Anda di halaman 1dari 4

A.

Sistem Kepercayaan dan Agama


Sebelum agama-agama besar seperti Islam dan Kristen masuk Papua,
tiap golongan etnik mempunyai sistem kepercayaan tertentu yang kita sebut
saja dengan nama sistem kepercayaan tradisi untuk membedakannya dengan
agama-agama besar dari luar yang disebut tadi. Masing-masing golongan etnik
mempunyai sistem kepercayaan tradisi masing-masing tetapi pada umumnya
mereka percaya akan adanya satu dewa.atau Tuhan yang lebih berkuasa di atas
dewa-dewa yang lain. Tuhan atau dewa tertinggi itu disebut dengan nama yang
berbeda-beda, misalnya:
Dearah Kebudayaan Nama Dewa Tertinggi
• Biak-Numfor Mansren Nanggi
• Orang Moi Fun Nah
• Orang Seget Fun Naha
• Orang Waropen Naninggi
• Orang Wandamen Syen Allah
• Marind Anim Dema
• Orang Asmat Mbiwiripitsy
• Orang Me Ugatame

Berbagai keterangan etnografi tentang sistem kepercayaan orang Papua


menunjukan bahwa dewa atau tuhan tertinggi itu diakui dan dihormati karena
dianggap sebagai dewa penciptayang mempunyai kekuasaan mutlak atas nasib
kehidupan manusia, namun ada juga kesan kuat bahwa kekuasaan dewa itu
telah dikuasakan pada mahkluk-mahkluk yang tidak nampak tetapi terdapat
didalam unsur alam tertentu seperti misalnya angin, hujan, dan petir atau
berdiam dalam benda tertentu disekitar alam tempat tinggal manusia seperti
dalam pohon-pohon besar, dalam sungai, pusaran air sungai, dasar laut atau
tanjung tertentu. Oleh karena mahkluk-mahkluk halus ini memiliki

13
kekuatan yang mengontrol kehidupan manusia, maka merekapun harus ditakuti
dan dihormati. Demikianlah orang papua selalu melakukan berbagai cara untuk
menyatakan rasa takut dan hormatnya kepada mahkluk-mahkluk halus itu
melalui pemberian sesaji atau pelaksanaan ritus tertentu. Tindakan seperti ini
menyatakan pengakuan manusia terhadap kehadiran dan kekuasaan roh-roh
halus. Orang Papua mengharapkan perbuatan seperti ini menyebabkan
kekuatan-kekuatan alam berbaik hati terhadap kehidupannya. Atau dengan
perkataan lain kekuatan-kekuatan alam itu dibujuk untuk melindungi manusia
melalui upacara ritus atau pemberian sesaji. Juga menurut kepercayaan tradisi
itu, orang Papua percaya bahwa roh-roh dari orang yang telah mati mendapat
kekuatan dari dewa pencipta untuk menguasai manusia yang hidup. Itulah
sebabnya orang yang masih hidup harus menjalin hubungan baik dengan orang
yang telah mati agar mereka terlindung dari bermacam-macam malapetaka
yang dapat diakibatkan oleh roh-roh orang mati. Di sinilah letaknya
kepercayaan atau pemujaan patung korwar dan upacara mon di daerah
kebudayaan Biak-Numfor, ritus pembayaran tengkorak pada orang Meybrat
atau upacara mbis pada orang Asmat. Sistem-sistem kepercayaan tradisi ini
sudah tidak dilaksanakan secara intensif lagi sejak penduduk memeluk agama
Islam atau Kristen, namun dalam menghadapi persoalan-persoalan mendasar
yang menimpa kehidupan manusia seperti tertimpa kecelakaan, sakit dan mati,
masih banyak orang Irian mencoba mencari jawabannya melalui sistem
kepercayaan tradisi.

