Anda di halaman 1dari 41

http://www.kerjausaha.

com/2017/02/jenis-pakaian-adat-bali-dan-
makna.html diakses pada tanggal 2 oktober 2017

https://nadillaikaputri.wordpress.com/2012/11/19/kebudayaan- bali/
diakses pada tanggal 2 oktober 2017
PROVINSI BALI

1. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan Bali pada hakikatnya dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber
pada ajaran agama Hindu. Masyarakat Bali mengakui adanya perbedaaan ( rwa
bhineda ), yang sering ditentukan oleh faktor ruang ( desa ), waktu ( kala ) dan
kondisi riil di lapangan (patra ). Konsep desa, kala, dan patra menyebabkan
kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan selektif dalam menerima dan mengadopsi
pengaruh kebudayaan luar. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa komunikasi dan
interaksi antara kebudayaan Bali dan budaya luar seperti India (Hindu), Cina, dan
Barat khususnya di bidang kesenian telah menimbulkan kreatifitas baru dalam seni
rupa maupun seni pertunjukkan. Tema-tema dalam seni lukis, seni rupa dan seni
pertunjukkan banyak dipengaruhi oleh budaya India. Demikian pula budaya Cina dan
Barat/Eropa memberi nuansa batu pada produk seni di Bali. Proses akulturasi tersebut
menunjukkan bahwa kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan adaptif khususnya dalam
kesenian sehingga tetap mampu bertahan dan tidak kehilangan jati diri (Mantra 1996).
Kebudayaan Bali sesungguhnya menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan
dan harmonisasi mengenai hubungan manusia dengan Tuhan ( parhyangan ),
hubungan sesama manusia (pawongan ), dan hubungan manusia dengan lingkungan
( palemahan ), yang tercermin dalam ajaran Tri Hita Karana (tiga penyebab
kesejahteraan). Apabila manusia mampu menjaga hubungan yang seimbang dan
harmonis dengan ketiga aspek tersebut maka kesejahteraan akan terwujud.
Selain nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi, dalam kebudayaan Bali juga
dikenal adanya konsep tri semaya yakni persepsi orang Bali terhadap waktu. Menurut
orang Bali masa lalu (athita ), masa kini ( anaghata ) dan masa yang akan datang
( warthamana ) merupakan suatu rangkaian waktu yang tidak dapt dipisahkan satu
dengan lainnya. Kehidupan manusia pada saat ini ditentukan oleh hasil perbuatan di
masa lalu, dan perbuatan saat ini juga menentukan kehidupan di masa yang akan
datang. Dalam ajaran hukum karma phaladisebutkan tentang sebab-akibat dari suatu
perbuatan, perbuatan yang baik akan mendapatkan hasil yang baik. Demikian pula
seBaliknya, perbuatan yang buruk hasilnya juga buruk atau tidak baik bagi yang
bersangkutan.
2. Identifikasi Daerah

Bali berasal dari kata “Bal” dalam bahasa Sansekerta berarti “Kekuatan”, dan
“Bali” berarti “Pengorbanan” yang berarti supaya kita tidak melupakan kekuatan kita.
Supaya kita selalu siap untuk berkorban. Bali mempunyai 2 pahlawan nasional yang
sangat berperan dalam mempertahankan daerahnya yaitu I Gusti Ngurah Rai dan I
Gusti Ketut Jelantik.
Provinsi bali merupakan salah satu provinsi yang cukup terkenal di Indonesia
karena merupakan salah satu aset devisa negara Indonesia yang cukup tinggi di
bidang pariwisatanya. Ibukota Provinsi Bali adalah Denpasar. Provinsi bali sendiri
tidak hanya terdiri dari pulau (dewata) Bali saja, namun juga terdiri dari banyak pulau
yang lain, contohnya pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan lain
– lain. Provinsi Bali secara astronomis terletak di 8° LS dan 115° BT. Daerah ini
masih memiliki iklim tropis seperti Provinsi lainnya di Indonesia.
Secara geografis provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur, dan
Selat Bali di sebelah barat, Laut Bali di sebelah utara, samudera hindia di sebelah
selatan, dan Selat Lombok di sebelah timur. Penduduk Bali terdiri dari dua, yaitu
penduduk asli Bali atau disebut juga Bali Aga (baca :bali age) dan penduduk bali
keturunan Majapahit. Sedangkan kebudayaan Bali memiliki kebudayaan yang khas
karena secara belum terpengaruhi oleh budaya lain.
Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali
terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya,
khususnya bagi para wisatawan Jepangdan Australia. Bali juga dikenal dengan
sebutan Pulau Dewata dan Pulau Seribu Pura.
3. Keragaman Suku, Bahasa,Agama, Sistem Kasta dan Kekerabatan
3.1 Keragaman suku
Suku yang mendiami Provinsi Bali yaitu Suku Bali, Suku Jawa, Suku Madura,
suku Tengger, suku Osing dan suku Sasak. Suku Bali adalah suku bangsa yang
mendiami pulau Bali, menggunakan bahasa Bali dan mengikuti budaya Bali.
Sebagian besar suku Bali beragama Hindu, kurang lebih 90%. Sedangkan sisanya
beragama Buddha, Islam dan Kristen. Ada kurang lebih 5 juta orang Bali.
Sebagian besar mereka tinggal di pulau Bali, namun mereka juga tersebar di
seluruh Indonesia dan sedikit orang ada di Malaysia.Ada dua kelompok suku Bali.
Yang pertama adalah Bali Aga, mereka adalah penduduk asli yang mendiami
daerah pegunungan. Kelompok kedua adalah Bali majapahit, yaitu pendatang dari
jawa (kerajaan majapahit yang beragama Hindu) yang tinggal di sebagian besar di
pulau Bali khususnya di dataran rendah.
3.2 Bahasa
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Bali dan bahasa Indonesia, sebagian
besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Bahasa Inggris
adalah bahasa ketiga dan bahasa asing utama bagi masyarakat Bali yang
dipengaruhi oleh kebutuhan industri pariwisata. Bahasa Bali asli di bagi menjadi 2
yaitu:
1. Bahasa Aga yaitu bahasa Bali yang pengucapannya lebih kasar
2. Bahasa Bali Mojopahit yaitu bahasa yang pengucapannya lebih halus.
3.3 Agama
Agama yang di anut oleh sebagian orang Bali adalah agama Hindu sekitar
95%, dari jumlah penduduk Bali, sedangkan sisanya 5% adalah penganut agama
Islam, Kristen, Katholik, Budha, dan Kong Hu Cu. Tujuan hidup ajaran Hindu
adalah untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian hidup lahir
dan batin.orang Hindu percaya adanya 1 Tuhan dalam bentuk konsep Trimurti,
yaitu wujud Brahmana (sang pencipta), wujud Wisnu (sang pelindung dan
pemelihara), serta wujud Siwa (sang perusak). Tempat beribadah dibali disebut
pura. Tempat-tempat pemujaan leluhur disebut sangga. Kitab suci agama Hindu
adalah weda yang berasal dari India.
3.4 Sistem Kasta

Seperti yg kita ketahui, sebagian besar masyarakat Bali memeluk agama


Hindu. Atas dasar itulah sampai sekarang system kasta masih dapat dijumpai di
Bali. Kasta merupakan peninggalan nenek moyang orang hindu diBali yg
diwariskan dari generasi ke generasi.

