
Kota Lama sebagai ruang pameran barang-barang antik. Stand-stand pameran barang antic
dikelola oleh UPP di JKK (Anak-anak, Pemuda, Perempuan, Kaum Bapak, Lansia dan
Profesional). Di stand-stand barang antic itu juga disiapkan cemilan dan minuman. Income
dari kegiatan satu bulan penuh itu dibukukan dalam penerimaan JKK. Para petugas yang
menjaga stand-stand itu diberikan ongkos transport oleh JKK.
Keempat, Majelis JKK sendiri agaknya perlu menyelenggarakan lomba cerdas-cermat
sejarah JKK bersumber dari buku sejarah yang sedang disusun oleh Tim. Kelima, untuk
kegiatan jangka panjang, Majelis JKK perlu serius memikirkan pembangunan museum
sejarah JKK dan budaya NTT. Rumah tinggal wakil residen yang tepat di samping selatan
gedung Kebaktian JKK bisa dimanfaatkan untuk museum tadi.

Penutup

4
Demikian beberapa pokok pikiran yang bisa kami sampaikan dalam persidangan
Majelis JKK. Banyak terima kasih atas kepercayaan kepada Tim Penulisan Sejarah untuk
menyampaikan beberapa pokok pikiran. Terima kasih juga atas kepercayaan untuk menyusun
sejarah JKK.

Anda mungkin juga menyukai