Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Heterogenitas masyarakat indonesia sangatlah beragam jenisnya. Diantaranya
sekian ribu heterogenitas tersebut yakni dalam ras atau suku. Seperti yang telah kita
ketahui bersama bahwa Negara Indonesia merupakan negara dengan berbagai macam
sukunya,berbagai macam ras dan juga budayanya,serta beragam pula tradisi-tradisi
masyarakatnya.
Berbicara mengenai heterogenitas,kita juga berbicara mengenai budaya.
Berbicara mengenai budaya,kita secara tidak sadar juga mempelajari masyarakat.
Budaya dan masyarakat merupakan kolaborasi sosial yang tak akan pernah
terpisahkan. Tidak ada masyarakat yang tidak berbudaya,tidak ada pula budaya yang
lahir tanpa adanya masyarakat. Kedua unsur sosial ini saling berintegrasi antara satu
dengan yang lain.
Adapun aktifitas sosial budaya yang dimaksud dalam tulisan ini adalah sistem
medis Balian yang diyakini dan dilaksanakan oleh masyarakat Suku Dayak. Dayak
merupakan salah satu suku pedalaman yang ada kepulauan Kalimantan,Indonesia.
Disebut suku pedalaman karena letak geografisnya yang sangat jauh dari pusat
kota,dan masih senantiasa memegang teguh serta melestarikan nilai-nilai budaya asli
leluhur mereka dan belum terlalu terkontaminasi oleh arus modernisasi dan juga
globalisasi.
Suku dayak masih sangat kental dengan budaya dan juga tradisi-tradisi lama
mereka yang selalu dijaga dan dilestarikan. Salah satu tradisi masyarakat dayak dalam
hal ini adalah tentang upacara Balian dalam sistem medis masyarakat dayak. Upacara
balian ini dilakukan dengan membaca mantra dan ada banyak sesajajen yang di
sediakan,upacara balian ini biasanya dilakukan bukan hanya untuk pengobatan suatu
penyakit tetapi juga bisa dilakukan untuk menjaga suatu kampung,mencari orang
yang hilang dan banyak masih lainnya yang menyangkut sesuatu yang astral/yang
sudah diluar nalar atau kemampuan manusia.
Tetapi balian juga mempunyai sisi positif dan negatifnya tergantung
pandangan dari individu yang mempercayai hal tersebut,dimana pengobatan balian ini
kadang ada yang manjur ada yang tidak bahkan berdampak fatal seperti kematian.
Menurut pengalaman salah satu anggota kelompok kami dimana pengobatan balianlah
yang mampu menyembuhkan penyakit yang dideritanya,ketika secara medis sudah
tidak mampu menemukan penyakit dan sudah tidak mampu untuk mengobati.
Tetapi ada juga kejadian dimana salah satu kampung,pengetahuan masyarakat
masih kurang dalam kesehatan dan masyarakat masih percaya dangan hal-hal
mistik/masyarakat lebih melakukan balian daripada berobat ke dokter atau medis,yang
sebenarnya penyakit yang diderita masyarakat masih bisa diobati secara medis dan
akibatnya fatal,ada masyarakat yang tidak bisa diselamatkan karena tidak ada
penanganan secara medis.

B. Tujuan
1. Untuk Mengetahui pengobatan dalam suku Dayak Ngaju
2. Untuk Mengetahui konsep sahat sakit menurut masyarakat Dayak Ngaju

C. Manfaat
Mahasiswa mampu memahami pengobatan suku dayak dan konsep sehat sakit
menurut masyarakat Dayak Ngaju
Mahasiswa dapat melakukan Asuhan Keperawatan pada aktifitas budaya suku Dayak
Ngaju yaitu pengobatan Balian
BAB II
PEMBAHASAN