Pada zaman dahulu, kasta itu dibuat berdasarkan profesi masyarakat. Sampai
saat ini diBali ada 4 kasta yaitu :

 Kasta Brahmana

Kasta brahmana merupakan kasta yang memiliki kedudukan tertinggi,


dalam generasi kasta brahmana ini biasanya akan selalu ada yang
menjalankan kependetaan. Dalam pelaksanaanya seseorang yang berasal dari
kasta brahmana yang telah menjadi seorang pendeta akan memilik sisinya,
dimanasisya-sisya inilah yang akan memperhatikan kesejahteraan dari
pendeta tersebut, dan dalam pelaksanaan upacara-upacara keagamaan yang
dilaksanakan oleh anggotasisya tersebut dan bersifat upacara besarakan
selalu menghadirkan pendeta tersebut untuk muput upacara tersebut. Dari
segi nama seseorang akan diketahui bahwa dia berasal dari golongan kasta
brahmana, biasanya seseorang yang berasal dari keturunan kasta brahmana
ini akan memiliki nama depan “Ida Bagus untuk anak laki-laki, Ida Ayu
untuk anak perempuan, atau pun hanya menggunakan kata Ida untuk anak
laki-laki maupun perempuan”. Dan untuk sebutan tempat tinggalnya disebut
dengangriya.

 Kasta Ksatriya

Kasta ini merupakan kasta yang memiliki posisi yang sangat penting
dalam pemerintahan dan politik tradisional di Bali, karena orang-orang yang
berasal dari kasta ini merupakan keturuna dari Raja-raja di Bali pada zaman
kerajaan. Namun sampai saat ini kekuatan hegemoninya masih cukup kuat,
sehingga terkadang beberapa desa masih merasa abdi dari keturunan Raja
tersebut. Dari segi nama yang berasal dari keturunan kasta ksatriya ini akan
menggunakan nama “AnakAgung, DewaAgung, Tjokorda, dan ada juga yang
menggunakan nama Dewa”. Dan untuk nama tempat tinggalnya disebut
dengan Puri.

 Kasta Wesya

Masyarakat Bali yang berasal dari kasta ini merupakan orang-orang


yang memiliki hubungan erat dengan keturunan raja-raja terdahulu.
Masyarakat yang berasal dari kasta ini biasanya merupakan keturunan abdi-
abdi kepercayaan Raja, prajurit utama kerajaan, namun terkadang ada juga
yang merupakan keluarga Puri yang ditempatkan diwilayah lain dan
diposisikan agak rendah dari keturunan asalnya karena melakukan kesalahan
sehingga statusnya diturunkan. Dari segi nama kasta ini menggunakan nama
seperti I GustiAgung, I GustiBagus, I GustiAyu, ataupun I Gusti. Dinama
untuk penyebutan tempat tinggalnya disebut dengan Jero.

 Kasta Sudra

Kasta Sudra merupakan kasta yang mayoritas di Bali, namun memiliki


kedudukan sosial yang paling rendah, dinama masyarakat yang berasal dari
kasta ini harus berbicara dengan Sor Singgih Basa dengan orang yang berasal
dari kasta yang lebih tinggi atau yang disebut dengan Tri Wangsa. Sampai
saat ini masyarakat yang berasal dari kasta ini masih menjadi parekan dari
golongan Tri Wangsa.

Dari segi nama warga masyarakat dari kasta Sudra akan menggunakan
nama seperti berikut :

 Untuk anak pertama : Gede, Putu, Wayan.

 Untuk anak kedua : Kadek, Nyoman, Nengah

 Untuk anak ketiga : Komang

 Untuk anak keempat : Ketut

3.5 Kekerabatan
Perkawinan merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan manusia,
demikian juga dengan masyarakat bali yang memperoleh hak-hak dan kewajiban-
kewajibannya sebagai warga masyarakat, untuk melakukan perkawinan.

Menurut ajaran adat lama yang banyak dipemgaruhi oleh sistem klan-klan
(dadra) dan sistem kasta (wangsa), perkawinan dilakukan antara warga se-klan
atau antara warga yang sianggap sederajat dalam kasta. Sementara perkawinan
yang dianggap pantangan adalah perkawinan Bentukar (makadengan ngad) yaitu
perkawinan antara perempuan suami dengan saudara laki-laki istri, perkawinan ini
dianggap pantangan karena menurut kepercayaan dapat mendatangkan bencana.
Selain itu, perkawinan pantangan lain yang merupakan dosa besar adalah
perkawinan antara seseorang dengan anaknya, seseorang dengan saudara
kandungnya atau saudara tirinya dan antara seseorang dengan anak dari saudara
perempuan maupun laki-lakinya.

Pada umumnya pemuda di bali dapat memperoleh seorang istri dengan dua
cara yaitu cara memina kepada keluarga si gadis atau dengan melarikan si
gadis.kedua cara tersebut merupakan adat-adat perkawinan di bali. Kedua cara
tersebut dilakukan dengan melakukan kunjungan resmi dari keluarga si pemuda
kepada si gadis, guna meminang si gadis atau dengan memberitahukan kepada
keluarga si gadis bahwa si gadis telah di bawa lari untuk di kawinkan. Kemudian
diadakan upacara perkawinan dan kunjunga resmi dari keluarga si pemuda
kerumah orang tua si gadis untuk meminta diri kepada roh nenek moyang si
gadis.

Setelaha menikah, biasanya pasangan suami istri baru menetap di kompleks


perumahan dari orang tua si suami. Tetepi tidak sedikit suami istri baru menetap
di rumah baru. Sebalikanya ada pula suatu adat perkawinan dimana pasangan
suami istri baru menetap di kompleks perumahan keluarga si istri.
4. Keragaman Seni dan Budaya

4.1 Tari Daerah Tradisional

Tarian tradisional bali ini memiliki khas yang berbeda dengan tari tradisional
wilayah lainnya di Indonesia. Berikut tari tradisional Bali yang populer :

