Anda di halaman 1dari 21

PERKEMBANGAN

AGAMA DI DUNIA
DAN INDONESIA

KELOMPOK 2

ANNISA TASYA A
DENI HAMDANI
ISNINA KAMILA
PERKEMBANGAN
AGAMA DI DUNIA
DAN INDONESIA

Di dunia dikenal beberapa agama-agama besar dengan


beragama nilai sejarah serta ajaran-ajaran yang
terkandung di dalamnya.
beberapa sejarah perkembangan agama besar didunia
Agama hindu
Perkembangan agama Hindu di India, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase, yakni Jaman
Weda, Jaman Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Budha
Jaman Weda dimulai pada waktu bangsa Arya berada di Punjab di Lembah Sungai Sindhu, sekitar
2500 s.d 1500 tahun sebelum Masehi
Pada Jaman Brahmana, kekuasaan kaum Brahmana amat besar pada kehidupan keagamaan, kaum
brahmanalah yang mengantarkan persembahan orang kepada para Dewa pada waktu itu. Jaman
Brahmana ini ditandai pula mulai tersusunnya "Tata Cara Upacara" beragama yang teratur
Sedangkan pada Jaman Upanisad, yang dipentingkan tidak hanya terbatas pada Upacara dan Saji
saja, akan tetapi lebih meningkat pada pengetahuan bathin yang lebih tinggi, yang dapat membuka
tabir rahasia alam gaib.
Selanjutnya, pada Jaman Budha ini, dimulai ketika putra Raja Sudhodana yang bernama "Sidharta",
menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem yoga dan semadhi, sebagai jalan
untuk menghubungkan diri dengan Tuhan.
Agama budha
Tokoh historis Buddha Siddharta Gautama dilahirkan dari suku Sakya pada awal masa
Magadha (546324 SM), di sebuah kota, selatan pegunungan Himalaya yang bernama
Lumbini. Sekarang kota ini terletak di Nepal sebelah selatan. Ia juga dikenal dengan nama
Sakyamuni (harafiah: orang bijak dari kaum Sakya").
Untuk 45 tahun selanjutnya, ia menelusuri dataran Gangga di tengah India (daerah
mengalirnya sungai Gangga dan anak-anak sungainya), sembari menyebarkan ajarannya
kepada sejumlah orang yang berbeda-beda.
Keengganan Buddha untuk mengangkat seorang penerus atau meresmikan ajarannya
mengakibatkan munculnya banyak aliran dalam waktu 400 tahun selanjutnya: pertama-tama
aliran-aliran mazhab Buddha Nikaya, yang sekarang hanya masih tersisa Theravada, dan
kemudian terbentuknya mazhab Mahayana, sebuah gerakan pan-Buddha yang didasarkan
pada penerimaan kitab-kitab baru.
Agama islam
Islam berawal pada tahun 622 ketika wahyu pertama diturunkan kepada rasul yang terakhir
yaitu Muhammad bin Abdullah di Gua Hira', Arab Saudi. Risalah Islam dilanjutkan
kembali oleh Nabi Muhammad S.A.W. di Jazirah Arab pada abad ke-7 Masehi ketika Nabi
Muhammad S.A.W.mendapat wahyu dari Allah S.W.T. Setelah kematian Rasullullah S.A.W.
kerajaan Islam berkembang sampai Samudra Atlantik di Barat dan Asia Tengah di Timur.
Tanggal 12 Rabiul awwal adalah hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W, yang oleh sebagian
kaum Islam diperingati sebagai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 622 Masehi, baginda dan pengikutnya hijrah ke Madinah. Peristiwa ini disebut
Hijrah. Peristiwa lain yang terjadi setelah hijrah adalah dimulainya kalender Hijrah.
Mekah dan Madinah kemudian berperang. Nabi Muhammad S.A.W. memenangi banyak
pertempuran walaupun ada di antaranya tentera Islam yang tewas. Lama kelamaan orang-
orang Islam menjadi kuat dan berhasil menaklukkan Kota Mekah. Setelah wafatnya Nabi
Muhammad S.A.W., seluruh Jazirah Arab di bawah penguasaan orang Islam.
Agama kristen
Pendiri agama Kristen adalah seorang Yahudi bernama Yesus, yang lahir di Betlehem, Palestina, antara tahun 8
hingga 4 SM. Tradisi biasanya menyebutkan bahwa dia lahir dalam bulan Desember tahun pertama era Kristen
yaitu, tahun 1 M, akan tetapi telah diketahui sekarang bahwa hal ini salah. Dalam catatan-catatan yang menyangkut
Yesus -yakni Injil, empat di antaranya terdapat dalam perjanjian baru yang ditulis
Matius, Markus, Lukas, dan Yahya- kita diberi tahu bahwa dia lahir selama berkuasanya Raja Herodes dan pada saat
Kerajaan Romawi melaksanakan sensus penduduk. Kerajaan Romawi melaksanakan sensus penduduk empat
belas tahun sekali. Sensus pertama berlangsung tahun 6 M; ini berarti bahwa sensus sebelumnya dimulai tahun 8
