PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-
ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin,
2008).
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten,
reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap
stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001)
Asma bronchial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai
oleh spasme akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi
aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. (Elizabeth, 2000: 430)
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah
baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American
Thoracic Society).
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa asma
bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif yang
bersifat reversible, ditandai dengan terjadinya penyempitan bronkus,
reaksi obstruksi akibat spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran udara,
dan penurunan ventilasi alveoulus dengan suatu keadaan hiperaktivitas
bronkus yang khas.
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara. Terletak di bagian depan
faring. Pangkal tenggorokan ini dapat ditutup oleh epiglottis yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi menutupi laring pada
waktu kita menelan makanan.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16-20 cincin tulang rawan. Panjang trakea 9-11 cm.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri,
terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih ramping, terdiri dari 9-12 cincin dan mempunyai 2
cabang. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi lebih kecil disebut
bronkiolus. Pada bronkiolus tidak terdapat cincin lagi dan pada ujung
bronkiolus terdapat gelembung paru atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang berfungsi untuk
pertukaran gas O2 dan CO2. Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru
kanan yang terdiri dari 3 lobus dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2
lobus. Letak paru-paru dirongga dada menghadap ke tengah rongga
dada (kavum mediastinum). Paru-paru dibungkus oleh selaput yang
disebut pleura.
2.3 Etiologi
Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah
fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka
terhadaprangsangan imunologi maupun non imunologi. Adapun
rangsangan ataufaktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan olehalergen
atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu
binatang.
2. Faktor intrinsik (non-alergik) : tidak berhubungan dengan
alergen,seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan,
emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).
2.5 Klasifikasi
Pembagian asma pada anak :
a. Asma episodic yang jarang
Biasanya terdapat pada anak umur 3-8 tahun. Serangan umumnya
dicetuskan oleh infeksi virus saluran nafas bagian atas. Banyaknya
serangan 3-4 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan paling lama
beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat. Gejala
yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat
berlangsung 3-4 hari. Sedangkan batuk dapat berlangsung 10-14 hari.
Manifestasi alergi lainnya misalnya eksim jarang didapatkan pada
golongan ini.
b. Asma episodic sering
Biasanya serangan pertama terjadi pada usia sebelum 3 tahun,
berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut. Pada umur 5-6 tahun
dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Banyaknya serangan 3-
4 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan beberapa hari sampai
beberap minggu. Frekuensi serangan paling sering pada umur 8-13
tahun.
c. Asma kronik atau persisten
Lima puluh persen anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun
pertama dan 50 % sisanya serangan episodic. Pada umur 5-6 tahun
akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran nafas yang persisten. Pada
malam hari sering terganggu oleh batuk dan mengi. Obstruksi jalan
nafas mencapai puncaknya pada umur 8-14 tahun.
2.6 Patofisiologi
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada
bronkus dan terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi
sel-sel Radang yang menetap dan hipersekresi mucus yang kental.
Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma mudah
ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan
hiveraktivitas bronkus yang khas.
Orang yang menderita asma memilki ketidakmampuan mendasar dalam
mencapai angka aliran uadara normal selama pernapasan (terutama pada
ekspirasi). Ketidakmampuan ini tercermin dengan rendahnya usaha
ekspirasi paksa pada detik pertama, dan berdasrkan parameter yang
berhubungan aliran.
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus
yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang
tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat
pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai
macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat
(yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Histamine yang dihasilkan menyebabkan kontraksi otot polos
bronkiolus. Apabila respon histaminnya berlebihan, maka dapat timbul
spasme asmatik. Karena histamine juga merangsang pembentukan mucus
dan meningkatkan permeabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti
dan pembengkakan ruang intestinum paru, sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Selain itu olahraga juga
dapat berlaku sebagai suatu iritan, karena terjadi aliran udara keluar
masuk paru dalam jumlah beasr dan cepat. Udara ini belum mendapat
perlembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari
partikel-partikel debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan asma.