 Tari Barong

Tari Barong adalah tarian khas Bali yang berasal dari khazanah
kebudayaan Pra-Hindu. Tarian ini menggambarkan pertarungan antara
kebajikan (dharma) dan kebatilan (adharma). Wujud kebajikan dilakonkan
oleh Barong, yaitu penari dengan kostum binatang berkaki empat,
sementara wujud kebatilan dimainkan oleh Rangda, yaitu sosok yang
menyeramkan dengan dua taring runcing di mulutnya. Ada beberapa jenis
Tari Barong yang biasa ditampilkan di Pulau Bali, di antaranya Barong Ket,
Barong Bangkal (babi), Barong Gajah, Barong Asu (anjing), Barong
Brutuk, serta Barong-barongan. Namun, di antara jenis-jenis Barong
tersebut yang paling sering menjadi suguhan wisata adalah Barong Ket,
atau Barong Keket yang memiliki kostum dan tarian cukup lengkap.
Kostum Barong Ket umumnya menggambarkan perpaduan antara singa,
harimau, dan lembu. Di badannya dihiasi dengan ornamen dari kulit,
potongan-potongan kaca cermin, dan juga dilengkapi bulu-bulu dari serat
daun pandan. Barong ini dimainkan oleh dua penari (juru saluk/juru
bapang): satu penari mengambil posisi di depan memainkan gerak kepala
dan kaki depan Barong, sementara penari kedua berada di belakang
memainkan kaki belakang dan ekor Barong. Secara sekilas, Barong Ket
tidak jauh berbeda dengan Barongsai yang biasa dipertunjukkan oleh
masyarakat Cina. Hanya saja, cerita yang dimainkan dalam pertunjukan ini
berbeda, yaitu cerita pertarungan antara Barong dan Rangda yang
dilengkapi dengan tokoh-tokoh lainnya, seperti Kera (sahabat Barong),
Dewi Kunti, Sadewa (anak Dewi Kunti), serta para pengikut Rangda.
Tari Barong memiliki keistimewaan yang terletak pada unsur-unsur
komedi dan unsur-unsur mitologis yang membentuk seni pertunjukan.
Unsur-unsur komedi biasanya diselipkan di tengah-tengah pertunjukan
untuk memancing tawa penonton. Pada babak pembukaan, misalnya, tokoh
kera yang mendampingi Barong membuat gerakan-gerakan lucu atau
menggigit telinga lawan mainnya untuk mengundang tawa penonton.
Sementara itu, unsur mitologis terletak pada sumber cerita yang berasal dari
tradisi pra-Hindu yang meyakini Barong sebagai hewan mitologis yang
menjadi pelindung kebaikan. Unsur mitologis juga nampak dalam
pembuatan kostum Barong yang bahan dasarnya diperoleh dari kayu di
tempat-tempat yang dianggap angker, misalnya kuburan. Unsur mitologis
inilah yang membuat Barong disakralkan oleh masyarakat Bali. Selain itu,
Tari Barong juga seringkali diselingi dengan Tari Keris (Keris Dance), di
mana para penarinya menusukkan keris ke tubuh masing-masing layaknya
pertunjukan debus.

 Tari Condong

Tarian ini bisa dibilang tarian yang cukup sulit dan durasinya juga
cukup lama. Sekitar 11 menit, atau lebih ya.. saya agak lupa persisnya. Tarian
ini adalah tarian klasik Bali yang memiliki perbendaharaan gerak yang sangat
kompleks yang menggambarkan seorang abdi Raja. Tari Condong adalah
sebagai pelestarian budaya Bali dalam upaya mengajegkan Bali. Awalnya
tarian ini menampilkan dua penari yang menyimbolkan dua bidadari dari sorga
yaitu bidadari Supraba dan Wilotama. Namun, dalam perkembangannya
sekitar tahun 1930-an, muncul ide seniman untuk melengkapinya tarian ini.
Tarian ini menjadi lebih hidup dengan mengisahkan suasana kerajaan yakni
menampilkan tingkah polah sang raja dan sang abdi. Walaupun tarian ini
merupakan tarian dasar yang harus dikuasai oleh penari, hingga saat ini tak
ada yang tahu siapa pencipta tarian klasik ini.

 Tari Jauk

Tari Jauk apabila ditinjau dari segi teknik gerak tarinya mirip sekali
dengan tari Baris. Tetapi dalam tari Jauk ini penarinya menggunakan
topeng Jauk dan gerakan tarinya bersifat improvisasi. Topeng Jauk selalu
berwarna menyala atau putih serta dengan mata melotot yang penuh
pandangan yang tajam sekali. Selain itu penari Jauk mengenakan sarung
tangan yang berkuku panjang. Apabila tari Jauk dipertunjukkan dalam
bentuk drama tari, yang cocok sekali ditarikan dengan tari Jauk ialah
peranan Rahwana dan Bima. Usia tari Jauk kemungkinan besar sama
dengan drama tari topeng yang lahir pada abad ke-XVII.
 Tari Kecak

Kecak (pelafalan: /'ke.tʃak/, secara kasar "KEH-chahk", pengejaan


alternatif: Ketjak, Ketjack, dan Ketiak), adalah pertunjukan seni khas Bali
yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki.
Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki
yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan
"cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat
barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak
berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan
berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau
roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada
masyarakat.
Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-
kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari
itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana
seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa. Lagu tari Kecak
diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik.
Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang
memerankan tokoh-tokoh Ramayana. Sekitar tahun 1930-an Wayan
Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari
Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana.
Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama
rombongan penari Bali-nya.
 Tari Pendet

Tarian ini sudah pasti tidak asing lagi ya di telinga Tari ini biasanya
(dan memang selalu) diajarkan paling pertama kali jika kita ingin belajar
tari Bali, karena tari Pendet ini semacam basic untuk bisa menari tarian
yang lainnya. dalam tarian ini, kalian akan mempelajari gerakan-gerakan
dasar tari Bali. Tari Pendet ini ditarikan sebagai tari selamat datang untuk
menyambut kedatangan para tamu dan undangan dengan menaburkan
bunga, dan ekspresi penarinya penuh dengan senyuman manis. Namanya
juga menyambut.

Pada awalnya, tarian ini ditujukan untuk ibadah di pura, yang


melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke dunia. Tari Pendet
diciptakan oleh dua orang maestro tari Bali yaitu I Wayan Rindi dan Ni
Ketut Reneng pada tahun 1950. Pada awalnya tari Pendet merupakan tari
pemujaan yang banyak diperagakan di pura, tempat ibadah umat Hindu di
Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya
dewata ke alam dunia. Menurut tradisi Bali, para penari Pendet haruslah
gadis yang belum menikah, karena dalam tarian tersebut mereka membawa
saji-sajian suci untuk para dewa. Namun lambat-laun, seiring
perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah tari Pendet menjadi
"ucapan selamat datang", meski tetap mengandung anasir yang sakral-
religius. Pencipta/koreografer bentuk modern pada tari ini adalah I Wayan
Rindi pada tahun 1967.

Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk


tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang
memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang,
pemangkus pria dan wanita, dewasa maupun gadis. Tarian ini diajarkan
sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar.
Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang
mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.
Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang
yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya
ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap
ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-
masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan sesajen
lainnya. Adapun orkes gamelan yang mengiringi tari Pendet ini ialah
gamelan gong, atau gamelan palegongan, atau gamelan semar pagulingan.
Tari Pendet merupakan tarian masal yang bisa dibawakan oleh empat
penari, enam penari, delapan atau

4.2 Permainan Khas


Bali juga memiliki permainan tradisional yang sangat menarik dan tidak kalah
dengan permainan modern seperti sekarang, dimana permainan modern banyak
dampak negatif terhadap pola pikir dan kelakuan anak. Berikut ini adalah
permainan tradisional dari Bali.
 Permainan Tradisional Bali Metajog

Metajog merupakan sebuah alat permainan yang terdapat, nama


metajog ini juga menjadi nama permainan tersebut. Untuk bermain
tajog juga membuthkan keseimbangan dan kemahiran, oleh karena itu
kamu harus belajar terlebih dahulu jika ingin bermain metajog.
Metajog atau titajong diamainkan dan dijadikan salah satu
lomba pada peringatan hari kemerdekaan, permainan metajog memiliki
persamaan dengan permainan yang berasal dari jawa barat, yaitu
egrang, memiliki cara bermain dan bentuk alat yang sama, hanya nama
saja yang membedakan.

Berdiri sambil berjalan di atas bambu merupakan suatu hal


yang tidak mudah dan membutuhkan latihan rutin serta diikuti
keinginan yang kuat untuk memainkan tajog. Hingga saat ini
permainan metajog sudah sulit kita temui. Permainan jaman dulu
memang sangat menyenagkan.