SM, selama pemerintahan Kaisar Augustus dan tanah Judea diperntah Kerenius yang dapat kita baca dalam
Lukas 2:1-5. Kita juga diberi tahu tentang bintang yang menuntun orang Majus ke tempat Yesus berada, dan
astronom Keppler, menghitung bahwa timbul konjungsi antara Saturnus, Jupiter, dan Mars kira-kira tahun 7 SM
yang menampakkan kesan sebagai bintang baru yang terang benderang. Semua data ini mendukung kesimpulan
bahwa Yesus lahir antara tahun 8 hingga 4 SM. Kita juga dapat menentang pendapat bahwa Yesus lahir bulan
Desembers karena dalam Injil Lukas terdapat gembala yang menggembalakan ternaknya pada malam hari (2:8).
Namun di Palestina pun cuaca dingin dan turun sadju, jadi saat kelahiran itu pastilah di luar musim dingin karena
para gembala tidak akan keluar pada saat tersebut. Musim yang lebih mungkin adalah musim sem atau musim
rontok.
Penganut ajaran Kristen percaya bahwa ibu Yesus, yakni Maria, melahirkan Yesus dalam keadaan masih
perawan dan belum bersetubuh dengan suaminya yaitu Yusuf. Anak tersebut lahir karena kekuasaan Tuhan melalui
roh kudus. Kaum Katolik bahkan berkeyakinan bahwa Maria tetap perawan setelah kelahiran Yesus. Saudara
laki-laki dan perempuan Yesus yang disebutkan dalam Markus 6:1-6 adalah anak-anak Yusuf dari perkawinannya
yang terdahulu.
Agama yahudi
Yahudiah (Yudaisme) adalah kepercayaan yang unik untuk orang/bangsa Yahudi
(penduduk negara Israel maupun orang Israel yang bermukim di luar negeri). Inti
kepercayaan penganut agama Yahudi adalah wujudnya Tuhan yang Maha Esa,
pencipta dunia yang menyelamatkan bangsa Israel dari penindasan di Mesir,
menurunkan undang-undang Tuhan (Torah) kepada mereka dan memilih mereka
sebagai cahaya kepada manusia sedunia.
Kitab Suci agama Yahudi menuliskan Tuhan telah membuat perjanjian dengan
Abraham bahwa beliau dan cucu-cicitnya akan diberi rahmat apabila mereka selalu
beriman kepada Tuhan. Perjanjian ini kemudian diulangi oleh Ishak dan Yakub. Dan
karena Ishak dan Yakub berasal dari bangsa Yahudi, maka mereka meyakini bahwa
merekalah bangsa yang terpilih. Penganut Yahudi dipilih untuk melaksanakan tugas-
tugas dan tanggung jawab khusus, seperti mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur dan beriman kepada Tuhan. Sebagai balasannya, mereka akan menerima
cinta serta perlindungan Tuhan. Tuhan kemudian menganugerahkan mereka Sepuluh
Perintah Allah melalui pemimpin mereka, Musa.
Agama shinto
Shintoisme adalah faham yang berbau keagamaan yang khusus dianut oleh bangsa Jepang sampai sekarang.
Shintoisme merupakan filsafat religius yang bersifat tradisional sebagai warisan nenek moyang bangsa Jepang yang
dijadikan pegangan hidup. Tidak hanya rakyat Jepang yang harus menaati ajaran Shintoisme melainkan juga
pemerintahnya juga harus menjadi pewaris serta pelaksana agama dari ajaran ini.
Shintoisme (agama Shinto) pada mulanya adalah merupakan perpaduan antara faham serba jiwa (animisme) dengan
pemujaan terhadap gejala-gejala alam. Shintoisme dipandang oleh bangsa Jepang sebagai suatu agama tradisional
warisan nenek moyang yang telah berabad-abad hidup di Jepang, bahkan faham ini timbul daripada mitos-mitos yang
berhubungan dengan terjadinya negara Jepang. Latar belakang historis timbulnya Shintoisme adalah sama-sama
dengan latar belakang historis tentang asal-usul timbulnya negara dan bangsa Jepang. Karena yang menyebabkan
timbulnya faham ini adalah budidaya manusia dalam bentuk cerita-cerita pahlawan (mitologi) yang dilandasi
kepercayaan animisme, maka faham ini dapat digolongkan dalam klasifikasi agama alamiah.
Nama Shinto muncul setelah masuknya agama Buddha ke Jepang pada abad keenam masehi yang dimaksudkan
untuk menyebut kepercayaan asli bangsa Jepang. Selama berabad-abad antara agama Shinto dan agama Buddha telah
terjadi percampuran yang sedemikian rupa (bahkan boleh dikatakan agama Shinto berada di bawah pengaruh
kekuasaan agama Buddha) sehingga agama Shinto senantiasa disibukkan oleh usaha-usaha untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya sendiri.

