Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabar baik Injil mulai diperkenalkan kepada orang batak di Tapanuli sekitar tahun 1800-san.
Kekristenan berkembang disana karena jejak kaki para misionaris. Salah satunya seorang
misionaris Jerman yang bernama Nommensen.ia tiba diwilayah Tapanuli pada tahun 1864.
Ingwer Ludwig Nommensen lahir dari keluarga yang sangat sederhana pada tanggal 6 Februari
1834 di Nordstrand- Jerman. Ia disebut Rasul Batak karena berkat karya dan pengabdiannya
dalam menyampaikan khabar keselamatan (Injil) dan bagi kemajuan masyarakat Batak pada
umumnya.

Dalam perkembangan gereja-gereja di tanah Batak yang akhirnya pada tanggal 7 Oktober
1861 menjelma dan resmi menjadi HKBP. Dr. I.L Nommensen menjadi Ephorus pertama,
disebutkan kata Ompu kepada Ephorus Pucuk pimpinan HKBP memiliki aspek filosopi dan
nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Batak. Nilai kearifan lokal dimaksud karena Ompu dari kata
Ompung partuturan Batak untuk mengambarkan dan simbol seseorang yang memiliki: Holong;
Panganjuon; Roha panarihonon; Hasabaron dober Hasangapon (Kasih; Mengayomi; Kepedulian;
Kesabaran/Kematangan emosional dan Wibawa) dihadapan masyarakat umum, terlebih
ditengah-tengah komunitas para anak cucunya.

Peran aktif Nommensen dalam pemberdayaan masyarakat Batak membuka wawasan baru
dalam berbagai kehidupan praktis seperti Mengenal dan Menghargai Waktu, Pendidikan,
Perekonomian, Membebaskan orang-orang yang tertawan, Menentang praktek okultisme dan
perdukunan, Menolak system perkawinan poligami.1

1
Simeo Harianja & Pestaria Naibaho, Persahabatan Raja Amandari dan Pendeta Nommensen, (Jakarta Selatan:
2020), Hal. 4

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Tapanuli Utara?
2. Bagaimana profil Dr. IL. Nommensen?
3. Bagaimana sejarah penginjilan Dr. IL. Nommensen di Tanah Batak?
4. Bagaimana starategi penginjilan Dr. IL. Nommensen?
5. Apakah nilai-nilai sejarah Dr. IL. Nommensen?
6. Bagaimana sejarah Dr. IL. Nommensen ke Silindung?
7. Apakah Jemaat Pertama di HKBP Dame Saitnihuta?
8. Bagaimana pelayanan Dr. IL. Nommensen di HKBP Sigumpar?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Sejarah Tapanuli Utara.
2. Untuk mengetahui profil Dr. IL. Nommensen.
3. Untuk mengetahui sejarah penginjilan Dr. IL. Nommensen di Tanah Batak.
4. Untuk mengetahui starategi penginjilan Dr. IL. Nommensen.
5. Untuk mengetahui nilai-nilai sejarah Dr. IL. Nommensen.
6. Untuk mengetahui sejarah Dr. IL. Nommensen ke Silindung.
7. Untuk mengetahui Jemaat Pertama di HKBP Dame Saitnihuta.
8. Untuk mengetahui pelayanan Dr. IL. Nommensen di HKBP Sigumpar.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Tapanuli Utara

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu wilayah yang berada di Provinsi
Sumatera Utara. Pada masa Hindia Belanda, Tapanuli masuk Keresidenan Tapanuli yang
dipimpin Residen Belanda yang berkedudukan di Sibolga. Website Pemerintah Kabupaten
Tapanuli Utara menuliskan bahwa Keresidenan Tapanuli dibagi menjadi 4 Afdeling (kabupaten)
dan 5 Onder Afdeling (wilayah). Salah satu Afdeling Keresidenan Tapanuli adalah Batak
Landen. Sementara 5 Onder Afdeling Keresidenan Tapanuli sebagai berikut:

1. Onder Afdeling Silindung.


2. Onder Afdeling Hoogvlakte Van Toba.
3. Onder Afdeling Toba.
4. Onder Afdeling Samosir.
5. Onder Afdeling Dairi landen.

Sejarah Tapanuli Utara Pascakemerdekaan Indonesia, daerah Tapanuli dibentuk dengan


pengangkatan staf pemerintahannya berdasarkan Besluit Nomor 1 dari Residen Tapanuli DR.
Ferdinand Lumbantobing pada 5 Oktober 1945. Wilayah Tapanuli kemudian dibentuk menjadi
daerah otonom berupa Kabupaten Tapanuli Utara berdasarkan Undang-Undang Drt. No. 7 Tahun
1956. Kabupaten Tapanuli Utara pernah mengalami pemekaran sebanyak 3 kali karena
wilayahnya yang luas. Pertama, Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi dua kabupaten
meliputi Tapanuli Utara dan Dairi pada 1964. Pemekaran ini berdasarkan UU No. 15 Tahun
1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Dairi. Kedua, Kabupaten Tapanuli Utara
dimekarkan menjadi 2 kabupaten meliputi Tapanuli Utara dan Toba Samosir pada 1998.
Pemekaran kabupaten tersebut sesuai dengan UU No. 12 tahun 1998 tentang Pembentukan
Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Daerah Tingkat II Mandailing Natal. Terakhir,
Kabupaten Tapanuli Utara kembali dimekarkan menjadi 2 kabupaten mencakup Tapanuli Utara
dan Humbang Hasundutan pada 2003. Pemekaran ini berdasarkan UU Nomor 9 tahun 2003
tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Barat, dan Kabupaten
Humbang Hasundutan di Provinsi Sumatera Utara.

3
Kabupaten Tapanuli Utara memiliki wilayah mencapai 3.800,31 km2, dengan luas
daratan 3.793,71 km2 dan perairan Danau Toba 6,60 km2. Wilayah kabupaten secara
administratif terbagi menjadi 11 kecamatan dengan 11 kelurahan dan 241 desa. Kabupaten
Tapanuli Utara berbatasan dengan beberapa wilayah kabupaten lain sebagai berikut: Sebelah
utara dengan Kabupaten Toba Samosir. Sebelah timur dengan Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Sebelah selatan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan. Sebelah barat dengan Kabupaten Humbang
Hasundutan dan Tapanuli Tengah2 .

