Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma bronkial adalah suatu kelainan inflamasi
peradangan) kronik saluran nafas yang menyebabkan hiperaktivitas
bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala
episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas, dan rasa berat di
dada terutama pada malam hari atau dini hari yan umumnya bersifat
reversible baik dengan atau tanpa pengobatan. Penyakit asma berasal
dari kata asthma yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti
sukar bernapas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak
napas, batuk dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran
napas. Banyak kasus-kasus penyakit asma di masyarakat yang tidak
terdiagnosis, yangsudah terdiagnosis pun belum tentu mendapatkan
pengobatan secara baik.
Disamping itu banyak permasalahan kesehatan
lainyang menyertai berupa gangguan organ tubuh lain, gangguan peril
aku dan permasalahan kesehatan lainnya. Penyakit asma adalah
penyakit yang mempunyai banyak faktor penyebab, dimana yang
paling sering karena faktor atopi atau alergi. Faktor-faktor penyebab
dan pemicu penyakit asma antara lain debu rumah dengan tungaunya,
bulu binatang, asap rokok,asap obat nyamuk, dan lain-lain. Penyakit
ini merupakan penyakit keturunan. Bila salah satu atau kedua orang
tua,kakek atau nenek anak menderita penyakit asma maka bisa
diturunkan ke anak. Prof Dr. dr Heru Sundaru, Sp.PD, KAI, Guru
Besar Tetap FKUI menjelaskan, penyakit asma bukan penyakit
menular tapi penyakit keturunan.
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 300
juta orang didunia mengidap penyakit asma dan 225 ribu orang
meninggal karena penyakit asma pada tahun 2005 lalu. Hasil
penelitian International Study on Asthma and Alergies in Childhood
pada tahun yang sama menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi
gejala penyakit asma melonjak dari sebesar 4,2% menjadi 5,4 %.
Penyakit asma tidak dapat disembuhkan dan obat-obatan yang ada
saat ini hanya berfungsi menghilangkan gejala.
Namun, dengan mengontrol penyakit asma, penderita penyakit
asma bisa bebas dari gejala penyakit asma yang mengganggu sehingga
dapat menjalani aktivitas hidup sehari-hari.
Mengingat banyaknya faktor risiko yang berperan, maka prioritas
pengobatan penyakit asma sejauh ini ditujukan untuk mengontrol
gejala. Kontrol yang baik ini diharapkan dapat mencegah terjadinya
eksaserbasi (kumatnya gejala penyakit asma),menormalkan fungsi
paru, memperoleh aktivitas sosial yang baik dan
meningkatkankualitas hidup pasien.Anda bisa mengenal penyakit
asma lebih lanjut dalam halaman detail ini meliputi
gejala asma,diagnosa asma, penyebab asma, faktor pencetus
asma, pengobatan, pengcegahan dan hidup bersama asma.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari asma ?
2. Bagaimana anatomi dari saluran pernafasan ?
3. Apa saja etiologi penyakit asma ?
4. Bagaimana manifestasi dari penyakit asma ?
5. Apa saja klasifikasi asma pada anak ?
6. Bagaimana patofisiologi dari penyakit asma ?
7. Bagaimana pathway penyakit asma ?
8. Apa saja Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan pada penderita
asma ?
9. Bagaiaman penatalaksanaan penyakit asma ?
10. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit asma ?
11. Bagaimana pencegahan dari penyakit asma ?
12. Bagaimana cara penularan penyakit asma ?
13. Bagaimana askep pada pasien asma ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian asma
2. Untuk mengetahui anatomi saluran pernafasan
3. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit asma
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit asma
5. Untuk mengetahui klasifikasi dapri penyakit asma
6. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit asma
7. Untuk mengetahui pathway penyakit asma
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
penderita asma.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit asma
10. Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan penyakit asma
11. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit asma
12. Untuk mengetahui cara penularanpenyakit asma
13. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien asma

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-
ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin,
2008).
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten,
reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap
stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001)
Asma bronchial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai
oleh spasme akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi
aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. (Elizabeth, 2000: 430)
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah
baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American
Thoracic Society).
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa asma
bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif yang
bersifat reversible, ditandai dengan terjadinya penyempitan bronkus,
reaksi obstruksi akibat spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran udara,
dan penurunan ventilasi alveoulus dengan suatu keadaan hiperaktivitas
bronkus yang khas.