Sejarah Perkembangan Agama Di Indonesia


Berdasar sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman
agama dan kultur di dalam negeri dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal,
Arab, dan Belanda. Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan
telah dibuat untuk menyesuaikan kultur di Indonesia
Hindu dan Buddha telah dibawa ke Indonesia sekitar abad kedua dan abad keempat
Masehi ketika pedagang dari India datang ke Sumatera, Jawa dan Sulawesi, membawa
agama mereka. Hindu mulai berkembang di pulau Jawa pada abad kelima Masehi
dengan kasta Brahmana yang memuja Siva. Pedagang juga mengembangkan ajaran
Buddha pada abad berikut lebih lanjut dan sejumlah ajaran Buddha dan Hindu telah
mempengaruhi kerajaan-kerajaan kaya, seperti Kutai, Sriwijaya, Majapahit dan
Sailendra.Sebuah candi Buddha terbesar di dunia, Borobudur, telah dibangun oleh
Kerajaan Sailendra pada waktu yang sama, begitu pula dengan candi Hindu,
Prambanan juga dibangun. Puncak kejayaan Hindu-Jawa, Kerajaan Majapahit, terjadi
pada abad ke-14 M, yang juga menjadi zaman keemasan dalam sejarah Indonesia.
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-14 M. Berasal dari Gujarat, India, Islam
menyebar sampai pantai barat Sumatera dan kemudian berkembang ke timur pulau
Jawa. Pada periode ini terdapat beberapa kerajaan Islam, yaitu kerajaan Demak,
Pajang, Mataram dan Banten. Pada akhir abad ke-15 M, 20 kerajaan Islam telah
dibentuk mencerminkan ominasi islam
Enam Agama Utama di Indonesia
Islam
Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan 85% dari jumlah
penduduk adalah penganut ajaran Islam.Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia
seperti di Jawa dan Sumatera. Sedangkan di wilayah timur Indonesia, persentase penganutnya tidak
sebesar di kawasan barat. Sekitar 98% Muslim di Indonesia adalah penganut aliran Sunni. Sisanya,
sekitar dua juta pengikut adalah Syiah (di atas satu persen), berada di Aceh.
Kristen Protestan
Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad
ke-16. Kebijakan VOC yang mereformasi Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah
penganut paham Protestan di Indonesia.Agama ini berkembang dengan sangat pesat di abad ke-20,
yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eopa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di
wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda. Pada 1965, ketika terjadi perebutan
kekuasaan, orang-orang tidak beragama dianggap sebagai orang-orang yang tidak ber-Tuhan, dan
karenanya tidak mendapatkan hak-haknya yang penuh sebagai warganegara. Sebagai hasilnya, gereja
Protestan mengalami suatu pertumbuhan anggota
Konghucu
Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan
imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara.
Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitikberatkan pada kepercayaan dan praktik
yang individual, lepas daripada kode etik melakukannya, bukannya suatu agama masyarakat yang
terorganisir dengan baik, atau jalan hidup atau pergerakan sosial. Di era 1900-an, pemeluk Konghucu
membentuk suatu organisasi, disebut Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) di Batavia (sekarang Jakarta).
Hindu
Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya
dengan kedatangan agama Buddha, yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha
seperti Kutai, Mataram dan Majapahit. Candi Prambanan adalah kuil Hindu yang dibangun semasa
kerajaan Majapahit, semasa dinasti Sanjaya. Kerajaan ini hidup hingga abad ke 16 M, ketika kerajaan
Islam mulai berkembang. Periode ini, dikenal sebagai periode Hindu-Indonesia, bertahan selama 16
abad penuh.
Hindu di Indonesia berbeda dengan Hindu lainnya di dunia. Sebagai contoh, Hindu di Indonesia, secara
formal ditunjuk sebagai agama Hindu Dharma, tidak pernah menerapkan sistem kasta
Budha
Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam masehi. ]Sejarah
Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu, sejumlah kerajaan Buddha telah
dibangun sekitar periode yang sama. Seperti kerajaan Sailendra, Sriwijaya dan Mataram. Kedatangan
agama Buddha telah dimulai dengan aktivitas perdagangan yang mulai pada awal abad pertama melalui
