Anda di halaman 1dari 47

Sejarah Kebudayaan Bali

Kebudayaan Bali pada hakikatnya dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber pada ajaran agama
Hindu. Masyarakat Bali mengakui adanya perbedaaan ( rwa bhineda ), yang sering ditentukan
oleh faktor ruang ( desa ), waktu ( kala ) dan kondisi riil di lapangan ( patra ). Konsep desa,
kala, dan patra menyebabkan kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan selektif dalam menerima
dan mengadopsi pengaruh kebudayaan luar. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa
komunikasi dan interaksi antara kebudayaan Bali dan budaya luar seperti India (Hindu), Cina,
dan Barat khususnya di bidang kesenian telah menimbulkan kreatifitas baru dalam seni rupa
maupun seni pertunjukkan. Tema-tema dalam seni lukis, seni rupa dan seni pertunjukkan banyak
dipengaruhi oleh budaya India. Demikian pula budaya Cina dan Barat/Eropa memberi nuansa
batu pada produk seni di Bali. Proses akulturasi tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan
Bali bersifat fleksibel dan adaptif khususnya dalam kesenian sehingga tetap mampu bertahan
dan tidak kehilangan jati diri (Mantra 1996).

Kebudayaan Bali sesungguhnya menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi


mengenai hubungan manusia dengan Tuhan ( parhyangan ), hubungan sesama manusia (
pawongan ), dan hubungan manusia dengan lingkungan ( palemahan ), yang tercermin dalam
ajaran Tri Hita Karana (tiga penyebab kesejahteraan). Apabila manusia mampu menjaga
hubungan yang seimbang dan harmonis dengan ketiga aspek tersebut maka kesejahteraan akan
terwujud.

Selain nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi, dalam kebudayaan Bali juga dikenal adanya
konsep tri semaya yakni persepsi orang Bali terhadap waktu. Menurut orang Bali masa lalu (
athita ), masa kini ( anaghata ) dan masa yang akan datang ( warthamana ) merupakan suatu
rangkaian waktu yang tidak dapt dipisahkan satu dengan lainnya. Kehidupan manusia pada saat
ini ditentukan oleh hasil perbuatan di masa lalu, dan perbuatan saat ini juga menentukan
kehidupan di masa yang akan datang. Dalam ajaran hukum karma phala disebutkan tentang
sebab-akibat dari suatu perbuatan, perbuatan yang baik akan mendapatkan hasil yang baik.
Demikian pula seBaliknya, perbuatan yang buruk hasilnya juga buruk atau tidak baik bagi yang
bersangkutan.
Kebudayaan Bali juga memiliki identitas yang jelas yaitu budaya ekspresif yang termanifestasi
secara konfiguratif yang emncakup nilai-nilai dasar yang dominan sepert: nilai religius, nilai
estetika, nilai solidaritas, nilai harmoni, dan nilai keseimbangan (Geriya 2000: 129). Kelima
nilai dasar tersebut ditengarai mampu bertahan dan berlanjut menghadapi berbagai tantangan.

Ketahanan budaya Bali juga ditentukan oleh sistem sosial yang terwujud dalam berbagai bentuk
lembaga tradisional seperti banjar, desa adat, subak (organisasi pengairan), sekaa (perkumpulan),
dan dadia (klen). Keterikatan orang Bali terhadap lembaga-lembaga tradisional tersebut baik
secara sukarela maupun wajib, telah mampu berfungsi secara struktural bagi ketahanan budaya
Bali. Menurut Geertz (1959) orang Bali sangat terikat oleh beberapa lembaga sosial seperti
tersebut di atas. Lembaga tradisional seperti desa adat dianggap benteng terakhir dari
kebertahanan budaya Bali.

Namun demikian, perlu kiranya dipahami bahwa ketahanan kebudayaan Bali mempunyai
kelemahan dari tiga aspek pokok yaitu ketahanan struktural, fungsional dan prosesual
(Geriya 2000:183). Ketahanan struktural secara fisik terkait dengan penguasaan tanah sebagai
penyangga budaya, yang bukan saja berubah fungsi tetapi juga berubah penggunaannya.
Kelemahan fungsional terkait dengan melemahnya fungsi bahasa, aksara dan sastra Bali sebagai
unsur dan media kebudayaan. Kelemahan prosesual realitas konflik yang berkembang dengan
fenomena transformasi dengan ikatannya berupa fragmentasi dan disintegrasi.

Perubahan Kebudayaan Bali

Masyarakat dan kebudayaan Bali tidak luput dari perubahan di era gloBalisasi ini. Seperti
dikatakan oleh Adrian Vickers (2002) bahwa orang Bali kini tengah mengalami suatu paradok
yakni cenderung mengadopsi kebudayaan modern yang mendunia (kosmopolitan), namun di sisi
lain juga sedang mengalami proses parokialisme atau kepicikan yang timbul karena fokus beralih
pada lokalitas, khususnya kepada desa adat. Dengan kata lain bahwa orang Bali dalam
mengadopsi budaya modern tampaknya masih tetap berpegang kepada ikatan ikatan tradisi dan
sistem nilai yang dimilikinya. Fenomena paradok ini juga dikemukakan oleh Naisbitt dan
Aburdene (1990:107) yang disebutnya sebagai sikap penolakan (countertrend) terhadap
pengaruh kebudayaan global (budaya asing) sehingga timbul hasrat untuk menegaskan keunikan
kultur dan bahasa sendiri.

Triguna (2004) mengatakan bahwa watak orang Bali telah berubah secara signifikan dalam
dekade terakhir ini. Orang Bali tidak lagi diidentifikasi sebagai orang yang lugu, sabar, ramah,
dan jujur sebagaimana pernah digambarkan oleh Baterson. Demikian pula orang Bali telah
dipersepsikan oleh outsider sebagai orang yang temperamental, egoistik, sensitif, dan cenderung
menjadi human ekonomikus. Perubahan karakter orang Bali disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah perubahan fisik yakni alih fungsi
lahan yang setiap tahunnya berkisar sekitar 1000 ha. Budaya agraris yang semula menjadi
landaskan kehidupan budaya dan masyarakat Bali kini berubah menjadi budaya yang
berorientasi kepada jasa dalam kaitannya dengan industri pariwisata. Faktor eksternal bersumber
dari kegiatan industri pariwisata telah menyebabkan terdinya materialisme, individualisme,
komersialisme, komodifikasi, dan gejala profanisasi dalam kebudayaan Bali.
Multikulturalisme dalam Kebudayaan Bali

Dalam kebudayaan Bali terdapat nilai-nilai yang mengakui adanya perbedaan atau pluralitas.
Nilai-nilai tersebut terefleksi dalam konsep rwa bhineda (dua hal yang berbeda atau oposisi
biner). Perbedaan dalam kebudayaan Bali diakui karena adanya faktor desa (tempat), kala
(waktu) dan patra (keadaan/kondisi). Konsep desa, kala, dan patra ini sering dijadikan
pembenar oleh masyarakat Bali mengenai adanya perbedaan adat-istiadat atau kebudayaan antara
daerah yang satu dengan daerah lain di Bali.

Lebih lanjut, dalam kebudayaan Bali juga terdapat nilai-nilai toleransi dan persamaan yang
didasarkan atas konsep Tat twam asi (dia adalah kamu). Dengan konsep Tat Twam Asi
masyarakat Bali toleran kepada orang lain karena mereka beranggapan bahwa orang lain juga
sama dengan dirinya. Fenomena ini mencerminkan tingginya toleransi dalam masyarakat Bali.
Hal ini diperkuat lagi dengan adanya konsep Tri Kaya Parisudha yaitu berpikir, berkata, dan
berbuat yang baik dan benar.

Dalam aspek keseimbangan dan harmonisasi dengan Tuhan, sesama manusia, dan hubungannya
dengan lingkungan fisik orang Bali mengenal konsep Tri Hita Karana . Tri Hita Karana secara
arfiah artinya adalah tiga faktor yang emnyebabkan kesejahteraan yaitu hubungan yang harmonis
dan seimbang dengan Tuhan ( parhyangan ), hubungan yang harmonis dan seimbang dengan
sesama manusia ( pawongan ), dan hubungan yang harmonis dan seimbang dengan lingkungan
alam sekitar ( palemahan ). Hubungan sesama manusia dalam masyarakat Bali dikenal pula
dengan konsep nyama braya . Nyama adalah kerabat dekat, dan braya adalah kerabat jauh.
Sebagaimana diketahui bahwa Bali terdapat kantong-kantong hunian masyarakat Islam seperti di
desa Pegayaman (Buleleng), Pamogan, Kepaon dan Serangan (Denpasar). Kelompok masyarakat
Muslim tersebut memiliki sejarah yang erat dengan raja-raja atau para penguasa Bali di masa
lalu, sehingga mereka sering disebut dengan istilah nyama selam atau saudara Islam/muslim .

Selain masyarakat Islam, di Bali juga banyak bermukim orang-orang Cina bahkan mereka telah
menyatu dengan masyarakat dan kebudayaan Bali. Hubungan kebudayaan Bali dengan Cina
dapat dikatakan telah berlangsung lama. Berbagai komponen budaya Cina telah menyatu atau
diadopsi dalam kebudayaan Bali antara lain: pemanfaatan uang kepeng (uang Cina) sebagai alat
transaksi dan kebutuhan upacara di Bali, dan beberapa jenis kesenian (seni ukir dan tari/baris
Cina)(Ardana 1983: 4; Wirata 2000; Pringle 2004;).

Pengaruh Kebudayaan Cina di Bali

Masyarakat Cina telah lama tinggal dan hidup di Bali. Masyarakat Cina di Bali sebagaimana
lazimnya komunitas Cina di Indonesia mereka tinggal di daerah perkotaan dan d Pedesaan.
Menurut Visanty (1975: 346) orang Cina di Indonesia umunya berasal dari dua provinsi yaitu
Fukien dan Kwangtung. Lebih lanjut dikatakan bahawa ada empat bahasa Cina di Indonesia
yaitu Hokkien, Teo-Chiu, Hakka, dan Kanton. Masyarakat Cina yang tinggal diperkotaan
perilakunya berbeda dengan mereka yang tinggal dipedesaan. Orang Cina yang tinggal
diperkotaan umumnya kurang bergaul dengan masyarakat lokal, namun mereka yan tinggal
dipedesaan telah menyatu dengan masyarakat Bali.
Sampai saat ini belum ada data yang pasti kapan sesungguhnya awal hubungan Bali dengan
Cina. Dalam berita Cina disebutkan nama Po-li yang mengirim utusan ke Cina pada awal abad
ke 6 masehi. Apakah Po-li identik dengan Bali atau tempat lain di indonesia masih belum jelas
(Coedes 1968: 53). Kajian tentang mata uang terutama keberadaan uang kepeng Cina di Bali
menunjukkan bahwa uang kepeng dari zaman Tang (abad 7-9 Masehi) telah ditemukan di Bali
(Pringle 2004: 10). Uang kepeng sebagai barang yang mudah dibawa dan bertahan cukup lama
sulit dijadikan pedoman untuk mengetahui awal kontak atau hubungan Bali dengan Cina. Namun
demikian, fungsi uang kepeng Cina sebagai alat transaksi yang syah di Bali berlanjut pada masa
kolonial, bahkan samapai kinipun uang kepeng masih dipakai sebagai pelengkap atau sarana
pada upacara agama Hindu di Bali (Ardana 1983: 4; Pringle 2004). Perlu dicatat bahwa beberapa
waktu yang Badan Pelestarian Budaya Bali telah memproduksi uang kepeng yang cukup banyak
untuk kelengkapan sarana upacara di Bali.