2.2 Anatomi Sistem Pernafasan


Sistem Pernafasan meliputi saluran sebagai berikut:

Rongga Hidung Faring Laring Trakhea Bronkus


Bronkiolus Alveolus (paru-paru)
Organ Pernafasan :
a. Hidung
Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang dan dipisahkan oleh sekat hidung. Didalamnya terdapat bulu-
bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang
masuk ke dalamlubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernafasan dan jalan makanan, terdapat dibelakang rongga hidung
dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.

c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara. Terletak di bagian depan
faring. Pangkal tenggorokan ini dapat ditutup oleh epiglottis yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi menutupi laring pada
waktu kita menelan makanan.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16-20 cincin tulang rawan. Panjang trakea 9-11 cm.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri,
terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih ramping, terdiri dari 9-12 cincin dan mempunyai 2
cabang. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi lebih kecil disebut
bronkiolus. Pada bronkiolus tidak terdapat cincin lagi dan pada ujung
bronkiolus terdapat gelembung paru atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang berfungsi untuk
pertukaran gas O2 dan CO2. Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru
kanan yang terdiri dari 3 lobus dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2
lobus. Letak paru-paru dirongga dada menghadap ke tengah rongga
dada (kavum mediastinum). Paru-paru dibungkus oleh selaput yang
disebut pleura.

Fisiologi Sistem pernafasan

Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.


Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan externa, oksigen
berasal dari udara yang masuk melalui hidung dan mulut, pada waktu
bernapas, oksigen masuk melaui trakhea dan pipa bronkhial ke alveoli
dan mempunyai hubungan yang erat dengan darah di dalam
kapilerpulmonalis. Hanya satu lapisan membran yaitu membran alveoli-
kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus
membran ini dan diangkut oleh haemoglobin sel darah merah dan dibawa
ke jantung kemudian dipompa oleh arteri ke seluruh bagian tubuh. Darah
meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada
tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen
Di dalam paru-paru, karbon dioksida menembus membran alveoli-
kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkhial
dan trakhea, dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Pernapasan jaringan
atau pernapasan interna, darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya
dengan oksige, mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler,
di mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan mengangkut oksigen
dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung dan darah
menerima, sebagai gantinya, hasil buangan oksidasi, yaitu karbon
dioksida.

2.3 Etiologi
Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah
fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka
terhadaprangsangan imunologi maupun non imunologi. Adapun
rangsangan ataufaktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan olehalergen
atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu
binatang.
2. Faktor intrinsik (non-alergik) : tidak berhubungan dengan
alergen,seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan,
emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi danpresipitasi


timbulnya serangan Asma Bronkhial yaitu :
a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit Asma Bronkhial jikaterpapar dengan faktor pencetus.
Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora
jamur,bakteri dan polusi.
b) Ingestan : yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim
kemarau.
3) Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stres atau gangguan emosi perlu diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stresnya belum diatasi maka gejala belum bisa diobati.
4) Olah raga atau aktifitas jasmani
Kegiatan jasmani berat, misalnya berlari atau naik sepeda dapat
memicu serangan asma. Bahkan tertawa dan menangis yang
berlebihan dapat merupakan pencetus. Pasien dengan faal paru di
bawah optimal amat rentan terhadap kegiatan jasmani.