Jalur Sutra antara India dan Indonesia. Sejumlah warisan dapat ditemukan di Indonesia, mencakup
candi Borobudur di Magelang dan patung atau prasasti dari sejarah Kerajaan Buddha yang lebih awal
Kristen Katolik
Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di
Sumatera Utara. Fakta ini ditegaskan kembali oleh (Alm) Prof. Dr. Sucipto Wirjosuprapto. Untuk
mengerti fakta ini perlulah penelitian dan rentetan berita dan kesaksian yang tersebar dalam jangka
waktu dan tempat yang lebih luas. Berita tersebut dapat dibaca dalam sejarah kuno karangan seorang
ahli sejarah Shaykh Abu Salih al-Armini yang menulis buku Daftar berita-berita tentang Gereja-gereja
dan pertapaan dari provinsi Mesir dan tanah-tanah di luarnya. yang memuat berita tentang 707 gereja
dan 181 pertapaan Serani yang tersebar di Mesir, Nubia, Abbessinia, Afrika Barat, Spanyol, Arabia,
India dan Indonesia.
Agama kepercayaan lainnya
Yahudi
Terdapat komunitas kecil Yahudi yang tidak diakui di Jakarta dan Surabaya. Pendirian Yahudi awal di kepulauan ini
berasal dari Yahudi Belanda yang datang untuk berdagang rempah. Pada tahun 1850-an, sekitar 20 keluarga Yahudi dari
Belanda dan Jerman tinggal di Jakarta (waktu itu disebut Batavia). Beberapa tinggal
Bahai
Di Indonesia hadir sejumlah pemeluk agama Bahai. Berapa jumlah mereka sebenarnya tidak diketahui dengan pasti
karena seringkali mereka mengalami tekanan dan penolakan dari masyarakat sekitarnya. Salah satu penganut agama
Bahai yang diketahui secara terbatas adalah belasan penganut di sebuah wilayah di Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Kristen Ortodoks
Meskipun Kristen Ortodoks sudah hadir di Indonesia melalui kaum Non-Kalsedon di Sumatera pada abad ke-7, baru pada
abad ke-20 Gereja ini hadir dengan resmi. Ada dua kelompok Ortodoks di Indonesia, yaitu Gereja Ortodoks Yunani, dan
Gereja Ortodoks Siria yang berkiblat ke Antiokhia.
Animisme
Kepercayaan terhadap benda mati (animisme) di Indonesia sama dengan penyembah benda mati di dunia lainnya, yang
mana, suatu kepercayaan terhadap objek tertentu, seperti pohon, batu atau orang-orang. Kepercayaan ini telah ada dalam
sejarah Indonesia yang paling awal, di sekitar pada abad pertama, tepat sebelum Hindu tiba Indonesia. Lagipula, dua
ribu tahun kemudian, dengan keberadaan Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu dan agama lainnya, penyembah
benda mati masih tersisa di beberapa wilayah di Indonesia. Bagaimanapun, kepercayaan ini tidak diterima sebagai agama
resmi di Indonesia, sebagaimana dinyatakan didalam Pancasila bahwa kepercayaan itu pada Ketuhanan Yang Maha Esa
atau monoteisme. Penyembah benda mati, pada sisi lain tidak percaya akan dewa tertentu
Hari Libur Hari Agama
Agama Pemimpin Umat Kitab Suci Tempat Ibadat Nasional Nasional Pelaksanaan Ibadah
Idul Fitri
Idul Adha
Tahun Baru
Hijriyah
Maulid Nabi
Muhammad SAW Nuzulul 5 kali sehari dari Senin-
Islam Kiai Al Quran Mesjid Isra dan Miraj Quran Minggu
Wafatnya Yesus
Kristus
Kebangkitan Yesus
Kristus Jumat Agung
Kenaikan Yesus Minggu
Kristus Paskah Minggu(sabtu bagi
Kristen Pendeta Alkitab Gereja Natal Natal adventiss)
Wafatnya Yesus Rabu Abu
Kristus Kamis Putih
Kebangkitan Yesus Jumat Agung
Kristus Sabtu Suci
Kenaikan Yesus Minggu
Kristus Paskah
Katolik Pastor Alkitab Gereja Natal Natal Sabtu, Minggu
Galungan
Kuningan
Sulinggih Saraswati
Pedanda Siwaratri
Hindu Pandita Weda Pura Nyepi Pagerwesi Rabu, Sabtu
Kathina
Asadha
Buddha Biksu Tripitaka Vihara Waisak Magha Puja Senin, Minggu
Faktor Perbedaan dan Kesamaan
Keyakinan Agama
Faktor-faktor yang menunjukkan perbedaan dan persamaan agama, yaitu
1. Faktor Kemunculan Agama. Perbedaan agama karena faktor kemunculan, misalnya jika memahami Agama
muncul sebagai tanggapan manusia terhadap penyataan Tuhan Allah, berbeda dengan pemahaman yang lain
[misalnya, agama diturunkan Allah kepada manusia]. Pada konteks ini, Tuhan Allah lebih dulu menyatakan Diri-
Nya dengan berbagai cara, kemudian manusia menanggapi sesuai sikon hidup dan kehidupannya. Tanggapan
manusia tersebut dapat berupa penyebutan nama Tuhan yang berbeda-beda sesuai bahasa yang dipakai
komunitas; cara-cara berdoa, memuji, berkorban, menyembah; konsep alasan berbuat baik; hubungan antara
manusia; dan lain-lain.