2.2 Profil Ingwer Ludwid Nomensen

Adalah seorang anak kecil dari keluarga Jerman, yang merupakan pasangan dari
PeterNommensen dan Anna. Mereka merupakan keluarga miskin dan menderita, tinggal di
sebuah pulau kecil di pantai utara Jerman berbatasan dengan wilayah Denmark, di sanalah
Ludwig Nommensen dilahirkan yaitu pada tanggal 6 Februari 1834. Sejak kecil Nommensen
telah diajarkan untuk taat beragama oleh ibunya, dia selalu diajari untuk mengatakan “Amen”
oleh ibunya, agar Nommensen tetap merasa tabah dan ceria. Hal ini di dasarkan atas keluarga
mereka yang sangat miskin. Ayah nommensen, Peter sering kurang sehat namun harus menguras
tenaganya setiap hari demi kelangsungan hidup keluarganya. Peter selalu ramah kepada setiap
teman-temannya, dan merupakan seorang pekerja keras.

Kelahiran Nommensen merupakan sebuah anugerah bagi Peter dan Anna. Karena mereka
mengharapkan agar Nommensen dapat menjadi tumpuan harapan bagi keluarga mereka dan bagi
orang-orang di sekitarnya, yaitu sesuai dengan namanya Inger Ludwig (Inger identik dengan
jenis tanaman lengkuas, jahe, kencur, kunyit, dan sejenisnya). Keinginan Nommensen untuk
menjadi seorang misionaris telah dimulai sejak kecil, karena pada saat itu dia sudah tertarik
dengan cerita gurunya Callisen tentang misionar yang berjuang untuk membebaskan
keterbelakangan, perbudakan pada anak-anak miskin. Berawal pada saat berumur 12 tahun
ketika kedua kakinya sakit parah karena kecelakaan kereta kuda pulang dari sekolah. Selama
setahun lebih tidak dapat berjalan, kakinya hampir diamputasi. Dia berjanji kepada Tuhan bahwa
akan menjadi misionar apabila kedua kakinya sembuh kembali. Dia akan pergi jauh untuk
membebaskan anak-anak miskin yang budak karena hutang orang tuanya, dia akan

2
https://tirto.id/profil-kabupaten-tapanuli-utara-sejarah-geografis-dan-peta-gz46

4
memberitakan Firman Tuhan kepada pelbegu (penyembah berhala) yang sangat terbelakang
sebagaimana sering diceritakan gurunya Callisen yang sangat dikaguminya. Pada tahun 1857
Ingwer Ludwig Nommensen masuk sekolah pendeta di RMG Barmen setelah menunggu sekian
lama. Ketika mendengar berita ada 4 orang Misionar RMG Barmen serta 3 orang isteri misionar
terbunuh di Borneo, berita itu semakin menggugah hati Ingwer Ludwig Nommensen untuk pergi
ke daerah pelbegu dan menjadi seorang misionar.

Setelah Nommensen ditahbiskan sebagai pendeta, ia langsung diberangkatkan oleh Missi


Barmen menjadi misionar ke Tanah Batak. Berbekal sebagai seorang teolog muda, Nommensen
menerima tantangan untuk mendedikasikan ilmu, iman dan pengabdiannya bagi Bangsa Batak
dengan melakukan penginjilan, yang hanya diketahuinya dari buku literatur yang terbatas dan
dengar-dengaran dari sumber-sumber yang belum tentu teruji kemampuannya dalam
menggambarkan sifat, sikap dan alam Batak, nun jauh di timur. Perbedaan budaya, bahasa dan
agama tidak menyurutkan niatnya untuk memulai “pengabdian” di tengah perlawanan dan
ancaman Bangsa Batak yang belum terbiasa menerima kehadiran “orang aneh”, yang berlainan
bahasa, pola hidup, warna kulit dan mata serta rambutnya.

Ingwer Ludwig Nommensen disebut Rasul Batak karena berkat karya dan pengabdiannya
dalam menyampaikan khabar keselamatan (Injil) dan bagi kemajuan masyarakat Batak pada
umumnya. Dalam perkembangan gereja-gereja di tanah Batak yang akhirnya pada tanggal 7
Oktober 1861 menjelma dan resmi menjadi HKBP. Dr. I.L Nommensen menjadi Ephorus
pertama, disebutkan kata Ompu kepada Ephorus Pucuk pimpinan HKBP memiliki aspek filosopi
dan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Batak. Nilai kearifan lokal dimaksud karena Ompu dari
kata Ompung partuturan Batak untuk mengambarkan dan simbol seseorang yang memiliki:
Holong; Panganjuon; Roha panarihonon; Hasabaron dober Hasangapon (Kasih; Mengayomi;
Kepedulian; Kesabaran/Kematangan emosional dan Wibawa) dihadapan masyarakat umum,
terlebih ditengah-tengah komunitas para anak cucunya.

Pada awal kedatangan Nommensen ke Saitnihuta-Tarutung, ia mendekati raja Ompu


Pasang (Ompu Tunggul), namun ditolak dengan penuh rasa sedih tidak lama Nommensen
melihat dan mendekati Raja Amandari Sabungan Lumbantobing dengan harapan supaya dapat
diijinkan menginap di lumbung padi milik raja itu. Ketika raja Amandari pergi melihat istrinya
yang sedang sakit keras ke desa Mertuanya di Hutagalung. Dengan penuh kekhawatiran terhadap

5
keselamatan boru Hutagalung itu dengan berbagai usaha dilakukan untuk mendapat kesembuhan.
Namun setelah raja Amandari mengetahui maksud Nommensen, awalnya ditolak, akan tetapi
usaha Nommensen tidak surut kembali mengirim utusan menjumpai raja Amandari, dengan
pesan jika raja Amandari Sabungan Lumbantobing kembali ke desanya maka penyakit istrinya
br. Hutagalung itu akan sembuh. Mujizat Allah nyata dimana tanpa diduga oleh Raja dan
keluarga besar lainnya, atas Doa Nommensen penyakit istri raja Amandari sembuh dan
selanjutnya terbukalah hati Raja ini untuk mengijinkan menetap tinggal di rumahnya. Keadaan
ini menjadi kesempatan yang baik. membuat hati Nommensen menjadi tentram dari sebelumnya
merasa kesal dan sedih.3