2.4 Manifestasi Klinis


a. Wheezing
b. Dyspneu dengan lama ekspirasi
c. Batuk kering karena sekret kental dan lumen jalan napas sempit
d. Tachypnea, orthopnea
e. Gelisah
f. Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan
g. Fatigue
h. Intoleransi aktivitas
i. Perubahan tingkat kesadaran, cemas
j. Serangan tiba-tiba/ berangsur-angsur
Tanda serangan asma :
1. Tanda awal serangan asma
- Tidak ada perbaikan dengan obat biasa
- Pemakaian obat lebih sering
- Mengi menetap
- Terlihat pucat dan agak gelisah
- Ingus encer makin banyak
2. Tanda lanjutan serangan asma
- Mengi menetap dan makin keras
- Anak mudah lelah dan gelisah
- Pemakaian obat makin sering
- Perut turun naik saat bernapas
- Anak lebih suka dalam posisi duduk
- Obat pereda serangan tidak mempan lagi
3. Tanda bahaya serangan asma
- Mengi melemah tapi sesak napas makin berat
- Anak terlihat kelelahan
- Kebiruan didaerah mulut dan sekitarnya
- Anak sangat gelisah

2.5 Klasifikasi
Pembagian asma pada anak :
a. Asma episodic yang jarang
Biasanya terdapat pada anak umur 3-8 tahun. Serangan umumnya
dicetuskan oleh infeksi virus saluran nafas bagian atas. Banyaknya
serangan 3-4 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan paling lama
beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat. Gejala
yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat
berlangsung 3-4 hari. Sedangkan batuk dapat berlangsung 10-14 hari.
Manifestasi alergi lainnya misalnya eksim jarang didapatkan pada
golongan ini.
b. Asma episodic sering
Biasanya serangan pertama terjadi pada usia sebelum 3 tahun,
berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut. Pada umur 5-6 tahun
dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Banyaknya serangan 3-
4 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan beberapa hari sampai
beberap minggu. Frekuensi serangan paling sering pada umur 8-13
tahun.
c. Asma kronik atau persisten
Lima puluh persen anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun
pertama dan 50 % sisanya serangan episodic. Pada umur 5-6 tahun
akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran nafas yang persisten. Pada
malam hari sering terganggu oleh batuk dan mengi. Obstruksi jalan
nafas mencapai puncaknya pada umur 8-14 tahun.

Di samping tiga golongan besar di atas terdapat bentuk asma lain:

1. Asma episodic berat dan berulang


Dapat terjadi pada semua umur, biasanya berhubungan dengan infeksi
virus saluran nafas. Tidak terdapat obstruksi saluran nafas yang
persisten.
2. Asma persisten pada bayi
- Mengi yang persisten dengan takipneu
- Dapat terjadi pada umur 3-12 bulan
- Mengi biasanya terdengar jelas kalau anak sedang aktif dan
tidak terdengar kalau sedang tidur.
- Beberapa anak bahkan menjadi gemuk fat happy whezzer
- Gambaran rontgen paru biasanya normal.
- Gejala obstruksi saluran nafas lebih banyak disebabkan oleh
edema mukosa dan hipersekresi daripada spasme ototnya.
3. Asma hipersekresi
- biasanya terdapat pada anak kecil dan permulaan anak sekolah.
- Gambaran utama serangan: batuk, suara nafas berderak (krek-
krek, krok-krok), dan mengi
- Didapatkan ronki basah dan kering
4. Asma karena beban fisik (exercise induced astma)
5. Asma dengan alergen atau sensitivitas spesifik
6. Batuk malam
- terdapat pada semua golongan asma
- banyak terjadi karena inflamasi mukosa, edema dan produksi
mucus banyak.
- Pada umur 2-6 tahun, gejala utama batuk malam keras dan
kering, biasanya terjadi jam 1-4 pagi.
7. Asma yang memburuk pada pagi hari (early morning dipping)