Pada asma, diameter bronkhiolus menjadi semakin berkurang selama
ekspirasi dari pada selama inspirasi. Hal ini dikarenakan bahwa
peningkatan tekanan dalam intrapulmoner selama usaha ekspirasi tak
hanya menekan udara dalam alveolus tetapi juga menekan sisi luar
bronkiolus. Oleh karena itu pendeita asma biasanya dapat menarik nafas
cukup memadai tetapi mengalami kesulitan besar dalam ekspirasi. Ini
menyebabkan dispnea, atau kelaparan udara. Kapsitas sisa fungsional
paru dan volume paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma
karena kesulitan mengeluarkan udara dari paru-paru. Setelah suatu
jangka waktu yang panjang, sangkar dada menjadi membesar secara
permanent, sehingga menyebabkan suatu barrel chest (dada seperti
tong).
2.7 Pathway
Sumber :Somantri (2008), Muttaqin (2008), Sundaru H (2002)
hipoksemia Intoleransi
aktivitas
gelisah Bernapas Batuk tidak
Gangguan melalui mulut efektif
pertukaran
Keringnya
gas
cemas mukosa Bersihan
Gangguan jalan napas
pola tidur tidak efektif
Resiko
infeksi
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer).
2. Uji Provokasi bronkus
Menurut Heru Sundaru dalam bukunya H.Slamet Sogiono, dkk (2001:
24-25)Dilakukan jika spirometri normal, maka dilakukan uji
provokasi bronkus dengan allergen, dan hanya dilakukan pada pasien
yang alergi terhadap allergen yang di uji.
3. Foto dada ( scanning paru)
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-
paru.
4. Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik dalam sputum
Pemeriksaan Ig E dalam serum juga dapat membantu menegakkan
diagnosis asma, tetapi ketetapan diagnosisnya kurang karena lebih
dari 30 % menderita alergi.
5. ABGs
Menunjukan proses penyakit kronik, sering kali PO2 menurun dan
PCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema).
Sering kali menurun pada asma dengan pH normal atau asidosis,
alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi
(emfisema sedang atau asma).
6. Darah komplit
Dapat menggambarkan adanya peningkatan eosinofil pada asma.
7. Uji kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
8. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
2.9 Penatalaksanaan
Penderita asma dengan serangan ringan tidak perlu dirawat inap.
Rawat inap diperlukan bila serangan berat, dengan tindakan awal tidak
teratasi dan ada tanda-tanda komplikasi. Penanggulangan asma pada anak
meliputi:
a. Mencegah serangan dengan menghindari faktor pencetus
b. Mencegah serta mengatasi proses inflamasi dengan obat antiinflamasi
c. Penanggulangan edema mukosa saluran napas dengan obat
antiinflamasi inhalasi secara oral/parenteral
d. Penanggulangan sumbatan lendir dengan banyak minum, mukolitik
serta lendir encer dan mudah dikeluarkan.
e. Menciptakan kondisi jasmani yang baik meliputi kebugaran dan
ketahanan fisik dengan latihan jasmani atau senam pernapasan.
Tindakan penanggulangan :
a. Serangan akut dengan oksigen nasal/ masker
b. Terapi cairan parenteral
c. Terapi pengobatan :
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2 yaitu :
1) Pengobatan non farmakologik
- Memberikan penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pemberian cairan. Fisioterapie. Beri Obila perlu
2) Pengobatan farmakologik
- Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas.
Terbagi dalam 2 golongan:
a) Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)Na
ma obat: Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec),
terbutalin (bricasma).
b) Santin (teofilin) Nama obat: Aminofilin (Amicam
supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin(Amilex)
Penderita dengan penyakit lambung sebaiknya berhati-
hati bila minum obat ini.
- Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi
merupakan obat pencegah serangan asma. Kromalin
biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yanglain
dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian 1 bulan.
- Ketolifen, mempunyai efek pencegahan terhadap asma
seperti kromalin. Biasanya diberikan dosis 2 kali 1 mg/hari.
Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.
2.10 Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Arief Mansjoer (2000: 477) yang mungkin
timbul adalah :
1. Pneumo thoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga
pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada.
Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi
dapat menyebabkan kegagalan nafas. Kerja pernapasan meningkat,
kebutuhan O2 meningkat. Orang asma tidak sanggup memenuhi
kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernapas
melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan m ukus
yang kental.