2.3 Sejarah Penjinjilan Nommensen di Tanah Batak

Bagi masyarakat Batak awam, sejarah sosial masyarakat Batak (Toba) yang kelam
selama zaman pidari diakhiri dengan masuknya para penginjil Kristen. Penginjil I.L.
Nommensen telah mendirikan godung (setasi sending) pertama di Silindung 1864, yaitu godung
Hutadame. Itulah jemaat pertama yang berdiri di daerah Batak merdeka. Berselang 14 tahun
kemudian, colonial Belanda mendirikan pemerintahannya di Silindung 1878. Dari Silindung
tentara Belandamelanjutkan ekspansinya hingga ke daerah-daerah Toba dan Samosir, sehingga
seluruh tanah. Batak sekitar Danau Toba menjadi wilayah pendudukan Belanda pada dekade
pertama abad ke-20. Kedatangan Nommensen sama seperti dengan para pendahulunya,
masyarakat Batak tidak menerima kehadiran orang asing di tempat mereka. Sehingga
Nommensen mau dipersembahkan ke Sombaon Siatas Barita(penguasa) dionan Sitahuru. Ribuan
orang datang melihat Nommensen akan dibunuh menjadi kurban persembahan. Nommensen
tegar menghadapi tantangan, dia berdoa, angin puting beliung dan hujan deras membubarkan
pesta besar tersebut. Nommensen selamat, sejak itu terbuka jalan akan Firman Tuhan di negeri
yang sangat kejam dan buas.

Ingwer Ludwig Nommensen pantas dijuluki “Apostel di Tanah Batak”.Pada masa awal
pelayanannya di tanah Batak, Nommensen membangun sebuah rumahbagi dirinya sendiri yang
dimaksudkan sebagai pangkalan missi (zending). Akan tetapi tepat setelah Nommensen
membaptiskan orang-orang Batak yang telah bertobat pada tanggal 27 Agustus 1865, dirasa

3
Simeo Harianja & Pestaria Naibaho, Persahabatan Raja Amandari dan Pendeta Nommensen, (Jakarta Selatan:
2020), Hal. 5

6
perlu untuk mendirikan sebuah perkampungan orang Kristen. Hal ini dikarenakan orang-orang
yang telah bertobat ini rupanya dikucilkan dari masyarakat Batak yang waktu itu masih
menyembah dewa-dewa nenek moyang mereka. Alhasil, Nommensen mengobahpangkalan missi
(zending) yang telah disebutkan sebelumnya menjadi sebuah kampung kecil, sekaligus
dilengkapi dengan parit-parit kecil dan tembok tanah serta gerbang pintu masuk, seperti cara
yang umum ketika itu dalam mendirikan sebuah perkampungan orang Batak.

Di dalam perkampungan ini ada pula sebuah gedung gereja yang sederhana, gedung
sekolah dan beberapa rumah lain. Perkampungan baru itu dinamakan dengan Huta Dame
(Kampung Perdamaian) yang sekarang ini berada dalam wilayah Saitnihuta, Tarutung,
Kabupaten Tapanuli Utara. Menurut anaknya (J.T. Nommensen), penamaan sebagai Huta Dame
oleh Nommensen ditujukan untuk mengingat pemeliharaan dan penyertaan Allah dan sekaligus
sebagai harapan bahwa Tuhan akan membawa damai sejahteraNya ke tanah Batak. Dengan
berdirinya Huta Dame, secara otomatis Nommensen menjadi “kepala kampung” yang dalam adat
Batak adalah raja dan bertanggungjawab atas tingkah-laku penduduk kampungnya. Pada
perkembangannya, ada sekitar 33 orang yang tinggal di koloni yang baru itu. Mereka layaknya
sebuah “keluarga raksasa”, karena selalu mengadakan acara makan bersama-sama. Huta Dame
inilah yang kemudian hari sering disebut sebagai pargodungan, sebuah daerah percontohan untuk
komunitas Kristen.

Ketika Nommensen melaksanakan misi Pekabaran Injilnya tidak ada sedikitpun ia


menganggap bahwa dengan memberikan bantuan sosial kepada masyarakat maka ia akan mudah
mengkristenkan mereka. Dalam hal ini Nommensen tidak ingin memanfaatkan masyarakat yang
ada pada saat itu, tetapi Nommensen berusaha mewujudkan kasih sebagai ajaran kekristenan
kepada masyarakat di tanah batak agar mereka juga mendapatkan kehidupan yang layak dan
lebih baik lagi. Pada masa awal Nommensen melakukan pelayanan, dia banyak bekerja dengan
mendatangi masyarakat ke rumah-rumah mereka ataupun mendatangi langsung ke tempat
pekerjaan mereka di sawah. Orang Silindung tertarik karena Nommensen menghibur mereka
dengan harmonikanya, Nommensesn juga memberi obat kepada orang yang membutuhkannya.
Nommensen pergi ke Sipoholon ingin tahu keadaan sebenarnya tentang kondisi lembah
Silindung. Banyak anak-anak mengikuti dia kemanapun dia pergi. Dia kadang disoraki,
dicacimaki, bahkan ada anak-anak yang meludahinya sambil lari ketakutan. Namun Nommensen

7
selalu tersenyum dengan ramah, dengan kebijakan (habisuhon) yang ada padanya akhirnya dia
diperkenankan tinggal bersama mereka. Nommensen berhasil meyakinkan orang Silindung yang
dijumpainya bahwa dia bukan mata-mata Belanda tetapi pembawa kedamaian dan kesehatan.
Oleh karena itu dengan pendekatan yang dilakukan Nommnensen, banyak orang yang simpati
kepadanya, termasuk raja-raja batak yang terdahulu. Dengan adanya keadaan seperti ini, maka
para raja memberikan sebidang lahan untuk dijadikan sebagai rumah tempat tinggal
Nommensen, dan di rumah yang diberikan kepadanya, dia memulai segala aktifitas pelayanan
nya, baik menjadi seorang mantri kesehatan ataupun menyampaikan firman Tuhan.4

Pendidikan juga merupakan hal yang dibuat Nommensen pada masa awal misi nya. Sejak
kedatangannya, Nommensen sudah menunjukkan pentingnya pendidikan. Kegiatan misinya
selalu dibarengi pendidikan. Sekolah pertama yang berdiri di Tarutung (Silindung) adalah
sekolah Guru Zending di Pansurnapitu yang berdiri pada tahun 1877 dan dilanjutkan dengan
mendirikan Sekolah Pendeta pada tahun 1877. Khusus untuk Sekolah Guru dan Pendeta,
Nommensen menugaskan P.H. Johansen untuk memimpinnya, mereka berbagi tugas.
Sekolahsekolah lainnya untuk umum (setingkat Sekolah Dasar) berdiri hampir di semua
Pargodungan. Pargodungan adalah komplek tempat berdirinya Gereja, rumah pendeta, rumah
Guru Huria, dan gedung sekolah, sekelilingnya dimanfaatkan untuk contoh pertanian).