2. Faktor Penyebutan Nama Sang Ilahi. Pada agama selalu ada pribadi yang supra natural yang menjadi pusat
serta tujuan penyembahan umat serta sumber segala sesuatu. Penyebutan nama Sang Ilahi ini biasanya sesuai
dengan konteks sosio-kultural [terutama bahasa] yang ada pada komunitas masyarakat. Misalnya, masyarakat
Timur Tengah Kuno menyebut-Nya dengan sebutan El; masyarakat Yahudi menyebut-Nya dengan sebutan
Tuhan [Yhwh]; masyarakat Arab menyebut-Nya sebagai Allah; masyarakat Yunani menyebut-Nya sebagai Theos;
masyarakat berbahasa Inggris menyebut-Nya sebagai God; bahkan ada kelompok masyarakat yang menyebut-
Nya dengan sebutan Debata, Deo, Gusti, Dewa, Sang Hyang, dan lain-lain. Dalam banyak hal, perbedaan
penyebutan nama, diikuti dengan cara-cara atau bentuk penyembahan. Misalnya, cara menyembah kepada El
tentu saja sangat berbeda dengan pola penyembahan kepada Debata; ataupun cara menyembah kepada TUHAN,
tentu saja berbeda ketika membawa korban untuk para kepada Dewa/i; dan seterusnya.
3. Faktor Perbedaan Memaknai Kata Agama.
Pemahaman tentang kata agama tidak lagi terbatas pada maknanya
[yaitu tidak kacau], tetapi telah diisi dengan berbagai muatan yang
memperkaya pengertiannya. Agama tidak lagi dimengerti sebagai pagar
pembatas sehingga tidak kacau ketika menyembah Ilahi, namun diisi
penuh dengan unsur-unsur yang membuat perbedaan satu sama lain,
[lihat Aneka Pengertian Agama]. Misalnya, jika agama dimengerti sebagai
cara-cara yang dilakukan manusia ketika menyembah sesuatu yang
dipercayai berkuasa terhadap hidup dan kehidupan manusia serta alam
semesta; maka perbedaan agama terletak pada cara-cara penyembahan
yang dilakukan manusia. Demikian juga, jika agama dipahami sebagai
yang diturunkan Allah, maka akan berbeda dengan pemahaman bahwa
agama merupakan upaya manusia menanggapi penyataan Tuhan, ataupun
sebagai salah satu hasil kebudayaan, dan seterusnya.
4. Faktor Pengaruh Luar ke dalam Ajaran Agama.
Harus diakui bahwa ajaran-ajaran agama telah berkembang menjadi sesuatu yang bernilai sakral. Umat beragama atau para
penganutnya memahami dan mengikuti ajaran-ajaran tersebut sebagai kata-kata atau Firman dari Sang Maha Suci yang mereka sembah.
Oleh sebab itu, sepatutnya ajaran-ajaran agama imun dari pengaruh apapun. Akan tetapi dalam perkembangannya, ternyata umat
beragama [terutama para pemimpim keagamaan] membuka diri terhadap berbagai hal dan memasukannya sebagai bagian ajaran agama.
Hal-hal yang sangat berpengaruh pada ajaran agama adalah
a. Demikian juga pengaruh kekuasaan politik ke dalam ajaran-ajaran agama. Ajaran agama yang seharusnya melintasi batas-batas yang
dibangun manusia [termasuk perbedaan politik], menjadi sangat rentan terhadap pengaruh dan tujuan politik dan kekuasaan. Dalam hal
ini, umat beragama menggunakan agama sebagai alat legitimasi untuk mendapat kedudukan dan berkuasa terhadap manusia yang lain.
b. Pengaruh lain pada agama adalah faktor sejarah agama-agama [Sejarah Penyebaran Agama dan Sejarah Masuknya Agama] ke dalam