Selain mata uang kepeng, unsur budaya Cina juga berpengaruh dalam seni di Bali. Keberadaan
baris Cina di desa Sanur, Denpasar dapat dikatakan sebagai satu-satunya seni tari dengan kostum
yang unik, dan diduga kuat mendpat pengaruh budaya Cina di Bali (Ardana 1983: 4). Demikian
pula halnya dengan seni barong diduga mendapat pengaruh kesenian Cina. Pengaruh budaya
Cina juga dapat dilihat dalam arsitektur dan seni ukir Bali. Bangunan dengan atap bertingkat
yang lazim di Bali dikenal dengan nama Meru diperkirakan mendapat pengaruh arsitektur Cina.
Seni ukir dengan pola sulur atau tumbuhan dengan batang yang merambat disebut patra Cina
juga dianggap sebagai pengaruh budaya Cina.

Dalam konteks keagamaan, perlu juga disebutkan bahwa pada beberapa pura besar ( Sad
kahyangan ) di Bali seperti pura Besakih dan pura Batur terdapat sebuah tempat pemujaan yang
disebut Palinggih Ratu Subandar . Palinggih Ratu Subandar biasanya didominasi oleh warna
merah dan kuning seperti lazimnya bangunan wihara/kelenteng, dan pemujaan pada bangunan
suci tersebut difokuskan untuk memuja manifestasi Tuhan dalam aspek perdagangan atau
kemakmuran.

Integrasi Masyarakat Cina di Bali

Selain diperkotaan, komunitas Cina juga tersebar di daerah pedesaan di Bali antara lain di
Kintamani, Baturiti, Marga, Pupuan, Petang, Carangsari, Sukawati, Blahbatuh, dan Menanga.
Mereka umumnya bermukim di dekat pasar tradisional atau pusat perdagangan, dan profesi
sebagai pedagang atau petani. Studi kasus terhadap komunitas Cina di desa Carangsari, Badung
oleh Ketut wirata (2000) menunjukkan bahwa mereka memiliki integritas yang tinggi dengan
masyarakat Bali. Integritas ini disebabkan oleh adanya kesamaan nilai-nilai budaya yang
terkandung dalam agama Hindu dan Budha. Toleransi yang terdapat dalam ajaran agama Hindu (
Tat Twan Asi, Tri Hita Karana, menyama braya ) dan nilai-nilai yang sama dalam agama Budha
tampaknya telah mendorong orang Bali dan komunitas Cina untuk dapat berintegrasidengan
baik. Kesamaan kultural ini menjadi modal penting sebagai landasan integrasi masyarakat Cina
di pedesaan Bali. Agama Hindu dan Budha sejak dahullu dianggap satu seperti yang disebut oleh
Mpu Tantular dalam karyanya yang berjudul Sutasoma dengan ungkapan yang sangat terkenla
yaitu Bhineka Tunggal Ika tan Hana Dharma Mangrwa . (Agama Siwa (Hindu) dan Budha
pada hakikatnya sama). Hal ini juga terlihat dlam tradisi agama Hindu di Bali bahwa setiap
penyelenggaraan upacara besar senantiasa dipimpin ( dipuput ) setidaknya dua pendeta yaitu
pendeta Siwa (Hindu) dan Budha.

Selain kesamaan kultural dan agama, masyarakat Cina di pedesaan di Bali juga melakukan
integritas struktural. Kenyataan masyarakat Cina di desa Carangsari, Badung menunjukkan
bahwa mereka ikut menjadi makrama desa adat . Komunitas Cina di desa tersebut menjadi
anggota desa adat dengan segala hak dan kewajibannya seperti rekan-rekannya dari komunitas
Bali. Masyarakat Cina memasuki pranata-pranata sosial yang ada di desa Carangsari. Sebagai
anggota karma desa masyarakat Cina di desa Carangsari ikut gotong royong ( ngayah ) di pura
kahyangan tiga (tiga pura utama di setiap desa adat di Bali yaitu Pura Puseh, Desa dan Dalem )
di desa tersebut, sehingga mereka juga mendapat hak yaitu tanah ulayat desa untuk tempat
pemukiman mereka. Bahkan mereka semuanya memeluk agama Hindu.

Komunitas Cina di desa Carangsari menunjukkan ke-Bali-annya dengan menggunakan nama


Bali seperti sebutan Putu, Made, Nyoman, dan Ketut. Fenomena ini juga terjadi pada komunitas
Cina di tempat lain di Bali. Penggunaan bahasa Bali di kalangan komunitas Cina di Bali dapat
dikatakan menambah ke-Bali-an mereka. Di samping itiu, masyarakat Bali juga mengadopsi
bahasa Cina dalam komunikasi sehari-harinya.

Selain menjadi karma desa atau memasuki pranata-pranata sosial di Bali, perkawinan antar etnis
Cina dan Bali dapat memperkuat integritas kedua kelompok masyarakat tersebut. Keturunan dari
hasil perkawinan ini akan dapat memperkuat integritas antara komunitas Cina dan masyarakat
Bali.

Strategi Mempertahankan Kearifan Lokal

Perubahan kebudayaan merupakan fenomena yang nnormal dan wajar. Perjalanan sejarah
menunjukkan bahwa suatu kebudayaan telah mampu mengadopsi dan mengadaptasi kebudayaan
asing/luar menjadi bagiannya tanpa kehilangan jati diri. Dalam interaksi tersebut kebudayaan
etnik mengalami proses perubahan dan keberlanjutan ( change and continuity ). Unsur-unsur
kebudayaan yang dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan zaman tampaknya ditinggalkan, dan
digantikan dengan unsur-unsur yang baru.

Kesamaan nilai-nilai dalam agama dan spiritualitas mengenai multikulturalisme yang terdapat
dalam berbagai etnik/komunitas di indonesia tampaknya dapat digunakan sebagai alat untuk
menjalin integritas sosial di antar kelompok etnik tersebut seperti halnya integritas antara oarng
Cina dan masyarakat Bali di pedesaan. Jati diri otentik adalah bersifat spiritual dan murni,
sedangkan jati diri artifisial saat ini adalah materialisme akibat dari pengaruh budaya global
dan hedonisme (Agustian 2004:2). Keyakinan akan adanya eksistensi Tuhan Yang Maha Esa
akan memperkuat jati diri dan kepercayaan diri (Agustian 2004: 3). Dalam dunia modern,
menurut Peter L. Berger (Nashir 1999:41) agama adalah canopy suci untuk menghadapi
kekacauan (chaos) (the sacred canopy of chaos). Agama ibarat langit suci yang teduh dan
melindungi kehidupan. Masyarakat harus kemBali kepada basic value atau basic principle yang
merupakan nilai-nilai dasar dalam kehidupan. Nilai-nilai dasar itu bersumber pada agama dan
falsafah negara kita yakni pancasila. Kearifan lokal yang terkait dengan nilai-nilai pluralitas
budaya atau multikulturalisme dalam masyarakat perlu kiranya direvitalisasi untuk membentengi
diri dari gejala disintegrasi bangsa. Berbagai konsep dalam kebudayaan Bali seperti Rwa
Bhineka, Tat Twam Asi, tri hita karana, dan nyama braya dalam kebudayaan Bali perlu dipahami
sehingga dapat dipakai landasan untuk hidup saling berdampigan dengan etnik lain, khususnya
etnik Cina. Kearifan-kearifan lokal tersebut di atas yang mengedepankan hubungan yang
harmonis dan seimbang antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan lingkungan alam
perlu disosialisasikan dan diejawantakan dalam kehidupan riil.

Di masyarakat kita kini muncul berbagai penyakit keterasingan ( alienasi ) antara lain. Alienasi
ekologis , manusia secara mudah merusak alam dan kekayaan yang terkandung di dalamnya
dengan penuh kerakusan dan tanpa menghiraukan kelangsungan hidup di masa depan bagi semua
orang. Muncul pula alienasi etologis , bahwa manusia kini mengingkari hakikat dirinya, hanya
karena memperebutkan materi dan mobilitas kehidupan. Alienasi masyarakat , menunjukkan
keretakan dan kerusakan dalam hubungan antarmanusia dan antarkelompok, sehingga lahir
disintegrasi sosial. Selain itu, muncul pula alienasi kesadaran , yang ditandai oleh hilangnya
keseimbangan kemanusian karena meletakkan rasio atau akal pikiran sebagai satu-satunya
penentu kehidupan, yang menapikan rasa dan akal budi (Nashir 199: 6).

Berbagai keterasingan tersebut di atas sesungguhnya bertentangan dengan ajran-ajaran atau


kearifan lokal yang kita kenal selama ini baik di tingkat nasional maupun lokal. Di tingkat
nasional kita mengenal istilah gotong royong, tenggang rasa ( tepa salira ), dan musyawarah
mufakat. Pada tataran lokal kita mengenal bermacam-macam konsep yang maknanya sama.
Noronga' uchu gawoni, noro' uchu geo, alisi tafa daya-daya, hulu ta farwolo-wolo (berat sam
dipikul, ringan sama dijinjing) kata orang Nias. Sigilik seguluk selunglung sebayantaka (susah
senang kita harus sama-sama) kata orang Bali (Imawan 2004: 1).

Secara sadar dan terencana perlu kiranya dikembangkan konsep sadar budaya, termasuk
revitalisasi kearifan lokal tersebut. Selain itu, penggalian atau penemuan kemBali kearifan-
kearifan lokal dalam menumbuhkan budaya multikultural di antara berbagai etnik perlu terus
dilakukan dalam membentengi diri menghadapi gelombang pengaruh budaya global. Upaya
merevitalisasi kearifan lokal tampaknya tidak mudah dilakukan tanpa adanya kemauan politik
(good will) dari pemerintah (Astra 2004: 13).

Pemberdayaan lembaga pendidikan, dan pendidikan formal maupun non formal perlu
ditingkatkan untuk menggali dan mengembangkan potensi dan nilai-nilai kearifan lokal
dalam kebudayaan. Melalui pendidikan diharapkan pemahaman generasi muda dan masyarakat
secara keseluruhan terhadap kearifan budaya lokal akan semakin meningkat yang pada
gilirannya menimbulakn pemahaman terhadap jati diri. Penerapan kurikulum muatan lokal
kiranya dapat memberikan peluang untuk menjadikan kearifan lokal sebagai mata ajar. Dengan
upaya ini diyakini kearifan lokal mampu bertahan dan berkembang sesuai dengan tuntutan
zaman.

Penutup

Pemahaman tentang kesamaan niali-nilai budaya di antara kelompok-kelompok etnik menjadi


sangat penting dalam rangka mewujudkan multikulturalisme di indonesia. Sikap toleransi dan
saling menghormati antara kelompok etnik yang satu dengan yang lain merupakan dasar yang
sangat penting untuk mewujudkan gagasan tersebut. Nilai-nilai dasar yang bersumber kepada
agama serta kearifan lokal merupakan benteng untuk memperkuat jati diri dalam menghadapi
arus budaya global yang cenderung bersifat sekuler dan materialistis.

Dukungan politik dan kemauan pemerintah sangat diperlukan dalam upaya menggali,
menemukan kemBali, dan revitalisasi kearifan lokal agar selaras dengan pembangunan jati diri
bangsa.

Era gloBalisasi yang dicirikan oleh perpindahan orang (ethnoscape), pengaruh teknologi
(technoscape), pengaruh media informasi (mediascape), aliran uang dari negara kaya ke negara
miskin (financescape), dan pengaruh ideology seperti HAM dan demokrasi (ideoscape)
(Appadurai 1993:296) tidak dapat dihindari terhadap kebudayaan Bali dan etnik lain di
indonesia. Sentuhan budaya global ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan atau
kehilangan orientasi (disorientasi) dan dislokasi hampir pada setiap aspek kehidupan masyarakat.
Konflik muncul dimana-mana, kepatuhan hukum semakin menurun, kesantunan sosial mulai
diabaikan. Masyarakat cenderung bersifat sekuler dan komersial, serta uang dijadikan sebagai
tolak ukur dalam kehidupan.