 Permainan Tradisional Bali Meong-meongan

Permainan Meongan-meongan merupakan permainan tradisional Bali


yang sangat papuler di Bali. Permainan Meong-meongan sudah banyak
dikenal oleh anak-anak Jawa dan tidak hanya populer dan terkenal di Bali saja.
Di daerah Jawa permainan Meong-meongan ini bernama Kucing-
kucingan, sebenarnya ha ini tidak jauh berbeda karen kucing memiliki suara
yang berbunyi “meong”, kamu pasti lebih mengenal permainan ini dengan
nama kucing-kucingan. Permainan tradisional ini sama dengan permainan
meonga-meongan, dari aturan hingga cara bermainnya.
Permainan tradisional Bali yang satu ini membutuhkan sekurang-
kurangnya 8 orang untuk memainkakan permainan ini, jika pemain lebih dari
8 orang permainan akan semakin menyenangkan. Dari 8 orang pemain
tersebut akan ada 1 orang yang memiliki peran sebai tikus.
Selain tikus diperlukan juga 1 pemain lagi yang memiliki peran
sebagai mong (kucing). Pemain lainnya membuat barisan berbentuk lingkaran
yang ditengahnya ada pemain yang menjadi bikul (tikus). Posisi meng
(kucing) di luar lingkaran, permainan dimulai dengan diiringi nyanyi, pemain
yang lain harus berusaha melindungi bikul dari tangkapan si meng.
Tapi apabila lirik lagu sudah sampai pada “juk-juk meng juk-juk kul”
perlindungan yang diberikan pemain lainnya kepada bikul tidak beguna lagi
karena arti dari lirik nyanyi tersebut adalah “ayo tangkap tikusnya”, pada saat
ini meng masuk ke dalam lingkaran dan menangkap bikul.
Bikul boleh keluar dan berlarian di luar lingkaran dan masuk sesuka
hatinya, apabila bikul tertangkap oleh meng, maka bikul akan menjadi meng
dan pemain lainnya menjadi bikul secara bergantian. Permainan ini sangat
menyenangkan.
 Permainan Tradisional Bali Megoak-goakan

Permainan tradisional Bali yang lainnya adalah megoak-


goakan, dalam permainan ini terdapat beberapa orang yang
membentuk sebuah barisan dan saling memegang satu sama lain. Para
pemain memakai ikat pinggang yang kuat dan nyaman.
Karena ikat pinggang itu nantinya akan menjadi pegangan
orang yang berada di belakangnya dan nanti akan ditarik-tarik,
usahakan ikat pinggang diikat dengan kuat dan nyaman agar nantinya
tidak terasa sakit saat proses bermain megoak-goakan.
Dalam permainan ini dibutuhkan dua kelompok, masing-
masing kelompok beranggotakan 5 hingga 10 orang anggota, sesuaikan
dengan kondisi. Berbarislah ke belakang menyerupai ular, lalu satu
pemain yang menjadi kepala berada di depan.
Pemain yang menjadi kepala memiliki tugas untuk
mengamankan aggotanya dan memakan aggota yang terdapat pada
kelompok lawan, jika satu kelompok mendapatkan anggota yang
paling banyak akan menjadi pemenang. Permainan ini dimainkan di
atas tanah yang yang digenangi air agar pemainan menjadi semakin
seru dan menambah keceriaan dalam bermain.
 Permainan Tradisional Bali Engkeb – engkeban

Engkeb-engkeban merupakan nama permainan yang sebenarnya jika


nama permainan ini diterjemahkan kedalam bahasa Indonesi memiliki arti
petak umpet, permainan engkeb-engkeban murni berasal dari Bali dan
permainan ini di Bali masih dimainkan oleh anak-anak Bali.

Permainan tradisional Bali yang satu ini dimainkan oleh lima orang
anak atau disesuaikan dengan jumlah pemain yang ada, jika pemain semakin
banyak permainan akan semakin menarik dan menyenangkan. Di dalam
permainan ini ada satu orang yang memiliki tugas mencari dan menjaga
tembok, pohon, atau apapun itu untuk dijadikan tempat untuk berhitung.

Engkeb-engkeban dimainkan saat matahari masih bersinar menyinari


bumi, baik itu di waktu siang maupun sore. Untuk kawasan yang
diperbolehkannya kamu bersembunyi sesuai dengan kawasan yang sudah
sudah ditentukan sebelum permainan dimulai. Engkeb-engkeban adalah
permainan yang sangat populer di Bali.

Permainan tradisional Bali tidak hanya engkeb-engkeban, meong-


meongan, metajog dan megoak-goakan, masih banyak lagi permainan lainnya.
Jawa timur, Jawa barat, dan dan daerah lainnya yang juga memiliki permainan
khas daerahnya masing-masign dan yang tentunya dengan nama dan peraturan
yang berbeda-beda.

4.3 Pertunjukan

 Pertunjukan Tari Kecak

Tari Kecak merupakan salah satu tari tradisional Bali yang


paling populer, diciptakan pada tahun 1930-an. Tarian ini dimainkan
oleh puluhan atau lebih penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar
dan dengan irama tertentu menyerukan "cak" dan mengangkat kedua
tangan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu
Rama melawan Rahwana. Kata Kecak sendiri, konon diambil dari
seruan mereka ketika menari yaitu "cak-cak-cak", dan lama kelamaan
menjadi Kecak.

 Pertunjukan Tari Barong

Tari Barong adalah tarian khas Bali yang berasal dari


kebudayaan Pra-Hindu. Tarian ini menggambarkan pertarungan antara
kebajikan (dharma) dan kebatilan (adharma). Wujud kebajikan
dilambangkan oleh Barong, yaitu penari dengan kostum binatang
berkaki empat, sementara wujud kebatilan dimainkan oleh Rangda,
yaitu sosok yang menyeramkan dengan dua taring runcing di
mulutnya. Tari Barong adalah pertunjukan seni paling populer dan
diminati oleh wisatawan di Bali seperti Tari Kecak Uluwatu.

4.4 Alat Musik dan Lagu Tradisional

Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak


daerah lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan berbagai
alat musik tabuh lainnya. Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam teknik
memainkan dan gubahannya, misalnya dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk
nyanyian yang konon menirukan suara kera. Demikian pula beragam gamelan
yang dimainkan pun memiliki keunikan, misalnya gamelan jegog, gamelan gong
gede, gamelan gambang, gamelan selunding dan gamelan Semar Pegulingan. Ada
pula musik Angklung dimainkan untuk upacara ngaben serta musik Bebonangan
dimainkan dalam berbagai upacara lainnya.
Terdapat bentuk modern dari musik tradisional Bali, misalnya Gamelan Gong
Kebyar yang merupakan musik tarian yang dikembangkan pada masa penjajahan
Belanda serta Joged Bumbung yang mulai populer di Bali sejak era tahun 1950-
an. Umumnya musik Bali merupakan kombinasi dari berbagai alat musik perkusi
metal (metalofon), gong dan perkusi kayu (xilofon). Karena hubungan sosial,
politik dan budaya, musik tradisional Bali atau permainan gamelan gaya Bali
memberikan pengaruh atau saling memengaruhi daerah budaya di sekitarnya,
misalnya pada musik tradisional masyarakat Banyuwangi serta musik tradisional
masyarakat Lombok.