2.6 Patofisiologi
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada
bronkus dan terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi
sel-sel Radang yang menetap dan hipersekresi mucus yang kental.
Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma mudah
ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan
hiveraktivitas bronkus yang khas.
Orang yang menderita asma memilki ketidakmampuan mendasar dalam
mencapai angka aliran uadara normal selama pernapasan (terutama pada
ekspirasi). Ketidakmampuan ini tercermin dengan rendahnya usaha
ekspirasi paksa pada detik pertama, dan berdasrkan parameter yang
berhubungan aliran.
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus
yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang
tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat
pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai
macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat
(yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Histamine yang dihasilkan menyebabkan kontraksi otot polos
bronkiolus. Apabila respon histaminnya berlebihan, maka dapat timbul
spasme asmatik. Karena histamine juga merangsang pembentukan mucus
dan meningkatkan permeabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti
dan pembengkakan ruang intestinum paru, sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Selain itu olahraga juga
dapat berlaku sebagai suatu iritan, karena terjadi aliran udara keluar
masuk paru dalam jumlah beasr dan cepat. Udara ini belum mendapat
perlembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari
partikel-partikel debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan asma.
Pada asma, diameter bronkhiolus menjadi semakin berkurang selama
ekspirasi dari pada selama inspirasi. Hal ini dikarenakan bahwa
peningkatan tekanan dalam intrapulmoner selama usaha ekspirasi tak
hanya menekan udara dalam alveolus tetapi juga menekan sisi luar
bronkiolus. Oleh karena itu pendeita asma biasanya dapat menarik nafas
cukup memadai tetapi mengalami kesulitan besar dalam ekspirasi. Ini
menyebabkan dispnea, atau kelaparan udara. Kapsitas sisa fungsional
paru dan volume paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma
karena kesulitan mengeluarkan udara dari paru-paru. Setelah suatu
jangka waktu yang panjang, sangkar dada menjadi membesar secara
permanent, sehingga menyebabkan suatu barrel chest (dada seperti
tong).

2.7 Pathway
Sumber :Somantri (2008), Muttaqin (2008), Sundaru H (2002)

Ekstinsik (inhaled alergi) Intrinsik (infeksi,


psikososial,stress)

Bronchial mukosa menjadi sensitif oleh Ig E Penurunan stimuli


reseptor terhadap
iritan pada
trakheobronkhial
Hiperaktif non spesifik stimuli
penggerak dari cel Peningkatan mast cell Pada trakheobronkhia
Stimulasi reflek Pelepasan histamin terjadi
reseptor syarat stimulasi pada bronkial smooth Perangsang reflek reseptor
parasimpatis pada sehingga terjadi kontraksi tracheobronkhial
mukosa bronkhial bronkus

Stimuli bronchial smooth


Peningkatan permiabilitas dan kontraksi otot
vaskuler akibat kebocoran protein bronkhiolus
dan cairan dalam jaringan

Perubahan jaringan, peningkatan Ig E dalam serum

Respon dinding bronkus

bronkospasme Udema mukosa Hipersekresi mukosa

wheezing Bronkus menyempit Penumpukan sekret


kental
Ketidakefektifan Ventilasi terganggu
pola napas Sekret tidak keluar

hipoksemia Intoleransi
aktivitas
gelisah Bernapas Batuk tidak
Gangguan melalui mulut efektif
pertukaran
Keringnya
gas
cemas mukosa Bersihan
Gangguan jalan napas
pola tidur tidak efektif
Resiko
infeksi
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer).
2. Uji Provokasi bronkus
Menurut Heru Sundaru dalam bukunya H.Slamet Sogiono, dkk (2001:
24-25)Dilakukan jika spirometri normal, maka dilakukan uji
provokasi bronkus dengan allergen, dan hanya dilakukan pada pasien
yang alergi terhadap allergen yang di uji.
3. Foto dada ( scanning paru)
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-
paru.
4. Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik dalam sputum
Pemeriksaan Ig E dalam serum juga dapat membantu menegakkan
diagnosis asma, tetapi ketetapan diagnosisnya kurang karena lebih
dari 30 % menderita alergi.
5. ABGs
Menunjukan proses penyakit kronik, sering kali PO2 menurun dan
PCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema).
Sering kali menurun pada asma dengan pH normal atau asidosis,
alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi
(emfisema sedang atau asma).
6. Darah komplit
Dapat menggambarkan adanya peningkatan eosinofil pada asma.
7. Uji kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
8. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

a. Perubahan aksis jantung.


b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni
terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia.
9. Analisis gas darah