GloBalisasi telah menimbulkan pergulatan antara nilai-nilai budaya lokal dan global menjadi
semakin tinggi intensitasnya. Sistem nilai budaya lokal yang selama ini digunakan sebagai acuan
oleh masyarakat tidak jarang mengalami perubahan karena pengaruh nilai-nilai budaya global,
terutama dengan adanya kemajuan teknologi informasi yang semakin mempercepat proses
perubahan tersebut. Proses gloBalisasi juga telah merambah wilayah kehidupan agama yang
seraba sakaral menjadi sekuler, yang dapat menimbulkan ketegangan bgi umat beragama. Nilai-
nilai yang mapan selama ini telah mengalami perubahan yang pada gilirannya menimbulkan
keresahan psikologis dan krisis identitas di banyak kalangan masyarakat. Namun di sisi lain
terjadi paradoks bahwa ekspansi budaya global justru menyebabkan meningkatnya kesadaran
terhadap budaya lokal dan regional (Nashir 1999: 176; Azra 2002: 15)
Mengenal Budaya Bali Lebih Dekat

BAGIKAN:

Wacana Nusantara 24 Jan, 2012


Menuju Pura untuk Perayaan Odalan | Foto: Midori/wikimedia

Dari banyaknya pulau yang tersebar di Nusantara, Bali merupakan pulau yang paling terkenal,
bahkan lebih dikenal dibanding Indonesia sendiri. Pertanyaan Indonesia di sebelah mana
Bali? walaupun terkesan sebagai lawakan, tapi begitulah kenyataan. Dengan luas wilayah
hanya 5.561 km2, atau 0,3 persen dari keseluruhan luas negara, Bali merupakan salah satu
provinsi terkecil di Indonesia. Peradaban mencatat bahwa Bali memiliki mikrokosmos yang luar
biasa, epitom yang istimewa tentang alam, sejarah, kesusasteraan, legenda, agama, seni,
arsitektur dan manusianya itu sendiri.

Topography Bali | Sadalmelik/wikimedia

Di sebelah barat, Bali dipisahkan dengan Pulau Jawa oleh Selat Bali dan di sebelah timur,
dipisahkan dengan Pulau Lombok oleh Selat Lombok. Pulau ini terletak di atas dua lempengan
tektonik yang saling tumpang tindih, dan didominasi oleh sederetan puncak gunung berapi
dengan ketinggian di atas 2.000 meter. Gunung Agungmasih aktif, dengan ketinggian 3.140
metermerupakan yang tertinggi.

Bali juga menjadi rantai terakhir dari jajaran pulau-pulau tropis garis imajiner yang menandai
pemisahan zona ekologi Asialis dan Australasia. Di sebelah timur, sepanjang selat Lombok yang
memisahkan Pulau Bali dengan Pulau Lombok, konon ada garis imajiner yang membedakan
flora dan fauna dari sub-tropis berganti menjadi beragam flora dan fauna Australasia. Di satu sisi
tanah hijau subur, di sisi lain tanah coklat; di satu sisi terdapat kera, dan tupai, di sisi lain
terdapat komodo dan kakatua.
Pantai Bali | Daniela Vladimirova/flickr

Garis imajiner pemisah Australasia dengan Asialis adalah Garis Wallace antara Borneo dan
Sulaweis; antara Bali di barat dan Lombok di timur. Tapi garis ini kemudian sedikit dikoreksi
dan digeser ke daratan Pulau Sulawesi oleh Weber; Garis Weber.

Pulau para Dewa ini dibelah oleh sungai, kanal, dan juga ngarai yang diselimuti hutan. Lembah
dan bukitnya diwarnai hamparan padi. Ujung pantai-pantai yang indah, dengan danau-danau
yang mengisi sisa kawah. Pemandangan alam pulau ini memperlihatkan sebuah tempat yang
hampir memadukan khayalan dengan kenyataan. Jangankan manusia, Dewa pun pasti
menganggapnya surga.

Jumlah keseluruhan penduduk Bali mencapai tiga juta jiwa lebih, meliputi unsur Hindu
mayoritas dan unsur Bali Aga minoritas. Yang terakhir kerap dianggap sebagai penduduk Asli
Bali; status minoritas mereka merupakan akibat dari perpindahan penduduk Jawa sejak abad ke-
10. Sekarang kelompok-kelompok kecil masyarakat Bali Aga dapat ditemui terutama di bagian
timur pulau ini.

Pada abad ke-15 Masehi, ketika kerajaan Majapahit dikalahkan oleh kekuatan kerajaan Islam
Demak, ratusan orang Jawa-Hindu dari berbagai kelompok; bangsawan, cendekiawan,
rohaniwan, seniman, dan rakyat biasa yang notabennya orang-orang setia Majapahit kemudian
ramai-ramai mengungsi ke pulau Bali.

Keyakinan

Keyakinan orang Bali merupakan fenomena kompleks yang dilandasi berbagai aspek; Hindu,
Siwa, Buda dan berpadu dengan tradisi leluhur. Oleh karena itu penyembahan roh-roh halus,
nenek-moyang, dan unsur-unsur alam digabungkan dengan ajaran Hindu. Dalam beberapa kasus
upacara adat dan ritual keagamaan terdapat perbedaan dari satu wilayah dengan wilayah lainnya.

Sebagian besar orang bali, hampir 95 %, beragama Hindu, walaupun Hindu yang berbentuk
sinkretis; Hindu-Bali atau kadang disebut juga Hindu Dharma.

Ritual Upacara di Pura Besakih | Davidelit/wikimedia

Salah satu upacara penting di Bali adalah pengabuan. Selama upacara ini berlangsung, gamelan,
tarian, dan sesajen menyertai arak-arakan dengan sebuah menara yang dihias diarak dari
rumah duka ke tempat pengabuan. Adat yang rumit ini sudah agak terkikis dengan berlalunya
waktu, walaupun masih berfungsi sebagai daya tarik wisata.

Dalam alam keyakinan orang Bali, gunung Mahameru atau Meru mempunyai kedudukan
istimewa. Mahameru menggambarkan arti penting sebagai inti dari kehidupan; dari sanalah para
Dewa mengatur kehidupan di Bumi. Gunung sebagai kosmos bahkan menjadi unsur yang
dominan dalam keyakinan dan arsitektur mereka.
Bagian penting dari ritual keagamaan yang berhubungan dengan gunung di Bali, adalah upacara
yang dilakukan di gunung Agung, Sebagai gunung tertinggi dan dianggap sebagai pusat bumi.
Di kaki gunung Agung terdapat Pura Besakih. Selain perayaan dan upacara tahunan yang diatur
oleh kalender keagamaan, di Pura ini juga digelar upacara untuk penyucian alam semesta yang
disebut Eka Dasa Rudra, setiap 100 tahun sekali.

Kosmologi dan simbolisasi gunung dalam arsitektur Bali dapat dilihat pada bentuk dan struktur
arsitektur Candi atau karakteristik gerbang yang dibuat menyerupai menara ada yang berlekuk
menyerupai dua bagian piramida yang terpisah dan menggambarkan dua bagian gunung, satu
bagian gunung Agung dan lainnya perwujudan gunung Batur.

Gapura Pura Besakih | Jack Merridew/wikimedia

Simbol umum lainnya adalah meru; puluhan bahkan ratusan bangunan yang seperti pagoda itu
berdiri di tempat-tempat suci, dan di pelataran candi. Banguan didirikan pada lapisan batu yang
memiliki serangkaian bentuk atap menyerupai tumpang piramida itu ditutup oleh daun palem
hitam. Jumlah sebelas, jumlah yang ditetapkan atas dasar keyakinan terkait dengan tatanan alam
semesta.

Keyakinan, upacara, dan perayaan telah membimbing kehidupan orang Bali dari sejak dilahirkan
hingga membentuk paduan yang mencerminkan karakter budaya masyarakatnya. Peraturan
agama tidak hanya mengikat bentuk candi dan pura, tapi juga mengatur tata ruang desa, struktur
rumah, dan sederet hak dan tanggung jawab dalam kehidupan mereka di Bumi ini; dari makan
sampai menjelang tidur, dari berjalan hingga bertutur.

Kehidupan Sosial dan Budaya

Desa merupakan jenis pemukiman utama di Bali. Setiap Desa dihuni oleh 200 sampai beberapa
ribu orang. Di sekitar lapangan tengah desa terdapat kuren, kumpulan rumah keluarga yang
dibatasi oleh dinding-dinding tinggi. Setiap kuren dihuni beberapa keluarga yang
bersembahyang, memasak, dan makan bersama. Lapangan tengah desa merupakan tempat
berkumpul penduduk desa yang menggunakannya untuk kegiatan budaya, pertemuan, sosialisasi,
dan sebagainya.
Masyarakat Bali dikelompokkan dalam dua macam, Yang pertamawangsadidasarkan atas
keturunan, yakni setiap orang dilahirkan sebagai kaum ningrat atau sudra (juga dikenal sebagai
jaba, yang secara harfiah berarti orang luas istana). Kaum ningrat, berikutnya dibagi menjadi tiga
kasta, yaitu pendeta-pendeta (brahmana) bangsawan-bangsawan yang berkuasa (satriya), dan
prajurit-prajurit (wesya). Sebagian besar penduduk bali adalah sudra.

Bergotong Royong | Yves Picq/wikimedia

Penanda sosial kedua didasarkan atas tempat tinggal seseorang dengan sistem banjar yang
merupakan tulang punggung tatanan ini. Di setiap desa mungkin terdapat lebih dari satu banjar,
setiap banjar meliputi anggota sekitar lingkungan desa. Sistem ini berpusat pada pria dan setiap
pria Bali diwajibkan menjadi anggota suatu banjar, sedang wanitanya dilarang. Di dalam setiap
banjar, seorang anggota dipilih sebagai ketua dan mendapat setidaknya beberapa hak istimewa
seperti memperoleh tambahan nasi sewaktu perayaan tertentu. Sebenarnya, banjar berperan
seperti koperasi, lengkap dengan dana bersama, dan bahkan kepemilikan sawah bersama.

Meskipun bergelut dengan hantaman globalisasi dan derasnya informasi, kebudayaan khas yang
telah lama mengakar pada masarakat Bali tetap kokoh sebagai ciri khas mereka. Mungkin
perubahan terjadi, tapi mereka sepertinya bisa menyelaraskannya kembali, beberapa ciri dan cara
orang Bali dalam kehidupan sosial dan Budayanya sebagai berikut:

Jatakarma Samskara (Upacara Kelahiran). Berbagai persiapan harus dilakukan untuk


menyambut kelahiran seorang bayi, bahkan persiapan dimulai dari jauh waktu sejak bayi masih
dalam kandungan ibu. Serangkaian larangan bagi ibu yang sedang hamil misalnya: tidak boleh
memakan makanan yang berdarah segar; tidak diperbolehkan memakan daging kerbau atau babi;
jangan melihat darah atau orang yang terluka; tidak boleh melihat orang yang meninggal;
dianjurkan untuk diam di rumah dengan upacara penyucian agar kelahiran bayi nantinya berjalan
normal.
Bapak dari sang bayi harus dapat menghadiri kelahiran sang bayi dan menemani sang istri.
Ketika sang bayi lahir, dulu, saat bayi lahir, sang bapak lah yang harus memotong ari-arinya
dengan menggunakan pisau bambu. Ari-ari itu lalu disimpan dan nanti harus dilingkarkan di
leher sang bayi. Pada hari ke-21 setelah kelahiran, sang bayi akan dipakaikan pakaian, seperti;
gelang dari perak atau emas sesuai dengan kemampuan dan adat yang ada.

Ritual Potong Gigi | Abdes Prestaka/flickr

Mepandes (Upacara Potong Gigi). Upacara pada masa transisi dari anak-anak menuju dewasa
yang dijalankan oleh masyarakat Bali adalah upacara potong gigi atau mepandes, yaitu mengikir
dan meratakan gigi bagian atas yang berbentuk taring. Tujuannya adalah untuk mengurangi sifat
jahat atau buruk (sad ripu). Mepandes dilaksanakan oleh seorang sangging sebagai pelaksana
langsung dengan ditemani seorang Pandita (Pinandita).