Dalam hal perdagangan Nommensen juga membuat suatu hal yang baru. Sebelum
Nommnesen datang, pada umumnya pokan (pasar) di tanah Batak diadakan sekali 4 hari, mereka
tidak pernah mengenal hari minggu. Nommensen merobah kebiasaan tersebut, dimana hari
pekan diadakan 7 hari atau sekali seminggu, pekan kecil bisa dibuat diantaranya. 5 Pada masa
awal pelayanannya Nommensen menerapkan langsung tata gereja yang dia bawa, meskipun tata
gereja yang sangat sederhana bahwa Tuhan akan membawa damai sejahteraNya ke tanah Batak.
Dengan berdirinya Huta Dame, secara otomatis Nommensen menjadi “kepala kampung” yang
dalam adat Batak adalah raja dan bertanggungjawab atas tingkah-laku penduduk kampungnya.
Pada perkembangannya, ada sekitar 33 orang yang tinggal di koloni yang baru itu. Mereka
layaknya sebuah “keluarga raksasa”, karena selalu mengadakan acara makan bersama-sama.

4
Pasaribu, Patar M. DR. Ingwer Ludwig Nommensen Apostel Di Tanah Batak, (Universitas HKBP Nommensen,
2005), 84-85
5
Pasaribu, Patar M. DR. Ingwer Ludwig Nommensen Apostel Di Tanah Batak, (Universitas HKBP Nommensen,
2005), 270-271

8
Huta Dame inilah yang kemudian hari sering disebut sebagai pargodungan, sebuah daerah
percontohan untuk komunitas Kristen.

Ketika Nommensen melaksanakan misi Pekabaran Injilnya tidak ada sedikitpun ia


menganggap bahwa dengan memberikan bantuan sosial kepada masyarakat maka ia akan mudah
mengkristenkan mereka. Dalam hal ini Nommensen tidak ingin memanfaatkan masyarakat yang
ada pada saat itu, tetapi Nommensen berusaha mewujudkan kasih sebagai ajaran kekristenan
kepada masyarakat di tanah batak agar mereka juga mendapatkan kehidupan yang layak dan
lebih baik lagi. Pada masa awal Nommensen melakukan pelayanan, dia banyak bekerja dengan
mendatangi masyarakat ke rumah-rumah mereka ataupun mendatangi langsung ke tempat
pekerjaan mereka di sawah.

Orang Silindung tertarik karena Nommensen menghibur merekadengan harmonikanya,


Nommensesn juga memberi obat kepada orang yang membutuhkannya. Nommensen pergi ke
Sipoholon ingin tahu keadaan sebenarnya tentang kondisi lembah Silindung. Banyak anak-anak
mengikuti dia kemanapun dia pergi. Dia kadang disoraki, dicacimaki, bahkan ada anak-anak
yang meludahinya sambil lari ketakutan. Namun Nommensen selalu tersenyum dengan ramah,
dengan kebijakan (habisuhon) yang ada padanya akhirnya dia diperkenankan tinggal bersama
mereka. Nommensen berhasil meyakinkan orang Silindung yang dijumpainya bahwa dia bukan
mata-mata Belanda tetapi pembawa kedamaian dan kesehatan. Oleh karena itu dengan
pendekatan yang dilakukan Nommnensen, banyak orang yang simpati kepadanya, termasuk raja-
raja batak yang terdahulu. Dengan adanya keadaan seperti ini, maka para raja memberikan
sebidang lahan untuk dijadikan sebagai rumah tempat tinggal Nommensen, dan di rumah yang
diberikan kepadanya, dia memulai segala aktifitas pelayanannya, baik menjadi seorang mantri
kesehatan ataupun menyampaikan firman Tuhan.

Tata gereja yang dipakai pertama sekali adalah Tata Gereja (Jemaat) 1866, yaitu situasi
awal pemberitaan injil di Tanah Batak dan beberapa orang Batak masuk Kristen.

Tata Gereja (Jemaat) 1866 :

a. Mengatur kehidupan jemaat setempat di bidang kekristenan, bidang kebaktian


Minggu dan ibadat harian.
b. Untuk itu diangkat beberapa orang dari anggota jemaat jadi :

9
1. Sintua
2. Diakon
3. Diakones
4. Guru anak-anak
c. Urutan Tata Kebaktian Minggu : Pembacaan Dasa Titah sebelum pengakuan
dosa dan pengampunan dosa, tetap sampai sekarang mewarnai kebaktian HKBP.
Jadi menurut Teologi Kebaktian Martin Luther, bukan Calvin.

d. Khusus tentang jabatan Sintua sebagai jabatan gereja yang tetap berfungsi
hingga kinidengan volume kerja hampir sama yaitu mengurus kehidupan jemaat.
Masalahnya untuk kita (dari sudut teologis) ialah karena seorang Sintua
dibutuhkan harus dari kalangan pria, kawin atau sudah berumur 25 tahun. Ini
dijadikan syarat pada Tata Gereja 1930, dan 1940 (“baoa”). Pekerjaan
Nommensen diberkati Tuhan sehingga Injil makin meluas. Sekali lagi ia
memindahkan tempat tinggalnya ke kampung Sigumpar pada tahun 1891, dan ia
tinggal di sini sampai wafat. Nommensen menerjemahkan kitab Perjanjian Baru
ke dalam bahasa Batak Silindung - Samosir - Humbang - Toba). Ia juga berusaha
memperbaiki pertanian dan peternakan. Sekolah-sekolah, balai-balai pengobatan
dibukanya. Dalam misinya, ia menyadari perlunya melibatkan orang-orang Batak.
Maka dibukanyalah sekolah penginjil yang menghasilkan penginjil-penginjil
Batak pribumi.

Demikian juga untuk memenuhi kebutuhan guru di sekolah, Nommensen


membuka pendidikan guru. Kesungguhan dan keteguhan Nommensen, terbukti
mampu memenangkan penolakan besar Bangsa Batak yang berbuah pada
dimulainya era baru bagi kehidupan sosial dan spiritual, hingga berimplikasi luas
pada tatanan mayoritas Batak. Pendekatan sosial religius, tidak terpungkiri
mewarnai kehidupan sebagian besar di antara kita saat ini.