komunitas masyarakat. Indonesia sebagai contoh, tahun 400 Masehi, telah ada komunitas Kristen [dari Gereja Khaldea Timur] di
Pancur [Sumatera Utara Bagian Barat]. Komunitas ini mengalami berbagai rintangan intern dan ekstern, sehingga tidak berkembang dan
hilang. Kemudian, masuknya agama Islam; serta Katolik dan Protestan seiring dengan mobilitas bangsa-bangsa Eropah [dengan berbagai
kepentingan] ke Asia, termasuk Nusantara. Karena berbagai kepentingan politis serta alasan tertentu, terjadi pengaburan, penutupan,
penghilangan, fakta-fakta sejarah sesuai kepentingan kekuasaan. Akibatnya, ada agama yang dianggap asli milik rakyat dan
diindentifikasikan dengan suatu kelompok suku serta sub-suku. Kemudian, ada agama disebut sebagai agama pendatang, agama asing,
bahkan agama kolonial. Indentifikasi agama sebagai salah satu indentitas komunitas masyarakat suku serta sub-suku seperti itulah,
membawa dampak perbedaan pada umat beragama. Jadi, bukan saja agama itu sendiri yang berbeda, tetapi manusia yang beragama
itupun mempunyai perbedaan. Dengan adanya perbedaan seperti ini, maka sangat rentan terjadinya konflik antar umat beragama.
Misalnya, jika terjadi pertikaian antara anggota suku atau sub-suku yang [yang kebetulan berbeda agama], maka akan mudah
terprovokasi menjadi konflik antar umat beragama. Bahkan ada agama memakai konflik masa lalu [pada konteks ruang dan waktu atau
masa lalu di luar Indonesia] sebagai bagian perbedaan pada masa kini.
c. Unsur-unsur atau hasil kebudayaan serta adat istiadat.
Misalnya, pakaian dan cara berpakaian, yang tadinya merupakan kebiasaan pada suatu bangsa, suku, sub-suku, ataupun komunitas
masyarakat tertentu, dimasukkan sebagai busana keagamaan; corak tempat [gedung] ibadah, yang merupakan hasil karya manusia,
diidentifikasikan sebagai bentuk milik agama tertentu; bahasa-bahasa [termasuk istilah-istilah] rakyat disamakan dengan bahasa
keagamaan dan tidak boleh dipakai oleh agama lain.
Dengan demikian, faktor-faktor luar tersebutlah yang membuat agama berbeda; atau lebih tepatnya menjadikan umat beragama semakin
berbeda satu sama lain.
5. Faktor Ikon atau Lambang Keagamaan.
Agama sebagai pengembangan dari bentuk penyembahan sederhana dalam komunitas suku dan sub-suku, juga
mempunyai benda-benda sebagai lambang keagamaan. Lambang-lambang keagamaan tersebut digunakan sebagai
tanda atau indentitas yang membedakan agama-agama; dan kadangkala diberlakukan sebagai benda suci serta
sakral yang harus dihormati oleh umat beragama. Misalnya, salib hanya digunakan dalam agama Kristen; gambar
bulan-bintang serta aksara Arab, hanya digunakan oleh agama Islam; gambar atau lambang Kaabah, hanya
digunakan dalam agama Islam; rosario hanya digunakan pada agama Kristen Katolik; demikian juga tasbih, hanya
digunakan dalam agama Islam, dan lain-lain. Namun, lambang-lambang keagamaan digunakan oleh umat
beragama bukan sekedar sebagai tanda beragama, melainkan simbol-simbol perbedaan dalam hidup dan
kehidupan sehari-hari.