Pawiwahan (Upacara Perkawinan). Upacara transisi lainnya adalah pernikahan atau


Pawiwahan. Pawiwahan bagi orang Bali adalah persaksian di hadapan Sang Hyang Widi dan
juga kepada masyarakat bahwa kedua orang yang yang akan menikah (mempelai) telah
mengikatkan diri sebagai suami-istri.
Dalam pelaksanaan pernikahan ini, akan terlebih dahulu dipilih hari yang baik, sesuai dengan
persyaratannya, ala-ayuning dewasa. Orang bali punya cara sendiri dalam menghitung hari dan
tanggal baik sesuai dengan pertanggalan mereka, umumnya hari dan waktu yang baik ini
dihitung oleh seorang ahli yang sangat mengerti perhitungan waktu dalam sistem penanggalan
Bali. Hampir semua masyarakat masih mengenal sistem penanggalan Bali karena mereka dalam
kesehariannya masih menggunakan kalender Bali.

Tempat melaksanakan pernikahan dapat dilakukan di rumah mempelai perempuan atau laik-laki
sesuai dengan hukum adat setempatdesa, kala, patra)yang Pelaksanaannya dipimpin oleh
seorang Pendeta (Pinandita), Wasi dan atau Pemangku.

Ngaben (Upacara Kematian). Ngaben adalah upacara kematian pada masayarakat Bali yang
dilakukan dengan cara kremasi. Ngaben merupakan rangkaian akhir dari roda kehidupan
manusia di Bumi. Menurut ajaran Hindu, roh itu bersifat immortal (abadi), setelah bersemayam
dalam jasad manusia, ketika manusia tersebut dinyatakan meninggal, roh akan be-reinkarnasi.
Tapi sebelumnya, roh terlebih dahulu akan melewati sebuah fase di nirwana untuk disucikan;
sesuai dengan catatan kehidupan selama di bumi (karma). Ngaben merupakan proses penyucian
roh dari dosa-dosa yang telah lalu.

Oleh karena itu, orang Bali tidak menganggap kematian sebagai akhir dari segalanya, kematian
merupakan bagian dari fase kehidupan yang baru. Seperti yang tercantum dalam Bhagavadgita,
akhir dari keidupan adalah kematian dan awal dari kematian adalah kehidupan.

Seni dan Berkesenian


Pahat Patung | Jeffri Jaffar/flickr

Musik, Tarian, dan juga Patung adalah tiga bidang kesenian yang menjadi pusat konsentrasi
eksplorasi kreativitas seni masyarakatnya. Bali merupakan tempat lahirnya salah satu ragam
gamelan yang mengagumkan. Dalam budaya Bali, gamelan sangat penting untuk kegiatan
budaya-sosial, dan keagamaan mereka. Saat ini sedikitnya ada 20 jeneis ansambel berbeda di
Pulau Bali. Sebagian besar berkait erat dengan seni pertunjukan; yang lain untuk mengiringi
upacara keagamaan dan adat.

Suara gamelan Bali berdengung di seantero Pulau Bali; di pura, di kota, desa, alun-alun, di pasar,
istana hingga panggung-panggung pentas dunia. Gamelan ditemani oleh instrumen musik
lainnya seperti: gong, c saron, eng-ceng, gambang, dll. Komposisi instrumen gamelan dapat
berubah sesuai dengan wilayah dan jenis pertunjukan-pertunjukkan yang digelar.

Selain seni musik, tarian-tarian khas Bali merupakan seni pertunjukkan yang menarik perhatian.
Tari Bali tidak selalu memiliki alur. Tujuan utama penari adalah melakukan setiap tahap gerak
dengan ungkapan penuh. Keindahannya terutama terletak pada dampak visual dan kinestesis
gerak yang mujarad dan digayakan. Beberapa contoh terbaik dari tarian mujarad atau abstrak ini
adalah Tari Pendet, Tari Gabor, Tari Baris, Tari Sanghyang, dan Tari legong.

Di Bali terdapat berbagai jenis tarian dengan fungsi yang berbeda-beda misalnya untuk upacara-
upacara keagamaan, menyambut tamu, pertunjukkan drama atau musikal, dan masih banyak lagi.
Tari Pendet, Gabor, Baris, dan Sanghyang berperan penting dalam kegiatan keagamaan dan
digolongkan jenis tarian suci (wali) atau tarian upacara, sedangkan Legong ditarikan dalam acara
yang tidak memiliki kaitannya dengan keagamaan. Tari-tari ini diiringi gamelan peloggamelan
gong kebyar dengan berbagai gubahan dan sususan anda.

Tari Legong | Crisco 1492/wikimedia

)Tari Pendet dan Tari Gabor merupakan tarian selamat datang, ungkapan kegembiraan,
kebahagiaan, dan rasa syukur melalui gerak indah dan lembut. Tarian ini dilakukan oleh
sepasang atau sekelompok penari. Paa masa lalu, kedua tari ini meupakan tarian yang digelar di
pura untuk menyambut dan memuja dewa-dewi yang berdiam di pura selama upacara odalan.

Tari Legong kerap dianggap sebagai lambang keindahan Bali. Ciri khas tarian ini adalah
penarinya membawa kipas. Keindahan tarian Legongi terletak pada hubungan selaras antara
penari dan gamelan.

Gamelan yang mengiringi tari Legong adalah Gamelan Semar Pagulingan. Beberapa Lakon yang
biasa dipentaskan dalam Legong bersumber pada cerita rakyat milsanya cerita Malat yang
mengkisahkan Prabu Lasem, cerita Kuntir dan Jobog yang mengkisahkan Subali Sugriwa, kisah
Brahma Wisnu tatkala mencari ujung dan pangkal Lingganya Siwa, dan lain sebagainya.
Selain tari Tari Pendet, Tari Gabor, Tari Baris, Tari Sanghyang, dan Tari legong, tarian lainnya
yang tak kalah terkenal adalah tari Kecak, juga tari Jauk.

Jawaban dan Tantangan

Kekayaan dan keindahan budaya Bali, telah diwariskan dengan cukup baik dan dilestarikan oleh
para generasi penerusnya. Hal ini tentu saja menjadi jawaban yang luar biasa bagi daerah lainnya
di Indonesia. Mensinergikan kehidupan modern tanpa menyisihkan kearifan lokal yang menjadi
jati diri bangsa.

Hal lainnya yang dapat menjadi jawaban dari Bali adalah visi mereka yang menginspirasi setiap
jiwa untuk mencintai dan memuliakan budaya sendiri tanpa harus malu. Kreativitas manusia Bali
dalam berbagai bidang seperti: teknik membuat patung, tarian, arsitektur, musik dan berbagai
ekspresi kesenian lainnya, dengan percaya diri mereka perlihatkan ke hadapan dunia.

Meski pariwisata menjanjikan sebagai pendorong ekonomi, namun dalam beberapa dasawarsa
terakhir perlahan namun pasti telah menimbulkan beberapa masalah, terutama berupa penurunan
lingkungan, pengikisan tradisi, inflasi, serta peningkatan kejahatan. Bali bahkan menjadi pintu
gerbang bagi hal-hal yang berbahaya. Ini adalah tantangan bali, baik sekarang maupun di masa
depan.
Bali
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Artikel ini adalah tentang Pulau dan Provinsi Bali. Untuk kegunaan lainnya, lihat Bali (disambiguasi).

Bali

Bendera Lambang

Pura Ulun Danu di Danau Beratan berada di desa Candi


Kuning, kecamatan Baturiti, kabupaten Tabanan, provinsi Bali

Semboyan: "Bali Dwipa Jaya"


(Bahasa Kawi: "Pulau Bali Jaya")

Hari jadi 14 Agustus 1959 (hari jadi)

Ibu kota Kota Denpasar (dahulu Singaraja)

Area

- Total luas 5636,66 km2

Populasi

- Total 3891428
Pemerintahan

Komjen Pol. (Purn.) Drs. I Made Mangku


- Gubernur
Pastika, M.M.

- Wakil
Drs. I Ketut Sudikerta
Gubernur

- Kabupaten 8

- Kota 1

APBD

- DAU Rp. 792.365.876.000.-

Demograf

Bali (89%), Jawa (7%), Bali Aga (1%),


- Suku bangsa
Madura (1%)[1]

Hindu (84,5%), Islam (13,3%), Kristen dan


- Agama
Katolik (1.7%), Buddha (0.5%)[2]

Bahasa Bali
Bahasa Indonesia
- Bahasa Bahasa Jawa
Bahasa Sasak
Bahasa Madura dan lain-lain

Lagu daerah Bali Jagaddhita

Situs web www.baliprov.go.id

Bali adalah sebuah provinsi di Indonesia. Ibu kota provinsi ini adalah Denpasar. Bali juga
merupakan nama dari pulau utama di wilayah ini.

Di awal kemerdekaan Indonesia, pulau ini termasuk dalam Provinsi Sunda Kecil[3][4]. yang
beribukota di Singaraja, dan kini terbagi menjadi 3 provinsi: Bali, Nusa Tenggara Barat, dan
Nusa Tenggara Timur.

Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil
di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau
Serangan.
Secara geografis, Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Mayoritas penduduk
Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan
keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang dan Australia.
Bali juga dikenal dengan julukan Pulau Dewata dan Pulau Seribu Pura.

Daftar isi
1 Geograf
o 1.1 Batas wilayah

2 Sejarah

3 Demograf

4 Ekonomi

5 Pariwisata

6 Transportasi

7 Pemerintahan

o 7.1 Daftar kabupaten dan kota di Bali

o 7.2 Daftar gubernur

o 7.3 Perwakilan

8 Budaya

o 8.1 Musik

o 8.2 Tari

8.2.1 Tarian wali

8.2.2 Tarian bebali

8.2.3 Tarian balih-balihan

o 8.3 Pakaian daerah

8.3.1 Pria

8.3.2 Wanita

o 8.4 Makanan

8.4.1 Makanan utama

8.4.2 Jajanan

9 Senjata
10 Rumah Adat

11 Pahlawan Nasional

12 Dalam budaya populer

13 Catatan kaki

14 Referensi

15 Lihat pula

16 Pranala luar

Geografi

Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km
sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di 82523 Lintang Selatan dan
1151455 Bujur Timur yang membuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain.

Gunung Agung adalah titik tertinggi di Bali setinggi 3.148 m. Gunung berapi ini terakhir meletus
pada Maret 1963. Gunung Batur juga salah satu gunung yang ada di Bali. Sekitar 30.000 tahun
yang lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana yang dahsyat di bumi. Berbeda
dengan di bagian utara, bagian selatan Bali adalah dataran rendah yang dialiri sungai-sungai.

Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan yang
memanjang dari barat ke timur dan di antara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung
berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi, yaitu Gunung
Merbuk, Gunung Patas dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan Daerah
Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak sama yaitu Bali Utara dengan
dataran rendah yang sempit dan kurang landai dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas
dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan
bergelombang (2-15%) seluas 118.339 ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha dan lahan
sangat curam (>40%) seluas 132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat) buah danau yang
berlokasi di daerah pegunungan, yaitu Danau Beratan atau Bedugul, Buyan, Tamblingan, dan
Batur. Alam Bali yang indah menjadikan pulau Bali terkenal sebagai daerah wisata.

Ibu kota Bali adalah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya adalah Ubud sebagai pusat
kesenian dan peristirahatan, terletak di Kabupaten Gianyar. Nusa Lembongan adalah sebagai
salah satu tempat menyelam (diving), terletak di Kabupaten Klungkung. Sedangkan Kuta,
Seminyak, Jimbaran dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan utama
pariwisata, baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan, spa, dan lain-lain, terletak di
Kabupaten Badung.

Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66 km2 atau 0,29% luas wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas 8 kabupaten, 1 kotamadya, 55
kecamatan, dan 701 desa/kelurahan.
Batas wilayah

Utara Laut Bali

Selatan Samudera Hindia

Barat Provinsi Jawa Timur

Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Sejarah

Sawah di sekitar puri Gunung Kawi, Tampaksiring, Bali.