2.9 Penatalaksanaan
Penderita asma dengan serangan ringan tidak perlu dirawat inap.
Rawat inap diperlukan bila serangan berat, dengan tindakan awal tidak
teratasi dan ada tanda-tanda komplikasi. Penanggulangan asma pada anak
meliputi:
a. Mencegah serangan dengan menghindari faktor pencetus
b. Mencegah serta mengatasi proses inflamasi dengan obat antiinflamasi
c. Penanggulangan edema mukosa saluran napas dengan obat
antiinflamasi inhalasi secara oral/parenteral
d. Penanggulangan sumbatan lendir dengan banyak minum, mukolitik
serta lendir encer dan mudah dikeluarkan.
e. Menciptakan kondisi jasmani yang baik meliputi kebugaran dan
ketahanan fisik dengan latihan jasmani atau senam pernapasan.

Tindakan penanggulangan :
a. Serangan akut dengan oksigen nasal/ masker
b. Terapi cairan parenteral
c. Terapi pengobatan :
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2 yaitu :
1) Pengobatan non farmakologik
- Memberikan penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pemberian cairan. Fisioterapie. Beri Obila perlu
2) Pengobatan farmakologik
- Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas.
Terbagi dalam 2 golongan:
a) Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)Na
ma obat: Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec),
terbutalin (bricasma).
b) Santin (teofilin) Nama obat: Aminofilin (Amicam
supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin(Amilex)
Penderita dengan penyakit lambung sebaiknya berhati-
hati bila minum obat ini.
- Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi
merupakan obat pencegah serangan asma. Kromalin
biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yanglain
dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian 1 bulan.
- Ketolifen, mempunyai efek pencegahan terhadap asma
seperti kromalin. Biasanya diberikan dosis 2 kali 1 mg/hari.
Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.

2.10 Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Arief Mansjoer (2000: 477) yang mungkin
timbul adalah :
1. Pneumo thoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga
pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada.
Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi
dapat menyebabkan kegagalan nafas. Kerja pernapasan meningkat,
kebutuhan O2 meningkat. Orang asma tidak sanggup memenuhi
kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernapas
melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan m ukus
yang kental.

2. Status Asmatikus
Status asmatikus adalah suatu serangan asma yang sangat berat,
berlangsung dalam beberapa jam sampai beberapa hari yang tidak
memberikan perbaikan pada pengobatan yang lazim dan dapat
mengakibatkan kematian.
Faktor penyebab :
- Infeksi saluran nafas
- Pencetus serangan ( allergen, obat- obatan, infeksi)
- Kontraksi otot polos
- Edema mukosa
- Hipersekresi
3. Emfisema kronik
Adanya pengisian udara berlebih dengan obstruksi terjadi akibat
dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus
dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar
dari pada pemasukannya.
4. Ateleltaksis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
5. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh
jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernafasan yang berat.
Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya,
misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk
menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp. Aspergilosis
Bronkopulmoner Alergika (ABPA) adalah suatu reaksi alergi terhadap
jamur yang disebut aspergillus, yang menyebabkan peradangan pada
saluran pernafasan dan kantong udara.
6. Gagal nafas

7. Bronchitis
Bronkhitis adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam di paru-paru
yang kecil mengalami bengkak dan terjadi peningkatan produksi
dahak. Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam
upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan.

2.11 Pencegahan
Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai
berikut:

Sehubungan dengan asal-usul tersebut, upaya pencegahan asma dapat


dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi
dengan risiko asma (orangtua asma), dengan cara :
a. Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa
perkembangan bayi/anak
b. Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut
tidak mengganggu asupan janin
c. Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
d. Diet hipoalergenik ibu menyusui

2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang
telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta
allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada
anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah
penelitian multi senter yang dikenal dengan nama ETAC Study (early
treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin
selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik
terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan
kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin
pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller).