2. Status Asmatikus
Status asmatikus adalah suatu serangan asma yang sangat berat,
berlangsung dalam beberapa jam sampai beberapa hari yang tidak
memberikan perbaikan pada pengobatan yang lazim dan dapat
mengakibatkan kematian.
Faktor penyebab :
- Infeksi saluran nafas
- Pencetus serangan ( allergen, obat- obatan, infeksi)
- Kontraksi otot polos
- Edema mukosa
- Hipersekresi
3. Emfisema kronik
Adanya pengisian udara berlebih dengan obstruksi terjadi akibat
dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus
dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar
dari pada pemasukannya.
4. Ateleltaksis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
5. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh
jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernafasan yang berat.
Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya,
misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk
menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp. Aspergilosis
Bronkopulmoner Alergika (ABPA) adalah suatu reaksi alergi terhadap
jamur yang disebut aspergillus, yang menyebabkan peradangan pada
saluran pernafasan dan kantong udara.
6. Gagal nafas
7. Bronchitis
Bronkhitis adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam di paru-paru
yang kecil mengalami bengkak dan terjadi peningkatan produksi
dahak. Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam
upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan.
2.11 Pencegahan
Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai
berikut:
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang
telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta
allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada
anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah
penelitian multi senter yang dikenal dengan nama ETAC Study (early
treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin
selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik
terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan
kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin
pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller).
2) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan spirometri
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol (inhalerataunebulizer)
golongan adrenergik. Peningkatan FEV1atau FVC sebanyak
>20% menunjukkan diagnosis Asma.
b. Pemeriksaan tes kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam
tubuh.
c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap
proses patologik diparu atau komplikasi Asma, seperti
pneumothorak, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
d. Pemeriksaan analisagasdarah
Pemeriksaananalisa gas darahhanya dilakukan pada penderita
dengan serangan Asmaberat.
e. Pemeriksaan sputum
Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral
Churschmann, pemeriksaan sputum penting untuk menilai
adanya miselium Aspergilus fumigatus.
f. Pemeriksaan eosinofil
Pada penderita Asma,jumlah eosinofil total dalam darah sering
meningkat. Jumlah eosinofil total dalam darah membantu
untuk membedakan Asma dari Bronchitis kronik.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama atau imunitas
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan peningkatan produksi sekret
Tujuan : jalan napas menjadi efektif
Kriteria hasil :
- Jalan napas bersih
- Sesak berkurang
- Batuk efektif
- Mengeluarkan sekret
Intervensi:
1) Kaji tanda-tandavital dan auskultasi bunyi napas
2) Berikan pasien untuk posisi yang nyaman
3) Pertahankan lingkungan yang nyaman
4) Tingkatkan masukan cairan, dengan memberi air hangat.
5) Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif
6) Dorong atau berikan perawatan mulut
7) Kolaborasi : pemberian obat dan humidifikasi, seperti
nebulizer.
Intervensi :
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan
2) Tinggikan kepala tempat tidur,bantu pasien untuk memilih
posisi yang nyaman untuk bernapas
3) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran
mukosa
4) Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan
5) Auskultasi bunyi napas
6) Kolaborasi: Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan
2) Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita
3) Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya
4) Ajarkan teknik napas dalam pada pasien.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, penulis menarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Asma bronchiale adalah suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya
respon trakhea dan bronhus terhadap berbagai alergen yang menyebabkan
terjadinya penyempitan jalan nafas.
2. Faktor predisposisi asma bronchiale adalah adanya riwayat keluarga yang
pernah menderita, pola hidup yang buruk, serta berbagai alergen yang
berada di sekitar tempat tinggal atau di lingkungan kerja.
3. Gejala spesifiknya berupa sesak nafas, batuk dan adanya bunyi nafas
tambahan (wheezing).
4. Penanganan spesifiknya mengarah kepada pembebasan jalan nafas.
5. Secara umum tampak adanya beberapa perbedaan antara tinjauan teori dan
tinjauan kasus. Hal ini disebabkan karena klien sudah pernah mendapatkan
pengobatan dan perawatan secara intensif sebelumnya serta respon tiap
individu yang berbeda-beda terhadap asma bronchiale.
DAFTAR PUSTAKA
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalam
www.Ginaasthma.org
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Price, Silvia A & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: EGC