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Bali

Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi dari
Asia.[5] Peninggalan peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di
bagian barat pulau.[6] Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya ajaran Hindu dan
tulisan Bahasa Sanskerta dari India pada 100 SM.[butuh rujukan]

Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India yang prosesnya semakin
cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai
prasasti, di antaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada 913
M dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk
penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai
berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit (12931500 AD) yang beragama Hindu dan
berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat
itu hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah
kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit.
Banyak bangsawan, pendeta, artis dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari
Pulau Jawa ke Bali.

Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis de Houtman dari Belanda pada
1597, meskipun sebuah kapal Portugis sebelumnya pernah terdampar dekat tanjung Bukit,
Jimbaran, pada 1585. Belanda lewat VOC pun mulai melaksanakan penjajahannya di tanah Bali,
akan tetapi terus mendapat perlawanan sehingga sampai akhir kekuasaannya posisi mereka di
Bali tidaklah sekokoh posisi mereka di Jawa atau Maluku. Bermula dari wilayah utara Bali,
semenjak 1840-an kehadiran Belanda telah menjadi permanen yang awalnya dilakukan dengan
mengadu-domba berbagai penguasa Bali yang saling tidak mempercayai satu sama lain. Belanda
melakukan serangan besar lewat laut dan darat terhadap daerah Sanur dan disusul dengan daerah
Denpasar. Pihak Bali yang kalah dalam jumlah maupun persenjataan tidak ingin mengalami malu
karena menyerah, sehingga menyebabkan terjadinya perang sampai titk darah penghabisan atau
perang puputan yang melibatkan seluruh rakyat baik pria maupun wanita termasuk rajanya.
Diperkirakan sebanyak 4.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut, meskipun Belanda telah
memerintahkan mereka untuk menyerah. Selanjutnya, para gubernur Belanda yang memerintah
hanya sedikit saja memberikan pengaruhnya di pulau ini, sehingga pengendalian lokal terhadap
agama dan budaya umumnya tidak berubah.

Jepang menduduki Bali selama Perang Dunia II dan saat itu seorang perwira militer bernama I
Gusti Ngurah Rai membentuk pasukan Bali 'pejuang kemerdekaan'. Menyusul menyerahnya
Jepang di Pasifik pada bulan Agustus 1945, Belanda segera kembali ke Indonesia (termasuk
Bali) untuk menegakkan kembali pemerintahan kolonialnya layaknya keadaan sebelum perang.
Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan Bali yang saat itu menggunakan senjata Jepang.

Pada 20 November 1945, pecahlah pertempuran Puputan Margarana yang terjadi di desa Marga,
Kabupaten Tabanan, Bali tengah. Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang berusia 29 tahun, memimpin
tentaranya dari wilayah timur Bali untuk melakukan serangan sampai mati pada pasukan Belanda
yang bersenjata lengkap. Seluruh anggota batalion Bali tersebut tewas semuanya dan
menjadikannya sebagai perlawanan militer Bali yang terakhir.

Pada tahun 1946 Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah bagian dari Negara
Indonesia Timur yang baru diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu negara saingan bagi
Republik Indonesia yang diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta. Bali kemudian
juga dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat ketika Belanda mengakui kemerdekaan
Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun 1950, secara resmi Bali meninggalkan perserikatannya
dengan Belanda dan secara hukum menjadi sebuah propinsi dari Republik Indonesia.

Letusan Gunung Agung yang terjadi pada tahun 1963, sempat mengguncangkan perekonomian
rakyat dan menyebabkan banyak penduduk Bali bertransmigrasi ke berbagai wilayah lain di
Indonesia.

Tahun 1965, seiring dengan gagalnya kudeta oleh G30S terhadap pemerintah nasional di Jakarta,
di Bali dan banyak daerah lainnya terjadilah penumpasan terhadap anggota dan simpatisan Partai
Komunis Indonesia. Di Bali, diperkirakan lebih dari 100.000 orang terbunuh atau hilang.
Meskipun demikian, kejadian-kejadian pada masa awal Orde Baru tersebut sampai dengan saat
ini belum berhasil diungkapkan secara hukum.[7]

Serangan teroris telah terjadi pada 12 Oktober 2002, berupa serangan Bom Bali 2002 di kawasan
pariwisata Pantai Kuta, menyebabkan sebanyak 202 orang tewas dan 209 orang lainnya cedera.
Serangan Bom Bali 2005 juga terjadi tiga tahun kemudian di Kuta dan pantai Jimbaran.
Kejadian-kejadian tersebut mendapat liputan internasional yang luas karena sebagian besar
korbannya adalah wisatawan asing dan menyebabkan industri pariwisata Bali menghadapi
tantangan berat beberapa tahun terakhir ini.
Demografi

Lahan sawah di Bali

Penduduk Bali kira-kira sejumlah 4 juta jiwa lebih, dengan mayoritas 84,5% menganut agama
Hindu. Agama lainnya adalah Buddha (0,5%), Islam (13,3%), Protestan dan Katolik (1,7%).
Agama Islam adalah agama minoritas terbesar di Bali dengan penganut kini mencapai 13,3%
berdasarkan sensus terbaru pada Januari 2014.

Selain dari sektor pariwisata, penduduk Bali juga hidup dari pertanian dan perikanan, yang
paling dikenal dunia dari pertanian di Bali ialah sistem Subak. Sebagian juga memilih menjadi
seniman. Bahasa yang digunakan di Bali adalah bahasa Indonesia, Bali dan Inggris khususnya
bagi yang bekerja di sektor pariwisata.

Bahasa Bali dan bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling luas pemakaiannya di Bali dan
sebagaimana penduduk Indonesia lainnya, sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual atau
bahkan trilingual. Meskipun terdapat beberapa dialek dalam bahasa Bali, umumnya masyarakat
Bali menggunakan sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai pilihan dalam berkomunikasi. Secara
tradisi, penggunaan berbagai dialek bahasa Bali ditentukan berdasarkan sistem catur warna
dalam agama Hindu Dharma dan keanggotan klan (istilah Bali: soroh, gotra); meskipun
pelaksanaan tradisi tersebut cenderung berkurang. Di beberapa tempat di Bali, ditemukan
sejumlah pemakai bahasa Jawa.

Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga (dan bahasa asing utama) bagi banyak masyarakat Bali yang
dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar dari industri pariwisata. Para karyawan yang bekerja
pada pusat-pusat informasi wisatawan di Bali, sering kali juga memahami beberapa bahasa asing
dengan kompetensi yang cukup memadai. Bahasa Jepang juga menjadi prioritas pendidikan di
Bali.

Ekonomi

Tiga dekade lalu, perekonomian Bali sebagian besar mengandalkan dan berbasis pada pertanian
baik dari segi output dan kesempatan kerja. Sekarang, industri pariwisata menjadi objek
pendapatan terbesar bagi Bali. Hasilnya, Bali menjadi salah satu daerah terkaya di Indonesia.
Pada tahun 2003, sekitar 80% perekonomian Bali bergantung pada industri pariwisata. Pada
akhir Juni 2011, non-performing loan dari semua bank di Bali adalah 2,23%, lebih rendah dari
rata-rata non-performing loan industri perbankan Indonesia (sekitar 5%). Ekonomi,
bagaimanapun menderita secara signifikan sebagai akibat dari Bom Bali 2002 dan Bom Bali
2005. Industri pariwisata sendiri telah pulih dari akibat peristiwa ini.

Pariwisata

Bali adalah primadona pariwisata Indonesia yang sudah terkenal di seluruh dunia. Selain terkenal
dengan keindahan alamnya, terutama pantainya, Bali juga terkenal dengan kesenian dan
budayanya yang unik dan menarik. Bali sebagai tempat tujuan wisata yang lengkap dan terpadu
memiliki banyak sekali tempat wisata menarik, apa saja tempat wisata di Bali yang wajib
dikunjungi. beberapa tempat itu antara lain : Pantai Kuta, Pura Tanah Lot, Pantai Padang -
Padang, Danau Beratan Bedugul, Garuda Wisnu Kencana (GWK), Pantai Lovina dengan Lumba
Lumbanya, Pura Besakih, Uluwatu, Ubud, Munduk, Kintamani, Amed, Tulamben, Pulau
Menjangan dan masih banyak yang lainnya.

Transportasi

Bali tidak memiliki jaringan rel kereta api namun jaringan jalan yang ada di pulau ini tergolong
sangat baik dibanding daerah-daerah lain di Indonesia, jaringan jalan tersedia dengan baik
khususnya ke daerah-daerah tujuan wisatawan yakni Legian, Kuta, Sanur, Nusa Dua, Ubud, dll.
Sebagian besar penduduk memiliki kendaraan pribadi dan memilih menggunakannya karena
moda transportasi umum tidak tersedia dengan baik, kecuali taksi dan angkutan pariwisata. Moda
transportasi masal saat ini disiapkan agar Bali mampu memberi kenyamanan lebih terhadap para
wisatawan. Baru-baru ini untuk melayani kebutuhan transportasi massal yang layak di pulau Bali
diluncurkan Trans Sarbagita (Trans Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) Menggunakan Bus
besar dengan fasilitas AC dan tarif Rp 3.500.

Sampai sekarang, transportasi di Bali umumnya dibangun di Bali bagian selatan sekitar
Denpasar,Kuta, Nusa Dua, dan Sanur sedangkan wilayah utara kurang memiliki akomodasi yang
baik.

Jenis kendaraan umum di Bali atara lain:

Dokar, kendaraan dengan menggunakan kuda sebagai penarik dikenal sebagai delman di tempat
lain
Ojek, taksi sepeda motor

Bemo/angkot, melayani dalam dan antarkota

Bus Trans Sarbagita ( Koridor 1 < Kota - Garuda Wisnu Kencana (GWK) >) Dan (Koridor 2 < Nusa
Dua - Batubulan>)

Taksi

Komotra, bus yang melayani perjalanan ke kawasan pantai Kuta dan sekitarnya

Bus, melayani hubungan antarkota, pedesaan, dan antarprovinsi.


Bali terhubung dengan pulau Jawa dengan layanan kapal feri yang menghubungkan Pelabuhan
Gilimanuk di kabupaten Jembrana dengan Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi yang
lama tempuhnya sekitar 30 hingga 45 menit saja. Penyeberangan ke Pulau Lombok melalui
Pelabuhan Padangbai menuju Pelabuhan Lembar yang memakan waktu sekitar empat sampai
lima jam lamanya tergantung cuaca.

Transportasi udara dilayani oleh Bandara Internasional Ngurah Rai dengan destinasi ke sejumlah
kota besar di Indonesia, Australia, Singapura, Malaysia, Thailand, Timor Leste, RRC serta
Jepang. Landas pacu dan pesawat terbang yang datang dan pergi bisa terlihat dengan jelas dari
pantai dan menjadi semacam hiburan tambahan bagi para wisatawan yang menikmati pantai
Bali.

Untuk transportasi darat antar pulau di bali ada terminal Ubung-Denpasar dan terminal Mengwi
yang menghubungkan pulau Bali dengan Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Terminal Ubung di
pulau Bali ini melayani berbagai rute antar pulau tujuan Jakarta, Bandung, Semarang,
Yogyakarta, Surabaya, Malang, Madura, Jember, dll. Angkutan antar pulau dilayani oleh armada
bus besar dengan kelas ekonomi, bisnis dan eksekutif. Terminal Ubung relatif ramai mulai pukul
15.00 wita-18.00 wita karena pada jam tersebut banyak bis yang mulai berangkat ke kota tujuuan
masing-masing. Bagi anda yang datang keterminal ini harap waspada karena banyak calo yang
agak memaksa penumpang.