2.12 Cara Penularan


Pada umumnya penularan penyakit asma lebih disebabkan oleh
faktor debu. Kota-kota besar dapat memicu penduduknya untuk terkena
penyakit asma 50% lebih besar dibandingkan penduduk yang tinggal di
pedesaan atau kampung-kampung. Karena debu dari pembuangna gas
emisi karbpn dapat membuat orang yang menghirupnya menjadi sesak
dan sangat sulit bernafas. Selain iti asap rokok juga dapat memicu
timbulnya penyakti asma.Sebetulnya asma bukan penyakit yang
menular, melainkan biasanya ditularkan secara genetik da erat kaitanya
dengan faktor alergi.
Namun, seringkali penyakit asma mempunyai komplikasi berupa
radang atau infeksi saluran pernafasan infeksi saluran pernafasan inilah
yang dapat menular ke orang disekitar melalui udara.Fenomena penyakit
asma saat ini jauh meningkat, diperkirakan ada 300 juta kasus penyakit
asma terjadi di dunia. Penyebabnya bukan karena penyakti ini menular,
tetapi meningkatnya faktor allergens, sesuatu yang memicu alergi,
dilingkungan kita seperti polusi udara dan lain-lain yang dapat memicu
timbulnya serangan asma.

2.13 ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKHIAL


A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
a. Polapemeliharaan kesehatan
Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup
normal sehingga pasien dengan Asma harus mengubah gaya
hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi
serangan Asma.
b. Polanutrisidan
metabolik
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah,
frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya. Serta pada pasien sesak,potensial sekali terjadinya
kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi,hal ini karena
dispnea saat makan, laju metabolism serta ansietas yang dialami
pasien.
c. Pola
eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna,
bentuk,konsistensi,frekuensi,jumlah serta kesulitan dalam pola
eliminasi.
d. Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien,seperti olahraga,
bekerja,dan aktifitas lainnya.Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus
terjadinya Asma.
e. Pola istirahat dan tidur
Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi berapa
lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang
dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat mempengaruhi pola
tidur dan istirahat pasien.
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep
diri pasien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami
pasien sehingga kemungkinan terjadi serangan Asma yang berulang pun
akan semakin tinggi.
g. Polahubungan dengan oranglain
Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya
secara normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan
dengan orang lain.
h. Pola reproduksidan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia,bila kebutuhan
ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan
pasien.Masalah ini akan menjadi stresory ang akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya serangan Asma.
i. Pola persepsi diri dan konsep diri
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya.Persepsi yang
salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara
memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam
kehidupan pasien.
j. Polamekanismedan koping
Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik
pencetus serangan Asma maka perlu dikaji penyebab terjadinya
stress. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan pasien serta
cara penanggulangan terhadap stresor.
k. Polanilai kepercayaan dan spiritual
Kedekatan pasien pada esuatu yang diyakini di dunia dipercayai
dapat meningkatkan kekuatan jiwa pasien. Keyakinan pasien
terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya
merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif.

2) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan spirometri
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol (inhalerataunebulizer)
golongan adrenergik. Peningkatan FEV1atau FVC sebanyak
>20% menunjukkan diagnosis Asma.
b. Pemeriksaan tes kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam
tubuh.
c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap
proses patologik diparu atau komplikasi Asma, seperti
pneumothorak, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
d. Pemeriksaan analisagasdarah
Pemeriksaananalisa gas darahhanya dilakukan pada penderita
dengan serangan Asmaberat.
e. Pemeriksaan sputum
Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral
Churschmann, pemeriksaan sputum penting untuk menilai
adanya miselium Aspergilus fumigatus.
f. Pemeriksaan eosinofil
Pada penderita Asma,jumlah eosinofil total dalam darah sering
meningkat. Jumlah eosinofil total dalam darah membantu
untuk membedakan Asma dari Bronchitis kronik.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama atau imunitas
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan peningkatan produksi sekret
Tujuan : jalan napas menjadi efektif
Kriteria hasil :
- Jalan napas bersih
- Sesak berkurang
- Batuk efektif
- Mengeluarkan sekret
Intervensi:
1) Kaji tanda-tandavital dan auskultasi bunyi napas
2) Berikan pasien untuk posisi yang nyaman
3) Pertahankan lingkungan yang nyaman
4) Tingkatkan masukan cairan, dengan memberi air hangat.
5) Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif
6) Dorong atau berikan perawatan mulut
7) Kolaborasi : pemberian obat dan humidifikasi, seperti
nebulizer.