Alat Musik Tradisional Provinsi Bali yang umum digunakan adalah Ceng-
Ceng, Genggong, Pereret, Rindik, Gamelan Bali. Berikut ini Alat Musik
Tradisional Bali beserta Gambarnya:

 Ceng-Ceng

Ceng ceng adalah musik yang terdiri dari 2 buah keping simbal yang
terbuat dari logam, dimainkan dengan cara dibenturkan satu sama lain, seperti
tangan yang bertepuk tangan. Keping simbal tersebut diletakkan di kedua
belah telapak tangan kanan dan kiri. Fungsi dari alat musik ceng-ceng ini
adalah sebagai pengiring sebuah Upacara yang cukup besar yang disebut
dengan Upacara Gerebek Aksara.
 Rindik

Rindik merupakan salah satu alat musik tradisional Bali dan


telah menjadi ciri khas dari budaya Bali. Rindik terbuat dari bambu
yang bernada selendro dan dimainkan dengan cara dipukul. Alat musik
ini biasa dimainkan oleh 2-5 orang pemain, di mana 2 orang menabuh
Rindik dan sisanya untuk seruling dan gong pulu. Terdapat lima nada
dasar yang dimiliki oleh Rindik. Pada awalnya rindik hanya dibuat
sebagai alat untuk menghibur para petani di sawah. Rindik juga biasa
digunakan sebagai musik pengiring hiburan rakyat ' Joged Bumbung '.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, kini Rindik sudah lebih
fleksibel dalam pemakaiannya. Beberapa diantaranya adalah sebagai
pelengkap untuk acara pernikahan/resepsi serta dapat pula untuk
menyambut tamu.
 Genggong

Genggong merupakan salah satu instrumen getar yang unik


yang semakin jarang dikenal orang. Genggong terbuat dari pelepah
daun aren yang diikat dengan Tali. Suara alat musik ini terbilang cukup
unik dan menarik seperti suara katak yang bersahutan. Suara tinggi
disebut geng, dan suara rendah disebut gong.
Cara membunyikannya adalah dengan cara mengulum
(yanggem) pada bagian yang disebut “palayah”nya. Jari tangan kiri
memegang ujung alat sebelah kiri dan tangan kanan menggenggam
tangkai bambu kecil yang dihubungkan dengan tali benang dengan
ujung alat di sebelah kanan. Untuk membunyikannya maka benang itu
ditarik-tarik ke samping kanan agak menyudut ke depan, tetapi tidak
meniupnya. Rongga mulut hanya sebagai resonator, dibesarkan atau
dikecilkan sesuai dengan rendah atau tinggi nada yang diinginkan.

 Pereret

Pereret merupakan alat musik kuno dari Bali sejenis trompet


yang terbuat dari kayu. Alat musik ini banyak dibuat di daerah
Jembrana, Bali. Biasanya alat musik ini digunakan untuk mengiringi
kesenian Sewo Gati. Cara memainkannya adalah dengan meniup
bagian yang runcing.
 Gamelan Bali

Gamelan Bali adalah salah satu jenis Gamelan yang ada di Indonésia.
Gamelan ini memiliki perbedaan dengan gamelan jawa yaitu bentuk wilah
(bilah pada saron) lebih tebal, bentuk pencon (bentuk gamelan seperti bonang)
lebih banyak daripada wilah, ritme lebih cepat. Gamelan bali disebut dengan
rincikan dan berikut adalah nama-nama gamelan Bali: Jiyèng, Gangsé, Jigog,
Jublak, Gong, Kenong, Kethuk, Cèng-cèng(Kecrak), Kendhang, Gendèr,
Suling.

Berikut ini akan saya paparkan daftar lagu atau kumpulan lagu-lagu
yang berasal dari daerah Bali.

 Dewa Ayu

Dewa ayu ya ya dewa ayu margi

Ratu mesolah mesolah mabulu wangsul

Hulu hulu wangsul ya ya hulu hulu wangsul

Telan jake cara Jawa memayog cara den bukit

 Jangi Janger
Jangi Janger, sengsenge sengseng janger,

Sengsenge sengseng janger.

Serere nyomane nyore.

Kelap kelap ngalap bunga

Langsing lanjar pamulune nyandat gading

Jalan jani mejangeran

Seledet enyorina tiyang

Arasijang krangi janger, arasijang krangi janger

Arasijang krangi janger, arasijang krngi janger.

Jangi Janger, Sengsenge sengseng janger,

Sengsenge sengseng janger.

Serere nyomane nyore.

Kelap kelap ngalap bunga

Langsing lanjar pamulune nyandat gading

Jalan jani mejangeran

Seriang ngentur rora roti.

 Macepet Cepetan
Jani m'lati macepet-cepetan
Nanging limane tusing dadi matiang
Sejaba ento mekajang dadi
Nyenje kalah lakar gedhin
 Meong-Meong
Meong-meong
Alih je bikule
Bikul gede gede
Buin mokoh-mokoh
Kereng pesan ngerusuhin