Pemerintahan

Peta topograf Pulau Bali

Daftar kabupaten dan kota di Bali

No. Kabupaten/Kota Ibu kota Bupati/Walikota

1 Kabupaten Badung Mangupura Anak Agung Gde Agung

2 Kabupaten Bangli Bangli Dewa Gede Mahendra Putra

3 Kabupaten Buleleng Singaraja Putu Agus Suradnyana

4 Kabupaten Gianyar Gianyar Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati

5 Kabupaten Jembrana Negara I Putu Arta


6 Kabupaten Karangasem Amlapura I Wayan Geredeg

7 Kabupaten Klungkung Semarapura I Nyoman Suwirta

8 Kabupaten Tabanan Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti

9 Kota Denpasar - I.B. Rai Dharmawijaya Mantra

Daftar gubernur

No Foto Nama Mulai Jabatan Akhir Jabatan Keterangan

Anak Agung Bagus Sutedja 1950 1958 Sebagai Residen Bali

1 I Gusti Bagus Oka 1958 1959

2 Anak Agung Bagus Sutedja 1959 1965 Periode kedua

3 I Gusti Putu Martha 1965 1967

4 Soekarmen 1967 1978

1978 1983

5 Ida Bagus Mantra


1983 1988

1988 1993

6 Ida Bagus Oka


1993 1998
1998 2003

7 Dewa Made Beratha


2003 2008

28 Agustus 2008 28 Agustus 2013

8 I Made Mangku Pastika


28 Agustus 2013 Sedang Menjabat

Perwakilan

Empat anggota DPD (2014-2019) dari Provinsi Bali adalah SHRI IGN Arya Wedakarna M
Wedasteraputra S, I Kadek Arimbawa, AA NGR Oka Ratmadi dan Gede Pasek Suardika.

Berdasarkan hasil Pemilihan Umum Legislatif 2014, Bali mengirimkan sembilan anggota DPR
ke DPR RI.

Pada tingkat provinsi, DPRD Bali dengan 55 kursi tersedia dikuasai oleh PDI-P dengan 24 kursi,
disusul Partai Golkar dengan sebelas kursi dan Partai Demokrat dengan delapan kursi.

Kursi %

PDI-P 24

Partai Golkar 11

Partai Demokrat 8

Partai Gerindra 7

Partai NasDem 2

PAN 1

PKPI 1

Partai Hanura 1
Total 55

Budaya

Musik

Seperangkat gamelan Bali.

Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah lainnya di
Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan berbagai alat musik tabuh lainnya.
Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam teknik memainkan dan gubahannya, misalnya
dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk nyanyian yang konon menirukan suara kera. Demikian pula
beragam gamelan yang dimainkan pun memiliki keunikan, misalnya gamelan jegog, gamelan
gong gede, gamelan gambang, gamelan selunding dan gamelan Semar Pegulingan. Ada pula
musik Angklung dimainkan untuk upacara ngaben serta musik Bebonangan dimainkan dalam
berbagai upacara lainnya.

Terdapat bentuk modern dari musik tradisional Bali, misalnya Gamelan Gong Kebyar yang
merupakan musik tarian yang dikembangkan pada masa penjajahan Belanda serta Joged
Bumbung yang mulai populer di Bali sejak era tahun 1950-an. Umumnya musik Bali merupakan
kombinasi dari berbagai alat musik perkusi metal (metalofon), gong dan perkusi kayu (xilofon).
Karena hubungan sosial, politik dan budaya, musik tradisional Bali atau permainan gamelan
gaya Bali memberikan pengaruh atau saling memengaruhi daerah budaya di sekitarnya, misalnya
pada musik tradisional masyarakat Banyuwangi serta musik tradisional masyarakat Lombok.

Gamelan
Jegog

Genggong

Silat Bali

Tari

Seni tari Bali pada umumnya dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok, yaitu wali atau seni
tari pertunjukan sakral, bebali atau seni tari pertunjukan untuk upacara dan juga untuk
pengunjung dan balih-balihan atau seni tari untuk hiburan pengunjung.[8]
Pakar seni tari Bali I Made Bandem[9] pada awal tahun 1980-an pernah menggolongkan tari-
tarian Bali tersebut; antara lain yang tergolong ke dalam wali misalnya Berutuk, Sang Hyang
Dedari, Rejang dan Baris Gede, bebali antara lain ialah Gambuh, Topeng Pajegan dan Wayang
Wong, sedangkan balih-balihan antara lain ialah Legong, Parwa, Arja, Prembon dan Joged serta
berbagai koreografi tari modern lainnya.

Salah satu tarian yang sangat populer bagi para wisatawan ialah Tari Kecak dan Tari Pendet.
Sekitar tahun 1930-an, Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies
menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sang Hyang dan bagian-bagian kisah Ramayana.
Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-
nya.

Penari belia sedang menarikan Tari Belibis, koreograf kontemporer karya Ni Luh Suasthi Bandem.

Pertunjukan Tari Kecak.

Tarian wali

Sang Hyang Dedari


Sang Hyang Jaran

Tari Rejang

Tari Baris

Tarian bebali

Tari Topeng
Gambuh

Tarian balih-balihan
Tari Legong
Arja

Joged Bumbung

Drama Gong

Barong

Tari Pendet

Tari Kecak

Calon Arang

Tari Janger

Pakaian daerah

Pakaian daerah Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara selintas kelihatannya
sama. Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri khas simbolik dan ornamen, berdasarkan
kegiatan/upacara, jenis kelamin dan umur penggunanya. Status sosial dan ekonomi seseorang
dapat diketahui berdasarkan corak busana dan ornamen perhiasan yang dipakainya.

Pria

Anak-anak Ubud mengenakan udeng, kemeja putih dan kain.

Busana tradisional pria umumnya terdiri dari:

Udeng (ikat kepala)


Kain kampuh

Umpal (selendang pengikat)

Kain wastra (kemben)

Sabuk

Keris

Beragam ornamen perhiasan


Sering pula dikenakan baju kemeja, jas dan alas kaki sebagai pelengkap.

Wanita

Para penari cilik mengenakan gelung, songket dan kain prada.

Busana tradisional wanita umumnya terdiri dari:

Gelung (sanggul)
Sesenteng (kemben songket)

Kain wastra

Sabuk prada (stagen), membelit pinggul dan dada

Selendang songket bahu ke bawah

Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalam

Beragam ornamen perhiasan

Sering pula dikenakan kebaya, kain penutup dada, dan alas kaki sebagai pelengkap.

Makanan

Makanan utama

Ayam betutu Jukut Urab Sate Lilit

Babi guling Komoh Sate pentul

Be Kokak Mekuah Lawar Sate penyu

Be Pasih mesambel matah Nasi Bubuh Sate Tusuk

Bebek betutu Nasi Tepeng Timbungan

Berengkes Penyon Tum

Grangasem Sate Kablet Urutan Tabanan

Jejeruk Sate Babi Guling


Jajanan

Bubuh Sagu Jaja Godoh Jaja Wajik

Bubuh Sumsum Jaja Jongkong Rujak Bulung

Bubuh Tuak Jaja Ketimus Rujak Kuah Pindang

Jaja Batun Duren Jaja Klepon Rujak Manis

Jaja Begina Jaja Lak-Lak Rujak Tibah

Jaja Bendu Jaja Sumping Salak Bali


Jaja Bikang Jaja Tain Buati

Jaja Engol Jaja Uli misi Tape

Senjata
Keris
Tombak

Tiuk

Taji

Kandik

Caluk

Arit

Udud

Gelewang

Trisula

Panah

Penampad

Garot

Tulud

Kis-Kis

Anggapan

Berang

Blakas
Pengiris

Pengutik

Rumah Adat

Rumah Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang mengatur tata
letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China)

Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya
hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan dan parahyangan. Untuk itu
pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut Tri
Hita Karana. Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada
hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya.

Pada umumnya bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa
ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai
ungkapan keindahan simbol-simbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias
dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.

Museum Bali, Rekaman Jejak Sejarah Perkembangan Budaya Pulau Dewata

Di antara sekian banyak museum seni budaya yang tersebar di Bali, ada satu museum yang
menyimpan kekayaan budaya tradisional Bali sejak dahulu kala. Museum yang dimaksud adalah
Museum Bali.

Museum Bali terletak di Jalan Mayor Wisnu, di sisi timur Lapangan Puputan Badung, Denpasar.
Sejak awal didirikan, museum ini memang dirancang sebagai referensi etnografi masyarakat Bali
sejak zaman pra-sejarah hingga saat ini.

Pembangunan Museum Bali tidak terlepas dari keresahan seniman Belanda yang menetap di
Bali. Pada awal abad 19, Bali mulai menarik perhatian dunia barat. Banyak orang Eropa dengan
berbagai latar belakang yang datang dan menetap di pulau ini. Orang-orang Eropa tersebut
tertarik dengan berbagai hasil kerajinan masyarakat Bali.

Aneka karya kerajinan seperti patung, ukiran, perhiasan, lukisan, serta karya-karya lainnya
menjadi buruan para kolektor dari luar negeri. Semakin lama, sedikit demi sedikit peninggalan
budaya tradisional dari Bali dibawa keluar dari pulau tersebut. Benda-benda itu dijadikan
cenderamata ketika pada wisatawan kembali ke negara masing-masing.
Kondisi tersebut yang menimbulkan keresahan sekelompok seniman Belanda. Semakin
banyaknya peninggalan budaya asli Bali yang dijadikan cenderamata dan dibawa keluar dari
Bali, dikhawatirkan akan menimbulkan pemiskinan warisan budaya Bali.

Atas usulan sejumlah pihak, W.F.J. Kroon (Asisten Residen Bali Selatan) menggagas pendirian
Museum Bali pada 1910. Museum ini pun diresmikan pada tanggal 8 Desember 1932.

Secara arsitektur, bangunan Museum Bali dibuat mengikuti prinsip tata bangunan tradisional
Bali (Lontar Asta Kosala Kosali). Selain itu, museum yang pada awalnya dibangun di atas lahan
seluas 2.600 meter persegi ini mengadaptasi tata bangunan Puri (istana bangsawan) dan Pura
(rumah ibadah).

Di dalam kompleks museum, terdapat tiga halaman. Ketiga halaman tersebut adalah halaman
luar (jaba), halaman tengah (jaba tengah), dan halaman dalam (jeroan). Masing-masing halaman
dibatasi oleh tembok dan gapura.

Selain itu, museum ini pun memiliki tiga gedung pameran, yang masing-masing mewakili
arsitektur bangunan dari beberapa daerah di Bali. Ketiga gedung pameran tersebut adalah
Gedung Tabanan, Karangasem, dan Buleleng.

Seiring berjalannya waktu, terjadi penambahan fasilitas. Beberapa fasilitas tambahan tersebut
adalah perpustakaan, auditorium, laboratorium konservasi, perkantoran, sebuah gedung pameran
(Gedung Timur). Luas kompleks museum pun bertambah luas, menjadi 6.000 meter persegi.

Barang-barang yang menjadi koleksi di museum ini ditata berdasar konsep trimandala. Menurut
konsep ini, koleksi yang bersifat sakral dipisahkan dengan koleksi yang tidak bersifat sakral.

Gedung Timur menyimpan koleksi yang bersifat tidak sakral. Koleksi yang disimpan di gedung
ini ditampilkan berdasarkan periodisasinya: era berburu, era bercocok tanam, era perundagian,
era Bali Kuno (sebelum kedatangan Majapahit), Bali Pertengahan (era Majapahit) dan Bali Baru
(kolonial hingga sekarang). Koleksi yang bisa dilihat di gedung ini antara lain berbagai alat batu,
perhiasan, sarkofagus, arca, senjata tradisional, parung, dan berbagai lukisan.

Di Gedung Buleleng, ditampilkan koleksi yang berkaitan dengan perkembangan kriya tekstil
tradisional Bali, di antaranya kain polos, kain poleng, kain geringsing, kain cepuk, songket, dan
lain sebagainya.

Adapun di Gedung Karangasem, ditampilkan berbagai koleksi berkaitan dengan ritual panca
yadnya, yaitu berbagai upacara ritual yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
Bali.

Di Gedung Tabanan, dipamerkan koleksi-koleksi sakral seperti perangkat-perangkat ritual yang


masih ada di tengah masyarakat hingga saat ini, antara lain barong, rangda, serta perangkat tari
tradisional antara lain tari baris, tari calon arang, tari sanghyang dedari, dan tari tamiang
magoret. [Ardee/IndonesiaKaya]
Tradisi Budaya Bali

Makotek / Ngrebeg | warisan budaya sejak jaman


kejayaan kerajaan mengwi, ngrebeg dilaksanakan tiap 6
bulan sekali .........