6. Faktor Sosiologi Agama.


Dari sudut pandang sosiologi, agama adalah suatu sistem dan fenomena sosial yang dipraktekkan oleh
penganut-penganutnya dalam hidup dan kehidupan masyarakat. Agama hanya sekedar sistem sosial pada ruang lingkup
tertentu dalam masyarakat. Jadi, jika di dunia terdapat banyak komunitas masyarakat yang karakteristiknya bermacam-
macam, maka ada juga aneka ragam sistem sosial di dalamnya. Karena agama sebagai sistem sosial, maka tentu saja
selalu mempunyai perbedaan satu dengan yang lain.
Berdasarkan pandangan seperti ini, maka agama Kristen yang muncul di Palestina [di tengah sistem sosial masyarakat
Palestina], tentu saja berbeda dengan Islam di jazirah Arab [yang muncul di tengah-tengah sistem sosial masyarakat
Arab]; atau berbeda juga dengan agama Hindu dan Budha di India, serta berbeda pula dengan Kong Hu Cu di China,
dan seterusnya.
Agama muncul di tengah keragaman lingkungan sosial masyarakat. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan,
bahwa keragaman tersebut mempengaruhi agama [dan saling mempengaruhi satu sama lain]. Ketika agama
berkembang melintasi batas-batas geografis dan budaya, maka pengaruh-pengaruh [ketika agama muncul] tersebut ikut
tersebar.
Faktor Persamaan Agama-Agama
Di samping perbedaan itu, ada banyak hal yang menunjukkan kesamaan agama-agama.
Kesamaan tersebut bukan sekedar pada arti kata agama, melainkan menyangkut hal-hal lain
yang lebih spesifik. Faktor-faktor persamaan agama-agama antara lain:
Persamaan Tujuan Penyembahan.
1. Hampir semua agama [terutama Yahudi, Katolik, Kristen, Islam, sering disebut sebagai
agama-agama samawi] menyatakan bahwa mereka menyembah Tuhan Allah Yang Maha Esa
[penyebutan Tuhan Allah Yang Maha Esa dalam bahasa Indonesia ini, tentu saja berbeda jika
mengunakan bahasa-bahasa lain]. Agama-agama [misalnya Yahudi, Katolik, Kristen, Islam]
mengakui dan mengajarkan adanya TUHAN Allah Yang Maha Esa; Ia adalah pribadi Yang Maha
Kuasa serta sumber segala dan mengatur segala sesuatu. Umat beragama menyebut Tuhan Allah
Yang Maha Esa tersebut sesuai dengan bahasa serta konteks hidup dan kehidupan mereka masing-
masing, misalnya El; Tuhan, Allah, Theos, God, Debata, Deo, Gusti, Dewa, Sang Hyang, dan lain-
lain.

2. Hampir semua agama [dalam persamaannya] mengajar adanya Tuhan, Allah yang Maha Kuasa,
Allah Yang Maha Esa.
Ia adalah Pribadi yang Maha Kuasa dan Maha Esa, maka manusia yang menyembah-Nya tidak bisa
membatasi kemahakuasaan dan keesaan-Nya. Karena kemahakuasaan dan keesaan itu, Ia bisa
dikenal, disapa, disembah, dipuji, dihormati, oleh umat beragama sesuai konteksnya masing-masing.
Jadi, umat beragama tidak bisa menyatakan bahwa hanya dalam agamanyalah, mereka menyembah
Yang Esa dan Maha Kuasa itu; karena Ia yang Maha Kuasa dan Maha Esa adalah milik semua
agama dan disembah oleh segenap umat beragama.
3. Persamaan Memaknai Makna Agama.
Makna paling sederhana dari agama adalah tidak kacau. Makna tersebut diakui oleh semua agama.
Walaupun ada pengembangan makna [sesuai sikon umat beragama], namun semuanya menunjukkan
bahwa agama mengatur hubungan manusia dengan TUHAN Allah Yang Maha Esa serta sesamanya.
Pemaknaan agama yang sama bukan berarti menyamakan ajaran, formula, credo, serta cara-cara
penyembahan pada agama-agama. Walaupun ada persamaan makna agama dalam agama-agama, tetapi
ada hal-hal esensial yang memang tetap berbeda serta dipertahankan perbedaanya. Misalnya, setiap
agama mempunyai Kitab Suci yang berbeda; cara atau tata ibadah yang berlainan; tempat beribadah
yang tidak sama, dan lain sebagainya.