4.5 Pakaian Adat

Nenek moyang Bali merancang pakaian adatnya tidak hanya peduli dengan
keindahan dan seni semata, tetapi juga memiliki filosofis makna yang terkandung
di dalamnya. Secara umum, pakaian tradisional Bali terdiri dari dua jenis, yaitu
pakaian adat utama dan pakaian adat madya (biasa). Kostum pakaian utama yang
dsebut Payas Agung adalah pakaian mewah yang merupakan pakaian kebesaran
para bangsawan dan keluarga kerajaan.
Bahan yang digunakan adalah kualitas utama. Sekarang, pakaian Payas Agung
dapat digunakan oleh siapa saja, ketika mereka mengadakan upacara keagamaan
di rumah, seperti pernikahan dan "Metatah" (upacara potong gigi). Para penari
juga biasanya menggunakan pakaian adat utama tersebut. Setiap kabupaten di Bali
memiliki pakaian adat utama yang berbeda. Hal ini sesuai dengan desain (style)
warisan masing-masing kerajaan di Bali.
Tipe kedua adalah pakaian adat biasa (disebut Payas Madya). Pakaian adat ini
sering dipakai oleh masyarakat Bali ketika mereka pergi ke kuil untuk berdoa,
menghadiri kegiatan adat, atau datang ke acara adat tetangga. Jenis warna pakaian
yang dipakai menentukan jenis acara adat yang mereka hadiri. Jika mereka
menghadiri upacara kremasi (ngaben) mereka menggunakan pakaian tradisional
berwarna hitam. Jika mereka ingin berdoa ke pura mengenakan warna putih, dan
jika menghadiri upacara yang lain, mereka menggunakan pakaian adat dengan
warna sesuai selera.
Sederhananya, pakaian adat untuk pria terdiri dari: Udeng (ikat kepala), yang
berarti kita harus mampu mengikat pikiran kita yang liar, baju (safari), Kemben,
dan senteng / kencrik (ikat pinggang kain) yang bermakna kita harus bisa
mengikat hawa nafsu kita.Busana untuk wanita terdiri dari sanggul (pengikat
rambut), baju(kebaya), kemben, dan senteng / kencrik. Demikianlah sedikit
penjelasan tentang pakaian tradisional Bali.
Pada dasarnya, filosofi dan nilai yang terkandung dalam pakaian adat
tradisional Bali diilhami oleh ajaran para dewa dan dewi, yang memberikan
keteduhan, kedamaian, dan sukacita. Konsep dasar dari pakaian tradisional Bali
adalah Tapak Dara atau disebut juga Swastika. Terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Dewa Angga: dari leher ke kepala
2. Manusa Angga: dari pusar ke leher
3. Butha Angga: dari bawah pusar sampai kaki
Berdasarkan komposisi pakaian yang dikenakan, ada tiga jenis pakaian
tradisional Bali, yakni: Payas Agung (mewah); Payas jangkep / Madya (lengkap);
dan Payas Alit (sederhana). Setiap item dalam busana adat yang dikenakan oleh
laki-laki atau perempuan memiliki makna filosofis tersendiri. Apa sajakah pakaian
tradisional masyarakat di pulau Bali?
Pakaian untuk Pria:
Item pertama yang harus dipakai adalah kemben. Kemben adalah kain panjang
yang menutupi pinggang sampai kaki. Dipakai dengan cara melingkarkannya dari
kiri ke kanan sebagai simbol Dharma (ajaran kebenaran). Ujung bawah batas
kemben berada di atas pergelangan kaki. Hal ini dimaksudkan bahwa laki-laki
harus dapat bisa melangkah dengan langkah panjang, karena mereka memiliki
tanggung jawab yang lebih besar daripada wanita.
Lilitan kemben pada bagian depan dibuat runcing pada ujungnya dengan
menghadap ke bawah, sebagai simbol maskulinitas dan menghormati ibu pertiwi.
Setelah memakai kemben, kemudian memakai saputan (selendang). Saputan
dipakai untuk menutupi 3/4 dari kemben tersebut. Kain saputan dimaksudkan
sebagai penutup aura maskulinitas. Agar ikatan kemben dan saputan menjadi lebih
kuat, maka harus dibantu dengan selendang kecil, yang disebut Umpal. Simpul
Umpal harus berada di pinggang sebelah kanan, sebagai simbol memegang
kebenaran. Setelah itu, menggunakan kemeja.
Kemeja putih yang dikenakan saat pergi ke kuil merupakan simbol kemurnian,
sedangkan kemeja hitam dipakai untuk menghadiri upacara Ngaben (upacara
kematian) sebagai simbol berkabung. Item pakaian terakhir yang dipakai adalah
Udeng (ikatan di kepala). Ada tiga jenis udeng: Udeng Jejateran (dipakai ke kuil
dan kegiatan sosial), Udeng Kepak Dara (dikenakan oleh raja), dan Udeng
Beblatukan (dipakai oleh para pemimpin agama). Udeng merupakan simbol
pengendalian pikiran.
Pakaian untuk Wanita:
Item pertama yang dikenakan oleh wanita adalah Kamben dengan lipatan dari
kanan ke kiri (berlawanan arah dengan laki-laki) sebagai simbol Sakti (kekuatan
penyeimbang laki-laki). Konsep kekuatan Sakti berarti bahwa perempuan
memiliki tugas untuk menjaga orang-orang agar tidak menyimpang dari
kebenaran. Setelah memakai Kamben, kemudian memakai Bulang / Stagen
sebagai simbol rahim dan mempertahankan kontrol emosional. Kemudian
memakai baju, yang dikenal sebagai Kebaya. Setelah itu, mereka memakai
selendang. Wanita tidak memakai Udeng. Mereka harus menunjukkan keindahan
rambut mereka.
Ada tiga jenis gaya rambut yang dikenal oleh perempuan Bali. Pusung Gonjer
adalah gaya rambut bagi perempuan yang belum menikah. Rambut sebagian
dilipat, dan sebagiannya dibiarkan tergerai. Pusung Tegel adalah gaya rambut bagi
wanita yang telah menikah. Rambut harus digulung seutuhnya. Style ketiga adalah
gaya rambut Pusung Podgala. Gaya rambut ini berbentuk seperti kupu-kupu
dengan hiasan bunga, antara lain cempaka putih, cempaka kuning, dan bunga
sandat sebagai simbol Tri Murti (Brahma, Wisnu, dan Siwa). Gaya rambut ini
dikenakan pada acara seremonial tertentu.

4.6 Senjata Tradisonal

Pada setiap masing-masing daerah pasti memiliki yang namanya


dengan senjata tradisional, yang mana senjata tradisional itu ketika zaman
dahulu dipergunakan dengan baik untuk berperang melawan musuh-musuh
yang menyerang diri kita, berburu atau sebagai alat pelengkap ketika adanya
kegiatan resmi.

Menurut kisah cerita, keris bali ini merupakan salah satu peninggalan
dai kekuasan Kerajaan Majapahit. Konon katanya, keris ini kebudayaan
Majapahit yang sangat kuat, sehingga alat pertempuran seperti keris ini
diangkat oleh kerajaan-kerajaan di Pulau Bali atau bisa disebut dengan Pulau
Dewata.

Menurut filosofi, keris bali ini dilihat sebagai simbol dari nilai ajaran-
ajaran tentang kehidupan agama Hindu. Bahkan, mereka mempunyai hari-hari
tertentu untuk beribadah ketika akan merawat kesucian keris pusaka yang
dimiliki olehnya.

Keris ini dijadikan sebagai peralatan perang penduduk Bali,


kegunaannya selain untuk melindungi diri, keris ini bisa mewakili seseorang
didalam suatu undangan pernikahan/perkawinan.
Menurut dari kepercayaan-kepercayaan penduduk Bali, apabila keris
pusaka ini direndam didalam air putih maka akan bisa menyembuhkan
anggota keluarga dari gigitan-gigitan binatang yang memiliki bisa.

4.7 Rumah Adat Bali


Gapura Candi Bentar merupakan nama dari rumah adat Bali. Pengambilan
nama Gapura Candi Bentar berdasar dari bentuk bangunannya yaitu berupa
gapura. Gapura tersebut terdiri dari 2 bangunan candi dibangun sejajar dan serupa
yang merupakan gerbang pintu masuk kepekarangan rumah. Gapura tersebut tidak
memiliki atap atas yang memisahkan kedua bangunan candi, sehingga kedua
bangunan gapura candi tersebut terlihat tampak jelas terpisah, yang
menghubungkan bangunan gapura tersebut adalah berupa anak-anak tangga dan
pagar besi yang menjadi pintu jalan masuk. Disekitar bangunan gapura terdapat
patung-patung yang merupakan simbol dari kebudayaan Bali.

1. Bagian-Bagian Rumah Adat Bali Beserta Fungsinya


Didalam rumah adat Bali memiliki bagian-bagian penting dan
mempunyai fungsi masing-masing. Berikut ini penjelasannnya:

