Selain itu, penamaan kata Bali juga ditemukan di berbagai macam kitab suci Hindu yang lainnya.
Berdasarkan fakta pada beberapa kitab suci tersebut, maka I Ketut Wiyana, seorang penulis
buku-buku agama Hindu menyimpulkan bahwa nama Bali berasal dari bahasa Sansekerta yang
berarti Kekuatan Yang Maha Agung.
Terbentuknya kelompok masyarakat Bali terbagi menjadi 3 gelombang. Ada 3 tahapan proses
proses migrasi nenek moyang Suku Bali menuju Pulau Bali, antara lain:
Gelombang pertama ini terjadi pada masa pra sejarah. Perpindahan ini terjadi akibat
persebaran penduduk yang terjadi di nusantara pada masa itu.
Gelombang kedua adalah masa perpindahan manusia yang terjadi secara perlahan-lahan
karena adanya penyebaran dan perkembangan agama Hindu.
Gelombang ketiga sekaligus yang terakhir adalah leluhur masyarakat yang berasal dari Pulau
Jawa. Setelah Raja Majapahit Hayam Wuruk wafat, masa kejayaan Majapahit tak berlangsung
lama mengalami keruntuhan. Hal ini juga dibarengi dengan persebaran agama Islam pada abad
ke-15. Kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam berusaha menaklukkan Majapahit yang
merupakan kerajaan Hindu.
Masyarakat Majapahit yang tidak mau menyerah dan enggan memeluk agama Islam akhirnya
lari ke arah timur. Wilayah pelarian tersebut adalah pegunungan di Jawa Timur dan kini
menjadikan mereka sebagai Suku Tengger.
Selain itu, ada pula yang menyeberang hingga ke Pulau Bali sehingga membentuk kelompok
masyarakat dan kebudayaan di Bali hingga saat ini. Masyarakat di Bali membentuk sinkretisme,
yaitu perpaduan paham agama Hindu dan tradisi Bali.
Kepercayaan inilah yang dianut oleh kelompok Bali Aga, masyarakat Bali yang sudah ada
sebelum masyarakat Majapahit bermigrasi ke Bali. Kepercayaan Bali Aga berbeda dari Suku Bali
pada umumnya yang merupakan keturunan dari Majapahit. Sebab kelompok Bali Aga
mempertahankan tradisi animisme.Lestarinya agama Hindu di Bali tak lepas dari dukungan
pemerintah kolonial Belanda. Pada tahun 1881, Belanda melarang misionaris untuk
menjalankan kegiatannya di Bali.Kemudian pada tahun 1924, misionaris Katolik Roma berusaha
masuk ke Bali, namun ditolak keras oleh pihak elit Bali dan kolonial Belanda. Selanjutnya pada
tahun 1931, giliran misionaris Protestan Belanda yang berusaha masuk ke Pulau Bali. Namun
kegiatan juga berhasil ditentang dan dihalangi. Oleh karena itulah agama Hindu di Bali tetap
bertahan hingga kini.
Saat ini sistem Wangsa sudah tidak dijalankan dengan sangat ketat seperti di masa lalu. Namun
dalam beberapa hal, sistem Wangsa tetap dipertahankan. Misalnya dalam upcara adat yang
sudah menjadi tradisi ataupun dalam pernikahan yang masih membedakan jalur keturunan
leluhur seseorang.
Asal usul sistem Wangsa diduga dari tradisi Kerajaan Majapahit yang menundukkan Kerajaan
Bali
diabad ke-15. Untuk membedakan masyarakat Majapahit yang menjadi penguasa dari Jawa
dengan masyarakat lokal, mereka membuat sistem Wangsa. Meski merupakan kalangan
minoritas, penguasa dari Majapahit dan keluarganya memegang tampuk pemerintahan di Bali.
Orang-orang Majapahit yang berkuasa di Bali ini membentuk strata sosial atau kasta yang
kemudian berlaku di Bali. Kasta tersebut menjadikan kalangan mereka berada di kelas atas.
Puncak strata sosial ini adalah Dinasti Kepakisan dari Majapahit.