Dx 2 : Ketidakefektifan polanapas berhubungan dengan


bronkospasme
Tujuan : pola napas kembali efektif
Kriteria hasil :
- Pola napas efektif
- Bunyi napas normal kembali
- Batuk berkurang
Intervensi :
1) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
2) Auskultasi bunyi napas
3) Tinggikan kepal adan bentuk mengubah posisi
4) Kolaborasi pemberian oksigen
Dx 3 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
gangguan suplai oksigen
Tujuan : dapat mempertahankan pertukaran gas
Kriteria hasil :
- Tidak ada dispnea
- Pernapasan normal Intervensi

Intervensi :
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan
2) Tinggikan kepala tempat tidur,bantu pasien untuk memilih
posisi yang nyaman untuk bernapas
3) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran
mukosa
4) Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan
5) Auskultasi bunyi napas
6) Kolaborasi: Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi

Dx 4 : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan


tidak adekuatnya pertahanan utama atau imunitas
Tujuan : tidak mengalami infeksi nosokomial
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
- Mukosa mulut lembab
- Batuk berkurang
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda vital
2) Observasi warna, karakter, jumlah sputum
3) Berikan nutrisi yang adekuat
4) Berikan antibiotik sesuai indikasi

Dx 5 : Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat


pengetahuan
Tujuan : kecemasan pasien berkurang
Kriteria hasil :
- Pasien terlihat tenang
- Cemas berkurang
- Ekspresi wajah tenang

Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan
2) Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita
3) Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya
4) Ajarkan teknik napas dalam pada pasien.

Dx 6 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang


berlebih
Tujuan : pola tidur terpenuhi
Kriteria hasil :
- Pola tidur 6-7 jam perhari
- Tidur tidak terganggu karena batuk
Intervensi :
1) Kaji pola tidur setiap hari
2) Beri posisi yang nyaman
3) Berikan lingkungan yang nyaman
4) Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai
5) Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat dan
tidur untuk penyembuhan

Dx 7 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


kelemahan fisik
Tujuan : aktivitas normal
Kriteriahasil :
- Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri
Intervensi:
1) Kaji tingkat kemampuan aktivitas
2) Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhaan
pasien
3) Tingkatkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi
4) Jelaskan pentingnya istirahat dan aktivitas dalaam proses
penyembuhan

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, penulis menarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Asma bronchiale adalah suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya
respon trakhea dan bronhus terhadap berbagai alergen yang menyebabkan
terjadinya penyempitan jalan nafas.
2. Faktor predisposisi asma bronchiale adalah adanya riwayat keluarga yang
pernah menderita, pola hidup yang buruk, serta berbagai alergen yang
berada di sekitar tempat tinggal atau di lingkungan kerja.
3. Gejala spesifiknya berupa sesak nafas, batuk dan adanya bunyi nafas
tambahan (wheezing).
4. Penanganan spesifiknya mengarah kepada pembebasan jalan nafas.
5. Secara umum tampak adanya beberapa perbedaan antara tinjauan teori dan
tinjauan kasus. Hal ini disebabkan karena klien sudah pernah mendapatkan
pengobatan dan perawatan secara intensif sebelumnya serta respon tiap
individu yang berbeda-beda terhadap asma bronchiale.

DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma


Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalam
www.Ginaasthma.org

Kelompok V. Asuhan keperawatan Asma Bronkhial Pada Klien Ny. P di Ruanmg


Nilam (Penyakit Dalam) Rumah Sakit dr. H. M Anshari Sahaleh Banjarmasin
Program Studi D3. Keperawatan 2009.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Price, Silvia A & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: EGC

Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian


Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro

Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan


Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu


Penyakit Dalam, FKUI/RSCM

Anda mungkin juga menyukai