A. Suku Dayak
Tentang leluhur asal usul Dayak Ngaju dapat ditelusuri dari tulisan-tulisan sejarah tentang
orang Dayak Ngaju. Dalam sejarahnya leluhur Dayak Ngaju diyakini berasal dari kerajaan
yang terletak di lembah pegunungan Yunan bagian Selatan, tepatnya di Cina Barat Laut
berbatasan dengan Vietnam sekarang.Mereka bermigrasi secara besar-besaran dari daratan
Asia (Provinsi Yunan, Cina Selatan) sekitar 3000-1500 SM.
Menurut Tetek Tatum leluhur orang Dayak Ngaju merupakan ciptaan langsung Ranying
Hatalla Langit, yang ditugaskan untuk menjaga bumi dan isinya agar tidak rusak. Dan
Leluhur Dayak Ngaju diturunkan dari langit yang ketujuh kedunia ini dengan Palangka Bulau
(Palangka artinya suci, bersih, merupakan ancak, sebagai tandu yang suci, gandar yang suci
dari emas diturunkan dari langit, sering juga disebutkan Ancak atau Kalangkang) diturunkan
dari langit kedalam dunia ini di empat tempat berturut-turut melalui Palangka Bulau, yaitu:
1. Tantan Puruk Pamatuan di perhuluan Sungai Kahayan dan sungai Barito, Kalimantan
Tengah, maka inilah seorang manusia yang pertama yang menjadi datuknya orang-orang
Dayak yang diturunkan di Tantan Puruk Pamatuan, yang diberi nama
oleh Ranying (Tuhan YME): Antang Bajela Bulau atau Tunggul Garing Janjahunan
Laut. Dari Antang Bajela Bulau maka terciptalah dua orang laki-laki yang gagah perkasa
yang menteng ureh mamut bernama Lambung atau Maharaja
Bunu dan Lanting atau Maharaja Sangen.
2. Tantan Liang Mangan Puruk Kaminting (Bukit Kaminting), Kalimantan
Tengah oleh Ranying (Tuhan YME) terciptalah seorang yang mahasakti,
bernama Kerangkang Amban Penyang atau Maharaja Sangiang.
3. Datah Takasiang, perhuluan sungai Rakaui (Sungai Malahui, Kalimantan Barat,
oleh Ranying (Tuhan YME) terciptalah 4 orang manusia, satu laki-laki dan tiga
perempuan, yang laki-laki bernama Litih atau Tiung Layang Raca Memegang Jalan
Tarusan Bulan Raca Jagan Pukung Pahewan, yang seketika itu juga menjelma
menjadi Jata dan tinggal di dalam tanah di negeri yang bernama Tumbang Danum
Dohong. Ketiga puteri tadi bernama Kamulung Tenek Bulau, Kameloh Buwooy
Bulau, Nyai Lentar Katinei Bulau.
4. Puruk Kambang Tanah Siang (perhuluan Sungai Barito, Kalimantan
Tengah oleh Ranying (Tuhan YME) terciptalah seorang puteri bernama Sikan atau Nyai
Sikan di Tantan Puruk Kambang Tanah Siang Hulu Barito.
Kepercayaan & Kebudayaan
Kaharingan adalah kepercayaan tradisional suku Dayak di Kalimantan Tengah, ketika
agama lain belum memasuki Kalimantan. Istilah Kaharingan artinya tumbuh atau hidup,
seperti dalam istilah danum kaharingan (air kehidupan), maksudnya agama suku atau
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Ranying), yang hidup dan tumbuh secara turun
temurun dan dihayati oleh masyarakat Dayak di Kalimantan.
Pemerintah Indonesia mewajibkan penduduk dan warga negara untuk menganut salah satu
agama yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia.
Oleh sebab itu, kepercayaan Kaharingan dan religi suku yang lainnya
seperti Tollotang (Hindu Tollotang) pada suku Bugis, dimasuk kandalam
kategori agama Hindu sejak 20 April 1980, mengingat adanya persamaan dalam penggunaan
sarana kehidupan dalam melaksanakan ritual untuk korban (sesaji) yang dalam agama Hindu
disebut Yadnya. Jadi mempunyai tujuan yang sama untuk mencapai Tuhan Yang Maha Esa,
hanya berbeda kemasannya. Tuhan Yang Maha Esa dalam istilah agama Kaharingan
disebut Ranying.
Kaharingan ini pertama kali diperkenalkan oleh Tjilik Riwut tahun 1944, saat ia menjabat
Residen Sampit yang berkedudukan di Banjarmasin. Tahun 1945, pendudukan Jepang