Kesatria untuk Raja dan kaum bangsawan, petinggi kerajaan dan bala tentaranya.
Waisya untuk abdi keraton, ahli pembuat senjata, cendekiawan, dan lain sebagainya yang
berasal dari Jawa.Jaba sebutan untuk masyarakat Bali yang ditaklukkan. Jumlah mereka
sebenarnya jauh lebih banyak dibandingkan pendatang dari Majapahit. Namun mereka berada
di kelas sosial terendah dan tidak diberi kedudukan dalam pemerintahan. Penguasa Bali Kuno
dari Dinasti Warmadewa yang pada masa ini kehilangan kekuasaan juga melebur ke dalam
masyarakat dan terpaksa berada di tingkat paling bawah pada sistem Wangsa.
Pembagian profesi juga diatur dengan sistem Wangsa, karena di masyarakat Bali pekerjaan
sifatnya diturunkan. Sebuah profesi tidak bisa dikerjakan oleh Wangsa lain. Dalam upacara
keagamaan, jumlah sesajen juga ditentukan oleh kedudukan dalam Wangsa.
Sementara untuk pernikahan, seorang wanita dari tri wangsa tidak boleh menikah dengan
seorang pria dari Jaba. Kalaupun mereka menikah, maka si wanita harus melepas Wangsa
aslinya. Namun, jika seorang wanita Jaba menikah dengan pria yang berasal dari Tri Wangsa,
maka akan diadakan upacara untuk diberikannya hak naik kepada wanita. Wanita yang naik
kelas ini disebut Jero.
Hingga kini, sistem penamaan Suku Bali juga menganut sistem Wangsa. Pada awalan nama
mereka diberi penanda yang menunjukkan Wangsa mereka dalam strata sosial.
Bali Aga adalah kelompok masyarakat yang telah ada di Pulau Bali sebelum gelombang migrasi
masyarakat Kerajaan Majapahit terjadi. Etnis Bali Aga disebut juga sebagai Bali Pegunungan,
karena sejumlah masyarakatnya tinggal di pegunungan, tepatnya Desa Trunyan.Ada anggapan
bahwa kelompok Bali Aga yang tinggal di Desa Trunyan adalah orang gunung yang bodoh,
karena mereka memilih tempat tinggal di pedalaman.
Bali Majapahit adalah kelompok masyarakat yang berasal dari Kerajaan Majapahit yang
melarikan diri saat Kerajaan Islam Demak melakukan invasi. Mayoritas sub suku ini tinggal di
dataran rendah.Kelompok ini umumnya melakukan kegiatan bercocok tanam di sawah. Karena
Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu, maka kelompok masyarakat ini juga beragama
Hindu dengan aliran Siwa-Buddha.Suku Bali dari Majapahit menempati kedudukan tinggi di
kelas masyarakat yang mereka bangun sendiri. Mereka memegang peranan penting dalam
pemerintahan. Selain urusan kenegaraan dan pemerintahan, mereka juga menempati tempat
tinggi untuk keagamaan. Para cendekiawan Bali juga berasal dari sub suku ini.
Suku Bali Majapahit memegang peranan penting dalam membentuk Bali yang kita kenal
sekarang ini, baik dari segi kepercayaan, pemerintahan, budaya, dan adat istiadat. Mereka
jugalah yang bekerja sama dengan kolonial Belanda untuk mencegah misionaris Katolik Roma
dan Kristen Protestan masuk ke Bali, sehingga kepercayaan Hindu di Bali tetap lestari.
Di Pulau Bali terdapat suku yang mayoritas beragama Islam, yakni Suku Nyama Selam. Suku
ini hidup tenteram berdampingan dengan penduduk mayoritas bali yang beragama
Hindu.Secara bahasa, Nyama berarti saudara, sedangkan Selam bermakna Islam. Suku ini
memiliki tradisi unik, yaitu tradisi Ngejot. Ngejot adalah budaya saling membantu dan berbagi
makanan saat hari raya. Budaya Ngejot biasanya dilakukan pada saat perayaan hari rata umat
Hindu Bali dan umat Islam Bali.