Perang Siat Sampian | ratusan warga mengelilingi areal


pura sambil menggerak-gerakkan tangan mereka seperti
burung gagak (goak) .....

Mekepung | dikembangkan pertama kali sekitar tahun


1930 dengan joki berpakaian seperti prajurit istana.
Mereka bertelanjang kaki, mengenakan gaun kepala ....
Omed - Omedan (Festival Ciuman Massal) | Dalam
sejarahnya, tradisi ini dimulai pada abad ke-17.
Sebelumnya tradisi ini dilakukan pada hari Nyepi ....

Mageret Pandan | sarana latihan ketangkasan seorang


prajurit dalam masyarakat Tenganan sebagai penganut
Agama Hindu aliran Dewa Indra sebagai Dewa Perang ...

Magoak - Goakan | seni permainan burung gagak.


Permainan ini dipolitisasi oleh KBP yang ingin
memekarkan daerah kekuasaannya.
Di Desa Panji, ....

Tradisi Bali Lainnya :


Tradisi Ngambeg di Desa Bedulu, Gianyar dilaksanakan setiap
Purnamaning Kedasa (atau sekitar bulan oktober).

Adat Istiadat Kebudayaan Provinsi Bali


Adat Istiadat

by Devina Sagita - Apr 10, 2015


2525

Hayy..kepoersss kali ini admin memberikan informasi mengenai adat istiadat Pulau Dewata
(Bali). Dan inilah.

Indonesia memiliki beragam suku, agama, ras dan berbagai adat istiadat dengan begitu kebiasaan
masyarakat setempat pasti berbeda-beda, nah inilah yang membuat keunikan budaya bangsa dan
tanah air kita, sehingga perbedaan yang beraneka ragam ini membuat warna yang indah dalam
satu kesatuan sehingga dikenal dengan Bhineka Tunggal Ika. Seperti di Bali ada beberapa
kebiasaan unik masyarakat yang yang berhubungan agama Hindu dan adat istiadat yang ada di
masyarakat.Bali memiliki banyak berbagai warisan budaya leluhur yang masih tertanam dan
melekat erat di masyarakat Bali itu sendiri, juga berbagai tradisi atau kebiasaan unik yang masih
dipegang teguh di kalangan masyarakat.Budaya dan tradisi yang ada memiliki ciri khas
tersendiri di masing daerah, desa maupun banjar yang ada di Bali. Memiliki kekayaan budaya
yang beragam tentunya merupakan suatu tugas masyarakat untuk melestarikannya, tidak tergilas
atau bergeser karena pengaruh dunia modern saat ini. Tentu semua ini dipengaruhi oleh adat
istiadat, kepercayaan mistis dan keyakinan beragama yang kental.

KEBIASAAN MASYARAKAT BALI

Masyarakat Bali yang pada umumnya ramah tamah, dengan pola kehidupan yang bhineka atau
plurarisme dan tidak terlalu banyak aturan ataupun fanatik terhadap suatu paham, memiliki adat
istiadat yang selalu mereka pegang teguh dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka bisa
hidup dengan kedamaian. Siapa tahu bagi anda yang kebetulan pertama kali datang ke Pulau
Seribu pura ini, entah itu untuk liburan, tugas kantor, study ataupun berbisnis, ada perlunya
mengetahui beberapa hal tentang kebiasaan masyarakat, selain mungkin tempat-tempat wisata
yang indah di sepanjang perjalanan juga kebiasaan unik yang menarik.

Beberapa kebiasaan tersebut tersebut antara lain;

Mesaiban sebuah ritual kecil, yang dilakukan setiap pagi hari sehabis ibu-ibu selesai memasak
di dapur, kebiasaan ritual ini sebelum makan, kebiasaan ini bisa sebagai wujud terima kasih atas
apa yang telah dikaruniakan-Nya, dan juga sebagai sajian ke bhuta kala agar somya (tidak
menggangu)
Ngejot kebiasaan bagi masyarakat untuk memberi dan diberi (berupa makanan). Bertujuan
untuk menguatkan ikatan sosial di masyarakat, baik saudara maupun tetangga. Dilakukan saat
salah satu keluarga ataupun masyarakat ada kegiatan upacara agama, kebiasaan ini juga
dilakukan antara penduduk Bali Hindu dan non Hindu.

Kasta Catur Kasta, penggolongan masyarakat di Bali berdasarkan ras ataupun keturununan,
digolongkan dari posisi yang paling atas; Brahmana, ksatria, Weisya dan Sudra. Yang
mendominasi adalah Sudra (masyarakat biasa). Kelompok Sudra (mendominasi hampir 90%), di
dalam berkomunikasidengan Brahmana, Ksatria dan Weisya, menggunakan tata bahasa Bali yang
lebih halus. Begitu sebaliknya mereka akan menaggapi dengan halus pula.

Kata Blidi Bali kata ini cukup populer, kata yang digunakan memanggil orang lain yang lebih tua
dari kita atau paling tidak seumur (bisa diartikan Mas) dengan tujuan penuh keakraban antar
sesama. Namun jika anda menggunakan kata ini perhatikan Kasta mereka apakah dari kasta yang
lebih tinggi, seperti namanya ada embel-embel seperti; Ida, I Gusti, Ida Bagus, Cokorde dan Anak
Agung. Walaupun mereka tidak tersinggung dengan Kata Bli yang kita sebutkan tapi itikad kita
menghargai orang lain, alangkah baiknya tidak menggunakan sebutan tersebut.

Kebiasaan sopan pada sesama apalai kepada orang yang lebih tua, dan pada kasta yang lebih
tinggi. Menyangkut etika, sangat tidak sopan menunjukkan sesuatu dengan tangan kiri, lawan
bicara bisa jadi tersinggung, apalagi menunjuk dengan kaki, lawan bicara bisa jadi emosi. Kalau
toh hal itu harus dilakukan, bilang maaf terlebih dahulu, atau orang bali biasa bilang kata tabik.

Karma Phala masyarakat hindu di Bali sangat meyakini sekali hukum karma phala ini yang.
Karma Phala ini berarti kebaikan yang kita lakukan kebaikan pula yang akan kita dapatkan,
begitu sebaliknya. Sehingga orang-orang untuk melakukan tindakan yang tidak baik harus
berpikir tentang pahala yang akan mereka peroleh nantinya, diyakini pahalanya bisa dinikmati/
berimbas di kehidupan sekarang, di akhirat dan kehidupan berikutnya bahkan bisa sampai ke
anak-cucu. Begitu besarnya hukum sebab akibat ini, sehingga di harapkan semua masyarakat
bisa berbuat kebaikan.

Banyak sekali upacara-upacara di provinsi Bali yang sering kita dengar diantaranya Upacara
Bukakak dan Upacara Ngaben

Upacara Bukakak ialah upacara dalam rangka melakukan permohonan kepada Sanghyang
Widhi Wasa untuk memberikan kesuburan kepada tanah-tanah pertanian mereka supaya hasil
panennya berlimpah ruah. Kebiasaan dalam gelaran upacara unik ini dilakukan di desa adat dan
tidak dilakukan di daerah-daerah lainnya di Bali. Jadi, bagi Anda yang ingin menyaksikan
bagaimana upacara ini digelar bisa menyambangi desa adat Bali.

Masyarakat desa adat yang melaksanakan upacara ini adalah masyarakat agraris yang masih
dengan setia memegang teguh adat istiadat dan kepercayaaan secara turun temurun yang
diwariskan leluhur mereka, dan Salah satu warisan yang selalu dijaga, dipelihara dan dilakukan
oleh masyarakat desa tersebut adalah ritual Upacara Bukakak. Upacara Bukakak sudah dilakukan
sejak zaman dahulu dan masih terperihara hinggga sekarang, pada mulanya upacara ini
dilakukan 1 tahun sekali, namun karena terkendala faktor biaya yang tidak sedikit, akhirnya
upacara ini dilakukan setiap 2 tahun sekali.

Menjelang sebelum upacara Bukakak ini diadakan, ada persiapan lain yg dilakukan, yakni

1. Membersihkan perlengkapan upacara.


2. Upacara ngusaba umi diadakan di Pura Pelinggih.

3. Membuat Dangsil berbentuk segi empat yang terbuat dari pohon pinang, dengan rangkaian
bambu dihiasi dengan daun enau tua yang dibuat bertingkat tingkat/berundak undak seperti
anak tangga terdiri dari 7,9 dan 11 tingkat, ini semua melambangkan Tri Murti (Dewa Brahma,
Wisnu dan Siwa).

4. Mengadakan upacara Ngusaba di pura yang terdapat di desa setempat.

5. Upacara Gedenin di pura Subak

Upacara Ngaben

Upacara Ngaben atau sering pula disebut upacara Pelebon kepada orang yang meninggal dunia,
dianggap sangat penting, ramai dan semarak, karena dengan pengabenan itu keluarga dapat
membebaskan arwah orang yang meninggal dari ikatan-ikatan duniawinya menuju sorga, atau menjelma
kembali ke dunia melalui reinkarnasi atau kelahiran kembali. Status kelahiran kembali roh orang yang
meninggal dunia berhubungan erat dengan karma dan perbuatan serta tingkah laku selama hidup
sebelumnya.
Upacara ini biasanya dilakukan di hari-hari baik. Hari baik biasanya diberikan oleh para pendeta setelah
melalui konsultasi dan kalender Bali yang ada. Persiapan biasanya diambil jauh-jauh sebelum hari baik
ditetapkan. Pada saat inilah keluarga mempersiapkan bade dan lembu terbuat dari bambu, kayu,
kertas yang beraneka warna-warni sesuai dengan golongan atau kedudukan sosial ekonomi keluarga
bersangkutan.
Pagi hari sebelum upacara Ngaben dimulai, segenap keluarga dan handai taulan datang untuk melakukan
penghormatan terakhir dan biasanya disajikan sekedar makan dan minum. Pada tengah hari, jasad
dibersihkan dan dibawa ke luar rumah diletakkan di Bade atau lembu yang disiapkan oleh para warga
Banjar, lalu diusung beramai-ramai, semarak, disertai suara gaduh gambelan dan kidung menuju ke
tempat upacara. Bade diarak dan berputar-putar dengan maksud agar roh orang yang meningal itu
menjadi bingung dan tidak dapat kembali ke keluarga yang bisa menyebabkan gangguan, dll.

Sesampainya di tempat upacara, jasad ditaruh di punggung lembu, pendeta mengujar mantra mantra
secukupnya, kemudian menyalakan api perdana pada jasad. Setelah semuanya menjadi abu, upacara
berikutnya dilakukan yakni membuang abu tersebut ke sungai atau laut terdekat lalu dibuang,
dikembalikan ke air dan angin. Ini merupakan rangkaian upacara akhir atas badan kasar orang yang
meninggal, kemudian keluarga dapat dengan tenang hati menghormati arwah tersebut di pura keluarga,
setelah sekian lama, arwah tersebut diyakini akan kembali lagi ke dunia.