mengajukan Kaharingan sebagai penyebutan agama Dayak. Sementara pada masa Orde Baru,
para penganutnya berintegrasi dengan Hindu, menjadi Hindu Kaharingan. Pemilihan
integrasike Hindu ini bukan karena kesamaan ritualnya. Tapi dikarenakan Hindu adalah
agama tertua di Kalimantan.
Lambat laun, Kaharingan mempunyai tempat ibadah yang dinamakan Balai
Basarah atau Balai Kaharingan. Kitab suci agama mereka adalah Panaturan dan buku-buku
agama lain, seperti Talatah Basarah (Kumpulan Doa), Tawar (petunjuk tata cara meminta
pertolongan Tuhan dengan upacara menabur beras), dan sebagainya.
Tetapi di Malaysia Timur (Sarawak dan Sabah), tampaknya kepercayaan Dayak ini tidak
diakui sebagai bagian umat beragama Hindu, jadi dianggap sebagai masyarakat yang belum
menganut suatu agama apapun. Pada tanggal 20 April 1980 Kaharingan dimasukan kedalam
agama Hindu Kaharingan. Organisasi alimulama Hindu Kaharingan adalah Majelis Besar
Agama Hindu Kaharingan (MBAHK) yang pusatnya di Kota Palangka Raya, Kalimantan
Tengah.
Orang Dayak Ngaju terkenal dengan kemampuan spiritualnya yang luar biasa. Salah satu
kemampuan spiritual itu adalah apa yang mereka sebut Manajah Antang (burung Elang),
yaitu memanggil burung Elang agar dapat memberi petunjuk untuk berperang atau ingin
mengetahui keadaan seseorang. Mereka meyakini burung yang datang adalah suruhan leluhur
mereka, dan mereka meyakini petunjuk apapun yang diberikan oleh burung Elang adalah
benar.
Upacara tiwah, yaitu proses mengantarkan arwah (liau) sanak kerabat atau leluhur yang
sudah meninggal kesurga atau Lewu Tatau Habaras Bulau Hagusung Intan Dia Rumpang
Tulang, yaitu sebuah tempat yang kekal atau abadi. Orang Dayak Ngaju meyakini leluhur
akan senang dan bahagia jika arwah mereka sudah diantarkan. Mereka juga meyakini bahwa
sebelum dilaksanakan upacara tiwah, roh leluhur dianggap belum masuk surga.
Tradisi bertato/tutang/cacah, orang Dayak terkenal dengan seni tatonya. Baik kaum laki-
laki maupun perempuan, menato bagian-bagian tertentu dari tubuhnya, seperti pergelangan
tangan, punggung, perut atau leher. Bahkan terdapat orang yang menato seluruh tubuhnya
(biasanya seorang pemimpin). Tato selain sebagai simbol status juga merupakan identitas.
Mentato didasari oleh kayakinan bahwa kelak setelah meninggal dan sampai kesurga, tato itu
akan bersinar kemilau dan berubah menjadi emas, sehingga dapat dikenali oleh leluhur
mereka nanti di surga.
Sejak dahulu hingga sekarang orang Dayak terkenal dengan hukum adat mereka,
khususnya berkaitan dengan bagaimana cara mereka hidup berdampingan dengan alam
(hutan). Hukum adat merupakan aturan yang telah digaris kan oleh Ranying Hatalla dan
diwariskan oleh leluhur mereka untuk ditaati. Orang Dayak Ngaju meyakini jika tidak
melaksanakan hukum adat, maka leluhur mereka akan marah dengan mengirimkan berbagai
bencana alam, seperti banjir dan kesulitan mencari makan.
Burung Enggang Gading adalah burung yang sangat disakralkan dalam kepercayaan
orang Dayak Ngaju. Burung ini dianggap sebagai burung indah dan dari gerak geriknya
tercipta sebuah tarian, yang diyakini sebagai tarian leluhur mereka pada saat awal penciptaan.
Maka dari itu hingga sekarang tarian burung Enggang masih ditampilkan dalam upacara ada
tDayak Ngaju, sebagai penghormatan terhadap leluhur mereka.
Pengetahuan dan keyakinan mereka terhadap Pohon Batang Garing (pohon kehidupan)
sebagai petunjuk memahami kehidupan. Pohon Batang Garing adalah pohon simbolis yang
diciptakan berbarengan dengan diciptakannya leluhur Dayak Ngaju. Pohon ini dianggap
menjadi pohon petunjuk untuk mengatur kehidupan yang harus diajarkan pada orang Dayak
Ngaju kelak.