2.4 Strategi Penginjilan Nomensen


Beberapa raja dan kelompok lain seperti para dukun yang awalnya menolak, mau
bertobat dan dibaptis menjadi percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat

10
dunia. la mengembangkan strategi yang menekankan konversi kelompok baik keluarga
(mencakup keseluruhan anggota keluarga sebagai satu kesatuan) maupun keseluruhan komunitas
kepada iman Kristen. Metode penginjilan awal yang menekankan konversi perorangan diubah
menjadi konversi kelompok. Sasaran pertama adalah keluarga, bagian terkecil dari masyarakat.
Tidak perseorangan karena kekuatan penginjilan terletak pada kesatuan keluarga sebagai bagian
dari umat Allah (Qahal/Am Yahweh). Hal menarik dalam keumatan terletak pada peran aktif
setiap orang, baik dalam rangka komunitas perang maupun ibadah. Komunitas gereja mula-mula
diprakarsai oleh Nommennsen yang menginspirasi perlunya pola penginjilan dari individu
menjadi penginjilan dalam keluarga menjadi basis keumatan.6
Pemerintah kolonial Belanda memberikan ijin kepada RMG untuk membuka pos
zending. RMG menugaskan Nommennsen membuka pos penginjilan tersebut.Banyak tantangan
yang dihadapi namun ia berhasil mengumpulkan jemaatnya yang pertama di Huta Dame. Pada
tahun 1873, ia juga mendirikan gedung gereja, sekolah, dan rumahnya di Pearaja. Raja Pontas
Lumbantobing memberikan tanahnya di Pearaja sebagai lokasi gereja HKBP Oleh karena itulah
kantor pusat HKBP sampai sekarang berada di Pearaja, dan Juga didirikan gedung pertemuan
raja Pontas Lumbantobing di Pearaja lokasi kantor pusat HKBP penginjilan baru (missions
statition) yang bekerjasama misionaris lain Nommensen melihat kebutuhan pada saat itu
sehingga ia membuka pos melalui sekolah-sekolah penginjilan. Seperti sekolah guru di
Pansurnapitu dan Sipoholon. Dengan demikian semakin dibutuhkan pula tenaga guru maka
mereka memberdayakan para lulusan itu menjadi guru injil dan guru sekolah minggu.

2.5 Nilai-Nilai Sejarah Dr. I.L Nommensen


Peran aktif Nommensen dalam pemberdayaan masyarakat Batak membuka wawasan baru
dalam berbagai kehidupan praktis seperti:
1. Mengenal dan Menghargai Waktu

Nommensen memakai lonceng gereja sebagai penanda waktu. Lonceng juga


dipakai untuk memanggil jemaat berkumpul. Suara dan dentuman lonceng yang
nyaring di berbagai desa tempat berdirinya gereja menandakan waktu bagi
masyarakat. Sebelumnya masyarakat hanya melihat arah sinar mata angin untuk

6
Dr.Darwin Lumbantobing, Dr. Simion D.Harianja, M.Th, dan Pdt.Nelson Siregar,Tokoh Tiga Serangkai dalam
Meningkatkan Peradaban Masyarakat Batak.(CV. Citra Medan:2017). Hal.128-129

11
menandakan waktu, dengan lonceng masyarakat mulai diperkenalkan untuk mengenal
waktu. Sebelumnya lonceng ada dua yaitu lonceng yang besar dan kecil tetapi,
sekarang ini lonceng yang digunakan yang satu yang besar saja.

Di Tapanuli Raya mulai era tahun 1900an, sebelum ada jam seperti saat ini,
lonceng gereja sangat multifungsi bagi aktivitas masyarakat di sekitarnya. Lonceng
gereja selalu dibunyikan setiap pukul 06.00 pagi dan 18.00 petang. Terlebih pada hari
Minggu biasanya akan dibunyikan sebanyak empat kali. Pukul 06.00 pagi, pukul
09.00 (mengingakan jemaat untuk bersiap-siap), pukul 10.00 masuk ibadah dan pukul
18.00 petang.Selain itu lonceng juga dibunyikan untuk memberitahukan sesuatu hal
yang penting. Misalnya pada saat pergantian tahun baru, bencana alam lainnya.
Secara khusus lonceng gereja digunakan memberitahukan masyarakat sekitar bahwa
ada yang meninggal dunia.

Cara membuyikan dan durasinya juga berbeda dari bunyi lonceng biasanya.
Umumnya masyarakat sekitar akan tahu apakah yang meninggal tersebut masih anak-
anak, remaja atau sudah tua dari banyaknya frekuensi lonceng yang dibunyikan.
Umur 1-7 tahun dibunyikan sebanyak 7 kali, umur 8-15 tahun dibunyikan sebanyak
12 kali (Lonceng Kecil). Umur 16-22 tahun dibunyikan sebanyak 15 kali, umur 23-
40 tahun dibunyikan sebanyak 18 kali, umur 41 sampai 60 tahun dibunyikan
sebanyak 20 kali dan umur 61-80 tahun dibunyikan sebanyak 21 kali (Lonceng
Besar).

2. Pendidikan

Nommensen membuka sekolah guru bagi masyarakat. Masyarakat dididik


menjadi guru-guru pendamping dan guru-guru Sekolah Minggu yang dapat
membantu Nommensen dalam penginjilan. Orang yang sudah dibaptis maka akan
terus didampingi dalam pertumbuhan imannya. Masyarakat dilatih menulis dan
mengenal huruf Usaha ini membantu masyarakat keluar dari kebodohan, sehingga
kolonial tidak mudah memperdaya masyarakat. Pendidikan juga merupakan hal yang
dibuat Nommensen pada masa awal misi nya. Sejak kedatangannya, Nommensen
sudah menunjukkan pentingnya pendidikan. Kegiatan misinya selalu dibarengi

12
pendidikan. Sekolah pertama yang berdiri di Tarutung (Silindung) adalah sekolah
Guru Zending di Pansurnapitu yang berdiri pada tahun 1877 dan dilanjutkan dengan
mendirikan Sekolah Pendeta pada tahun 1877. Khusus untuk Sekolah Guru dan
Pendeta, Nommensen menugaskan P.H. Johansen untuk memimpinnya, mereka
berbagi tugas.