Agama-agama besar seperti Islam dan Kristen masuk di daerah Irian


Jaya pada periode waktu yang berbeda-beda. Agama besar pertama yang
masuk di Irian Jaya adalah Agama Islam. Agama Islam yang masuk di Irian
Jaya, yaitu di daerah kepulauan Raja Ampat dan daerah Fak-fak berasal dari
Kepulauan Maluku dan disebarkan melalui hubungan perdagangan yang
terjadi antara kedua daerah tersebut. Menurut Van der Leeden (1980:22),
agama Islam masuk di kepulauan Raja Ampat ketika daerah tersebut mendapat
pengaruh dari Kesultanan Tidore tidak lama sesudah agama tersebut masuk di
Maluku pada abad ke 13. Walaupun agama Islam lebih lama masuk di daerah-
daerah tersebut di atas, namun tidak disebarkan secara

14
luas kepada penduduk, melainkan hanya dipeluk oleh golongan-golongan
tertentu saja dalam masyarakat ialah golongan penguasa terutama di kalangan
keluarga raja-raja dan pembantunya. Sejak masuknya agama Islam di daerah
Irian Jaya hingga sekarang tidak ada usaha penyebaran ajaran agama tersebut
kepada penduduk Irian sehingga pemeluknya tetap terbatas pada lingkungan
pemeluk agama tersebut speerti pada saat permulaan. Pada tahun-tahun
terakhir ini baru ada usaha penyebaran agama Islam di luar daerah-daerah
tersebut tadi, seperti misalnya upaya yang dilakukan oleh Yayasan Pendidikan
Islam (YAPIS) untuk mendirikan persekolahan umum dan pengajian bagi
orang-orang Dani di daerah Walesi, Lembah Baliem sejak tahun 1990-an.
Menurut Sensus Penduduk 1990, penduduk di Irian Jaya (penduduk asli dan
penduduk yang berasal dari daerah lainnuya di Indonesia) yang memeluk
agama Islam berjumlah 405.725 jiwa atau 20,5% dari total penduduk Irian
Jaya.

Agama besar lain yang datang dari luar adalah agama Kristen, Agama
Kristen masuk di Irian Jaya pada pertengahan abad ke 19, jadi kurang lebih
enam abad sesudah agama Islan dikenal oleh sebagian besar penduduk Papua.
Meskipun agama Nasrani masuk di Papua hampir setengah abad lalu, namun
penyebaran dan penerimaannya berbeda antara satu golongan etnik lainnya,
sebab ada golongan etnik yang menerima pada masa awal penyebarannya,
misalnya penduduk di Teluk Doreri, Manokwari, penduduk di sepanjang Teluk
Wandamen dan pulau-pulau yang terletak di Teluk Cenderawasih (Kamma
1953), tetapi ada juga yang baru menerimanya tidak lebih beberapa belas tahun
yang lalu, terutama di antara di antara penduduk yang berdiam di pegunungan
Tengah, misalnya orang Mek di Lembah Selah yang baru mengenal dan
menerima agama Nasrani pada tahun 1980 (Godschalk 1993:23). Para pekabar
injil Nasrani pertama yang membawa masuk agama Kristen di daerah Papua
adalah Ottow dan Geisler. Dua orang penginjil ini diutus oleh Pdt Gossner dari
Berlin, Jerman atas inisiatif Pdt. Heldring untuk pekabaran Injil di New Guinea
(Kamma 1953:96). Para pekabar injil, Ottow dan Geisler, tiba di Pulau
Mansinam, Teluk Doreri di Papua pada tanggal 5 Februari 1855. Penginjil
Ottow bekerja kurang lebih tujuh tahun lamanya

15
(1855-1962), meninggal dunia dan dikubur di Kwawi, Manokwari, sedangkan penginjil
Geisler bekerja lebih 14 tahun (1855 1870), kemudian kembali dan meninggal di negeri
asalnya, Jerman. Usaha pengkristenan yang dilakukan oleh Ottow dan Geisler, yang
pada mulanya kurang berkembang itu, kemudian dilanjutkan oleh pendeta-pendeta
Belanda yang diutus oleh badan pekabaran injil bernama Utrechtsche Zendings
Vereniging (UZV) yang tiba di Mansinam pada tahun 1862.

Anda mungkin juga menyukai