Karena upacara ini memerlukan tenaga, biaya dan waktu yang panjang dan lumayan besar, hal ini sering
dilakukan cukup lama setelah kematian.Untuk menanggung beban biaya, tenaga dan lain-lainnya, kini
masyarakat sering melakukan pengabenan secara massal / bersama. Jasad orang yang meninggal sering
dikebumikan terlebih dahulu sebelum biaya mencukupi, namun bagi beberapa keluarga yang mampu
upacara ngaben dapat dilakukan secepatnya dengan menyimpan jasad orang yang telah meninggal di
rumah, sambil menunggu waktu yang baik. Selama masa penyimpanan di rumah itu, roh orang yang
meninggal menjadi tidak tenang dan selalu ingin kebebasan

Adapun pernikahan adat Bali banyak sekali tata cara atau tradisi adat pernikahan tersebut
diantaranya :

Pernikahan adat bali sangat diwarnai dengan pengagungan kepada Tuhan sang pencipta, semua tahapan
pernikahan dilakukan di rumah mempelai pria, karenamasyarakat Bali memberlakukan sistem patriarki,
sehingga dalam pelaksanan upacara perkawinan semua biaya yang dikeluarkan untuk hajatan tersebut
menjadi tanggung jawab pihak keluarga laki laki. hal ini berbeda dengan adat pernikahan jawa yang
semua proses pernikahannya dilakukan di rumah mempelai wanita. Pengantin wanita akan diantarkan
kembali pulang ke rumahnya untuk meminta izin kepada orang tua agar bisa tinggal bersama suami
beberapa hari setelah upacara pernikahan.
merupakan pakaian adat pernikahan Bali

Rangkaian tahapan pernikahan adat Bali adalah sebagai berikut:

Upacara Ngekeb

Acara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin wanita dari kehidupan remaja menjadi
seorang istri dan ibu rumah tangga memohon doa restu kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bersedia
menurunkan kebahagiaan kepada pasangan ini serta nantinya mereka diberikan anugerah berupa
keturunan yang baik.
Setelah itu pada sore harinya, seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi luluran yang terbuat dari
daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah dihaluskan. Dipekarangan rumah juga
disediakan wadah berisi air bunga untuk keperluan mandi calon pengantin. Selain itu air merang pun
tersedia untuk keramas.

Sesudah acara mandi dan keramas selesai, pernikahan adat bali akan dilanjutkan dengan upacara di
dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan sesajen. Setelah masuk dalam
kamar biasanya calon pengantin wanita tidak diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai calon
suaminya datang menjemput. Pada saat acara penjemputan dilakukan, pengantin wanita seluruh
tubuhnya mulai dari ujung kaki sampai kepalanya akan ditutupi dengan selembar kain kuning tipis. Hal ini
sebagai perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa lalunya sebagai remaja dan
kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama pasangan hidupnya.

Mungkah Lawang ( Buka Pintu )


Seorang utusan Mungkah Lawang bertugas mengetuk pintu kamar tempat pengantin wanita berada
sebanyak tiga kali sambil diiringi oleh seorang Malat yang menyanyikantembang Bali. Isi tembang
tersebut adalah pesan yang mengatakan jika pengantin pria telah datang menjemput pengantin wanita
dan memohon agar segera dibukakan pintu.
Upacara Mesegehagung

Sesampainya kedua pengantin di pekarangan rumah pengantin pria, keduanya turun dari tandu untuk
bersiap melakukan upacara Mesegehagung yang tak lain bermakna sebagai ungkapan selamat datang
kepada pengantin wanita. kemudian keduanya ditandu lagi menuju kamar pengantin. Ibu dari pengantin
pria akan memasuki kamar tersebut dan mengatakan kepada pengantin wanita bahwa kain kuning yang
menutupi tubuhnya akan segera dibuka untuk ditukarkan dengan uang kepeng satakan yang ditusuk
dengan tali benang Bali dan biasanya berjumlah dua ratus kepeng
Madengendengen

Upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri atau mensucikan kedua pengantin dari energi negatif
dalam diri keduanya. Upacara dipimpin oleh seorang pemangku adat atau Balian
Mewidhi Widana

Dengan memakai baju kebesaran pengantin, mereka melaksanakan upacara Mewidhi Widana yang
dipimpin oleh seorang Sulingguh atau Ida Peranda. Acara ini merupakan penyempurnaan pernikahan
adat bali untuk meningkatkan pembersihan diri pengantin yang telah dilakukan pada acara acara
sebelumnya. Selanjutnya, keduanya menuju merajan yaitu tempat pemujaan untuk berdoa mohon izin
dan restu Yang Kuasa. Acara ini dipimpin oleh seorang pemangku merajan
Mejauman Ngabe Tipat Bantal

Beberapa hari setelah pengantin resmi menjadi pasangan suami istri, maka pada hari yang telah
disepakati kedua belah keluarga akan ikut mengantarkan kedua pengantin pulang ke rumah orang tua
pengantin wanita untuk melakukan upacara Mejamuan. Acara ini dilakukan untuk memohon pamit
kepada kedua orang tua serta sanak keluarga pengantin wanita, terutama kepada para leluhur, bahwa
mulai saat itu pengantin wanita telah sah menjadi bagian dalam keluarga besar suaminya. Untuk upacara
pamitan ini keluarga pengantin pria akan membawa sejumlah barang bawaan yang berisi berbagai
panganan kue khas Bali seperti kue bantal, apem, alem, cerorot, kuskus, nagasari, kekupa, beras, gula,
kopi, the, sirih pinang, bermacam buahbuahan serta lauk pauk khas bali.

Kebiasaan Masyarakat Bali

Agama Hindu, Budaya dan tradisi

by Bali Tours Club


Indonesia memiliki beragam suku, agama, ras dan berbagai adat istiadat dengan begitu kebiasaan
masyarakat setempat pasti berbeda-beda, nah inilah yang membuat keunikan budaya bangsa dan
tanah air kita, sehingga perbedaan yang beraneka ragam ini membuat warna yang indah dalam
satu kesatuan sehingga dikenal dengan Bhineka Tunggal Ika. Seperti di Bali ada beberapa
kebiasaan unik masyarakat yang yang berhubungan agama Hindu dan adat istiadat yang ada di
masyarakat.

Masyarakat Bali yang pada umumnya ramah tamah, dengan pola kehidupan yang bhineka atau
plurarisme dan tidak terlalu banyak aturan ataupun fanatik terhadap suatu paham, memiliki adat
istiadat yang selalu mereka pegang teguh dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka bisa
hidup dengan kedamaian. Siapa tahu bagi anda yang kebetulan pertama kali datang ke Pulau
Seribu pura ini, entah itu untuk liburan, tugas kantor, study ataupun berbisnis, ada perlunya
mengetahui beberapa hal tentang kebiasaan masyarakat, selain mungkin tempat-tempat wisata
yang indah di sepanjang perjalanan juga kebiasaan unik yang menarik.

Beberapa kebiasaan tersebut tersebut antara lain;

Mesaiban sebuah ritual kecil, yang dilakukan setiap pagi hari sehabis ibu-ibu selesai memasak
di dapur, kebiasaan ritual ini sebelum makan, kebiasaan ini bisa sebagai wujud terima kasih atas
apa yang telah dikaruniakan-Nya, dan juga sebagai sajian ke bhuta kala agar somya (tidak
menggangu)
Ngejot kebiasaan bagi masyarakat untuk memberi dan diberi (berupa makanan). Bertujuan
untuk menguatkan ikatan sosial di masyarakat, baik saudara maupun tetangga. Dilakukan saat
salah satu keluarga ataupun masyarakat ada kegiatan upacara agama, kebiasaan ini juga
dilakukan antara penduduk Bali Hindu dan non Hindu.

Kasta Catur Kasta, penggolongan masyarakat di Bali berdasarkan ras ataupun keturununan,
digolongkan dari posisi yang paling atas; Brahmana, ksatria, Weisya dan Sudra. Yang
mendominasi adalah Sudra (masyarakat biasa). Kelompok Sudra (mendominasi hampir 90%), di
dalam berkomunikasidengan Brahmana, Ksatria dan Weisya, menggunakan tata bahasa Bali yang
lebih halus. Begitu sebaliknya mereka akan menaggapi dengan halus pula.

Kata Bli di Bali kata ini cukup populer, kata yang digunakan memanggil orang lain yang lebih
tua dari kita atau paling tidak seumur (bisa diartikan Mas) dengan tujuan penuh keakraban
antar sesama. Namun jika anda menggunakan kata ini perhatikan Kasta mereka apakah dari
kasta yang lebih tinggi, seperti namanya ada embel-embel seperti; Ida, I Gusti, Ida Bagus,
Cokorde dan Anak Agung. Walaupun mereka tidak tersinggung dengan Kata Bli yang kita
sebutkan tapi itikad kita menghargai orang lain, alangkah baiknya tidak menggunakan sebutan
tersebut.

Kebiasaan sopan pada sesama apalai kepada orang yang lebih tua, dan pada kasta yang lebih
tinggi. Menyangkut etika, sangat tidak sopan menunjukkan sesuatu dengan tangan kiri, lawan
bicara bisa jadi tersinggung, apalagi menunjuk dengan kaki, lawan bicara bisa jadi emosi. Kalau
toh hal itu harus dilakukan, bilang maaf terlebih dahulu, atau orang bali biasa bilang kata tabik.

Karma Phala masyarakat hindu di Bali sangat meyakini sekali hukum karma phala ini yang.
Karma Phala ini berarti kebaikan yang kita lakukan kebaikan pula yang akan kita dapatkan,
begitu sebaliknya. Sehingga orang-orang untuk melakukan tindakan yang tidak baik harus
berpikir tentang pahala yang akan mereka peroleh nantinya, diyakini pahalanya bisa dinikmati/
berimbas di kehidupan sekarang, di akhirat dan kehidupan berikutnya bahkan bisa sampai ke
anak-cucu. Begitu besarnya hukum sebab akibat ini, sehingga di harapkan semua masyarakat
bisa berbuat kebaikan.

Adat Istiadat di Bali

Informasi

by Bali Tours Club

Adat istiadat di Bali merupakan warisan dari leluhur yang memiliki nilai luhur dan adi luhung.
Kalau kita amati, adat dan kebudayaan yang beraneka ragam yang di miliki masing-masing
wilayah sebuah aset penting. Istilah adat bagi kita bukanlah hal yang asing, dan baru, kita
mengerti betul dengan hal tersebut, karena pulau kita ini kaya dengan hal-hal unik. Di setiap desa
adat yang ada di wilayah ini memiliki beberapa perbedaan dengan adat antara satu desa adat
dengan yang lainnya, walaupun secara keseluruhan memiliki persaamaan. Setiap desa adat
memiliki awig-awig atau tata tertib masyarakat setempat, dan setiap awig-awig ini tentunya ada
hak, kewajiban dan saksi hukum adat yang harus dipatuhi oleh semua warganya, tentunya apa
yang berlaku tidak lepas dari ajaran Agama Hindu, sosial budaya dan berbagai aspek kehidupan.

Adat bukan suatu aturan yang tertulis, tetapi merupakan penerapan ajaran agama yang dianut.
Adat berarti kebiasaan, sebelum istilah adat ini masuk ke Bali, masyarakat sudah mengenal adat
dan kebiasaan ini dengan istilah dresta, lokacara ataupun sima. Itu menandakan masyarakat
paham bahwa semua kebiasaan dimasyarakat baik itu dalam tatanan upacara agama, awig-awig
atau adat istiadat di suatu tempat berdasarkan dresta ataupun sima atau sering orang mengatakan
desa mawicara, sehingga tidak timbul penafsiran yang berbeda-beda. Berbagai kegiatan dalam
tatacara pelaksanaan upara agama misalnya, tidak harus sama antara satu desa pekraman dengan
yang lainnya.

Banyak adat istiadat yang ada di tanah Dewata, seperti; upacara nyepi, sehari penuh semua
masyarakat tidak boleh keluar rumah, melakukan aktifitas dan menyalakan lampu, dan untuk
yang beragama Hindu melakukan tapa brata penyepian. Upacara ngaben, setiap orang yang
meninggal akan dibuatkan upacara ngaben, beberapa tempat dalam tata cara pelaksanaan upacara
ini berbeda-beda sesuai dresta ditempat tersebut. Menjelang hari Raya Galungan, penjor-penjor
berjejer di pinggir jalan, hampir semua masyarakat hindu memasang penjor. Dalam acara adat
pernikahan di Bali, lebih mengusung keagungan Tuhan daripada pesta pernikahan. Di beberapa
tempat lainnya juga memiliki kegiatan upacara adat dan tradisi unik yang tidak dimiliki oleh
desa adat yang lain. Sebagai daerah wisata, ini tentu merupakan hal yang menarik bagi
wisatawan yang sedang liburan dan melakukan perjalanan tour menjelajahi tempat menarik di
dataran ini.

Anda mungkin juga menyukai