Sekolah-sekolah lainnya untuk umum (setingkat Sekolah Dasar) berdiri


hampir di semua Pargodungan. Pargodungan adalah komplek tempat berdirinya
Gereja, rumah pendeta, rumah Guru Huria, dan gedung sekolah, sekelilingnya
dimanfaatkan untuk contoh pertanian). Dalam hal perdagangan Nommensen juga
membuat suatu hal yang baru. Sebelum Nommnesen datang, pada umumnya pokan
(pasar) di tanah Batak diadakan sekali 4 hari, mereka tidak pernah mengenal hari
minggu. Nommensen merobah kebiasaan tersebut, dimana hari pekan diadakan 7 hari
atau sekali seminggu, pekan kecil bisa dibuat diantaranya. Pada masa awal
pelayanannya Nommensen menerapkan langsung tata gereja yang dia bawa,
meskipun tata gereja yang sangat sederhana namun sangat membantu dalam hal
pelayanannya dalam hal mengabarkan berita keselamatan.

3. Perekonomian

Nommennsen membuka pasar sebagai wadah pertemuan para pedagang dan


pembeli. Nommensen menentukan hari dibukanya pasar di wilayah Silindung, Toba
Holbung dan Humbang Hasundutan. Usaha ini dilakukan untuk mengatur roda
perekonomian sehingga tidak tersentralisasi di satu lokasi. Hal ini juga
mempermudah pedagang dan pembeli dalam transaksi, di beberapa lokasi Jarak
tempuh pedagang dan pembeli tidak terlalu jauh, sehingga hasil pertanian dapat
dipasarkan tepat waktu.

Hal ini menunjang perekonomian berjalan dengan baik Nommensen dalam


pelayanannya bukan hanya memberitakan injil secara verbal tetapi sekaligus
meningkatkan ekonomi masyarakat, pendidikan, pemahaman akan kesehatan serta
membangun seluruh aspek kehidupan manusia, rohani kehidupan insan bangsa
Indonesia khususnya yang berasal dari Tapanuli Bagian Utara.

13
4. Membebaskan orang-orang yang Tertawan
Dahulu ada orang-orang yang ditahan karena orangtuanya kalah judi,
sehingga anak-anaknya dikorbankan sebagai tawanan menunggu pelunasan
taruhan itu; ada pula yang dipasung karena orang yang sakit atau gangguan jiwa
atau yang kalah perang dijadikan tawanan dan sebagian penduduk tidak mau
bekerja di sawah karena takut ditangkap pihak musuh dan dijadikan tawanan atau
“hatoban” (budak) selama rajanya belum menebus dengan uang. Orang-orang dari
Toba ikut berdatangan ke Silindung daerah itu telah bebas dari praktik
perbudakan. Dalam misi penginjilannya, Nommensen memang aktif menebus
hatoban (budak) untuk disekolahkan.

5. Menentang praktek Okultisme dan perdukunan:


Dalam berbagai usaha yang dilakukan hamba Tuhan ini, Nommensen
melakukan pengobatan pada masyarakat luas dengan pendekatan medis
sebagaimana yang lazim saat in serta membuat desa percontohan yang lebih
dikenal sebagai Pargodungan Penataan pemukiman yang indah dan bersih. Pola
hidup sehat dan menanam berbagai jenis tanaman yang berguna untuk
meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat. Usaha pengobatan melalui
pendekatan medis dan gaya hidup sehat yang diterapkan oleh Nommensen,
mengalami perubahan dan peningkatan sangat signifikan, sehingga terjadi
persaingan yang dilatarbelakangi oleh aspek ekonomi. Dalam arti kelompok para
dukun dan berbagai daerah kampung yang sering berkumpul dan menjual cha-che
tradisional milik para dukun tersebut tidak laku lagi. Terganggunya muta
pencaharian para dukun ini, sehingga diantara dukun ada yang berencan
membunuh Nommennsen melalui ramuan "racun".
Berbagai macam penyakit mengancam penduduk di Tanah Batak,
terutama penyakit yang tiba-tiba mewabah seperti kolera. Penyakit yang dijuluki
orang Batak “Begu antuk”, karena setiap orang yang diserang kolera merasakan
seolah-olah ada kekuatan gaib yang memukulnya (mangantuk) Orang Batak
belum mengentahui faktor penyebab dan bagaimana mencegahnya agar janagn
menular . Penyakit kolera yang mewabah dan sering memakan korban jiwa.

14
Tahun 1875 penyakit kolera mewabah di seluruh daerah Silindung. Situasi ini
disaksikan pelayanan Dr. IL. Nommensen yang merasakan betapa besar rasa takut
penduduk warga Silindung . Bahkan ketika itu, para raja yang bertikai segera
menghentikan perang, orang-orang yang sering bermain judi tiba-tiba juga tertular
penyakit kolera sehingga terpaksa berhenti. Sawah pun jadi terlantar.
Nommensen melihat langsung betapa buruknya tingkat kesehatan orang
Batak. Pada 1866, di seluruh Lembah Silindung, ribuan anak sekarat karena cacar
air. Banyak dari mereka yang sakit itu mencari pertolongan ke Huta Dame,
kampung Kristen yang dibangun Nommensen. Sang misionaris menyadari
Batakmission yang dirintisnya mesti berpartisipasi dalam menghadapi krisis itu.
Untuk itu, sekolah Kristen Batakmission yang didirikannya beralihfungsi menjadi
balai kesehatan.“Dia terbukti sebagai seorang diakon Kristen sejati dalam
pelayanannya kepada orang sakit, mengorbankan waktu tidur yang sangat
dibutuhkan untuk merawat mereka agar kembali sehat,” tulis Martin E. Lehman
dalam Biographical Study of Inger Ludwig Nommensen 1834--1918: Pioneer
Missionary to The Bataks Sumatra. 7
Nommensen menggunakan terapi homeopati dalam pelayanan
kesehatannya. Metode homeopati merupakan pengobatan alternatif yang
menggunakan larutan dari bahan alam, baik berasal dari hewan maupun tumbuhan
untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Dalam surat-menyuratnya yang diterbitkan
berkala RMG, Nommensen menjelaskan bagaimana cara mengatur distribusi obat
homeopati di wilayah Silindung. “Nommensen, yang sangat tertarik dalam
perawatan kesehatan dan ahli dalam perawatan homeopati, melaporkan bahwa
kematian yang tinggi juga disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang
perawatan anak yang tepat dan perawatan orang sakit,” tulis Sita van Bemmelen.
Perawatan ala Nommensen bukan tanpa hasil. Menurutnya angka
kematian diantara kampung Kristen lebih rendah daripada populasi Batak
tradisional. Perbandingan ini dapat ditilik dari catatan daftar kelahiran dan
kematian. Yang menarik, ini sekaligus membendung pengaruh datu (dukun