B. Suku Dayak Ngaju


Suku Dayak Ngaju adalah suku asli di Kalimantan Tengah. Suku Ngaju merupakan
sub etnis dayak terbesar di Kalimantan Tengah yang persebarannya cukup luas dan
utamanya terkonsentrasi di daerah Palangka Raya,Kabupaten Gunung Mas,Kabupaten
Kapuas,Kabupaten Katingan ,Kabupaten Kota Waringin Timur dan Kabupaten
Seruyan.
Suku Ngaju secara administratif merupakan suku baru yang muncul dalam sensus
tahun 2000 dan merupakan 18.02% dari penduduk Kalimantan Tengah,sebelumnya
suku Ngaju tergabung kedalam suku Dayak dalam sensus 1930.
Melalui peradapan dan kebudayaan suku ngaju hingga saat ini telah membentuk
karakter Kalimantan Tengah sebagai sebuah provinsi dayak yang menjunjung tinggi
kelestarian budaya,adat,kelestarian alam tanpa mengesampingkan modernisasi. Suku
Ngajun juga terkenal akan seni musik dan tari-tarian teatrikal yang telah dikenal
bahkan sering membawa nama baik Indonesia di berbagai kompetisi tari dan seni
Internasional.

C. Balian
Balian merupakan serangkaian usaha manusia yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya suatu musibah terhadap manusia dan lingkungan atau membebaskan diri
belenggu penyakit-penyakit yang disebebkan oleh gangguan gaib,dimana
pengobatannya sulit dilakukan,maka balian merupakan salah satu cara yang ditempuh
untuk mengatasi suatu penyakit dalam. Ritual ini masih senantiasa digunakan oleh
masyarakat dayak yang hidup terisolasi dari perkotaan,dimana pengobatan balian
inilah yang menjadi pengobatan alternatif mereka dalam menyembuhkan suatu
penyakit tertentu.
Maksud dari dilaksanakannya upacara tersebut adalah dalam rangka meminta
kepada Yang Kuasa agar desa dari komunitas suku Dayak terhindar dari segala hal
yang tidak diinginkan. Kepercayaan dari nenek moyang suku Dayak itulah yang
kemudian meperkuat balian sebagai suatu kegiatan ceremonial untuk menyembuhkan
penyakit.
Masyarakt dayak memandangi sehat adalah ketika seseorang itu mampu beraktivitas
seperti biasanya,yakni mereka bisa berburu,serta beraktifitas lain yang
menggambarkan orang itu tidak ada penyakit. Begitupun dengan konsep sakit
menurut masyarakat Dayak. Mereka menganggap bahwa orang sakit adalah orang
yang tidak bisa beraktifitas seperti orang lain pada umunya.
Sakit menurut masyarakat dayak ada dua jenis,yakni sakit dalam dan sakit
luar. Sakit dalam yang dimaksud adalah ketika seseorang sakit ,namun tidak tidak
terdapat luka diluar tubuhnya ,biasanya masyarakat dayak memaknai sakit dalam ini
sebagai akibat dari gangguan makhluk halus yang masuk dalam tubuh dalam tubuh
orang yang sehat. Adapun yang dimaksud dengan dengan sakit luar seseorang
terdapat luka,misalnya sakit karena jatuh atau sakit karena gigitan binatang buas
ketika berburu.
Masyarakat dayak menyakini penyakit sebagai suatu gangguan oleh makhluk
halus kedalam manusia yang sifatnya gaib. Oleh karena itu,dalam proses