 Sanggah atau Pamerajan merupakan tempat suci bagi keluarga yang


tinggal.
 Panginjeng Karang adalah tempat untuk memuja yang menjaga
pekarangan.
 Bale Manten merupakan tempat tidur kepala keluarga, anak gadis dan
tempat menyimpan barang-barang berharga. Bale Manten juga sering
digunakan bagi pasangan yang baru menikah.
 Bale Gede atau Bale Adat adalah sebagai tempat upacara lingkaran hidup.
 Bale Dauh berfungsi sebagai tempat kerja, pertemuan dan tempat tidur
anak laki-laki.
 Paon yaitu berupa dapur yang digunakan sebagai tempat memasak
 Lumbung merupakan tempat penyimpanan makanan pokok seperti padi
dan hasil bumi lainnya.
2. Nilai-Nilai Dalam Rumah Adat Bali
Rumah adat Bali memiliki nilai-nilai penting dalam proses
pembangunannya, nilai-nilai tersebut berupa aturan-aturan yang
disebut dengan istilah "Asta Kosala Kosali" yakni filosofi yang
mengatur tatahubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan
manusia, dan manusia dengan alam.
Umumnya, sudut utara-timur adalah tempat yang lebih
disucikan, sehingga diletakan ruang-ruang yang lebih dinilai suci,
sedangkan sudut barat-selatan merupakan sudut yang lebih rendah
derajat kesuciannya dalam tata ruang rumah, yang biasanya merupakan
arah masuk ke hunian atau untuk bangunan lain seperti kamar mandi
dan lain-lain.
Ditinjau dari sudut pandang ilmu bumi, arsitektur Bali
menyesuaikan dengan iklim tropis Indonesia dan keadaan dataran
tinggi maupun rendah. Di daerah dataran tinggi pada umumnya
bangunannya kecil-kecil dan tertutup, demi menyesuaikan keadaan
lingkungannya yang cenderung dingin. Tinggi dinding di buat pendek,
untuk menghindari sirkulasi udara yang terlalu sering. Luas dan bentuk
pekarangan relatif sempit dan tidak beraturan disesuaikan dengan
topografi tempat tinggalnya. Sementara untuk daerah dataran rendah,
pekarangannya relatif luas dan datar sehingga bisa dimanfaatkan
sebagai temapt berkumpul massa untuk agenda-agenda adat tertentu,
yang umumnya berdinding terbuka, di mana masing-masing
mempunyai fungsi tersendiri.
Dari segi material, bahan bangungan yang digunakan
bergantung pada tingkat kemapanan si pemiliknya. Masyarakat biasa
menggunakan popolan (speci yang terbuat dari lumpur tanah liat)
untuk dinding bangunan, sedangkan golongan raja dan brahmana
menggunakan tumpukan bata-bata. Untuk tempat suci/tempat
pemujaan baik milik satu keluarga maupun milik suatu kumpulan
kekerabatan, menggunakan bahan sesuai kemampuan ekonomi
masing-masing keluarga. Seperti untuk bahan atap menggunakan ijuk
bagi yang ekonominya mampu, sedangkan bagi yang ekonominya
kurang mampu bisa menggunakan alang-alang atau genteng.
4.8 Makanan Tradisional
Bali. Salah satu destinasi favorit wisatawan, baik dari dalam negeri maupun
mancanegara. Tentu saja Bali pun memiliki berbagai makanan khas yang wajib
kita cicipi saat berlibur ke sana. Berikut 10 makanan tradisional khas Bali :
1. Bebek Betutu

Konon, bebek betutu yang berasal dari Kuta, Bali ini adalah makanan
kesukaan para raja di Bali. Cara memasaknya cukup unik, yaitu daging bebek yang
telah dibumbui harus dipijat-pijat terlebih dahulu. Katanya, dengan dipijat-pijat
maka daging bebek akan menjadi empuk dan bumbunya meresap hingga ke
tulang. Bebek yang telah dipijat lalu dibungkus dengan menggunakan daun pisang
atau daun pinang lalu dipanggang dalam api sekam. Proses memasak bebek
betutu membutuhkan waktu berjam-jam sehingga bebek betutu hanya dimasak
ketika ada acara adat atau upacara keagamaan. Selain bebek betutu, ada juga
ayam betutu. Perbedaan keduanya hanya dari dagingnya saja. Salah satu
produsen betutu adalah Desa Melinggih, Kecamatan Payangan, Kabupaten
Gianyar.

2. Babi Guling
Semua pasti sudah pernah mendengar makanan tradisional khas Bali
yang ini. Babi guling (be guling) terbuat dari anak babi yang perutnya diisi
dengan bumbu dan sayuran, misalnya daun ketela pohon, lalu dipanggang
sambil diputar-putar (diguling-gulingkan) sampai matang. Awalnya babi
guling digunakan untuk sajian upacara adat atau keagamaan. Namun kini babi
guling dapat ditemukan dengan mudah di berbagai rumah makan, warung, dan
hotel-hotel di Bali. Babi guling yang paling terkenal berasal dari
KabupatenGianyar.

3. Bubur Mengguh
Bubur mengguh merupakan bubur khas dari daerah Bali utara
(Buleleng) yang sering disajikan saat upacara adat. Bubur mengguh terbuat
dari beras dan santan yang disajikan dengan ayam suwir yang dibumbui lalu
disiram kuah ayam kental dan urap sayur yang disajikan terpisah. Citarasanya
sangat komplit, perpaduan gurih dan agak pedas dengan renyahnya sayur urap.

4. Srombotan

Srombotan merupakan sayuran khas Klungkung, Bali berupa lalapan


sayur seperti kangkung, kacang panjang, dan kubis yang diberi bumbu yang
disebut kalas. Kalas yaitu santan yang diberi kunyit tumbuk, lengkuas, bawang
merah, bawang putih, ketumbar dan sedikit kencur lalu dimasak hingga kental.
Kalas inilah yang menjadi ciri khas srombotan. Srombotan ini harus disajikan
dengan bumbu kacang dan bumbu pedas yang dicampur hingga merata.

5. Nasi Jinggo
Nasi jinggo (atau nasi jenggo) merupakan makanan khas Bali berupa
nasi putih yang disajikan dalam bungkus daun pisang dengan lauk pauk dan
sambal. Nasinya disajikan seukuran kepalan tangan saja dan lauk pauknya
biasanya adalah sambal goreng tempe, serundeng dan ayam suwir. Konon kata
jinggo (jenggo) berasal dari bahasa Hokkien jeng go yang berarti seribu lima
ratus. Sebelum krisis moneter tahun 1997, nasi jinggo ini memang dijual Rp
1.500,00 per porsi. Porsinya yang kecil mengingatkan pada nasi kucing khas
angkringan Jawa Tengah.

6. Lawar

Ini bukan kelelawar, ya! Lawar adalah masakan berupa campuran


sayur-sayuran yang direbus, kelapa yang dipanggang, dan daging cingcang
yang dibumbui. Daging yang digunakan adalah daging sapi, babi, ayam, itik,
dan penyu. Sementara sayurnya adalah buah nangka muda, pepaya muda,
daun jarak, dan kacang-kacangan. Ada bermacam-macam lawar. Bila dilihat
dari warnanya, ada lawar putih dan lawar merah. Lawar merah adalah lawar
yang menggunakan campuran darah dari daging yang digunakan. Ada juga
lawar yang dinamai sesuai dengan jenis daging atau jenis sayuran yang
digunakan, semisal lawar babi dan lawar nangka.

7. Sate Lilit

Sate lilit terbuat dari ikan yang dihaluskan lalu diberi tepung serta
bumbu-bumbu khas Bali. Sate lilit dibuat dengan cara melilitkan daging ikan
pada batang serai. Rasanya sangat khas, berpadu antara pedas, wangi, manis
dan gurih dengan aroma dari batang serai. Bukan hanya sekedar nikmat, sate
lilit pun sehat karena rendah lemak.