7
https://historia.id/agama/articles/aksi-nommensen-di-tanah-batak-D84W9

15
Batak) yang oleh misionaris dianggap keliru, baik dari sudut pandang kedokteran
maupun iman Kristen.
6. Nommensen menolak sistem perkawinan Poligami:
Dia tidak melarang pelaksanaan dan nilai-nilai adat budaya yang tidak
bertentangan denga Alkitab, akan tetapi dengan tegas menolak poligami sehingga
Nommensen juga membuat dan mengajarkan dalam tata gereja bahwa pernikahan
poligami tidak dibenarkan. Pernikahan monogamilah yang dibenarkan dan
menolak perceraian. Adat istiadat Batak memperbolehkan terjadi poligami,
namun Alkitab menolak sehingga Nommensen juga menolak pernikahan
poligami. Kawin semarga dilarang dalam adat Batak, maka gereja juga
melarangnya. 8

2.6 Sejarah Nommensen ke Silindung

Pada 7 November 1863 dari Tapanuli Selatan kini, tepatnya di Bunga Bondar, seorang
bernama Tuan Betz mengantarkan Nommensen menuju tempat penugasannya ke Silindung.
Mereka sampai ke Simangambar untuk bermalam dan beristirahat. Lalu pagi harinya mereka
melanjutkan perjalanan ke Utara dan saat hendak beristirahat dan bermalam, mereka tidak
menemukan satu rumahpun dalam perjalanannya.

Lalu akhirnya memutuskan untuk beristirahat di sebuah Liang atau Gua, di tepi bukit yang
tinggi. Dan amat tidak diduga, di liang ini Nommensen bertemu dengan penduduk Pangaribuan
yang bersembunyi di liang yang sama dalam upaya menghindari perang antar kampung yang
terjadi di sana. Di liang yang dengan beralaskan pasir basah di gua, mereka beristirahat di sana
dan melanjutkan esok pagi dengan harus tetap semangat. Dalam perjalanan mereka selanjutnya
bersama penduduk Pangaribuan, pada pukul setengah tiga sore mereka sampai di Banjar na Hor
lalu di kampung Raja ompu Gumara mereka disambut dengan pesta dan meminta Nommensen
agar tetap tinggal disana untuk menyelesaikan perang yang dimana perang tersebut juga

8
Dr.Darwin Lumbantobing, Dr. Simion D.Harianja, M.Th, dan Pdt.Nelson Siregar,Tokoh Tiga Serangkai dalam
Meningkatkan Peradaban Masyarakat Batak.(CV. Citra Medan:2017). Hal.132

16
diketahui bahwa adik dari Raja ompu Gumara gugur pada perang tersebut. Malam harinya
Nommensen memberitakan firman Tuhan dan melanjutkan perjalanannya hingga tiba di Sigotom
pada pukul 1 siang. Di Sigotom, Nommensen tidak begitu diterima karena penduduk Sigotom
mengetahui bahwa Nommensen berangkat dari daerah musuh. Dengan alasan tersebut juga
Nommensen pada sangat pagi-pagi sekali berangkat dan melanjutkan perjalanan menuruni dan
menaiki Dolok Sitarindak menuju Silindung.

Dan setelah sampai di perbukitan antara Lumbanbaringin, Sitompul dan Pansur Napitu
mereka beristirahat. Di tempat Nommensen beristirahat ini dapat teman-teman melihat bentang
alam dan luasnya Silindung. Melihat dengan jelas sawah dan rumah-rumah penduduk, ditempat
tersebut Nommensen berucap dalam doanya, bahwa :Mangolu manang mate pe ahu, sandok di
bangso on na hinongkopMu ma ahu maringanan, pararathon hataM dohot harajaonMu.Atau
dalam bahasa Indonesianya,Ya Tuhan hidup atau mati biarlah aku berada ditengah-tengah
bangsa Batak ini untuk menyebarkan firman dan kerajaanMu. Dan ditempat Nommensen berdoa,
disana pulalah tepat dibangun Salib Kasih, sebagai monumen peringatan perjalanan awal
Nommensen di Tanah Batak. salib kasih dari dekat Gagasan ini diawali oleh Kepala Dinas
Pariwisata kala itu yaitu Drs. TB. Pasaribu pada tahun 1992 dan diresmikan oleh bupati Tapanuli
Utara Lundu Panjaitan pada tahun 1993.9

2.7 Gereja HKBP Dame Saitnihuta yang dibangun Nommensen

Ketika diberi izin oleh pemerintah kolonial, maka RMG menunjuk Nommensen untuk
membuka pos zending baru di Silindung. Kehadiran zending ditantang oleh sebagian raja dan
juga oleh sebagian besar penduduk karena mereka takut akan terkena bencana jika menyambut
seorang asing yang tidak memelihara adat. Selain itu, sikap menolak para raja disebabkan pula
oleh kekhawatiran bahwa dengan kedatangan orang-orang kulit putih ini menjadi perintis jalan
bagi pemerintahan Belanda yang berkuasa pada waktu itu. Sekalipun demikian, Nommensen
berhasil mengumpulkan jemaatnya yang pertama di Huta Dame (terjemahan dari Yerusalem -
Kampung Damai).

Pada tahun 1873, ia mendirikan gedung gereja, sekolah, dan rumahnya di Pearaja dan
hingga kini, Pearaja tetap menjadi pusat Gereja HKBP. Karena kehadiran para misionaris tidak
9
https://www.sibatakjalanjalan.com/2020/11/perjalanan-nommensen-dan-sejarah-wisata-rohani-salib-
kasih.html#back-to-top

17
disetujui oleh sebagian raja, terutama oleh mereka yang berpihak pada Sisingamangaraja, maka
pada bulan Januari 1878, Sisingamangaraja XII sebagai raja yang, menurut pengakuannya
sendiri, memiliki kedaulatan atas Silindung, memberi ultimatum kepada para zendeling RMG
untuk segera meninggalkan Silindung. Pada akhir Januari, Nommensen meminta kepada
pemerintah kolonial Belanda untuk mengirim tentara untuk segera menaklukkan Tanah Batak
yang pada saat itu masih merdeka. Pada awal tahun 1878, pasukan pertama di bawah pimpinan
Kapten Scheltens bersama dengan Kontrolir Hoevell menuju Pearaja dan disambut oleh
Nommensen. Antara Februari hingga Maret, 380 pasukan tambahan dan 100 narapidana
didatangkan dari Sibolga. Februari 1878, ekspedisi militer untuk menumpaskan pasukan
Sisingamangaraja XII dimulai. Penginjil Nommensen dan Simoneit mendampingi pasukan
Belanda selama ekspedisi militer yang dikenal sebagai Perang Toba I. Keduanya menjadi
penunjuk jalan dan penerjemah, serta malah dianggap ikut berperan dalam menentukan
kampung-kampung mana yang akan dibakar. Sesudah ekspedisi militer berakhir, puluhan
kampung, termasuk markas Sisingamangaraja XII= di Bangkara dibumihanguskan.