penyembuhan pun tidak bisa dilakukan dengan alat-alat medis seperti sekarang
ini,misalnya dengan membawa orang sakit kerumah sakit. Sistem perawatan yang
dilakukan oleh masyarakat dayak masih sangat kental dengan aura-aura mistisnya.
Dalam mengobati orang sakit,masyarakat dayak biasanya menggunakan ramuan-
ramuan tradisional yang diracik sendiri,diamana bahan untuk membuat ramuan
tersebut diambil dari tanaman-tanaman khusus tersebut dipandang oleh masyarakat
dayak sebagai tanaman yang sakral yang mepunyai khasiat untuk menyembuhkan
suatu penyakit tertentu.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS
Tn. A berusia 21 tahun tinggal di desa T di Kalimantan Tengah keturunan suku Dayak Ngaju.
Saat ini sedang ada diruang perawatan dengan diagnosa medis ulkus peptikum. Klien masuk
RS dengan keluhan nyeri di ulu hati,demam,hematemesismalena,mual,dan kurang nafsu
makan. Saat ini Tn.A dijaga oleh ibunya. Keluarga Tn. A menggunakan daun sawang untuk
diusapkan dan diurutkan ke sekujur tubuh Tn. A mereka percaya daun sawang dapat
mengeluarkan benda-benda dan roh jahat yang bersemayam dalam tubuh Tn. A. Klien dan
keluarga percaya bahwa sakit yang didapat dan tidak bisa sembuh merupakan hukuman para
dewa dan hanya bisa sembuh bila dilakukan ritual balian. Keluarga Tn. A juga membaca
mantra tiap pagi kepada Tn.A dan meletakkan beberapa sesajen di dekat tempat tidur Tn. A
seperti kemenyan,minyak ikan,mayang pinang,beras kuning ,kelapa tua,kelapa muda,banyu
gula,serta piduduk(beras,gula merah,telur ayam,kelapa).mereka percaya sesajen ini disukai
oleh dewa kemudian mempercepat penyembuhan penyakit. Setelah melakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital maka di dapat hasil TD:90/50mmHg,P:72x/menit,R:20x/menit,dan T:38℃.
Dari penampilan klien warna kulit:sawo matang(turgor kulit baik) rambut:ikal,struktur
tubuh:kurus,bentuk wajah:bulat.

PENGKAJIAN
Data Demografi
Nama: Tn. A
Alamat: Desa T
Jenis kelamin: laki-laki
Tempat lahir: Desa T
Diagnosa medis :ulkus peptikum
Data Biologis
Warna kulit:sawo matang(turgor kulit baik)
Rambut:ikal
Struktur tubuh:kurus
Bentuk wajah:bulat
TTV:
Td :90/50 mmHg
P:72x/menit
R:20x/menit
T:38℃

Faktor Teknologi
 Keluarga Tn. A menggunakan fasilitas perahu kayu untuk menyeberangi desa
kemudian dilanjutkan menggunakan transportasi darat sampai ke RS.
 Bahasa yang digunakan adalah bahasa daerah setempat.
 Keluarga klien kurang meyakini tindakan kesehatan yang diberikan kepada klien yang
tidak sesuai dengan keyakinannya.

Faktor agama dan filosofi


 Keluarga Tn. A mempercayai tentang adanya Tuhan yang Maha Kuasa yang dianggap
sebagai para dewa
 Pandangan klien dan keluarga tentang sakit yang diderita karena merupakan hukuman
dari para dewa
 Yang dilakukan klien dan keluarganya untuk berusaha menyembuhkan klien adalah
baca mantra,menyajikan sesajen,dan menggunakan daun sawang.