Ngaben merupakan adat istiadat Bali yang biasa dilakukan ketika salah satu anggota
keluarganya meninggal dunia. Upacara ini dilakukan dengan membakar mayat atau kremasi
jenazah.
Makna dari ngaben adalah mengembalikkan roh yang telah meninggal dunia ke tempat asalnya,
sebagai tanda keikhlasan dari keluarga yang ditinggalkan.
2. Omed-omedan
Adat istiadat suku Bali yang lain adalah Omed-omedan. Tradisi ini hanya boleh dilakukan
wanita dan pria yang masih single atau tidak memiliki pasangan.Pasalnya, antara pasangan
muda-mudi akan saling tarik menarik dan berciuman. Tradisi ini dilakukan setelah hari raya
Nyepi sebagai bentuk suka cita di Banjar Kaja, Desa Sesetan, Denpasar.
3. Melasti
Sebelum pelaksanaan hari raya Nyepi, umat Hindu di Bali biasa melaksanakan upacara
Melasti. Upacara ini dilakukan dengan mendatangi beberapa sumber mata air, seperti pantai
dan bermakna untuk menyucikan diri.
4.Mepandes
Upacara adat ini juga dikenal dengan nama Potong Gigi. Biasanya, yang melaksanakan
upacara ini adalah anak-anak yang dianggap telah beranjak dewasa.
Adapun, gigi taring bagian atas sang anak akan dikikis. Hal itu dilakukan untuk menghilangkan
sifat buruk yang ada di dalam diri manusia.
5. Ngerupuk
Selain Melasti, Ngerupuk juga merupakan rangkaian dari upacara Nyepi. Upacara ini
dilakukan untuk mengusir Bhuta Kala kejahatan dari kehidupan manusia dan mengganggu
Nyepi.Upacara ini juga biasa dilakukan bersamaan dengan pawai ogoh-ogoh.
Galungan adalah upacara dan adat istiadat Bali yang dilakukan guna memperingati terciptanya
alam semesta. Upacara ini dilakukan dengan melakukan persembahyangan di rumah masing-
masing hingga ke Pura sekitar.Sedangkan, Kuningan biasanya berdekatan dengan hari raya
Galungan. Hari raya ini dilakukan dengan menyiapkan persembahan berwarna kuning.
7. Otonan
Otonan juga dianggap sebagai upacara ulang tahun di Bali. Upacara ini dilakukan setiap enam
bulan sekali sebagai bentuk syukur kepada sang Pencipta.
8. Piodalan
Upacara ini dilakukan sebagai bentuk kewajiban membayar hutang kepada sang Pencipta.
Sebab, piodalan diartikan sebagai perayaan hari jadi tempat suci.
9.Saraswati
Setiap enam bulan sekali, umat Hindu di Bali selalu melaksanakan hari raya Saraswati.
Perayaan ini diartikan sebagai hari turunnya atau terciptanya ilmu pengetahuan.
Tumpek Landep dilaksanakan setiap 210 hari sekali. Orang Hindu Bali percaya bahwa hari
tersebut merupakan pertemuan weweran Panca Wara dan Sapta Wara.Upacara ini dilakukan
dengan mengupacarai benda-benda yang membantu aktivitas hidup manusia saat ini, seperti
motor, mobil, mesin, hingga komputer.
11.Nyepi
Upacara dan adat istiadat Bali yang terakhir adalah Nyepi. Perayaan ini dilakukan selama satu
hari lamanya dengan menahan hawa nafsu dan berdiam diri di rumah.
Bale Gede adalah rumah adat Bali yang memiliki ruangan berkuran paling besar di antara
rumah adat Bali lainnya. Rumah adat ini berfungsi sebagai tempat perayaan upacara adat, baik
untuk bersama keluarga maupun masyarakat sekitar
Tidak hanya tari kecak saja,tetapi ada banyak tarian yang berasal dari bali seperti:
1.Tari pendet
2.Tari Rejang
3.Tari Barong
4.ari Baris
7.Tari Gambuh.
2. Sate Lilit.
3. Nasi Jinggo.
4. Nasi Tepeng.
5.sate Plecing.
6. Tum Ayam.
7. Rujak Bulung.
8.ate Kakul.