Atas jasa membantu pemerintah Belanda, pada 27 Desember 1878, Nommensen dan
Simoneit menerima surat penghargaan dari pemerintah Belanda, ditambah uang tunai sebanyak
1000 gulden. Setelah Silindung dan Toba ditaklukkan dalam Perang Toba I, Batakmission
(zending Batak) mengalami kemajuan dengan pesat, khususnya di daerah Utara. Nommensen
berhasil meyakinkan ratusan raja untuk berhenti mengadakan perlawanan. Tentunya, hal ini
dapat terjadi setelah Nomensen meyakinkan kembali masyarakat bahwa ia bukan kaki tangan
Belanda dan kedatangannya untuk membawa kebaikan. Hal ini tampak dalam tindakan
keseharian Nommensen bagi orang-orang Batak waktu itu. Contoh beberapa raja yang akhirnya
bersikap positif ialah Raja Pontas Lumban Tobing, Ompu Hatobung di Pansur Napitu, Kali
Bonar di Pahae, Ompu Batu Tahan di Balige, dan lainnya. Pada tahun 1881, Nommensen
memindahkan tempat tinggalnya ke kampung Sigumpar, dan ia tinggal di sana sampai akhir
hayatnya. Pada tahun kematiannya, Batakmission (cikal bakal Huria Kristen Batak Protestan
(HKBP) mencatat jumlah orang Batak yang dibaptis telah mencapai 180.000 orang.10

2.8 Gereja HKBP DR. I.L. Nommensen Sigumpar

10
http://pargodungan.org/sedikit-catatan-tentang-pargodungan/

18
Untuk menjaga tatanan hidup dari ribuan orang yang baru masuk menjadi Kristen,
Nommensen menyediakan bagi mereka suatu tatanan yang baru. Pada tahun 1866, ditetapkanlah
sebuah Aturan Jemaat. Aturan itu meliputi kehidupan orang Kristen di dalam jemaat maupun
dalam lingkungan keluarga menyangkut ibadah, perkawinan, hukum, dan pejabat gerejawi. Di
samping itu, Nommensen menerjemahkan kitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Batak Toba. Ia
menerbitkan cerita-cerita Batak dan menerbitkan cerita-cerita PL. Ia juga berusaha untuk
memperbaiki pertanian, peternakan, meminjamkan modal, dan menebus hamba-hamba dari
tuannya. Jasa Nommensen juga dikenang oleh orang Batak antara lain karena usahanya di bidang
pendidikan dengan membuka sekolah penginjil yang menghasilkan penginjil-penginjil Batak
pribumi. Demikian juga untuk memenuhi kebutuhan guru di sekolah, RMG bersama
Nommensen membuka pendidikan guru. Karena kecakapan dan jasa-jasanya dalam pekerjaan
penginjilan, maka pimpinan RMG, pada tahun 1881,mengangkat Nommensen sebagai Ephorus.
Jabatan ini diembannya sampai akhir hidupnya. Pada hari ulang tahunnya yang ke-70,
Nommensen mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Bonn. Pada tahun 1911, ia
memperoleh penghargaan Kerajaan Belanda dengan diangkat sebagai Officier in de Orde van
Oranje-Nassau. Ia pun akhirnya mendapat gelar sebagai Rasul Orang Batak.

Nommensen meninggal pada tanggal 23 Mei 1918, pada usia 84 tahun. Hingga saat
kematiannya, ia telah bekerja sebagai pendeta di tengah-tengah orang Batak selama 57 tahun.
Nommensen dimakamkan di Sigumpar, Toba. Makamnya menjadi tempat wisata rohani di
Kabupaten Toba.11

BAB III

11
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ludwig_Ingwer_Nommensen

19
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sebelum penjinjilan yang dilakukan pelayanan Dr. IL. Nommensen di tanah Batak, saat
itu diwarnai dengan situasi yang penuh dengan konflik social dan perang antar desa. Selain itu,
praktek judi, praktek rentenir para raja desa menambah keterpurukan masyarakat. Ditambah lagi
seringnya masyarakat ditimpa penyakit seperti begu antuk (penyakit kolera atau penyakit
sampar). Zaman prapenginjilan ini sering disebut dengan zaman yang penuh kegelapan,
kekacauan, dan zaman penyembahan berhala (hasipelebeguon). Para penginjil dari dunia barat
tergerak hatinya untuk membuka lapangan penginjilan di Tanah Batak sekalipun informasi
tentang keadaan daerah tersebut masih sangat kurang. Kabar baik Injil mulai diperkenalkan
kepada orang batak di Tapanuli sekitar tahun 1800-san. Kekristenan berkembang disana karena
jejak kaki para misionaris. Salah satunya seorang misionaris Jerman yang bernama
Nommensen.ia tiba diwilayah Tapanuli pada tahun 1864.

DAFTAR PUSTAKA

20
Hutauruk, J.R. 1994. Menata Rumah Allah (Kumpulan Tata Gereja HKBP). Pematang Siantar :
STT-HKBP.

Simeo Harianja & Pestaria Naibaho. 2020. Persahabatan Raja Amandari dan Pendeta
Nommensen. Jakarta Selatan: Bentara.

Dr.Darwin Lumbantobing, Dr. Simion D.Harianja, M.Th, dan Pdt.Nelson Siregar. 2017. Tokoh
Tiga Serangkai dalam Meningkatkan Peradaban Masyarakat Batak. Medan:CV.Citra.

Pasaribu, Patar M. DR. 2005. Ingwer Ludwig Nommensen Apostel Di Tanah Batak. Universitas
HKBP Nommensen.

http://pargodungan.org/sedikit-catatan-tentang-pargodungan/

https://historia.id/agama/articles/aksi-nommensen-di-tanah-batak-D84W9

https://tirto.id/profil-kabupaten-tapanuli-utara-sejarah-geografis-dan-peta-gz46

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ludwig_Ingwer_Nommensen

21

Anda mungkin juga menyukai