4. Persamaan pengakuan bahwa Tuhan Allah adalah pencipta. Agama-agama, mengakui bahwa
ada kekuatan supra natural, dan tidak terjangkau oleh akal budi.
Ia adalah penyebab utama adanya hidup dan kehidupan manusia serta segala sesuatu. Ia yang
disembah tersebut sekaligus merupakan Pencipta segala sesuatu. Sebagai Pencipta, Ia mendapat
tempat istimewa dalam hidup dan kehidupan manusia. Semuanya itu, menyadarkan manusia bahwa
dirinya ada karena Sang Pencipta, yaitu Tuhan Allah. Oleh sebab itu, manusia mempunyai keterkaitan
erat dengan Tuhan Allah. Bahkan ada agama yang mengajarkan bahwa, jika TUHAN Allah sebagai
Pencipta segala sesuatu, maka Ia pun menciptakan agama untuk manusia.

5. Persamaan Sasaran Pelayanan.


Semua agama mempunyai pengikut,yang disebut umat beragama. Umat beragama adalah kumpulan
orang yang menjadi pengikut salah satu agama. Hanya manusia [bukan flora dan fauna] yang bisa
menjadi umat beragama. Ini berarti ada kesamaan universal semua agama yaitu sama-sama melayani
umat manusia. Agama bisa menghantar manusia agar bebas dari kemiskinan dan kebodohan,
membangun demokrasi, menegakkan keadilan serta memperjuangkan hak asasi manusia, dan lain-lain
6. Agama-agama harus menghormati dan menghargai semua umat manusia sebagai ciptaan Tuhan
Allah.
Ini berarti agama tidak boleh membagi manusia menurut perbedaan kaya-miskin, kedudukan-
derajat dalam masyarakat, bahkan membuang dan meniadakan sentimen gender. Semua manusia,
walaupun berbeda agama dan cara penyembahan, mempunyai kesamaan dan perbedan yang
universal, tetapi sama kedudukannya di hadapan Tuhan. Di samping melayani umat manusia, agama
mempunyai kesempatan untuk menata hidup dan kehidupan. Pada konteks ini, institusi keagamaan
memberi kebebasan kepada umat agar melakukan berbagai hal untuk pengembangan ilmu, teknologi,
seni, dan lain-lain. Misalnya, pada suatu lembaga atau institusi pengembangan iptek, di dalamnya
bekerja orang-orang yang berbeda agama; mereka harus bekerja sama, dengan tanpa mengutamakan
perbedaan Agama, untuk kemajuan institusi atau lembaga tersebut. Hal sama juga, pada lembaga atau
institusi pemerintah yang melayani atau berurusan dengan masyarakat dengan pelbagai perbedaan
termasuk agamanya. Umat beragama yang bertindak atau berfungsi sebagai aparat pemerintah, tidak
boleh memudahkan [ataupun menyulitkan] seseorang atau masyarakat yang kebetulan berbeda agama
dengannya.

7. Persamaan Ajaran Moral.


Agama mengharapkan umatnya mempunyai moral yang baik dan benar di tengah masyarakat.
Misalnya, tidak bertindak kriminal ataupun kekerasan. Hal seperti itu hanya bisa terjadi jika umat
mendapat ajaran moral, kemudian mengaplikasikannya pada hidup dan kehidupannya. Ajaran moral
pada agama-agama menghantar umatnya menghargai dan menghormati sesama manusia walaupun
berbeda agama. Agama-agama selalu mengajarkan cinta kasih, saling tolong menolong, berbuat baik,
dan lain-lain dalam rangka membangun kebersamaan serta persatuan sebagai bangsa dan negara.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai