LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN REPRODUKSI HYSTEREKTOMI
I. PENGERTIAN
1. Histerektomi adalah pengangkutan uterus melalui pembedahan, paling
umum dilakukan untuk keganasan dan kondisi bukan keganasan tertentu
(contoh, endometriosis atau tumor), untuk mengontrol perdarahan yang
mengancam jiwa, dan kejadian infeksi pelvis yang tidak sembuh-sembuh atau
ruptur uterus yang tidak dapat diperbaiki. (doengoes,2001)
2. Histerektomi adalah operasi ginekologi utama yang paling lazim dan
prosedur pembedahan utama kedua yang terbanyak digunakan, dapat
dilakukan lewat perut atau vagina.(Hacker/Moore, 2001)
V. DATA PENUNJANG
1. Pap smear: dysplasia seluler menunjukkan kemungkinan/adanya kanker.
2. Ultrasound/ CT Scan: membantu mengidentifikasi ukuran atau lokasi
massa.
3. Laparoskopi: dilakukan untuk melihat tumor, perdarahan, perubahan
endometrial. Laparatomi mungkin dilakuakn untuk membuat tahapan kanker
atau untuk mengkaji efek kemoterapi.
4. D & K dengan biopsy (endometrial/servikal): memungkinkan pemeriksaan
histopatologis sel untuk menentukan adanya/lokasi kanker.
5. Tes Schiller (bercak serviks dengan iodin): berguna dalam identifikasi sel
abnormal.
6. Hitung darah lengkap: penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis,
sementara penurunan Ht menduga kehilangan darah aktif. Peningkatan SDP
dapat mengindikasikan proses inflamasi/infeksi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, takut akan rasa nyeri,
kehilangan femininitas dan perubahan bentuk tubuh.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan seksualitas,
fertilitas, dan hubungan dengan pasangan dan keluarga.
3. Nyeri berhubungan dengan pembedahan dan terapi tambahan lainnya.
4. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma mekanis,
manipulasi bedah, adanya edema jaringan lokal, hematoma,paralisis saraf.
5. Resiko tinggi terhadap konstipasi/diare berhubungan dengan faktor fisik
(bedah abdominal, dengan manipulasi usus, melemahkan otot abdominal),
nyeri/ketidaknyamanan abdomen atau area perineal, perubahan masukan
diet.
6. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
hipovolemia, penurunan/penghentian aliran darah (kongesti pelvis, inflamasi
jaringan pascaoperasi, stasis vena), trauma intraoperasi/tekanan pada
pelvis/pembuluh betis/posisi litotomi selama histerektomi vagina.
7. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan
struktur tubuh/fungsi (contoh, memendeknya kanal vaginal; perubahan kadar
hormon, penurunan libido), kemungkinan perubahan pola respon seksual
(contoh,tak adanya irama kontraksi uterus selama orgasme;
ketidaknyamanan/nyeri vagina(dispareunia)).
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
C. PERENCANAAN (INTERVENSI)
1. Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, takut akan rasa nyeri,
kehilangan femininitas dan perubahan bentuk tubuh.
Intervensi :
a) Berikan penjelasan tentang persiapan fisik sepanjang periode praoperatif.
b) Bantu pasien dalam mengekspresikan perasaannya pada seseorang yang
dapatmemahami dan membantunya.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan seksualitas,
fertilitas, dan hubungan dengan pasangan dan keluarga.
Intervensi :
a) Berikan waku untuk mendengar masalah ketakutan pasien dan orang
terdekat. Diskusiakan persepsi dari pasien sehubungan dengan antisipasi
perubahan dan pola hidup khusus.
b) Kaji stres emosi pasien. Identifikasi kehilangan pada pasien/orang
terdekat. Dorong pasien untuk mengekspresikan dengan tepat.
c) Berikan informasi akurat, kuatkan informasi yang diberikan sebelumnya.
d) Ketahui kekuatan individu dan identifikasi perilaku koping positif
sebelumnya.
e) Berikan lingkungan terbuka kepada pasien untuk mendiskusikan masalah
seksualitas.
f) Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penggunaan
penolakan, atau terlalu memasalahkan perubahan aktual/yang ada.
g) Kolaborasi dengan rujuk konseling profesional sesuai kebutuhan.
3. Nyeri berhubungan dengan pembedahan dan terapi tambahan lainnya.
Intervensi :
a) Pemberian analgesik sesuai yang d resepkan untuk mrnghilangkan nyeri
dan meningkatkan pergerakan dan ambulasi.
b) Pantau cairan dan makanan selama 1 atau 2 hari dalam periode pasca
operatif.
c) Pasang selang rektal, pemasangan penghambat pada abdomen jika pasien
menglami distensi abdomen atau flatus.
4. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma mekanis,
manipulasi bedah, adanya edema jaringan lokal, hematoma,paralisis saraf.
Intervensi :
a) Perhatikan pola berkemih dan awasi keluarnya urine.
b) Palpasi kandung kemih, selidiki keluhan ketidaknyamanan, penuh,
ketidakmampuan berkemih.
c) Berikan tindakan berkemih rutin, contoh vrivasi, posisi normal, aliran air
pada baskom, penyiraman air hangat pada perineum.
d) Berikan perawatan kebersihan perineal dan perawatan kateter (bila ada).
e) Kaji karakteristik urine, perhatikan warna, kejernihan, bau.
f) Kolaborasi pemasangan kateter bila diindikasikan/per protokol bila pasien
tidak mampu berkemih atau tidak nyaman.
g) Kolaborasi dalam dekompresi kandung kemih dengan perlahan.
h) Pertahankan patensis kateter tak menetap; pertahankan drainase selang
bebas lipatan.
i) Periksa residu volume urine setelah berkemih bila diindikasikan.
9. PELAKSANAAN (IMPLEMENTASI)
Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun.
10. EVALUASI
a) Mengalami penurunan ansietas.
b) Menerima perubahan-perubahan yang berhubungan dengan pembedahan:
1) Membicarakan perubahan yang dihasilkan dari pembedahan dengan
pasangannya.
2) Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan yang ia alami dan rencana
pengobatannya.
3) Menunjukkan kesediaan atau depresi minimal.
c) Mengalami nyeri dan ketidaknyamanan minimal
1) Melaporkan peredaan nyeri dan ketidaknyamanan abdomen.
2) Melakukan ambulasi tanpa rasa nyeri.