4.9 Adat Istiadat (tradisi) di Bali


4.9.1 Jatakarma Samskara (Upacara Kelahiran)
Berbagai persiapan harus dilakukan untuk menyambut kelahiran
seorang bayi, bahkan persiapan dimulai dari jauh waktu sejak bayi masih
dalam kandungan ibu. Serangkaian larangan bagi ibu yang sedang hamil
misalnya: tidak boleh memakan makanan berasal dari hewan; tidak
diperbolehkan memakan daging kerbau atau babi; jangan melihat darah atau
orang yang terluka; tidak boleh melihat orang yang meninggal; dianjurkan
untuk diam di rumah dengan upacara penyucian agar kelahiran bayi nantinya
berjalan normal.
Bapak dari sang bayi harus dapat menghadiri kelahiran sang bayi dan
menemani sang istri. Ketika sang bayi lahir, dulu, saat bayi lahir, sang bapak
lah yang harus memotong ari-arinya dengan menggunakan pisau bambu. Ari-
ari itu lalu disimpan dan nanti harus dilingkarkan di leher sang bayi. Pada hari
ke-21 setelah kelahiran, sang bayi akan dipakaikan pakaian, seperti; gelang
dari perak atau emas sesuai dengan kemampuan dan adat yang ada.

4.9.2 Mepandes (Upacara Potong Gigi)


Upacara pada masa transisi dari anak-anak menuju masa
selanjutnya yang dijalankan oleh masyarakat Bali adalah upacara potong
gigi atau mepandes, yaitu mengikir dan meratakan gigi bagian atas yang
berbentuk taring. Tujuannya adalah untuk mengurangi sifat jahat atau
buruk (sad ripu). Mepandes dilaksanakan oleh seorang sangging sebagai
pelaksana langsung dengan ditemani seorang Pandita (Pinandita).
4.9.3 Pawiwahan (Upacara Perkawinan)
Upacara transisi lainnya adalah pernikahan
atau Pawiwahan. Pawiwahanbagi orang Bali adalah persaksian di
hadapan Sang Hyang Widi dan juga kepada masyarakat bahwa kedua
orang yang yang akan menikah (mempelai) telah mengikatkan diri sebagai
suami-istri. Dalam pelaksanaan pernikahan ini, akan terlebih dahulu dipilih
hari yang baik, sesuai dengan persyaratannya, ala-ayuning. Orang Bali
punya cara sendiri dalam menghitung hari dan tanggal baik sesuai dengan
pertanggalan mereka, umumnya hari dan waktu yang baik ini dihitung oleh
seorang ahli yang sangat mengerti perhitungan waktu dalam sistem
penanggalan Bali. Hampir semua masyarakat masih mengenal sistem
penanggalan Bali karena mereka dalam kesehariannya masih
menggunakan kalender Bali.
Tempat melaksanakan pernikahan dapat dilakukan di rumah mempelai
perempuan atau laik-laki sesuai dengan hukum adat setempat–desa, kala,
patra)–yang Pelaksanaannya dipimpin oleh seorang Pendeta (Pinandita), Wasi
dan atau Pemangku.

4.9.4 Ngaben (Upacara Kematian)


Ngaben adalah upacara kematian pada masayarakat Bali yang
dilakukan dengan cara kremasi. Ngaben merupakan rangkaian akhir dari
roda kehidupan manusia di Bumi. Menurut ajaran Hindu, roh itu
bersifat immortal (abadi), setelah bersemayam dalam jasad manusia, ketika
manusia tersebut dinyatakan meninggal, roh akan be-reinkarnasi. Tapi
sebelumnya, roh terlebih dahulu akan melewati sebuah fase di nirwana
untuk disucikan; sesuai dengan catatan kehidupan selama di bumi (karma).
Ngaben merupakan proses penyucian roh dari dosa-dosa yang telah lalu.
Oleh karena itu, orang Bali tidak menganggap kematian sebagai akhir
dari segalanya, kematian merupakan bagian dari fase kehidupan yang baru.
Seperti yang tercantum dalam Bhagavadgita, “akhir dari keidupan adalah
kematian dan awal dari kematian adalah kehidupan”.

5. Latar Belakang Adanya Bentuk Kebudayaan Bali


Kebudayaan Bali pada hakikatnya dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber
pada ajaran agama Hindu. Masyarakat Bali mengakui adanya perbedaaan ( rwa
bhineda ), yang sering ditentukan oleh faktor ruang ( desa ), waktu ( kala ) dan kondisi
riil di lapangan (patra ). Konsep desa, kala, dan patra menyebabkan kebudayaan Bali
bersifat fleksibel dan selektif dalam menerima dan mengadopsi pengaruh kebudayaan
luar. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa komunikasi dan interaksi antara
kebudayaan Bali dan budaya luar seperti India (Hindu), Cina, dan Barat khususnya di
bidang kesenian telah menimbulkan kreatifitas baru dalam seni rupa maupun seni
pertunjukkan. Tema-tema dalam seni lukis, seni rupa dan seni pertunjukkan banyak
dipengaruhi oleh budaya India. Demikian pula budaya Cina dan Barat/Eropa memberi
nuansa batu pada produk seni di Bali. Proses akulturasi tersebut menunjukkan bahwa
kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan adaptif khususnya dalam kesenian sehingga
tetap mampu bertahan dan tidak kehilangan jati diri (Mantra 1996). Kebudayaan Bali
sesungguhnya menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi mengenai
hubungan manusia dengan Tuhan ( parhyangan ), hubungan sesama manusia
(pawongan ), dan hubungan manusia dengan lingkungan ( palemahan ), yang
tercermin dalam ajaran Tri Hita Karana (tiga penyebab kesejahteraan). Apabila
manusia mampu menjaga hubungan yang seimbang dan harmonis dengan ketiga
aspek tersebut maka kesejahteraan akan terwujud.
Selain nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi, dalam kebudayaan Bali juga
dikenal adanya konsep tri semaya yakni persepsi orang Bali terhadap waktu. Menurut
orang Bali masa lalu (athita ), masa kini ( anaghata ) dan masa yang akan datang
( warthamana ) merupakan suatu rangkaian waktu yang tidak dapt dipisahkan satu
dengan lainnya. Kehidupan manusia pada saat ini ditentukan oleh hasil perbuatan di
masa lalu, dan perbuatan saat ini juga menentukan kehidupan di masa yang akan
datang. Dalam ajaran hukum karma phaladisebutkan tentang sebab-akibat dari suatu
perbuatan, perbuatan yang baik akan mendapatkan hasil yang baik. Demikian pula
sebaliknya, perbuatan yang buruk hasilnya juga buruk atau tidak baik bagi yang
bersangkutan.

6. Dampak Keragaman Ditinjau dari Masyarakat dan Agama


Di dalam potensi keberagaman budaya tersebut sebenarnya terkandung potensi
disintegrasi, konflik, dan separatisme sebagai dampak dari negara kesatuan yang
bersifat multietnik dan struktur masyarakat Indonesia yang majemuk dan plural.
Menurut David Lockwood konsensus dan konflik merupakan dua sisi mata uang
karena konsensus dan konflik adalah dua gejala yang melekat secara bersama-sama di
dalam masyarakat. Berikut dampak positif dan negatif terkait keberagaman yang ada
di Bali ditinjau dari masyarakat dan agama:
Dampak positif:
a. Keanekaragaman kebudayaan sangat menarik dan dapat dijadikan objek
pariwisata, sehingga dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat
setempat
b. Keanekaragaman budaya daerah dapat membantu meningkatkan
pengembangan kebudayaan
c. Tertanamnya sikap untuk saling menghormati dan menghargai antarsuku
dan agama yang berbeda
Dampak negatif:

a. Menimbulkan kecurigaan bagi orang/kelompok tertentu


b. Mudah timbulnya gesekan-gesekan ketidak cocokan mengenai yang
dianutnya

c. Adanya potensi konflik dan hambatan pergaulan antarsuku dan budaya


yang mendiami Bali

Anda mungkin juga menyukai