Faktor sosial
 Pernyataan kilen atau orang lain tentang kesehatannya:buruk
 Status perkawinan:belum pernah menikah
 Klien dirumah tinggal dengan: orang tua
 Tindakan yang dilakukan kelurga jika ada anggota keluarganya yang
sakit:mengusapkan daun sawang pada tubuh yang sakit

Nilai-nilai budaya,kepercayaan dan pandangan hidup


 Masyarakat suku Dayak Ngaju apabila ada keluarga yang sakit dan tidak dapat
disembuhkan menurut keluarga klien mengatakan bahwa sakit tersebut merupakan
hukuman dari dewa. Sehingga biasanya dilakukan upacara balian yang dilakukan
secara alternative pengobatan sebagaimana lazimnya para penganut animism dalam
melakukan pemujaan para dewa dengan membuat sesajen untuk dipersembahkan
kepada dewa yang dimaksud. Untuk dimempercepat datangnya roh gaib, diperlukan
sarana penunjang berupa seperangkat gamelan/katambung. Upacara ini biasanya
dilakukan oleh seorang basir atau pembaca mantra.

Faktor pendidikan
 Klien hanya sampai pada tingkat SMA sementara orang tua tidak sekolah
 Sehat menurut klien dan keluarga jika seorang mampu bekerja dan beraktivitas
seperti biasa
 Jenis penyakit yang sering diderita oleh keluarga klien adalah nyeri pada uluh hati
 Pemahaman sakit menurut klien dan keluarga adalah klien sedang mendapat hukuman
dari dewa sehingga klien perlu memberikan sesajen dan di dalam tubuh klien terdapat
roh jahat yang hanya mampu diusir dengan balian dan mengusap daun sawang
ditubuh klien
 Klien dan keluarga berharap agar petugas kesehatan mampu memberikan pertolongan
dalam membantu penyembuhan klien

Analisis data
Data subjektif
 Keluarga mengatakan bahwa daun tersebut dapat mengusir roh-roh jahat
 Keluarga mengatakan mengatakan sesajen tersebut mempercepat penyembuhan
 Tn. A dan keluarga mengatakan dengan mengusap tubuh klien dengan daun sawang
kemudian membaca mantra dapat mengusir roh jahat
 Klien mengeluh sakit ulu hati,mual,demam,kurang nafsu makan

Data objektif
 Keluarga pasien membawa daun sawang untuk diusapkan ketubuh klien
 Keluarga klien membawa sesajen dan kemenyan dikamar pasien\
 Pada saat klien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan masih saja terlihat
bingung
 Ekspresi wajah tampak meringis.
 Nyeri tekan pada abdomen kuadran kiri atas daerah di bawah processus xifoideus
 TTV:
 Td :90/50 mmHg
 P:72x/menit
 R:20x/menit
 T:38℃

Diagnosa keperawatan
Distress kultural berhubungan dengan batasan atau pencegahan praktik ritual keagamaan atau
budaya di RS

Intervensi keperawatan
Distress kultural berhubungan dengan batasan atau pencegahan praktik ritual keagamaan atau
budaya RS,ditandai dengan:
DO:keluarga klien membawa sesajen dan kemenyan dikamar pasien
DS:keluarga mengatakan bahwa sesajen tersebut mempercepat penyembuhan
Tujuan:
Klien dan keluarga menerima dan memahami penjelasan dari perawat tentang dampak
sesajen
Klien menerima tindakan dengan prinsip Culture care repatterning on restructuring

Kriteria hasil: setelah 2x pertemuan klien dapat memerima perubahan yanga akan diterapkan
perawat. Mengidentifikasi alternatif untuk membentuk pola kopin.
Rencana tindakan
 Kaji seberapa jauh keyakinan pasien dan keluarga
 Anjur keluarga klien menyalakan sesajen dirumah atau mendoakanya dirumah
 Gali pengertian individu tentang masalah-masalah dan pengharapan pada pengobatan
dan hsail-hasil yang diharapkan
 Tetapkan apakah keyakinan realitis atau tepat
 Pastikan hak-hak pasien untuk menolak semua atau sebagian dari aturan pegobatan
yang dianjurkan
DAFTAR PUSTAKA

https://i.d.m.wikipedia.org/wiki. (n.d.). Duku_Dayak_Ngaju.

nurrohmat. (2017/ 12/02). http:// blog.unnes.ac.id. antropologi- kesehatan-sistem-medis-


balian-suku-dayak/.

Anda mungkin juga menyukai